Friday 30 October 2015

Angin Pasifik * (Pasifik)

Angin Pasifik bertiup dan
datang melintas
tiap patah doa kau lafazkan
gerhana telah merudup
pada tabir malam
matari membuka kelopak hari.

Mimpimu malam itu turun
berlingkar-lingkar di laluanmu
ketika siang segalanya hanggus
dan ia tak mengerikan.

Kata-katamu tindih-menindih
mencari laluan keluar
longlai di riba malam
kau cuba menafsir arah ke mana
mata angin itu akan berhenti
dan menitipkan berita kemenangan.

Kau harus bergerak
ke arah pelabuhan
kapalmu telah menunggu
keberangkatanmu telah
pasti dan mengapa
harus bertanya.

*Dikirimkan pada akhbar Utusan Borneo 11 November 2015.






Tuesday 20 October 2015

Asap Jerebu Masih Di Langitmu (Cemar)

Kau mendongak seperti menunggu datangnya khabar
langit jerebu masih tak bertukar warna
siang menjadi gelap menyelimuti tanah leluhur
suaramu memberat cuba mencari jalan keluar.

Usah bermain api kalau tak tau memadamnya
usah berkelu-kisah kalau kau masih tak ada jawaban
asap jerebu seperti raksasa yang tak berhenti
dalam diam mencengkik lehermu di siang hari.

Samawi telah mengingatkanmu hujan akan turun
musim tengkujuh akan datang dan bumi basah
sang kodok terus memanggilmu siang-malam
sedikit air pelepas akan mengembalikan langitmu.

Seorang ibu mendokong anaknya hilang dalam jerebu
anak gajah dan orang utang terpisah dari ibunya
rimba jati sekali lagi dikalahkan tanpa bangkit melawan
pembakar hutan masih terus membidik api.

*Dikirim ke Majalah Solusi 31 Oktober 2015

Sunday 18 October 2015

Jerebu Tebal (Cemar)

Jerebu tebal telah turun
pada mata hitammu
rimba raya menangis
sepanjang malam
adakah yang peduli
sekalipun kau berterus terang
siang seperti neraka yang
terus mencengkam
belum ada isyarat
langit akan berubah
kota kemegahanmu
tenggelam tak bertali.

Kamu tak peduli
sekalipun suara protes
berkumandang
di langit dan bumi leluhur
hutan masih terbakar hanggus
berapa lama lagi kami
harus berdiam
kamu telah diingatkan
kamu datang
menceroboh ruang angkasa
ini adalah pencemaran
kamu telah mengotori udara
kami lemas di halaman sendiri
sekolah-sekolah ditutup dan
anak-anak kami diberi cuti.

Hentikan membakar hutan
Hentikan mengirim jerebu
langit kami mendung bukan
kerana hujan nak turun
Waktu terus berputar dan
kepala kami ikut pusing
dada kami penuh jerebu
tapi kamu masih tak peduli.

Kembalikan langit biru
kembalikan udara pergunungan
waktunya kamu mendengar kami
biarkan Nusantara bebas jerebu
kami melihat tindakanmu
kami tak akan lupa
tanah leluhurmu pun tak lupa
kamu telah membakar hanggus
rimba rayamu
bukankah ini satu kegilaan?


*Dkirimkan ke NST pada 20 Otober 2015






Thursday 15 October 2015

Haruskah Aku Bimbang*(Cemar)

Aku sebenarnya tak bimbang
saat kau berkata
perjalananmu tak seindah
seperti dalam mimpimu
pada lautan kau telah membuktikan
gelombang dan badai malam itu
mengundur ke lautan dalam.

Tamanmu teruji ketika jerebu tebal
menyelinap ke dalam halamanmu
hujan telah lama tak turun
kembang kenanga layu di tangkai.

Gerhana akan datang
kau mungkin tak melihat
rahsia samawi
letusan di permukaan gunungmu
malam gumpalan maut
pulau yang tenggelam
rahsia yang tersingkap.

*Dikirimkan pada Utusan Borneo 11 November 2015





Pelabuhan Sepi*(Suasana)

Apalah ertinya ikatan
kalau ada rahsia dan curiga
yang mengintip di belakang pintu.

Kasih-sayang seperti buih dalam kaca
kelihatan, tak membawa makna
manis bahasa dan lakonan.

Tipu helah di sebalik awan
dan perbualan menjadi
kaca yang terhempas.

