Sunday 6 October 2019

Hujan Januari

Hujan Januari
turun di tanah kalbu
ketenangan
adalah kata-kata pasrah
pada riba kasih.

Kota Marudu
Oktober 2019

Tuesday 1 October 2019

Kelapa

Sebiji kelapa anugerah samawi
terapong pada semudera
akhirnya menemukan pantai
tumbuh menjadi pohon kelapa.

Kota Marudu
September 2019

Merdeka kata-kata

Merdeka kata-kata dari jajahan
bebas menutur damai
khianat bersarang dalam gelap
keyakinanmu tak akan tumpas.

Kota Marudu
Jun  2019


Pasir

Kau hanya seperti pasir di gurun
diterbangkan angin dengan pasrah
kata-kata yang melucur dari lidah
semalam dan hari ini
biarkanlah bersih dari titik-titik hitam
khianat dan dendam.

Yang tersirat di dalam kalbu
bukan tombak-tombak jihad
ingin mendatangkan maut
biarkan ia datang
suara-suara  nazam
membawa jazbah, kasih dan damai


Kota Marudu
September 2019

Tuesday 24 September 2019

Jerebu

Langitmu dalam diam
katamu kapan hujan dari gunung akan turun
mendung jerebu sepanjang siang
gema suaranya mati di pengkalan
hutan-hutan berubah wajah puing-puing rapuh
senyap dan sepi sampai jauh ke pedalaman
lidah api belum berhenti, masih membakar
raksasa itu tak peduli
raksasa itu kebal
keresahan hanya di permukaan air
jerebu menyerap ke dalam liang paru
kemarahan tak bersempadan.

Kota Marudu
Sabah September 2019






Tuesday 17 September 2019

Suara-Suara Merdeka

Ada suara yang mengiyang mencari sepasang sayap
dipasang pada tubuh dirinya.

Lalu sebiji bola bergolek di tanah rata dengan kelajuan cukup
hebat melambung ke udara seperti ada tangan yang
menyambutnya dan meletakkannya pada sudut langit menjadi
bulan purnama di ufuk barat.

Tubuh kerdil yang tadinya telanjang kini bersayap menjadi burung
perkasa mengelilinggi tujuh petala bumi.

Tiap mata anak peribumi memandang kagum. Ada jazbah dan
tekad dalam dirinya kerana ia tidak tertakluk pada musim atau
lingkungannya.

Di laut, ada gelombang membawamu jauh sampai kepulauan
yang terasing. Suara-suara itu, bukan suara yang menakutkan
atau seram.

Tapi panggilannya kasih dan ia meletakkan mahkota di hatimu.
Perlukan engkau seribu malam untuk menawan negeri rindu.

Aduhai musim bunga telah tiba, suara-suaramu tak sekeras
gema di hujung malam. Kemerdekaan bukan sebuah mitos
dan dongeng.

Tidak juga menjadi badai derhaka dan jerebu khianat.
Kemerdekaan adalah warisan dan amanat.

Suara-suara gelisah itu telah tenteram, keluar dari
kepompongnya menjadi burung, bintang di orbit baru.

*Dideklamasikan di Malam Puisi Ambang Merdeka Kedua pada 30 Ogos 2019 di Hotel Promenade.

Cerita kelapa merdeka

Anakku bertanya tentang cerita kelapa merdeka yang
tahan lasak dan kebal dari segala musim. Ia adalah sebiji
kelapa yang jatuh dari samawi di lautan bumi perseda.

Aku namakan ia kelapa merdeka, tiada benci dan dendam
kesumat, berlenggang ikut arus tanpa peduli badai dan
gelombang, lagunya sayang dan damai.

Anakku bertanya apakah cerita kelapa merdeka, legenda
Karuhai bumi kedayan, bijak dan perkasa, kasih ibu
merangkumi benua, meraih samawi.

Ya, anakku, ia adalah kelapa merdeka tanpa GPS dan tidak
dipengaruhi sekeliling. Gelombang laut, pantai dan lembah
menunggu datangnya sang kelapa merdeka, kerana
airnya manis pelepas dahaga zaman.

Tiap pantai dan pulau rindu dan tiap kalbu bertanya-tanya,
apakah isyarat itu telah sempurna.

Di malam kemerdekaan, anakku telah bermimpi, seorang
waliullah berkata pada sang anak. Kemerdekaanmu adalah
mahkota keadilan di menara tinggi, kasih sayangnya adalah
bumi merekah.

