Friday 30 November 2012

Tiga Sahabat* (Puisi)(Metamorposis)

Kami sahabat lama ditemukan
duduk berbual di restoran di
pinggir kota. Keduanya berambut
panjang ke bahu, cuma diriku.
Kami tak berdakapan, sekali
inilah kali pertama sejak masing-
masing mengemudikan layarnya
di samudera lautan. Kami tak
bertanya berapa pula tin emas
kami simpan di ruang gelap atau
di bawah ranjang tidur. Yang jelas
beberapa helai daun telah terlucut
dari gagang atau ranting pohon
hidup kami. Ketawa terkakah-
kakah kami seperti dulu, bila
kami bertemu, melambung 
ke bumbung restoran dan meliar
sampai anak-anak muda yang
minum di sebelah kami. Memang
pertemuan ini tidak dirancang.
Bukan pula meraih ulang tahun,
atau pesta menuai. Di meja, tak ada
kek atau kembang bunga api.
Aku diam. Sambil mereka
berbual aku memerhatikannya
kami telah melangkahi sempadan
dunia terseret-seret di tumit kaki
langkah pun menjadi perlahan.
Tiada suatu yang mustahil
kami bersalam lalu pergi.
Entah bila lagi kami akan
bersama, malam bertukar
penuh misteri, dan menyimpan
rahsianya sendiri.

Kota Kinabalu
1 Disember 2012





Menunggu Kau Datang* (Indah)

Aku menunggu kedatanganmu
bunyi air menitis di dalam gua
jatuh ke dalam sungai kecil
mengalir melalui celah batu
sampai ke dunia luar. Kau
datang sebentar lalu beredar
lagi. Namun, aku menunggu.
Telah kupersiapkan pantai
tanah pasir putih, jauh dari
batu kerang dan tebing curam.
Kedatanganmu bersulam
rindu. Di sini kami menyebut
namamu. Kerana pada nama
selalu ada makna yang tersirat.
Sebuah cahaya telah turun
setelah berjalan jutaan tahun
tapi destinasinya tetap ke
bumi. Tanpa upacara dan
jambangan bunga. Hanya
kata-kata dan salam yang
sederhana. Dalam pertemuan
lalu, kau tak pernah bertanya
banyak tentang musafir yang
pulang. Aku pun tak pernah
mau menerangkannya. Kerana
sebelum terucap kau telah
dapat merasakan di dalam
sukmamu. Tapi kata-kata
masih tetap disebutkan
sebagai mengenapkan
kebenaran itu. Lalu mengapa
masih ada degup lembut
di relung hati.

Kota Kinabalu
31 November 2012

*Didalam antologi puisi Volume 1, 2013




Thursday 29 November 2012

Aku akan membawamu* (Indah)

Aku pulang setelah datang padamu
wajahmu berubah bulan purnama
ketika kutinggalkanmu, aku pasti
seleramu tersingkap di hujung lidah.

Ya Rabbi, aku menyulam waktu
sekarang aku hadir dengan sukmamu
biar tanganmu kupegang dan kita
jalan bersama meskipun perlahan.
Biar kusuapkan bubur ke mulutmu
aku telah biasa menjadi penyabar
akan kusediakan wangi-wangian
untukmu mandi. Kehadiranmu itu
telah pun membina harapan.

Kalau dulu kau akan menyanyi
lagu menidurkanku, sekarang
aku pula akan menyanyikanmu.
Ceritamu, masih kuingat semua.
Sekarang aku pula yang akan
bercerita tentang benua yang
jauh, samudera lautan, mata angin,
pergunungan sepi dan langit saffron.

Beri aku kekuatan, dan cahaya purnama
ketika aku berjalan di malam buta
gelap. Tiupkan angin buritan ke dalam
sukmaku supaya aku dapat melangkah
dan pulang membawamu air bening.

Kota Kinabalu
30 November 2012
*AP Volume I, 2013













Mesapol Menunggu Sapaan (Mama)

Malam ini aku mengingatimu
Mesapol, nama itu kembali
kau bukan sebuah kotaraya
tapi sebuah desa yang sepi
menunggu hadirnya sapaan.
Dari halaman rimbamu, aku
melihat airmatamu jatuh
menitik ke atas bumi. Kau
bertanya mengapa tiada
khabar si burung punai,
kera di hutan telah lama
meninggalkan sulap.
Pelanduk di hutanmu
menjauh ke hutan jiran.
Mesapol, kusapa kau
dalam puisi sekalipun
kau menganggap nyanyian
di pinggir jalan atau igau
di malam hari. Suara rimba,
getah tua, tanah sejengkal,
desa bagai pohon tak tumbuh
semuanya kuresapkan
ke dalam genta puisi.
Rumah kosong di kaki
bukit, pohon Bambangan
dan pohon bambu masih
memanggilmu. Tapi saudaraku
yang duduk di sana masih tak
mendengar ketukan pintu
suatu siang yang kelabu.
Ada waktunya air pasang
surut. Rembulan pulang
ke horizon di hujung malam.
Mentari menyingkap hari baru.
Aku akan memanggilmu
dengan panggilan yang
lembut hingga kau menoleh
dan melihatku. Kerana kau
dan aku bukan apa-apa
tapi saling menguatkan
satu sama lain.

Kota Kinabalu
30 November 2012




Catatan: peringatan* (Indah)

Tidak akan pernah
kata-kata seperti
membela ayam jantan
turun gelanggang
atau anjing yang
menyalak orang
masuk ke dalam
halaman rumah.
Kata-kata ini adalah
sebuah cermin tapi
bukan cermin yang
menukarkan wajahmu
dari yang sebenar.
Terbanglah kata-kata!
Kehadiranmu bukan
membawa sengketa.
Di dalammu ada jiwa
bernafas dan berdegup.
Kata-katamu tercantum
menjadi nazam yang
indah. Sentuhan-Mu
mengalir ke dalam
sukma.

Kota Kinabalu
29 November 2012

*Antologi Puisi, Zikir Cenderawasih, oleh Hj Bung Johari Sabahuddin Senin dan Haji Domeng, Borneo Top Publishing House, 2014





Wednesday 28 November 2012

Persaudaraan* (Indah)

Sendirian, di tepi curam
menghadap ke laut lepas
membaca genangan alam
membaca dirimu sendiri.
Ada riak di langit, di udara
aku mencium keningmu.
Ketika kau tidur, kau adalah
jelapang langit yang biru
tapi, dirimu adalah bumi
sukmamu, gunung bertahan.
Alam terkandung dalam waktu
demikianlah aku, kau dan dia.
Aku telah memberikan laluan
kau berjalanlah di depan, aku
mengikutimu dari belakang.
Ketika langkahmu melemah,
kau berkata, "Silakan, duluan"
Lalu aku berjalan di depan
kau mengikuti dari belakang.
Sekarang kita telah bertiga
tiada yang akan ditinggalkan.
Di hujung jalan ada pohon
buah delima telah ranum.

Kota Kinabalu
29 November 2012


















Belum Terlambat* (Puisi)(Metamorposis)

Kau menanyakan ke orbit mana aku berpergian
pertanyaanmu kerana ingin tau, aku pun tak
merahsiakan. Kau pergi sekelip mata, membawa
pulang ole-ole dari cakerawala. Di sana, ada
malam dan siang dan punya tiga matahari.
Udaranya murni, alam rayanya ramah dan indah.

Di pintu gerbang jalan ke dataranmu, kau
diperingatkan, di sini, orang suka memberi
salam. Unggas raya ingin bersahabat. Tulus.
Flora dan fionanya mengimbau cinta dan kasih
di dalam udaranya. Indah. Langitnya memberi
kepuasan kepada mata yang memandang.

Dari langit, air mencurah turun menjadi air
terjun. Aku terpegun. Airnya bergenang dan
dingin melewati dua lembah hijau dan bergunung-
ganang. Aku berkata ke dalam hati, bagaimana
aku dapat menceritakan semua ini kepada
sahabatku.

Aku mencium bau syurga. Di sini tak ada
sengketa, apa lagi mengasari dan berlaku
kejam. Kembara bahasanya puitis dan jelas.
Sesekalipun aku orang asing tapi diperlakukan
baik dan sopan. Aku selalu merindukanmu.

Ketika di jalan pulang mendekati bumi
aku melihatmu debu-debu belerang
melekat pada tubuhmu tapi sukmamu
masih gemerlap dan bercahaya. Lalu,
aku memberi salam padamu, "Apakah
aku sudah terlambat." Kau membalas,
"Belum." Kupegang tangan kananmu
lalu kami berjalan ke dataran hijau.

