Tuesday 22 January 2013

Seorang Ibu Seorang Nahkoda(Mama)

Ada seorang ibu hidup sendiri di kotaraya
ia adalah perabut dari pilihannya sendiri
melihat wajahnya pasti kau melihat wajah
sebuah kota. Alis matanya, gincu bibirnya
dan bedak dan minyak wangi yang disembur
tiap pagi sebelum turun menaiki trem terus
ke ibu kota.

Seorang ibu seorang pekerja di kotaraya
ia jauh dari desa impiannya, jauh dari
sanak-saudara. Semua itu tak mengapa.
Kerana ini adalah pilihannya, pilihan
yang terbaik. Menyeberangi lautan
dan mencuba nasib di buminya sendiri
sekalipun terpisah dari gunung, udara
di lembah dan berunsai dan kulintangan.

Beberapa kali sukmanya bagaikan terpukul
ingin pulang. Keghairahan kota sudah luntur
dalam hidupnya. Kini ia keseorangan,
nahkoda yang melayari bahtera mereka
telah berpulang. Tinggallah ibu muda ini
bergempur dengan angin dan gelora
samudera hidup.

Bukan ia tak mencuba mencari nahkoda,
satu, dua, tapi selalu tak kesampaian ke
pelabuhan. Ketika kematian mata angin
atau ketika lautan bergelora, dirinya sendiri
nahkoda. Adakalah ia berhanyut-hanyut,
melihat kejuitaan alam raya di waktu malam.
Ingin ia merangkul keindahan itu dalam
sukmanya. Tapi ia tak sendiri.

Di kotaraya ini ia adalah seorang ibu,
seorang pekerja dan seorang nahkoda.
Ia tak akan dikalahkan, sekalipun kabus
jerebu ia tetap memandang ke depan
mengawasi gerak langkahnya sekali
pun jerebu menusuk-nusuk pada
mata dan mencekik rongga dadanya
ia tetap seorang wanita, seorang ibu
sambil berkata,"Sayang, ma akan membawamu
terbang sekalipun sampai ke bintang suriya."
Memandang kasih kepada anaknya
yang tersenyum duduk di atas kereta roda.

Kota Kinabalu
23 Januari 2013
*AP Volume, 2013

No comments:

Post a Comment