Aku berkata pada anakku, apakah kau ingin jadi kelapa
merdeka yang memberi, tidak pernah khianat dan holoba.

Kelapa merdeka akan tumbuh di mana-mana jadi pohon tak
berubah sekalipun di pulau sepi atau di bumi kenyangan, ia
tetap kelapda merdeka dan semua yang ada padanya buat
kamu.

Ya, ayahmu.

*Puisi ini dideklamasi pada Malam puisi Ambang Merdeka Kedua,pada 30 Ogos 2019, di Hotel Promenade .


Sunday 15 September 2019

Wartikah Kemerdekaan

Malam ini kita berkumpul setelah
kita jatuh bangun meraih erti
kemerdekaan.
Tia hati merasakan dan membuat
reaksi pada tiap perjuangan bangsa.

Tia momen dalam hidup ada
menjadi kenangan dan khazanah
warisan.
Yang hidup sepanjang zaman,
sekalipun ada yang ingin menembak
rembulan
mengharapkan ia gugur menjadi
komet yang hanggus di tanah tandus
sejarah.
Ketika namamu disebut, Paduka
Mat Salleh, engkau telah mewakili
zamanmu
Keberanianmu di medan, siasat dan
kebijaksanaanmu telah merubah bangsa selamanya.
Kelicikan penjajah terkandas dalam
lumpurnya sendiri.


Di tanah utara ini,  mari pejamkan
matamu sebentar,
Ingat kembali suara-suara pahlawan
silam, masih meraunng di langitmu,
dengarkan,

Sherif Osman, mari renungkan
sebentar , deru ombak merdeka yang
bergulung dari
pantai pulau Banggi sampai ke
daratan bumi ribuan pohon hutan jati.
Anak bangsa ini
bangun menyatakan jati diri, di tanah
leluhur ini, kerana bangsa yang tidak
pernah
dikalahkan adalah bangsa yang
punya mimpi dan mimpi
dan impian itu
hidup dalam jiwanya ribuan tahun.

Merdeka adalah 7  huruf menjadi
satu. Ketika engkau dengan
kesedaran maka
ia menjadi amanat yang hidup
sampai kiamat. Tiap generasi
memaknakan kemerdekaan
bangsa dengan tafsiran, tekad, janji
dan sumpah. Kemerdekaan itu
amanat dan perjuangan tanpa akhir.
Hidup mati bangsa merdeka di
tangan generasi penerus, justru itu
aduhai bangsa merdeka, dapatkah
engkau melupakan pejuang bangsa
sekalipun ia mungkin kata-kata ber-
bunga retorik, namun kemerdekaan
bangsa ini, bangsa merdeka telah
menjadi nyata, penjajah-penjajah
bangsa telah pulang, melepaskanmu
tanpa pilihan.

Di puncak  Nabalu, di dada langit
merdeka, namamu, telah terpahat,
hadiah generasi ke generasi.
Mengingatimu, Tun Mustapa, engkau
adalah jubah sejarah negeri ini, bapa
kemerdekaan.

Siapakah di sini yang boleh
menidakkan kebenaran dan
mengenepikan pejuang bangsa
Siapakah yang ingin menghapuskan
sejarah atau melumatnya di bawah
tumit kakimu dan menjadi seperti
Raja Nimrod, dengan bahasanya yang
kacau, ingin mengaburkan sejarah
atau membuat-buat sejarah?

Pernah seorang ibu bercerita,"Kita
sebenarnya bukan apa-apa, hanya
sepohon kelapa merdeka yang
tumbuh di tanah gambut di bumi
utara Ia pohon kelapa yang berbuah
banyak, isinya tebal dan airnya manis,
pelepas dahaga  tiap musafir lalu.
Kerana benihnya yang baik itu, maka
permintaan untuk buah kelapa ini,
dari desa ke desa, dari jiran ke jiran,
dari tanjung ke tanjung, dari lembah
ke lembah dan dari pulau ke pulau.
Begitu terkenalnya kelapa merdeka
ini, ia tumbuh di mana-mana, ia
menjadi sebutan orang. Mereka akan
mencari kelapa merdeka ini, sanggup
berjalan ribuan batu atau belayar
bermalam-malam demi pohon kelapa
merdeka yang spesial ini."

Apakah engkau ini jadi kelapa
merdeka, yang kehadiranmu tidak
melukai sejarah, tapi menambat hati
dalam zamanmu.
Kau akan diingat sepanjang masa.
di fajar menyinsing, di senja hari
sampai jauh di pantai
kepulauan.