Kota Kinabalu
28 November 2012







Tuesday 27 November 2012

Kau Seperti Langit Biru* (Indah)

Aku telah berjanji
seperti anak bulan dan
mengembang menjadi bulan purnama
dari purnama mengecil dan hilang.
Dan esok ia datang lagi.

Hari itu aku datang
mengunjungimu, sekalipun
jauh, ia adalah perjalanan kasih
yang akan berhenti di perhentian
atau di pelabuhan.

Kau mencium dahiku
tanganmu lemah
ketika kau berdiri
kau seperti langit biru
dan bau bumi dapat aku
rasakan.

Kau bertanya, aku menjawab.
Aku akan membawamu jauh ke cakerawala
aku masih kuat seperti gunung Kinabalu
tulang belakang seperti banjaran Crocker
masih kuat mendokongmu sampai ke senja sirkah.

Aku akan memelihara kata-kata supaya tidak
melukakanmu. Setiap gerak aku perhitungkan
kerana aku mau kau selesa dan tenang tidurmu
biar aku berlari di atas batu-batu kerikil,
sedikit didarahi tak mengapa dan bumi
adalah pengorbanan menjanakan sebuah
impian dan harapan.

Bernafaslah, aku akan selalu disampingmu
kebutuhanmu adalah kesabaran
keperihanmu adalah airmataku
tiada apa-apa yang lebih kuminta
hanya doamu.

Kota Kinabalu
28 November 2012






Mengingatimu Kembali* (Cinta)

Aku berdiam bukan kerana tak mendengarmu
hanya aku mencari kata yang terbaik buatmu.
Barangkali aku telah menderahmu di sepanjang
perjalanan. Kalau aku mengasarimu sedang
aku ingin jendelamu tersingkap membiarkan
cahaya mentari pagi menyentuhmu.

Aku tak dapat memakai kata-kata kasar
sekalipun aku mau dan tergoda. Tapi sukmaku
tersiksa. Keindahan rembulan di singgahsana
tetap suatu keindahan, anugerah-Mu sejak
masa silam telah turun sebagai firasat dan
inspirasi kepadamu.

Mengapa kau harus menconteng kanvas langit
dengan warna hitam dan kematian. Kata-kata
bagai bara api, dan aku melihatnya berjatuhan
tak jauh di depan kakiku. Apapun, malam panjang
yang kauciptakan sendiri tak akan selamanya.
Pasti siang datang dengan kelopak-kelopak
mewangi dari taman samawi.

Aku sedar, di dalam tiap kata yang menjadi
kalimat ada racun yang menuba terselit di celah-
celah kehadiranmu. Kata-katamu bukan kasih-sayang
dan bukan pula sebuah harapan. Antara aku dan kau
ada ranjau-ranjau yang kau buat di jalan berlumpur ini.
 
Sekarang, kegelisahanku telah meredah. Pecahannya tak
terpijak lagi di bumi tapi telah terbang ke mentari dan sirna.
Aku akan terus melangkah dan kepadamu, aku akan
selalu menulis puisi. Telah aku lepaskan merpati putih
dari sukma terbang ke cakerawala.

Kota Kinabalu
28 November 2012




Jembatan* (Indah)

Jembatan di tepi laut
tinggal tunggul dan
telah lama ditinggalkan.

Semalam ia sebuah pelabuhan
siang dan malam
musafir datang dan pergi

Aku berdiri memandang
jalan ke jembatan
lalang tumbuh meliar
suara buruh telah sepi.

Laut masih berombak
angin malam masih berdesir
tapi, jembatan ini
telah tiada.

Kota Kinabalu
28 November 2012



Sunday 25 November 2012

Wanitaku, Maafkan!* (Puisi)(Metamorposis)

Wanitaku, kau telah mendengar ribuan kata-kata
yang kuluahkan dalam berbisik, berselindung
dan terus-terang. Kita telah bersama, bersayap
terbang ke rembulan penuh. Kau pendengar baik,
kekadang antara kata-kata lunak ada tersembunyi
penghinaan. Maafkan aku.

Wanitaku, aku akui dalam keterlanjuran, menderahmu,
aku lakukan itu tanpa kusedari.
Ampun, Ya Rabbi, aku memang telah bertindak
kasar pada wanitaku.

Ketika kau bertanya, aku dalam tertekan lalu
aku membalasmu dengan kata-kata kasar
sekalipun bukan niat, sungguh aku layak
dihukum. Maafkan aku.

Dalam hidup menjelang senja
ketika aku menatap bola matamu
langsung ke dalam sukmamu.
Wanitaku, Kristalku,
selalu di hari-hari biasa tanpa sedar
aku telah menyiksamu dan membuat
kau menangis dan tersiksa. Maafkan aku.

Wanitaku, kita telah bersama
jauh di lembah gunung dan khutub selatan
kau telah mengenal kelemahanku.
Aku berjanji tapi janji-janjiku
tak menetas pada waktunya
bukan kerana aku 
sengaja berbuat demikian.
Tapi  kerana pencapaianku
rupanya tak sejauh langkahku. Maafkan aku.

Wanitaku, telah kuucap nazam-nazam
cinta padamu dan kau membuka
pintu martabatmu kepadaku
dalam percintaan, lalu lahirlah
buah dari cinta itu, tumbuh
segar di halamanmu. Pengorbananku
barangkali hanya doa-doa yang
mengalir dari sukma seorang kekasih atau
suami. Maafkan aku.

Wanitaku, aku tak pernah meninggalkanmu
di tengah samudera atau di padang pasir
sendirian dan membiarkanmu bergolak
menghadapi hawa dingin atau binatang buas.
Kekurangan itu memang aku sedari. Maafkan aku.

Wanitaku, jatuh bangunnya aku, kau 
selalu disampingku. Ketika aku meraung
dan kehilangan atau dalam tidur yang gundah
kau mendakapku dan selalu
menenangkan sukma dengan kelembutan
dan ketulusan jiwamu. Maafkan aku.

Wanitaku,
Kalian adalah anugerah Tuhan
yang terbaik.

Sandakan
26 November 2012





Hujan Tengah Malam*(ITBM) (Indah)

Hujan tengah malam
aku tenang di sini
dan masih bermimpi.

Aku mengenangkan-Mu
sisa malam turun bagai
kata-kata yang menurut,
akur, dalam sepotong doa.

Ketika ketemu orang biadap
kasar bahasa dan wataknya
tinggalkan, usah dilayan
ia hanya penggangu majlis
dan pengeruh suasana.

Guntur dan kilat
kekadang datang
bersama hujan
setelah itu tenang
langit kembali damai.

Sandakan
26 November 2012


*ITBM Jun 2015







Hujan Petang *(UB)(Suasana)

Ketika kau turun aku bagaikan
tertegun, air mengalir masuk
ke halaman. Kemudian bunyi
jatuh ke atas atap mengurang
sedikit demi sedikit. Berhenti.

Kau menyergap ke dalam sukma
Lalu aku terkenang, dari sebuah
janji tak dipenuhi, aku membina
rumah buatmu, sederhana di tepi
jalan supaya dalam segala musim
pintu itu selalu terbuka kepadamu
menjadi rumah tumpanganmu.

Sekalipun rembulan belum menetas
tapi impian itu masih kubawa
sampai suatu hari ia menjadi
kata-kata yang dikotakan.

Suatu siang aku datang ke halamanmu
menemui kalian dan makan bersama
akupun membaca sebuah puisi
Nasihat ayah kepada anak lelaki.

Malam ini, aku melihat kembang
bunga api di langit Gaza
dendamnya turun dari masa silam
maut tercium di dalam udara
arus lautan telah bertukar arah
berhenti menyiksa dan mendera
langit pasti menurunkan azab.

Sandakan
26 November 2012

*Tersiar di Utusan Borneo 7 April 2013













Saturday 24 November 2012

Hujan Pagi*(UB)(Mama)

Setelah fajar hujan pagi
kau menyanyi sambil
menggulum mulut
tanpa kata-kata.

Pesta perkahwinan
jiran sebelah
selesai malam tadi.
Tuan rumah puas,
keramaian Karaoke
pun telah berhenti.
Tamu telah pulang
kerusi dan meja telah
disusun.

Ma mencium dahi
anak perantau yang pulang
ditanya bila Ma dibawa pergi.

Malam tadi dalam mimpi
aku bertemu dan mencium
tangan seorang Khalifa
yang telah berpulang.

Sandakan
25 November 2012

*Tersiar Di Utusan Borneo 7 April 2013.




Friday 23 November 2012

Sebuah Karya* (Indah)(Metamorposis)(ITBM)

Kau mengirim firasat turun seperti ilusi
alam pun bergerak ingin ditafsirkan
lalu turun kata-kata itu dalam cahaya
aku masih di sini, memandang ke tanah
air pergunungan masih mengalir.

