Monday 7 January 2013

Suara-Suara, Burung-Burung Sukma*(DS, September 2013)


Kau mengirimkan suaramu jauh ke gunung
ada yang kau lipat-lipat  di alamatkan ke pedalaman
sedang yang lain di dalam kotak dikirimkan ke teluk
dan yang ini aku bacakan ke telingamu.

Sekadar suara sekalipun  semalaman kau tak bisa
tidur. Ia menusuk-nusuk sukma membuat malammu
gundah dan tersiksa. Mengapa hanya suara membuat
dirimu tak lelap sepanjang malam.

Tapi suara yang mengelusmu ini datang bagaikan malaikat
ketika subuh melebarkan kepaknya di langit. Yang pasti
ia bukan algojo yang siap menjatuhkan hukuman menurut
perintah.

Sejak masa silam suara Kekasih tak akan berhenti berdesir
dan menyelinap masuk ke dalam telinga, ia membisikkan
kasih-Nya tak berhenti-henti dari siang ke malam, dari gerhana
ke rembulan penuh, dari empat musim silih berganti.

Suara-suara itu datang berkumpul dan duduk patuh di
lapangan terbuka, tangan kanan di atas bahu dan berbicara
dalam pelbagai bahasa serentak dan taat kepada nizam
berpegang kepada tali Allah.

Dari kata-kata lembut terhimpun  dalam doa-doa yang
mengalir dan dihisap oleh akar-akar tunjang sampai ke
perdu bunga dengan daun-daun lebar dan pohon yang
rendang. Di sana hinggap burung-burung berbagai jenis.

Ketika kau menyuarakan kebenaran itu dari sukma
menunduk. Suara-suara yang bergema dari pelosok
dunia inginkan bahtera keselamatan di bumi dan
langit baru. Mereka tak akan berhenti berjalan sampai ke sana.

Suara-suara kebaikan itu tak akan sama dengan suara-
suara membawamu ke hutan sesat. Kerana yang diperjuangkan
itu adalah isinya bukan pada kulit luaran. Melangkah
dan terus melangkah, kita adalah musafir yang tak kenal lelah.

Suara-suara itu tak akan dapat dibendung atau dikurung
kerana suara-suara itu adalah amanat yang mesti dijagai
sampai kiamat. Suara itu adalah suara kasih-sayang
dan tak akan memakai bahasa dendam dan kemarahan.

Suara-suara itu jadi burung-burung di cakerawala dan
di samudera lautan suara-suara itu menjadi dolpin-dolpin
dan di padang sahara suara-suara itu jadi angin dingin.
Akhirnya suara itu jadi nazam, kau tak bosan mendengarnya.

Kota Kinabalu
8 Januari, 2013
*Majalah Dewan Sastera, September 2013
*ada perubahan  pada bait kedua perenggan terakhir.

No comments:

Post a Comment