Malam ini, gema gong telah lama
bergema, angin teluk Marudu telah
menyampaikan deru kemerdekaan
sampai ke laut Bangi, pohon kelapa
merdeka dari silam masih berdiri gah
seperti soldadu-soldadu generasi
alaf ini.

Wahai saudaraku, Cerita dapur awam
Si Karuhai, legenda selatan, bumi
Kedayan. dengarlah, Serigala dan
Musang selama ini kebiasaan makan
enak tersentak  dan mengalamun
kerana ada perintah supaya
kebiasaan mengambil santapan
dari pintu gudang yang tak berkunci,
sekarang ia pun telah dikunci.

Wahai saudaraku, turunlah kamu
dari dunia angan-angan, dan mimpi
ngerimu, mengapa berluka-lara,
sedangkan malam ini, khabar ini
aku sampaikan, genapnya sebuah
nubuat. Kemenangan negara
bangsa, adalah cinta damai dan
kalbu yang pasrah pada Tuhan,
Rabbiul alamen. Ayuh!Melangkahlah,
pacu kuda semberanimu. Wartikah ini
kubacakan,supaya engkau menjadi
insan yang terhebat di zamanmu.
Mengapa kamu harus tinggal di
stesyen sama, sedangkan yang lain
akan mengambil tempatmu dan berbuat
tanpa kamu sedari. Dan ketika
kamu memandang langit malam,
baru terasa  dan sedar bertapa kamu
masih mempunyai ilmu sedikit.

Wahai anak negara  bangsa, inilah
waktumu memaknakan  erti merdeka
Inilah waktumu memedam rasa dan
usah menjadi bangsa yang kalah
Inilah waktu melepaskan kuda
semberanimu di lapangan hijau di
bawah langit terbuka.
Engkau bukan generasi yang di duduk
di atas pagar
Engkau generasi terbaik di zamanmu.
Ayuh! Biarkan purnama merdeka
itu adalah inspirasimu sepanjang
Zaman.

Kudat
11 September 2019.

Puisi ini dibacakan di Kudat Malam Puisi Tokoh silam anjuran Penulis Penulis Utara.

Friday 24 May 2019

Merangkai Bunga-Bunga Doa

Biar lidah diam dan menghakis kerat dusta
kalbu selamat dari serangan siasatmu
pohon rendang di segala musim hanya
kembali pada tali Tauhid.

Kau tenteram dalam rahim-Mu
yang kau lihat itu bukan miraj
tapi, penyempurnaan nubuatan
subhanallah bihamdihi subhanallah al azim
salawat dan salam pada kekasih Allah.


Kota Marudu
Mei 2019


Di Tanah Leluhur Ini (*Daily Express)



Di tanah leluhur ini
kita memeluk bulan Ramadan
dirimu fana dalam cinta
air yang mengalir membawa
debu-debu hitam melekat
di dinding kalbu.

Di tanah leluhur ini
kita menganyam siang jadi harapan
tindakan dan kata
seperti harimau di hutan simpanan

Di bumi leluhur ini
kita telah membaca isyarat samawi
pada lautan mengirim gelombang
tiap gerak jantung gunung sebuah peringatan.

Di bumi leluhur ini
malam majnun di riba kasih
kau nuftah berenang ke rahim
jazbah itu satu penyempurnaan
kemenangan tiba di pelabuhan damai.

Kota Marudu
25 Mei 2019

*Disiarkan oleh Daily Express 21 Julai 2019

Saturday 18 May 2019

Waktu

Engkau berlumba dengan waktu
seperti mendengar loceng
telah berbunyi,
orang lagi keluar
dari bilik masing-masing
ke satu kelas lain
sedang aku dengan buku-buku
di tangan
antara ramai orang
ke bilik yang dijadualkan.

Lokasi boleh bertukar
dari stesyen keretapi
di lapangan terbang
di kamar sendiri
atau di bilik konferensi.

Kota Marudu
Mei 2019

Sunday 5 May 2019

Tilawat Di Bulan Puasa* (UB)

Kumulai tilawat Al-Qur'an
suatu pagi hari pertama puasa
perlahan lafaz ayat-ayat-Mu
perlahan-lahan matahari naik
perjuangan langkah pertama
perjuangan qurub Ilahi.

Kumulai puasa di tanah leluhur
ibu tua di hujung senja
tiap saat adalah perjuangan kasih
tiap saat adalah pengorbanan
Ramadan Al Mubarak
menghimpun cinta dan kenangan.