Di tengah lautan aku sebesar nokhta
dalam sebuah bulatan. Ketika hujan
turun, bulan menjauh, gelap bertakhta
pelabuhan bagaikan kekasih menunggu
pelaut pulang.


Aku tangan yang mengadun tepung
dan air, dan memanasnya menjadi
tompeh. Makanlah, cuma tepung dan air.

Karyamu seperti santan yang
diperas untuk mengambil sarinya.
Lalu kau menaksir artefak kata-kata
pada tiap dinding sukma lalu beralih pergi.

Kota Kinabalu
24 November 2012

*ITBM




Tuesday 20 November 2012

Assalamualaikum, Gaza.*(ASP)(Palestine)

Ke mana saja aku memandang
wajahmu yang kulihat.
wajah itu menempel di mana-mana
sekalipun ia datang ke dalam mimpi
kupejam mata masih kulihat
wajah-wajah itu.
Israel, kau telah melampau.

Ke mana saja aku mendengar
suaramu di dalam gelombang
kekadang dalam hening malam
ia  datang mengetuk gegendang telinga.
Di siang yang parah, suara-suara itu
menjerit perih dan memanggil lagi.
Kami yang mendengar
seperti harimau
di dalam jeraji menolak pintu, terbuka
dan amarah langit dan bumi sampai ke puncak.
Israel, kau telah melampau.

Ke mana saja kau dan aku
seperti ada talian dari  masa silam
Sukmamu dan sukmaku
telah bersatu
kedua-dua saling  membutuhkan
ketika kau didera dan dizalimi
tidurku gundah sepanjang malam.
Israel, kau telah melampau.

Bilakan malam panjang ini akan berakhir
di tanah lahirnya nabi-nabi
dan para malaikat berjalan
mundar-mandir di bumimu
doa-doa tulus yang pernah
dilafazkan dari mulut kekasih-Mu
sendiri.
Israel, kau telah melampau.

Aku melihat ke dalam matamu
sampai ke lubuk hatimu
Aku mendengarmu sampai
lafaz katamu yang terakhir
Aku menggenggamkan tanganmu
tak akan kulepaskan.
Israel, kau telah melampau.

Ya Rabbi, ada yang ku tak tahu
yang tak terjangkau mata
kepada-Mu, kupanjangkan doa-doa ini.
Israel, kau telah melampau.

Kota Kinabalu,
21 November 2012

*Antologi Suara Penyair, 2012

Mereka Telah Melampau*(ASP)(Palestine)

Aku merasa malu pada diriku
yang hidup di kurun lalu dan alaf 21.
aku diajarkan supaya toleran
dan kasih sayang, berkata benar
menentang kezaliman dan penderaan
menegak hukum dan  melindungi hak asasi.

Langit cakerawala telah ditembusi
suara kami tak berhenti di sempadan
tapi melangkahi demi kebenaran
dan keadilan didahulukan.

Demikian aku terdidik
dilengkapi ilmu dan berani
kerana benar. Aku pun sedar
ada hak pada wanita
ada hak pada anak-anak.

Tiap bangsa yang beradab
akan berusaha menggenapkan impian ini.
Dalam perang, juga ada peratorannya.
Ketika mereka membantai
wanita, kaum ibu dan anak-anak
melihat kepala mereka pecah
tulang kerangka remuk dan patah
bangsa beradap diam dan undur kemaluan
dan bersiul-siul pergi.
Aku mendongak ke langit
dan berteriak habis
sebagai manusia yang tersiksa
lalu berkata,"Ya Rabbi, mereka telah melampau!"

Kota Kinabalu
20 November 2012

*Antologi Suara Penyair, 2012. 




Monday 19 November 2012

Kembali, Tanda-Tanda Telah Ada (Malaysia)

Kita
turun dari anak tangga yang satu
setelah setelah sekian dimakan waktu.
Dunia ini seperti
belon berisi udara
akan kempis dan meledak.

Pejamkan matamu
berikan satu khabar gembira?
Mereka bingung dan keliru.
Hukum alam
yang kuat akan hidup
yang lemah, menjadi mangsa.

Bila kezaliman sampai memuncak
Tuhan akan menurunkan tangan-Nya.
Kau yang teruji
dapatkah kau bertahan?

Semua berdoa
dalam gelap
siren berbunyi hanya
letupan roket mencari sasaran.

Di alaf 21
tak ada sebab
memusnahkan masjid, temple, dan kuil
Sukmamu sepatutnya matang
dan kepedihansilam sepatutnya
telah mengajar
menjadi warga manusia lebih toleran.

Bumi semakin tua
kita masih serakah
dan sombong.
Tiada keselamatan
di luar tembok kebenaran.
Itu janji langit.

Kita telah melampau
kau masih
manusia dari tanah liat
yang kering!

Kembali
sebelum terlambat
tanda-tanda telah ada pada langit!

Kota Kinabalu
20 November 2012

*Antologi Puisi, Zikir Cenderawasih, oleh Hj Bung Johar, Sabahuddin Senin dan Haji Domeng, Borneo Top Publishing House, 2014









Jejak Langkah Abad 21 (Malaysia)

Ketika melangkah abad 21
tepat jam dua belas tengah malam
temasya bunga api
doa tahun baru dipohon
Keamanan Dunia.

Bukannya sedikit pencapaian
Anak Adam. Tapi, luka-luka
pada bumi masih parah
halaman sejarah
berendam dalam lautan darah.

Kita terus mencipta
neraka di sini.
Kemanusiaan sejagat
harus diselamatkan.
Kasih-sayang menipis
dendam kesumat jadi wabak.

Seakan tak ada
jalan pulang.
Kebencian
pada kulit,
ras dan agama
tumbuh subur
dalam diam.

Abad 21,
jalan curam dan berbukit
berliku-liku,
aku teruji dan tercabar
sekali lagi!

Kota Kinabalu
20 November 2012

*Antologi Puisi 'Zikir Cenderawasih' oleh Hj Bung Johar, Sabahuddin Senin dan Haji Domeng, Borneo Top Publishing House, 2014.



Ibu Dan Anak-Anak Lagi (Palestine)

Seorang ibu dan seorang anak
duduk di atas bukit melihat ke bawah.
Semalam bunyi guruh yang melampau
kedua ibu dan anak berkurung di rumah.
Kebun Zaitun di halaman telah lama terbongkar
sekarang jadi tanah terbiar.

Siang itu, kulit dadanya terkoyak
melihat bumi bagai hamparan kain kafan
sudah lama warnanya telah bertukar
dari jasmin putih kepada merah saffron.

Kau menatapnya, degup jantungmu kencang larinya
siap menjadi singa menerkam mangsanya
tapi, keributannya hanya dalam
bilik tidurnya.

Malam yang gerun
dari atas ke bawah
maut melayang
menepati sasarannya
ke bumi. Egonya bukan-kepalang
sampai ke sukma langit, ia penembak
yang tepat, tak pernah ke sasar. Dan
punya medal keberanian. Tapi,
bommu ke sasar,
ibu dan anak-anak lagi
menjadi mangsa.

Lupakah mereka, sekarang air pasang
tapi, ada masanya tohor dan berbau. 
Lalu, pasti ada tangan turun memutar destinasi
Kau yang lama tak menjeruk buah Zaitun
dari kebunmu sendiri kini turun dan mula lagi.

Kota Kinabalu
20 November 2012



















Cerita Tragis Ini Tak Pernah Selesai (Palestine)

Aku melihat kepul-kepul asap
dari bangunanmu yang runtuh
ini bukan bunyi guntur
atau keramaian di hujung minggu
dan perarakan kahwin anak jiran sekampung.
Ia mau menerangkan
tapi suaranya tak keluar, hanya tangan
cuba memberi isyarat
rongga dadanya penuh jerebu.

Siapa yang menangis di malam buta
kemudian tenggelam ke dalam bumi
semalam ia mencium pipi isterinya
dan bayi kecil sebulan
lalu keluar dan hilang dalam lorong
gelap. Kini dua jiwa itu
diam dan kaku.

Laut telah berubah
dari perutnya menyembur api
dan belerang sampai ke halaman
di perigi, paras air bertambah naik
merah darah warnanya.

Tiap siang ia melihat
kawanan burung hinggap di atas
bangunan menyanyikan qasidah pagi
Sekarang senyap, sudah beberapa hari ini.
Siapakah yang menembak rembulan
kini koyak dan berlubang di tengahnya?

Cerita tragis ini tak pernah selesai
esok telah disiapkan siri baru
cerita lama di panggung sejarah
air mata tak menitis, danaumu
telah kering, sekarang musim kemarau.

Tiap kali sarangmu tergegar
kemanusiaan sejagat pun ikut tergoncang
di dalam sukma, jerit dan siksamu
menjadi gema yang mengganggu
mimpi dan tidur. Suara gema itu
bertukar menjadi gelombang samudera laut
dan akan bercantum menjadi tofan
tiada perlindungan dan keselamatan
kepada penzalim dan pendera.

Bawalah ke mana-mana impianmu
jangan tidak bermimpi tentang tanah leluhurmu
sekalipun pahit dan tragiknya memori itu
Jangan sekali-kali kau melepaskannya.

Kota Kinabalu
20 November 2012






Sunday 18 November 2012

Sebuah Puisi Buatmu (Puisi)(Metamorposis)(ITBM)

Ketika kutulis puisi padamu
suatu siang mekar dan tenang.
Di depan komputer, aku mulai
mengetik kata-kata  pilihan.
Mereka adalah burung-burung
yang terbang bebas di udara
ketika dipanggil akan hinggap
di ranting sukma. Mereka
teman sejati, yang turun dari
langit impian. Lembut dan
penampilannya sederhana.
Di sini tak ada jalan berliku,
terus memanjang dan lurus.
Antara bercerita dan metafora.
Langitnya seluas cekrawala
bumi terbentang sampai ke
dalam sukma. Tiap kata yang
turun lalu menjadi bait-bait
puisi yang hidup dan bernafas.
Bila kau membaca puisi-puisi
ini,  kau akan merasa dekat,
dekat sekali. Tak ada pemisah.
Kau dapat menyerapnya dan
membina kekuatan dirimu.
Gaya bercerita yang mudah.
Sekiranya kau masih sukar
menaksirkan makna yang
tersirat, aku akan kirimkan
kepadamu telepati seperti
seorang ibu kepada anaknya.
Hubungan aku dan kau tetap
teguh dan jelas kerana puisi
ini tidak akan meruntuhkan
langit fikirmu atau membawa
mu ke dalam gelora laut
dalam gelap gulita, berpusing-
pusing di dalam bulatan.
Suara dari puisi ini adalah
anyaman dari  firasat dan
jiwa yang tulus. aku tak
peduli pada mereka yang
berpuisi untuk dirinya sendiri.
Puisi ini untuk dibacakan
direnungkan. Puisi ini buatmu
dan kepada generasi muda.
Seni puisi harus berkembang
sampai orbit yang jauh, ke
gunung, lembah hijau, gurun,
pantai, pulau yang sepi, ke
desa dan kotaraya. Puisi
adalah sinar harapan dan
berita hidup. Sukammu
dan sukmaku bersatu dalam
puisi. Puisi, adalah nadi
yang berdenyut. Kekasih,
yang mendambakan dan
terjawab. Kesunyian yang
tembus. Layar kemanusiaan
dan alam sejagat aman di
dalam sangkar puisimu.
Aku tak membawamu ke
dalam gelap malam pekat,
malah aku  membawamu
dari kerdip cahaya ke siang
benderang. Setelah itu kau
boleh melihat dengan mata
yang jelas dan tulus. Lalu kau
tak usah mengucapkan
terima kasih, cukup hanya
memberi salam. Bukankah itu
juga sudah suatu doa?

Kota Kinabalu
19 November 2012

*ITBM



Melihat Dirinya, Sebuah Biodata* (Indah)

Kau masuk ke sebuah kamar
melihat diri terbaring di situ
gayanya seperti orang tidur
setelah berpergian jauh sekali.
Tidurmu tenang dan istirehat
begini yang diinginkan setelah
berkelana. Kini kau pulang dari
negeri-negeri yang jauh sekali,
dari mimpi tentang planet dan
orbit baru. Yang jelas kau pulang.
Semuanya tenang dan hati pun
senang kerana kau telah pulang.
Melihatmu sekujur tubuh sendiri
di atas ranjang. Tubuh ini nampak
telanjang. Dari ubun-ubun sampai
ke hujung ibu kaki, pada kulit di
seluruh badan, pada wajahmu lesu
dan degup jantung. Di situ terletak
jawaban. Musafirmu telah melewati
usianya. Rambut telah ditumbuhi
uban. Kumis, janggut, keningmu
berubah putih, menampakkan dirimu
sebenar. Melihat luaran saja pun tak
akan boleh membuat kesimpulan.
Itu kesilapan yang terlalu umum
berlaku. Jangan terlalu percaya pada
penglihatan mata. Mata luaran tak
sampai pada hal kedalaman. Kedua
bawah matamu telah lebam, seperti
membengkak tapi tidak keterlaluan
menonjol. Di pinggir lekur matamu
ada dua tiga garis besar. Kau, satu-
satunya, anak kesayangan orang tua.
Tadi, sebelum tidur, kau sempat
berbual. Matamu masih jernih dan
segar. Senyummu masih rembulan.
Hanya kau sekarang pendiam. Banyak
yang tersimpan jadi rahsia dalam dirimu.
Antara kening kananmu terdapat paruh.
Di bawah kening mata kanan ada bekas
jahitan bukan satu tapi tiga. Aduh!
Kakimu, agak bengkak. Urat-urat kaki
sekarang kelihatan. Kedua kaki ini telah
berjalan ke benua yang jauh dan merintasi
lautan kepulauan sepi, Jelas kau seorang
penggembara. Ketahananmu adalah
seorang penggembara. Tidak cerewet
dalam soal makan minummu. Apa lagi
tempat tidurmu. Kau hidup sederhana.
Hujan angin, gelombang laut, panas
kering kelihatannya kau tempoh dan
kau resap dalam jiwa istiqamah. Kau
masih seorang pribumi, seorang musafir
Melayu. Sukmamu masih tetap seorang
anak tempatan, kelahiran Sabah. Ya,
kau nyenyak. Sejak tadi tidurmu tak
terganggu. Kekadang suara igaumu
berbisik seperti orang sedang berdoa.
Kau hidup dalam doa, cinta Rasulullah.
Ketika disebut nama Allah atau Kekasih-Nya
air matamu berlinang. Kau ramah, santun
dan berbahasa. Lihat, lama kau telah
terbaring di situ. Sekujur tubuh ini adalah
testimoni yang tak dapat disembunyikan.
Semua panca inderamu menjadi saksi
abadi. Saksi di alam baqa. Kau penyabar
dan daya tahanmu itu ada di dalam diri..
Ingatkah kau hari itu, kau ditahan di ICU
tekanan darahmu tinggi. Kau memang sakit.
Kau pandai berahsia. Sekarang kau normal.
Tentang ini berapa orang yang tau. Memang
ada kawan baik seperti sahabat, tapi jarang.
Kau musafir dan juga seorang penyair.
Kaumenulis syairmu tiap hari. Lihatlah kau musafir,
terlentang dan masih dekur. Ada kembara
belum tamat menjelang.usia negerimu
menjangkau setengah alaf.

Kota Kinabalu
18 November 2012

**Antologi Puisi 'Zikir Cenderawasih' oleh Hj Bung Johar, Sabahuddin Senin dan Haji Domeng, Borneo Top Publishing House, 2014.




Malam Penderaan Itu (Palestine)

Kita meratapi tumbang pepohonan kayu
tanah terbakar hanggus menjadi debu hitam
lalu kau meratap kerana kepedihan sukma
seakan tak sembuh lalu datang lagi musibah itu.
Kau bertanya,"Mengapa." dan matamu keliru
mencari harapan yang menipis. Saling tiada
maaf-maafan, semua cara dihalalkan. Pembalasan
dendam yang tumpah. Kau mencari sekutu
tapi semuanya mengundur diri kerana
kepentingan diri lalu kau mencari anak isteri
dan rumahmu yang terperangkap dalam gas racun
dan letusan bom. Kau tak akan pernah melupakan
tanah leluhur, desa dan halaman dan pintu rumah
dan anak kunci itu. Kau bawa ke sana-sini. Impian
itu hidup dalam mimpimu. Kau tak akan melenyapkan
mimpi-mimpimu selama diaspora. Malam maut
jerebu racun mencekik lehermu dan menuba
paru-parumu. Seakan sayap-sayapmu reput dan
tulang kering kakimu patah-patah dan tanah tempat
berpijak tak terasa. Ketika musuhmu membantingmu
dan memukulmu bertubi-tubi, kau cuba bertahan.
Serangan dari kiri dan kanan. Kau merasa hilang
harapan, pertahananmu terpukul dan kau mau saja
menyerah. Lalu kau berhelah mencari kekuatan.
Malam yang gusar, melihat  gemerlapan bintang
di langit dan bulan merekah terasa pudar. Perang ini
telah jauh ke dalam sukma. Ini soal maruah dan martabat.
Biar aku memakai bahasa yang paling muda.
Kata-kata yang terhimpun dalam pakatan doa.
Tiada penyesalan dan tiada merubah takdir
Di malam penderaan itu, kau bertahan bukan
alang kepalang, kesabaranmu adalah langit berlapis.
Kau tak akan dikalahkan sebagai ummah yang kalah

Kota Kinabalu
18 November 2012





Saturday 17 November 2012

Aku Memang Kecil, Dunia Terlalu Besar (Ketuhanan)

Aku melucutkan dunia di hujung jari
kau pun memandangnya dan tak berkata apa-apa
ada yang ternganga tak percaya, 'bodohnya.'
Aku memang kecil, dunia terlalu besar
sekalipun aku dipaksakan ke dalam rimbunan
dunia. Aku lemas dan tak bermaya.
Meskipun kau berkata berulang-ulang
aku masih menjawabmu, 'sama.'
Tak ada kerugian, apa lagi yang ingin
dipertikai. Kebijaksaan itu membuat
kita melangkah ke depan, dan tak akan
berhenti. Inilah lagu yang dinyanyikan
setiap hari. Walau masih keliru membedakan
amanah dan yang hak. Lalu terumpan
mengambil kejuitaan dunia sekalipun
bukan kepunyaan dan hakmu.