Kumulai pengembaraan rohani
pintu samawi terbuka
pohon takwa tumbuh dalam kalbu
kemenanganmu telah ditakdirkan
kemenangan meraih puncak kurnia
anugerah di malam-malam Lailatul Qadar.

Kota Marudu
Mei 2019

*Disiarkan 2 Jun 2019, Daily Express




Ramadan, Jiwa Yang Tenteram* (UB)

Pada gelombang laut
bumimu yang berdarah
langitmu yang terconteng
kalbumu yang terhiris
engkau yang di dalam penjara
kerana akidahmu seorang muslim
musuh-musuhmu terus merancang.
Engkau, pelarian di tanah asing
mengharapkan kedamaian panjang
gempa di bawah telapak kakimu
letusan di atas kepalamu
kamu masih menjadi sasaran
maut datang dari enam penjuru
Ramadan Al-Mubarak,
datang ke lembahmu
anak bulan pada langit tawajuh
doa-doamu
orang-orang yang dizalimi.
Tapi, kasih sayang
kekayaan rohanimu
membawa langkahmu menyeberang
sempadan
nafsi amarah
membawamu ke taman Islam sejati
Salam dan salawat atas junjungan kami
hidup abadi Tauhid Ilahi
hidup jiwa yang tenteram.

Kota Marudu
Mei 2019

*Disiarkan 2 Jun 2019 Daily Express

Anak-Anak Di Malam Tarawih* (UB)

Anak-anak kecil
bermain di halaman
seperti menunggu
kelahiran anak bulan
malam tarawih di mesjid
saudaraku, kau tak dilupakan
himpunan doa dan hulur tangan
seperti bunga mawar terenjis air.

Beri kami kekuatan menolong
biar hidup dalam nur-Ilahi
lapar dan dahaga
adalah perjuangan
lidah yang
menilawatkan kitab-Mu
biar kalbu dingin dan tawajuh.

Anak-anak burung dara
kini terbang di samawi
sahur selepas
tahajud di malam panjang
bunga rampai di persada kalbu
penyempurnaan cinta Ilahi.

Ramadan Al-Mubarak
membakar amarah
dan dendam kesumat
Engkau,
Maha Agung dan Maha Perkasa
inilah malam
kurnia dan hidayah
inilah
pensucian diri dan jiwa damai.

Kota Marudu
Mei 2019


*Disiarkan 2 Jun 2019 Daily Express

Saturday 4 May 2019

Jiwa Ramadan*

Samawi telah memberi isyarat
Ramadan turun dengan cahaya
sampai ke daerah-daerah rawan
kota-kota yang hancur
dalam kemelut perang.

Perjuangan dan pengorbanan
damai sampai ke sempadan kalbu
nama-Mu diucap
dengan kasih dan cinta
bulan Ramadan al-Mubarak
kuntum-kuntum doa di taman mutaki.

Akar takwa dalam diri
langkah dan tindakanmu lembut
Indah dalam amal
hak Allah
hak Insan
gemilang pada firasat dan rohani
engkau tak pernah sendiri.

Gema suaramu damai
ibadahmu tulus
ucapanmu bersih dari khianat
tangan memberi atas dari meminta
jiwamu tawajuh.

Malam-malam Ramadan
ketenangan dalam zikir Ilahi
siang mekar dalam lindungan
nikmat puasa kelazatan rohani.

Kota Marudu
5 Mei 2019



Friday 3 May 2019

Ramadan 2019*

Ramadan 
Langit cerah 
musim panas khatulistiwa
Atuk dan nenek tua 
menunggu 
seperti datangnya tamu jauh. 
Wajah-Wajah penuh 
dengan kisah sepanjang hayat. 

Bulan ini, turun 
dengan ketenangan 
dalam mimpi dan kebenaran hakiki.


Engkau menanggalkan baju lesu 
menyangkutnya di dinding kamar 
Ranjang tua bau peluh 
dan sajadah usang 
setia seperti sahabatmu. 

Burung walid masih 
pulang tiap senja. 
Sujudmu dalam duduk 
dan doa-doa melangkau langit. 

Siang, lebah yang berkelana.

Ramadan 
tawajuh sepanjang zaman, 
kepulangan yang diberkati 
kandungan kasih.
Kemenangan pensucian jiwa.

Gerak-gerak langit dan gempa 
di tanah kalbumu. 
Panah-panah api silam
tidak akan mengubah 
takdir dan pengorbananmu.


Ramadan 
anak bulan di penjuru
kuda semberani di pelancaran
dan kau telah mengenakan pelana, 
inilah purnama penuh
Kita dalam zamannya 
Damai, damai, damai.
Kota Marudu
4 Mei 2019

Ramadan, Perubahan Langit

Seperti datangnya petang,
panas hari masih terkurung
Bau hujan masih belum tercium
Di menara gading
ada pesta kaamatan
Kami bersiap
menunggu Perubahan Langit
Ramadan,
burung burung rohani terbang
Hinggap di menara putih
Tiap sentuhannya
menjadi taman kembang mewangi
Inilah zaman
engkau turun ke lapangan
Kemarau telah berakhir.


Kota Marudu

April 2019

Ucapan Kalbu*

Kita saling kenal, sahabat yang terpilih. 
tak pernah terjebak dalam kanca khianat 
dan musuh yang memakai topeng. 
Kalau ada kelemahan, kita saling 
tuding-menuding kemudian damai 
seperti tenang lautan di waktu malam.


Keinginanku sepertimu, 
meraih purnama dan membenam 
amarah ke dasar bumi. 
yang bersembunyi 
di dalam jubahmu telah 
menanggalkan kulitnya semalam.


Barangkali kalau ada 
yang kaubimbang 
suara-suara tersirat padu 
gemanya sampai 
ke hujung dan tiap hati 
tak akan dapat menahan 
kehebatan firasat dan 
mimpi-mimpi benarmu.


Kota Marudu
Mei 2019

Minum Pagi

Kami minum 
sambil menelan
lawak sendiri. 
Hujan pun turun
hiasan hari sebelum berangkat
Tiap wajah ada rahsia sendiri
Pohon jazbah tumbuh dalam kalbu
Iradah dan tawajuh adalah purnama
kasih sayang di puncak gunungmu


Usah ditanya ke mana selepas ini
Lafaz nazam meredahkan api sengketa
Cerita malam pun tersingkap
Ramadan pada lautan doa
diam dan merenung
Kata demi kata tersirat
Salawat dan salam
Cinta rasul
dan Tauhid Ilahi
Hidup, dalam perjuangan 
Tanpa sempadan.



Kota Marudu

Mei 2019

Renungan*

Di jalan pulang kamu temui rumah persinggahan ini telah kosong. Tamu lain telah pulang negeri asal. Sepi hanya detak jam dinding yang berbunyi di penjuru. Matahari terik 12.


Kau telah melafazKan suara dari kalbumu. Samawi tak pernah dirugikan. Janjimu telah menyeberangi sempadan. Tekadmu meruntuhkan tembok yang memisahkanmu, janji-janjimu telah sempurna. Anak ular yang masuk ke dalam Rumahmu telah tertangkap dan kau telah membebaskannya di hutan.

Di bumi sebelah sini dan Kepulauan jauh. Aku akan datang kepada mu. Tiada kekuatan dan keselamatan tanpa doa. Ayuh, jadikan firasatmu, jadi siang yang mekar.

Kota Marudu
April 2019

Arnab dan Kura-kura

Kau arnab aku kura kura
Berlumba ke garis akhir
punya helah dan siasat
Harapan dan impian.


Kura kura di sebalik pulau
Arnab di hujung tanjung
mengejar mimpi kejora
Yang satu punya lampu aladdin
yang satu pula tongkat musa.

Arnab dan kura Kura
Kau dan aku
Pertarungan kasih
tak pernah mengalah.



Kota Marudu

April 2019

Tiga Rasa*

Bagai singa yang siap menerkam mangsanya dalam takaran waktu. Malam-malam durjana jadi pedang Yazid, dihayun di udara jadi algojo tanpa ampun. Kalau ia kata adalah panah-panah api yang akan dilepaskan dengan amarah.


Ia telah menjadi gunung berapi meletup tanpa diduga, dari mulutmu debu belerang yang menghisap kepul-kepul udara. Dan rongga dadamu kempis dan terdesak. Aduhai tanah kau berdiri seperti gelombang lautan ingin menenggelamkanmu tanpa ampun.

Kini ia adalah lapangan selepas Perang. Kamu pula adalah sepasang mata di saat-saat nazab. Persoalannya kebenaran itu suara hati mimpi benar dan ke jalan pulang.
Aduhai saudaraku, biarkan kata dan tindakanmu beralas penyucian ragamu dan tawajuh. Biarkan dirimu adalah benar-benar air terjun sejuk dan manis mengalir damai ke dalam kalbu.