Kota Kinabalu
18 November 2012

**Antologi Puisi 'Zikir Cenderawasih' oleh Hj Bung Johar, Sabahuddin Senin dan Haji Domeng, Borneo Top Publishing House, 2014.

Friday 16 November 2012

Mesapol: Kita Masih Bersaudara (Mama)

Hujan rahmat, kota digenangi air
tapi, aku masih melihatmu, jarak
bukan pemisah. Gemuruh hujan,
air melimpah turun dari bukit,
seperti warna teh susu. Sekarang
musim buah. Hari itu aku memanggilmu,
saudaraku. Ia membalas selamba.
Mesapol, tanah bukitmu masih
tersimpan tanah waris. Kalau belum
saling mengenal, tiap pertanyaan
menimbulkan curiga. Bagaimana
aku dapat menerangkan sedang
kau tak punya waktu mendengarkan.
Lalu aku berkata, tak apalah lain
kali saja aku akan memanggilmu.
Bagaimana aku dapat menerangkan.
Semuanya memerlukan masa. Soalnya,
aku merasa teertekan ketika ditanya,
'Ada apa?" Kerana ia tak mengenalmu.
Jawabku mudah, "Tak ada apa-apa".
Tiap orang ada  rahsia dibawah
kepaknya dan sebaiknya membiarkan
ia terus begitu tidak terganggu.
Asalkan kita masih bersaudara
sekalipun tak kenal atau pura-pura
ambil tak kisah.

Kudat
17 November 2012



Salammu, Air Teluk Yang Mengalir (Malaysia)

Menuju selatan dari negeri gading
Melihat langit di sini aku menurunkan
catatan sebuah perjalanan. Dari sini, aku
melihat sukmamu tetap hijau dan wajahmu
masih lembut. Ketika aku bertemumu
di desa, di tengah jalan, di kedai kopi,
kau selalu mengukir wajahmu dengan
senyum, atau mengangkat tangan kanan
sampai dua kening dan menjabat tangan
lalu tangan kananmu kembali menyentuh
dada ke sukma. Jabatmu ada ketulusan
dan salammu, air teluk yang mengalir dari
dua gading.

Kudat
16 November 2012
*ITBM (Bahagian II)

Thursday 15 November 2012

Naratif Perbualan Sendiri (Ketuhanan)

Masing-masing ada cara dan pengertiannya
menaksir alam, sebuah mimpi dan harapan
ketika turun tangga kulit dadamu berkeringat
ujianmu bermula dari sukma menyerap ke
dalam darah, langkah pertama dan kuda-kuda
ada peraturan alam, peraturan manusia dan
peraturan langit. Tiap satu tak boleh dilanggar.
Tiap satu memerlukan yang lain, tiap satu
tak lepas dari kehadiran waktu, penyebab
dan akibat. Tiada barang mustahil kata sahabat.
asalkan kau tak berhenti dan menyerah kalah.
Kau memang pembaca yang baik dan penafsir
yang tekun. Dalam Al Fatiha ada penawar,
tambahmu. Dari sekerdip cahaya aku datang
lalu ia menjadi segumpal cahaya dan siang
benderang. Kuda-kudaku, semakin lincah.
Terakhir sahabat itu berkata, silakan, di luar
ada langit biru. Aku bergerak ke pintu perlahan.
Ada beberapa orang masih di pembaringan
mereka berbual tapi aku tak dapat menangkap
perbualan mereka. Aku hanya senyum dan
berdoa. Kini aku berada di luar dan menghirup
udara dan memandang langit.

ICU Hospital,
Kudat
16 November 2012

**Antologi Puisi 'Zikir Cenderawasih' oleh Hj Bung Johar, Sabahuddin Senin dan Haji Domeng, Borneo Top Publishing House, 2014.

Wednesday 14 November 2012

Naratif Mencium Bau Debu (Ketuhanan)

Kita telah jauh di hujung rambut kepulauan ini
setelah ini adalah lautan yang luas terbentang,
laut Sulu. Sejak mula aku tak pernah menoleh
yang jelas begitu cepat aku menerpa ke depan
kau cepat pula menghilang jauh ke belakang.
semua orang ingin hidupnya sempurna demikian
pula hewan yang berkeliaran di padang luas
Kekadang terfikir segala-galanya akan berjalan
sebaiknya tapi tanpa sedar dari rimbunan semak
itu ada sekumpulan hewan (kalau tidak sendiri),
bergerak perlahan ke arah mangsanya. Yang di
buru mengharapkan harinya seperti sebelumnya.
Kalau memang ada bala yang datang menimpa
biarlah bukan hari ini. Aku telah mendokongmu
sejak permulaan perjalanan ini. Di saat-saat
kritis aku menyanyikanmu supaya kau tak terasa
jauhnya perjalanan ini, aku selalu memperlihatkan
mu yang manis-manis belaka. Ketika kau tidur
aku berjaga memastikan tidurmu tak terganggu.
Ketika aku sakit, aku menyembunyi ngerang
dan mengaduh. Kita tak boleh berpatah balik.
Biarlah mereka yang menyaksi dalam gelap,
berseloka, yang pembual antara mereka akan
terus mencipta cerita-cerita rekaan, mereka
kecanduan dengan cerita-cerita begitu, cerita
Zulikha. Semalam, aku mencium bau debu
ladang yang terbakar, bau debu rumah yang
terbakar, dan bau debu dari daerah-daerah
perang, bau debu hutan jati, bau debu jalanan
yang melekat di kaki tumit.

Kudat
14 November 2012
*ITBM (Bahagian II)

Tuesday 13 November 2012

Bau Mentari Pagi* (Indah)

Aku mencium bau mentari pagi
angin teluk menerpa ke dataran
kotamu bangun. Fajar tadi,
panggilanmu tetap melintas
ke gendang telinga sekalipun
sederhana. Dari lorong kotamu,
aku sampai ke halamanmu
tanpa taman bunga dan kebun
sayur, tak ada pokok mangga
dan berpagar dan di pinggir laut.
Sebuah rumah adalah mimpi
setiap orang, impian seorang isteri.
Hujan turun, jatuh terus ke tanah
warna kepayas muda. Aku duduk
lalu kau memperkenalkan pendekar-
pendekar kecil pribumi satu persatu.
Seperti anak-anak, mereka senang
menerima tamu. Duduk bersila,
makan bersama. Ya, ketika angin
bertukar rentak, laut juga ikut
ombak kecil berdebur di pantai
menjadi gelombang di samudera.
Angin dari kipas seperti angin
lautan tapi di sini nahkodanya
bisa membaca mata angin, sekalipun
angin kencang, pelayarannya selalu
selamat sampai ke pelabuhan damai.
Aku melihat dindingnya seperti
kubu-kubu yang kuat menentang
serang hendap musuh, cuma kubunya
diperbuat dari papan plywood.
Aku melihat ke dalam matanya
masih aku melihat dinding-dinding
sukmanya. Dan dinding-dinding itu
tersangkut bingkar gambar dengan
sijil kegemilangan, anugerah dan
penghargaan. Ia memang seorang
tokoh yang hidup dan tak pernah meminta.
Di jalan pulang, aku lepaskan anak
kata terbang berkepak dan menempel
di gua sukmamu, menjadi artifak
puisi yang abadi.