Kota Marudu
April 2019

Kesabaran*

Aku telah melihatmu 
di sebalik warna-warna 
ada isyarat dan tanda. 
Tiap helah nafasmu 
dan gerak-gerak dan perubahan 
di wajah itu adalah satu tanda 
yang payah untuk menyembunyikan 
siasat dan arah angin bertiup. 

Apakah ia merubah 

sebuah pantai ataupun daratan? 
Kerana tiap pemilik hati 
ia adalah dalangnya sendiri 
dalam diam atau ia, dai' 
memanggil dengan kasih sayang. 

Yang dipanggil teman 

sepatutnya tak berubah dalam 
ujian musim 
sekali pun ia telah memakai tongkat, 
kemampuan, tekad dan jazbah 
yang tak pernah dikalahkan 
oleh terkaman harimau kalbumu. 

Perlukan aku risau 

ia yang telah menjadi duri-duri 
yang diam-diam, atau panah-panah 
yang siap dilepaskan dari busurnya, 
duri yang melilit di mahkota kepalamu 
di kala malam keresahan dan majnun. 

Namun aku tak akan pernah mengeluh 

atau tersentuh luka kerana 
ia adalah sandiwara ngonggong 
anjing bukit musim-musimnya. 
Cuma ada sedikit geirmis 
kepada sahabatku yang 
menyembunyikan tangannya 
ketika ia diminta menjelaskan duduknya 
dan yang mengenggam tanganmu 
ketika kau memerlukan. 

Seorang Sahabat tak akan 

merubah atau berubah 
pada permainan angin 
atau masa-masa gerhana. 
Dapatkah aku mendiamkan 
suara hatiku dari khayalan 
pertarungan itu adalah 
perang yang meletus 
di dalam kalbuku sendiri.

Kota Marudu


 April 2019



Menunggu Datanganmu, Ramadan*

Kedatanganmu semakin dekat
rahmat alam semesta penyucian diri

nikmat dan lazat bila dalam pengertian

sederhana, hidangan ini kau sendiri tak pernah puas

penantian itu akan sempurna dan

mulai merasa engkau menghirup udara turun

dari samawi.
Engkau menunggu seperti bumi yang kering
menunggu sentuhan Ilahi
tiap kalbu menyerah dan menyerap
ruh kudus dan lafaz zikir Ilahi
kalimat-kalimat tauhid dan salawat junjungan
engkau tenggelam dalam tawajuh
engkau membenam nafsu amarah
sejauh kekuatanmu di lembah sabar.
Ketika sepi tengah malam
Dalam doa-doa tahajud
dalam keasyikan pengucapanmu
dalam kalimat dan kata-kata
saling menguat yang akarnya istighafar
dari seorang khadim yang pasrah.
Kudus adalah Engkau Yang Maha Esa
Keagungan-Mu dan dalam kesederhanaan
engkau melakukan cinta dan kasihmu
secara dawwam dan berakar pada takwa.
Datanglah wahai Ramadan
aku telah siap seperti seorang kekasih
yang menunggu bertahun-tahun
berdiri sejak dinihari hingga ke hujung senja
ketika malam aku tetap menunggumu
dengan sabar dan doa
Ya Rabbi biarkan kebaikan tanpa sempadan
hingga dalam tiap kalbu yang mutaki
sentiasa ada ketakutan pada-Mu
penyesalan dan jiwamu seperti taman
kembang sejagat jauh dari kezaliman dan kemelut perang.

Kota Marudu
10 April 2019

Airnya Turun Sepanjang Zaman*

Rindu itu bagai pertemuan tak diduga
setelah bertahun-tahun 
dengan seorang sahabat
suatu siang musim panas kau tiba
silam seperti memandang malam.
Tiap bintang ada ceritanya.
Engkaukah pemimpi yang benar
mimpi-mimpi adalah hamparan rahsia
satu demi satu telah tersingkap
seperti siang yang tak pernah berbohong
di kejauhan dan keterasingan
ia tetap nilam yang berkilau.
Jika engkau ingin kedamaian yang sejati
bukan pada kekerasan dan janji-janji
buah muda yang jatuh dari gagangnya
atau bunga yang tak menjadi
Tapi panggilan itu adalah kasih
dan kelembutan sebuah kalbu
sumbernya dari samawi
airnya turun sepanjang zaman.