Kudat
14 November 2012
*ITBM (Bahagian II)






Ketika Hujan* (Indah)

Aku melihat hujan turun
dari perlahan berbunyi kuat
empangan langit terbuka.
Melihat jembatan roboh
ketika hujan seperti menyingkap
kenangan.
Ketika duduk di lantai
menatap atap zink ditembusi
air hujan ada perasaan sayu
hinggap di dalam sukma.
Ketika melihat jalan
ke halaman digenangi air
mengingatkan musim tengkujuh
di kampung.
Ketika pulang kebasahan
walaupun dingin masih
tersenyum.
Ketika padang dibasahi hujan
tubuh-tubuh mogel telanjang
membina pasukan bola
atau terjun ke dalam laut.
Ketika hujan di kota
mati lampu isyarat
orang yang sabar jadi
kurang ajar.
Ketika hujan malam
aku di pepenjuru mengenangi-Mu
Ketika hujan di perantauan
aku mengenangkan ma.

Kudat
14 November 2012
*ITBM (Bahagian II)

Nafas Lautan Dan Nadi Bumi* (Indah)

Malam semalam seperti malam sebelumnya
langit pun akur, lautanmu tenang. Siang itu,
aku meletakkan telinga ke dada lautan, dan
mendengar nadi bumi. Bila keresahan lautan
berkumpul dengan keresahan bumi, kedamaian
langit pun tersentuh. Satu kekuatan bangkit.
Kembara suaramu mengilas cahaya ke setiap
sukma. Terima kasih Tuhan kerana aku bersama
sekalipun aku datang bagai penumpang akhir
yang meloncat masuk ke dalam konvoi.
Aku tak punya apa-apa selain suara dan
bait-bait kata yang sederhana. Tapi di dalam
nya pasti ada ketulusan. Kata-kata itu turun dari
gunung mengalir ke lembah sukma. Melangkah
di atas titian sejarah. Aku bukan seorang bintang
juga bukan seorang tokoh. Ketika kau berucap,
aku hanya suka mendengarkan. Kala kau berhenti
berucap, aku berdiri menyatakan takbir. Saat
kau berjalan pulang aku membukakan pintumu
supaya kau dapat keluar tanpa terkepung.
Kalau kau masih ingin memanggilku, boleh.
aku orang biasa bernafas lautan dan bernadi bumi.

Kudat
13 November 2013




Monday 12 November 2012

Hujan Di Telukmu (UB)*

Kau melangkar sebuah janji
langit berubah mendung
hujan menitis dari matamu
Teluk Marudu, hujan di telukmu
malam ini komet berjatuhan
ke dalam lautmu. Hanya satu
malam memisahkan aku yang
berdiri di pantai ganding di
ufuk barat dan kau di sebelah
timur. Esok, mata angin bertiup
membawa pelayaran ini terus ke
muara pantaimu antara dua bukit.
Ada rahsia di dalam lautmu lalu
aku pun mula membaca gelombang
yang datang bersama hujan dan
ada waktunya angin bertiup kencang
dan adakalanya lembut seperti
ketukan kulingtangan di malam sepi.
Hujan di telukmu, membawa
riak sampai ke tepian.

Kudat
12 November 2012

*Tersiar Di Utusan Borneo, 7 April 2013




Sunday 11 November 2012

Di Sepanjang Jalan Ke Kotamu* (Indah)

Di sepanjang jalan ke kotamu
aku melihat lambang-lambang
ditanam di halaman atau di
pinggir jalan. Meskipun musim
masih jauh. Jelas, peninggalan
semalam. Kekal dengan warna
dan maknanya. Kemudian aku
mula melihat alam dan dirimu
dalam lambang. Tapi yang ada
hanya mitos-mitos masa silam.
Aku mencari tugu ingatan di
sepanjangan jalan ke kotamu.
Suaramu kekadang datang ke
dalam fikiran atau mimpi dan
impian. Tokoh-tokoh itu singgah
sebagai inspirasi sekurun dan
hidup dalam impian dibawa ke
mana saja sekalipun ke hujung
langit. Di Kota ini suara itu
berpadu menjadi kekuatan.
Air telukmu bergulung menjadi
gelombang. Halaman sejarah
pun tercipta. Dalam angan-angan
dan impian generasi muda
pengorbananmu hidup dan manis.

Kudat
12 November 2012

**Antologi Puisi 'Zikir Cenderawasih' oleh Hj Bung Johar, Sabahuddin Senin dan Haji Domeng, Borneo Top Publishing House, 2014.

Kuda Laut Jantan Yang Hamil Ini Telah Menetas Di Laut Telukmu. (Hewan)

Aku menghirup udara
dua gading negerimu
kembara puisi ini menetas
akulah Kuda laut jantan
yang hamil, merindukan
genang air telukmu.
Lepaskan aku, dari tanganmu
sendiri, wahai, kau yang
bersembunyi di balik
malam purnama. Diriku
telah hamil, hamil melahirkan
kata-kata yang akan menjadi
puisi. Air dingin telukmu,
Laut Sulu. Lautmu menyimpan
rahsia semalam. Di kota ini,
aku melihat tapak-tapak
kakimu, masih belum lesap,
penuh dengan artifat, kau
memang pernah di sini.
Aku berdiri membaca pusar
angin, Pulau Banggi, kau
hadir dalam sekelip. Aku
melangkah di tanah pahlawan,
Malam ini, aku telah meletakkan
dastar. Kupejam mata, bunyi
kulintangan diketuk dari kejauhan
dan mendekat. Indah. Aku mencium
harum bunga melati. Lalu aku
melihat wajahmu. Ya wajah-wajahmu
satu persatu memberi salam,
gagah dalam keterampilan.
Berilah aku sesaat, aku ingin
mendakapmu. Kinabalu, bulan
dan bintang, laut dan pulaumu
tanah dan hutanmu, turun bersatu
ke dalam sukma. Sekarang, Kuda laut
jantan yang hamil ini telah menetas
di laut telukmu, dari tanganmu sendiri.

Kudat
12 November 2012

*ITBM (Bahagian II)

Saturday 10 November 2012

Mimpi Seekor Ikan Dolpin (Hewan)

Suatu siang kau mengeluh
lautmu tak seluas terasa
seperti di dalam peti kaca.
Kesabaranku telah sampai
ke puncak, katamu sambil
melihat negeri jauh dari
aras air lautan. Seekor ikan
sederhana kecil, seperti aku
menjadi habuan kepada yang
lain. Jerung masih perkasa,
Raja laut. Hari itu aku
menghampiri  sebuah pulau.
Terdengar penghuninya
bersedu-sedan kerana air
telah naik ke pengkal kaki.
Mereka risau, ombak telah
masuk tindih-menindih sampai
ke halaman, kebun ubi manis
tenggelam dalam air masin.
Lalu aku beralih dari pulau
sepi, mencari dataran baru.
Aduh, mereka menumbang
pohon kayu dan terus membongkar
kayu bakau. Desa di hujung
tanjung,  hutan jati telah
hanggus dan terbakar jauh
sampai ke dalam. Langit jerebu
penuh di dalam paru-parunya
sampai ke sempadan luar
negerinya. Laut bergelora,
gempa bumi datang dalam
senyap. Musim taufan memanjang.
Aku seekor ikan, ikan dolpin
di sini hukum rimba, hukum laut,
siapa perkasa, dialah yang
memerintah laut. Melihat kejahatan
tanpa berbuat, adalah kekejaman.
Tapi ingin melakukan sesuatu,
dan tak berdaya, lagi parah!
Aku ingin berhijrah ke daratan
walau hanya sebentar. Seekor
ikan terus bermimpi, berpindah
ke daratan. Siang itu, ia
mengucapkan selamat tinggal
kepada laut, pada bunga carol,
pada perkebunan Kelapa. Ia
berhanyut-hanyut dan perlahan-
perlahan terlentang di pantai pasir putih.
Mentari baru sejengkal. Oh , aku
dapat melihatmu, laut tohor,
mengendur jauh ke belakang.
Mulai ia merasakan nafasnya
memberat dan melemah.
Apapun yang bakal terjadi,
aku redah. Ia tak bergerak,
keputusan telah diambil.
Biar siang ini menjadi saksi.
aku sudah berada di negeri
yang jauh. Nafasnya mengendur.
Selamat tinggal lautan,
Esoknya, nelayan dari pulau
menemukan seekor ikan
dolpin terbujur kaku di tepi
pantai pasir putih.