Kota Marudu
April 2019

Samawi Tak Pernah Berhenti Menurunkan Hujan Semi.*


Tulislah seperti dawat tintamu tak pernah habis
dan kertas tulismu masih belum tertulis noktah
samawi tak berhenti menurunkan hujan semi
tamanmu senantiasa hijau dan kembang bunga
gema suaramu mengelus dinding dan pintu kalbu
kasih dan rindumu seperti udara pagi pergunungan
kepulangan musafir yang tiba di hujung senja
seribu malam kekasih melafazkan salam dan selawat
metamorfosis hayat dan pengorbanan kalbu seorang mutaki.
Kau bina sempadan dalam takaran waktu
biarlah, jika tersirat ini dikatakan majnun dan perjuangan ini
purnama penuh dan lautan damai pasrah pada-Mu
kata-kata dan tindakan telah menjadi bintang-bintang khalis
dalam sunyi malam engkau adalah khadim yang itaat
dan menurut perintah dan siap dengan kuda semberanimu.
Pergilah, ke mana pun sampai ke hujung negeri entah beranta
kenyangan dan orbit mana yang belum didatangi.
Aduhai kekasihku, berita itu telah disampaikan
engkau telah membaca testimoni dan metamorfosis kalbu ini
masihkah kau menduga, menuduh dan berpaling
isyarat gerhana pada bulan dan matahari adalah satu
hanya kerugian melawan arus kebenaran kerana
tidakkah engkau sedar, yang engkau adalah daun-daun kering
yang jatuh terjunam dan berakhir tanpa musim.
Ayuh! kilas cahaya di menara putih dan
kegelapan adalah petualang-petualang yang kalah di medan.
kita adalah metamorfosis suatu perjuangan pada siang majnun
malam-malam tawajuhmu seperti air terjun mengalir tak berhenti.
Sabahuddin Senin
Kota Marudu
8 April 2019

Nota: Puisi ini akan terbit dalam buku Cetus Rasa oleh Abdul Latief Ahmad  Jun 2019

Tuesday 16 April 2019

Ramadan, Pintu Samawi Terbuka



Ramadan, telah turun
pintu samawi terbuka luas
tangan menadah penuh tawajuh
kata-katamu seperti air terjun
mengalir nyaman.
Kegelapan pun tersingkir jauh
langkahmu tak gusar di lembah curam
ini adalah masa damai
ini adalah masa ketenangan
engkau tak akan pernah menyerah
sekalipun mendung datang
berselindung dalam jubah kebaikan.

Ramadan, penyejuk kalbumu
hamparan malam tahajud
manis doa dan lafaz zikirullah
kemenangan meraih puncak
kemenangan meninggalkan amarah
perubahan hakiki telah bermula
ruh Ramadan adalah cahaya samawi
sepanjang zaman
akarnya takwa
pohon syafaat
rimbunan hijau.


Kota Marudu
17 April 2019

*Dikirimkan ke Sabah Times 26 Mei 2019



Sunday 14 April 2019

Tragedi Christchurch*

Impian jahatmu inginkan kegelapan meraih mahkota di pundaknya
apapun alasanmu, api dendam yang bermukim dalam dirimu
menjadi kezaliman dan kekerasan meruntuhkan tembok perabadan
engkau tak akan berhasil dan sukses kerana kebiadaban ini
hanggus dan membakar dirimu bagai pohon-pohon mati di danau
tanah gersang kematian angin sepanjang musim tanpa berubah
Kebijaksanaan pemimpinmu adalah suara lafaz keadilan sejagat
lambang kemanusiaan dari suara hati yang sedar.

Atas nama keamanan dan kasih sayang pada semua
tiap hati harus tenang dan damai melafazkan cinta dan salam
tiada yang bisa menghalang ibadah dan zikirmu
Tiada Tuhan melainkan Allah, kalimat Tauhid hidup
kamu tak akan dapat membunuh kebenaran itu
hanya kegagalan demi kegagalan yang menimpa kamu
kemenangan itu adalah jiwa yang damai dan tenteram
berdamping erat pada Tuhan Yang Maha Esa.

Kamu adalah golongan pengecut dan jiwamu kotor
tragedi Christchurch menjadi suara-suara terkumpul
menyatakan kepada dunia, damai itu tidak sendiri dan terasing
ia adalah kekuatan dan memerdekakan diri dari belenggu
dendam kesumat dan kejahilan yang beragam
tangan-tangan sedar membina tembok-tembok kebaikan
lebih tinggi dan menjadi testimoni kebenaran sepanjang zaman.