Kota Kinabalu
11 November 2012

*Antologi Suara Penyair, 2012.
*ITBM (Bahagian II)


Friday 9 November 2012

Aku Hanya Melakukan Yang Termampu (Ketuhanan)



Dalam diam disepanjang jalan
ketika aku terbang bersama angin
benih digenggaman tangan dilepaskan
aku memandang sekumpulan burung
terbang ke arah barat. Dalam tenang
aku berdoa, benih yang ditabur tadi
akan menjadi pokok buah yang manis.
Suatu hari sekawan burung yang lain
singgah dan hinggap di dahannya
menjamu selera. Dari situ nanti sekawan
burung terbang ke bumi dan langit baru
menabur benih. Lalu kau melihat bukan
saja di bumi, di langit juga pohon
buah akan tumbuh dengan buah manis,
melegakan musafir yang lelah. Memang
pohon berbuah manis itu, hidangan
buat para musafir untuk ratusan kurun
mendatang. Malam tadi aku bermimpi
menggali perigi setiap perhentian jalan.
Airnya manis dari pusar bumi. Perigi
yang digali dengan cinta dan dedikasi
tak akan kering kerana langit sangat
kasih padanya, hujan selalu turun di saat-
saat perigi mula menampakkan tanda
air susut ke tahap yang menggelisahkan.
Aku hanya melakukan yang termampu,
selebihnya pada-Mu, Yang Empunya Kuasa
ke atas langit dan bumi. Aku masih
kuat melangkah sekalipun agak perlahan
tapi, aku akan sampai akhirnya.
Oh Malam penuh barkat, aku tak pernah
mengomel, sekalipun terasa letih, aku
akan terus mengenang-Mu dalam doa-doa.
Kepadamu, musafirku, sekalipun kau
tak mengenalku, aku puas, kerana dapat
berkhidmat.

Kota Kinabalu
10 November 2012



**Antologi Puisi 'Zikir Cenderawasih' oleh Hj Bung Johar, Sabahuddin Senin dan Haji Domeng, Borneo Top Publishing House, 2014.

Aku Berdoa Dalam Kata-Kata Sederhana Dalam Bahasa Yang Segar. (Ketuhanan)

Duduklah di sini, lama kita tak berbual
dulu di halaman ini kau selalu datang dan
duduk bercerita atau tentang apa saja
kekadang kita berbual tentang langit
yang berlapis-lapis, berdebat tentang
sebiji nasi yang jatuh di atas lantai.
Tapi ada waktunya kita duduk berkelakar,
ketawa tak tentu fasal, hanya melihat
kucing yang meow kerana musimnya.
Atau mendengar cerita turun-temurun.
Tiap anak adam merasa zamannya itu
adalah zaman yang terindah dan asyik.
Aku lahir dan hidup dari kurun lalu
dan kurun 21 ini, menjadi saksi pada
kebenaran dari firasat yang mengalir.
Mengapa? Kebiasan orang suka menimbus
kebenaran sampai jauh ke dasar bumi.
Kebenaran itu adalah permata yang
bernilai sekalipun kau berusaha
menebuk langit dan menyembunyikan.
Ia tetap batu permata yang bernilai,
sekali kau mengilapnya ia akan berkilau
dan gemerlapan indahnya. Kau bercerita,
tak terasa air matamu turun bagai air
hujan. Kekadang duka laramu melekat
pada wajahmu. Kala kau gembira, kau
tersenyum dan ketawa dengan nafas
tertahan-tahan. Kegelisahanmu tersembunyi
di piinggir matamu. Kalau kau mencari
kepuasan, bukan di sini. Kepuasan jiwamu.
Ya Rabbi, aku masih dapat menyatakan
kepada-Mu dalam bahasa kelahiranku.
Tiap patah kata itu lahir dari sukma
yang digarap dalam kata-kata kasih
dan tulus. Bahasaku bukan bahasa
yang dimanipulasikan. Bahasa ini
adalah bahasa yang membayangkan
rasa kedekatan dengan-Mu. Ketika
aku berdoa dalam kata-kata sederhana
dalam bahasa yang segar dan lincah
tapi yang keluar dari hujung lidah
adalah kebenaran kata-kata dan
kebenaran dari sukmaku.

Kota Kinabalu
10 November 2012
*ITBM

Amanat Kepada Generasi Muda (Dedikasi)

Kalau pun mereka tak peduli jati diri
tak mengapa, dalam diam kita bekerja.
Ini bukan ayat perintah, mengingatkan
dan melakukan dalam satu perjuangan
harus diperah. Berhenti bererti kalah.
Generasi muda, angkat dagumu, suara-
suaramu harus didengar. Biar lantang
tapi sopan dan bernada. Aku ingin kau
melukis rembulan, cakerawala dan orbit
dalam sulaman kata-kata, lahir dalam
bait-bait puisi. Air mengalir menjadi
air terjun itu sukmamu dan fikiranmu.
Aku memberikanmu kalam ini dan
sumbermu alam jagat, perigi inspirasi
yang tak pernah tohor. Aku ingin kau
berdiri di atas pentas tanpa merasa
kalah sebelum berbuat. Di bawah
cahaya lampu, kau membaca puisi,
fikiranmu melayang-layang dan
singgah di sukma mereka. Tiap kata-
ketulusan mewakili generasimu.
Kebijaksaanmu  berkata-kata, menjadi
tradisimu turun-temurun. Berbicaralah
dan luahkan cita-rasamu, tiada yang
ingin kau sembunyikan dalam sukma.
Kemiskinan berfikir dan berkarya
melumpuhkan kemampuanmu,
lalu keterbatasanmu menjauhkanmu
dari persaingan dan jati diri. Aku tak
akan berhenti datang sebagai gerimis,
atau desir angin yang membisik ke
telingamu, tidak terlalu keras dan
tak terlalu lantang. Generasi muda,
tampilah ke depan, suaramu adalah
hakmu, tiap fikiranmu itu lahir dari
jiwa yang terang. Aku menulis kepada
mu dengan bahasa yang mudah dan
terang kerana aku tak ingin kau melarat
dalam rimbamu sendiri. Kasar dalam
pengucapan dan kurang beradap dalam
berbual apa lagi bertindak. Baca dan
melangkah, usah takut,kerana di dalam
puisi-puisi deklamasimu ada suara hati
dan fikiranmu yang perkasa. Suatu
hari aku ingin melihat puisimu melayang
dari dahan ke dahan di alam sejagat.

Kota kinabalu
9 November 2012

*Antologi Suara Penyair, 2012. 
*Antologi Kemerdekaan

Thursday 8 November 2012

Mari, Kita Mulai Kembara ini Selangkah Dulu (Puisi)(Metamorposis)(ITBM)

Aku tak memaksamu
apa lagi menukar bumbung langitmu
memangnya sudah begitu
kalau suatu ketika
aku bertemu di keramaian kota
atau di mana saja
lalu berbahasa padamu
tak perlu kau menggerut dahimu
kerana di dalam sukmamu
meresam setiap getaran
dan sentuhan kata-kata.

Bahasaku tetap indah
menjangkau orbit dan langit samawi
tiap kata-kata
terhampar makna-makna
bila dikumpulkan
menjadi syair dan puisi
yang indah.

Aku mencintaimu
bukan sekadar aku lahir
lalu menjadi tulang sum-sum
dan urat serambi yang
menjalar ke seluruh nadi hidup
sampai kiamat mendatang.
Bahasaku, adalah anugerah-Mu

Kau tumbuh bukan dari tangan asing
sebelum aku lahir, kau telah ada
lenggang-lenggok bahasa Melayu
adalah dari busana bangsa
yang dianyam dari tradisi dan budaya.

Aku tak malu
kerana aku berfikir dalam bahasa.
Kerana aku juga mengeluh, berdebat dan berkasih
dalam bahasa
bahasa yang mengkukuhkan sebuah
harapan
impian
amanah
keadilan
dan perpaduan bangsa.

Kau telah melihat ke dalam bola mata
hitam  dan aku menatapmu
lalu dari lidahku yang lembut
terucap kata-kata dari sukma
salam dalam keindahan yang
tulus telah menambat jiwamu.
Aku tak akan memaksamu
kerana bahasa ini adalah
bahasa berfikir dan merasa
kembaranya jauh ke angkasaraya
tapi, sebelah kakinya masih
di bumi.

Manisku, mengapa terdiam
dan berdiri kebigungan. Mari,
masuklah ke dalam, kita mulai
kembara ini selangkah dulu.

Kota Kinabalu
9 November 2012
*ITBM

Tuesday 6 November 2012

Bau, Cahaya Dan Landskapmu Masih* (Puisi)(Metamorposis)

Suara ini tak seberapa
datangnya bukan sebagai guntur
kekadang aku terpaksa menyerah,
melepaskan memori sekalipun
barangkali terbaik dari yang banyak.

Kumasuki hutan di halaman
tak mungkin akan tersesat
sebenarnya ia hanya hutan
sedikit di pinggir kota.

Ketika berada di hutan
pinggir kota, kupatahkan
ranting supaya dapat ke depan
dan balik ke jalan pulang.
Bukankah sukma pun telah tumbuh
reranting kering dari musim silam
menunggu peralihan musim .

Tiap yang hidup dimakan waktu
tak terasa, lebih baik dari
berselindung dalam kegelapan
yang terciptakan.

Di sini aku masih
mencium bau,
cahaya dan landskapmu
masih.

Kota Kinabalu
7 November 2012




Monday 5 November 2012

Kita Harus Mencipta Impian (Kembara Bahasa 2012) (Lanskap)(Metamorposis)(ITBM)

Kita tak saling mengenal
tapi bisa mengucapkan salam
Lahad Datu, kau punya impian
dari sebuah desa, menjadi pekan,
dari pekan kepada bandar dan kotaraya.

Di sini, kita harus mencipta impian
sekalipun punya segenggam tanah
atau perigi di halaman. Ma, bermimpi
anaknya pulang selamat dari rantau.
Penyairmu bermimpi, huruf-huruf
menjadi kata-kata dan bait-bait puisi.

Aku tak meminta lebih darimu
dan kau pun tak perlu bersusah
payah mengenal kami. Ketika
orang lain sibuk pada pembangunan,
kami memartabatkan bahasa dan
mencipta balada perjuangan.

Kami tak akan berhenti di sini.
esok kami terus mengingatkanmu
dengan bahasa paling mudah
tapi jiwanya lambang hidup
impian anak segala bangsa.

Lahad Datu
3 November 2012
*ITBM








Penyairku, Masih Ada Kilatan Menembus Sukma (Kembara Bahasa 2012) (Puisi)(Metamorposis)(ITBM)

Langkah ini tak seberapa jauh
sekalipun begitu, telukmu damai
melihat senja turun berendam.

Aku melihat lautmu tenang
kerana di situ ada suaramu.
Kerinduan ini adalah kerinduan
seorang sahabat.
Kerinduan ingin mendengar
syair-syair dan puisi-puisimu.

Meskipun pantaimu
telah banyak berubah
langitmu masih tetap
menurunkan kata-kata
dan bait-bait yang indah.
 
Dari seribu malam
malam ini terpilih
aku bersua muka denganmu,
penyairku.
Rambutmu masih keterampilanmu
hanya wajahmu barangkali
gunung yang tersayat
tapi, suaramu masih menerobos
ke dalam sukma hingga ke galaksi
dalam impian kejora.

Ketika aku menjabat tanganmu
genggamanmu lemah.
 "Kau sakit penyairku?"

Tak ada pesanan dari wajahmu
tapi dari matamu
ada kilatan yang menembus sukma.

Bahasamu, bahasa penyair
kerinduanmu adalah kerinduan
langit dan bumi
dari sukma yang satu.

Kudat
1 November 2012

*ITBM


Sandakan, Ditemuimu Di antara Pulau Berhala Dan Buli-buli Sim-Sim (Kembara Bahasa 2012) (Lanskap)

Melihatmu dari dekat
terasa melihat diri ini telanjang
kekadang terlupa, rupanya
aku telah berada di halaman
sendiri.

Malam itu
aku rendahkan telinga
ke pusar bumimu
dan melihat kunang-kunang
mencari beritamu.

Aku asing di tanah ini
tak mungkin, halaman ini
aku pernah bermain.
luka lara dan
tawa masih tersimpan
antara Pulau Berhala dan
Buli-buli Sim-sim.

Di hujung jembatan
ada seorang anak melihat
purnama penuh 
terangkat
perlahan naik ke atas.
Matanya tak bergerak
memandang tetap
seakan dirinya
melebarkan kepaknya
terbang bersayap ke langit
lalu hinggap di dahan rembulan.
Ketika ditemui diri redah
ia terbang
menuruni benua dan lautan.
Melayang-layang dalam udara.
Jiwanya masih ingin
merondah galaksi.

Seorang anak di hujung jembatan
tersenyum sendiri.
Laut tenang.

Kalau aku ada selaksa kata
akan disemat padamu, tiap
bintang, supaya kau dapat
menghidupkan impian.
Memang di situ, ada artifact
dan seorang anak di hujung
jembatan pernah ke sana.

Sandakan,
akan selalu menjadi pepohonan rendang
mendambakan cahaya dari tangan
yang kasih. Lalu dalam keindahan
bahasa, selalu ada harapan dan impian
dari bumimu.

Kota Kinabalu
6 November 2012

*Dikirimkan kepada Badan Bahasa Sabah Cawangan Sandakan untuk diterbitkan antologi puisi pada 6 Februari 2013
*ITBM







Di Sepanjang Jalan Kalabakan (Kembara Bahasa 2012)(Lanskap)

Kuhirup udara kelapa sawit
di sepanjang jalan Kalabakan.

Aku merelakan mata
bagai membuka jendela
pertama kali.

Di perhentian
ada suara gusar
meletus bagai
gelombang udara
dari bibirnya
lalu menghilang di hujung rambut.

Ia masih menunggu
pada siang
atau suatu hari
datang seorang tamu
paling tidak ladang sawit
di pinggir jalan Kalabakan
tetap hijau dan berbuah.

Kusentuh
wajahmu, hutan jati
dan sungaimu mengalir
seperti dari masa silam
hujan khatulistiwa
turun
membasahi lembah
nalurimu mendakap sukma
dan terdengar suara-suara
dari pergunungan
aku terpanggil.

Kukirimkan kata
dan bait puisi ini
ke telingamu.
Aku tak akan membiarkanmu
sendiri, apa lagi
mencederaimu di siang
yang luka.

Tiap bisikmu
jalinan sukma
nafasmu,
berdenyut dalam kurun-kurun mendatang.

Kerana bahasamu,
adalah nadi
dan jiwa
mekar dalam taman
hidup dalam pelbagai musim.

Kalabakan
6 November 2012

*ITBM


 




Sunday 4 November 2012

Biar Kau Sentuh Sukma Angkasa Rayamu* (Puisi)(Metamorposis)

Aku meluncur ke angkasaraya
melihat bumi seperti sebiji telur
kebiru-biruan dan sentuhan warna putih.
terasa kini telah lepas dari graviti
memandang ke depan, aku berangkat
satu misi. Bumi sayang, kesabaranmu
sejak masa silam. Sekarang kau masih,
masih menyerap dan memberi.
Sejak dulu, anak adam menafsirkan
kata-kata, kekadang mencederai
kemanusian sejagat. Setelah keruntuhan
dibangunkan lagi sebuah peradaban,
dan menyanyi kata-kata, melahirkan
puisi menjadi kegemilangan bangsa.
Ke mana saja aku pergi, tetap masih
berbau tanah. Dan aku tak akan
melupakan air bening  dan udara gunung.
Laut dan malammu, kedamaian
meraih-Mu. Meninggalkanmu,
bumi kesayangan bukan melupakan.
Biarkan perjalanan ini, berangkat
dari kesedaran dan ilmu. Menjangkau
angkasaraya dengan sukma. Kejauhan
itu tak terasa, kerana aku akan menulis
dalam gaya bahasa dalam bait-bait
puisi yang indah. Biarkan ada yang
melakukan langkah permulaan. Tiap
perjuangan dan pengorbanan harus
ada mentor dan tokoh-tokoh  yang
berjiwa bumi. Kini, aku memulai
kembara ini, kalau tidak sekarang
nanti, biar kau sentuh sukma
angkasarayamu dan ia pasti memberi
reaksi sebagai seorang sahabat
dalam era kemerdekaan, satu
bahasa, satu bangsa dan satu negara,
Malaysia.

Tawau
5 November 2012







Aku Masih Bermimpi Orbit Baru* (Indah)(Metamorposis)

Rupanya setengah abad telah
terbang, menjauh ke bintang
Suriya dan aku masih bermimpi
orbit baru. Aku masih di sini,
berkemas dan berangkat. Ketika
malam turun, aku telah berada
di pinggir kotamu. Aku terpanggil.
Kembara ini, perjalanan kasih.
Aku tetamumu memasuki
halamanmu, beradab. Usah
kau ragu tentang burung yang
terbang di langitmu, kepayahan
ini menjadi penawar sukma.
Kau bertanya, "Apakah kau
tak merasa lelah?" Jawabnya,
"Tentu tidak." Tiap kali gong
dipalu terasa langitmu segar.
Dan bumi adalah hamparan
anak-anak kata tumbuh menjadi
dewasa dan puitis. Danau
mengalir ke rembulan di malam
purnama, cahayamu hinggap
pada tiap kata, menjadi pantun
dan syair. Ladang kata-katamu
terpelihara dalam segala musim
doa ini turun-temurun di lidah
jenerasi sebelum, sekarang dan
akan datang. Matamu saujana
dan sukmamu melayu dan Malaysia.

Tawau
4 November 2012