Wahai golongan berfikir, usah biarkan benih-benih kejahatan
bercambah dan  menjadi pohon derhaka dan durjana di dalam taman
keindahanmu adalah bahtera perdamaian yang belayar menuju
pelabuhan damai mengalahkan gelombang dan ribut taufan
dan mengalahkan kekuasaan kegelapan di zamannya
Ayuh! pelipur laramu, adalah Dia pelindungmu
kurun berkurun samawi telah mendengar keluh-kisahmu
suksesmu di lembah hijau ini samasekali
tidak akan menghadangmu menjadi ibadur rahman
dan kesabaranmu adalah gunung bertahan dalam takaran waktu.


Kota Marudu
April 2019
*dikirimkan untuk penerbitan Antologi puisi Christchurch. ilminabd@yahoo.com

Kata-Katamu Retorik*

Kata-katamu retorik dan penonton mendengar
tak usaha berfikir jauh dan mengerutkan dahi
engkau dibuai dengan bunga-bunga kata
membawamu terbang ke puncak impian

Ke mana pun engkau menoleh suara itu
seperti bintang-bintang kecil berwarna-warni
bertebaran seperti bunga-bunga api sekelip dan menawan
walaupun ia hanya singgah sebentar mengusikmu.

Tiap majlis engkau tampil gah
tanpa sandaran dan tongkat di tangan
gema suaramu bagai serdadu-serdadu
menurut perintah dan melaksanakan.

Sekarang engkau tak menunggu jemputan
kehadiranmu tak pernah membimbangkan
kerana penonton tetap akan hadir dan bertepuk tangan
setelah itu bertanya kami belum puas dengan pidatonya.

Kota  Marudu
April 2019




Saturday 13 April 2019

Rindu Ramadan Adalah Perjuangan*

Sekali lagi kita menerpa ke depan dari jalan selokan
menuju jalan lurus sampai ke perhentian terakhir
pada kalbumu engkau telah dirikan dinding tembok
kebaikan adalah benteng pertahanan tak akan roboh
setiap helah nafas telah kau persiapkan demi
Ramadan adalah perjuangan menewaskan
nafs-i-amarah.

Engkau telah menghitung hari dengan rasa tawajuh
ruh yang tenang membenamkan ke dasar kemarahan
panas yang bersembunyi di dalam api telah hapus
tahun ini langkahmu hati-hati tiap titian dan jalan kelikir
ada isyarat pada tiap mata hati yang memandang
mereka yang dalam gerhana melangkah sempadan
bebayang kegelapan yang terus memburumu
jadi kegilaan mereka yang tak berhujung.

Kota Marudu
2019




Thursday 11 April 2019

Menunggu Kedatanganmu, Ramadan*




Kedatanganmu semakin dekat
rahmat alam semesta penyucian diri
nikmat dan lazat bila dalam pengertian sederhana,
hidangan ini kau sendiri tak pernah puasa
penantian itu akan sempurna dan
mulai terasa engkau menghirup udara turun
dari samawi.

Kau menunggu seperti bumi yang kering
Ketika sepi tengah malam
Dalam doa-doa tahajud
dalam keasyikan pengucapanmu
dalam kalimat dan kata-kata
saling menguat yang akarnya istighafar
dari seorang khadim yang pasrah
Kudus adalah Engkau Yang Maha Esa
Keagungan-Mu dan dalam kesederhanaan
engkau melakukan cinta dan kasihmu
secara dawwam dan berakar pada takwa.

Ya Rabbi, biarkan kebaikan tanpa sempadan
menunggu sentuhan Ilahi
tiap kalbu menyerah dan menyerap
ruh kudus dalam lafaz zikir Ilahi
kalimat-kalimat tauhid dan salawat junjungan kami
engkau tenggelam dalam tawajuh
engkau membenamkan nafsu amarah
sejauh kemampuan di lembah sabar.
Dalam doa-doa tahajud
dalam keasyikan pengucapanmu
dalam kalimat dan kata-kata
saling menguat yang akarnya istighafar
dari seorang khadim yang pasrah
Kudus adalah Engkau Yang Maha Esa
Keagungan-Mu dan dalam kesederhanaan
engkau melakukan cinta dan kasihmu
secara dawwam dan berakar pada takwa.

Datanglah wahai Ramadan
aku telah siap seperti seorang kekasih
yang menunggu bertahun-tahun
berdiri sejak dinihari hingga ke hujung senja
ketika malam aku tetap menunggumu
dengan sabar dan doa. hingga dalam tiap kalbu yang mutaki
sentiasa ada ketakutan pada-Mu
penyesalan dan jiwamu seperti taman
kembang sejagat jauh dari kezaliman dan kemelut perang.

Kota Marudu
10 April 2019