Usah kau tanyakan foto kenangan
deru angin lautan telah mulai
biarkan pelabuhan ini sepi.




Dua Anak Di Pinggir Kota* (Syria) (Boat People) (HE)(Terbit)

Mereka tinggal sendirian di bawah runtuhan kota
ribut jerebu datang sesukanya siang berinsut senja
ketika kelaparan sampai ke puncaknya tak tertahan
di padang rumput seperti kambing mengunyah.

Di suatu siang mereka mengutip sisa beras di jalanan
sambil makan tanpa mempedulikan perang yang berlarut
mereka tak perlu kenyang dan tak perlu yang enak
asal hidup dan menunggu hari esok tiba.

Lama sudah mereka tak mendengar panggilan ibu
atau tengking ayah menyuruh mandi dan belajar
suara-suara itu telah lama menghilang di langit kelabu
tanpa kawan sepermainan dan orang tua.

Perang ini masih melingkari langit Syria
tak ada yang dapat mengira bila akan selesai
pengungsi malam tetap berpergian ke barat
yang masih tinggal dua anak di pinggir kota Syria.

Tersiar Di Daily Express 1 November 2015

Menafsirkan Perjalananmu (Boat People)

Di gurun ini matari luluh seperti gula merah yang tumpah
musim jerebu telah turun dan menenggelamkan kota purba
suaramu melantun ke empat penjuru alam supaya didengar
tapi, harapanmu seperti gelas krystal yang hancur berderai.

Kasih-sayang telah menjauh seperti samar-samar cahaya
di kalbumu kembang bunga telah layu dan tak berputik
mereka terus menabur benih kebencian itu siang malam
bulan purnama mengendur jauh ke dalam kanta matamu.

Ketika keselamatan dan kedamaian telah sirna di bumimu
datang berita kehancuran menyergapmu dalam paksa
kegelapan panjang bersarang dan menelurkan ketakutan
kemabukan dan kegilaan tanpa mempedulikan jatuh korban.

Kau mengharapkan perjalanan ini penyempurnaan mimpimu
maut menunggumu di setiap taufan pasir dan gelombang laut
kakimu terus melangkah tanpa mengira berapa lama lagi
soalan tak pernah terjawab kau pun tak mempedulikannya.


Friday 9 October 2015

Jerebu Udara Cemar (Cemar)

Apa yang nak kau bantahkan
memang kau membakar rimba raya
jalan pintas yang merugikan
siang seperti malam menggurungmu.

Peribumimu kehilangan rimba raya
jiran-jiranmu terkepong dalam udara cemar
dalam tidur dan berjalan mereka menelan jerubu
kerongkongannya kering dadanya sesak.

Kalau kau tanya apakah mereka ambil tahu
jawabannya berjela-jela sampai ke kaki langit
lalu ia pula duluan cuba memarahkanmu
di tanah leluhur api masih berleluasa.

Di depan mata kau melihat ekosistemmu
terbakar hanggus dan habitatnya melarikan diri
pemukim rimba raya melihat api neraka
mengepongnya dari empat penjuru.

Mereka Akan Ingat Pulau Lesbos. (Boat People)(HE)(Terbit)

Langit mendung Pulau Lesbos di permukaan laut
debar di dadamu melihat langit dan gelombang
kau tak mendengar tembakan dan lontaran gas
letupan bom di lapangan anak bermain.

Bot getah meluncur jauh  pada gelombang
tak ada jalan berpatah pulang keputusan telah dibuat
siang itu kau menyerahkan dirimu pada samawi
dingin laut menusuk ke dalam kulit dan semangatmu.

Kau melihat wajah ibu bimbang mendakap bayi
ibu tua mengheret usia pada perjalanan belum pasti
anak-anak kehilangan teman sepermainan
mereka mempertaruh segalanya meninggalkan tanah leluhur.

Pulau Lesbos menyambut kedatanganmu
kau akan ingat dari pulau ini ke tanah daratan Eropah
siang malam kau datang membawa cerita
supaya dunia tak melupakan tentang kehadiranmu.

*Tersiar Di Daily Express 8 November 2015



Jerebu Tebal Mengepong Nusantara (Cemar)(UB)(Terbit)

Dalam mimpinya malam itu
ribuan kerangga meninggalkan sarang
di langit burung-burung terbang ke tanah seberang
hewan mengosongkan tanah leluhurnya.

Api menawan dan membakar hanggus
dalam diam ia bersekutu dengan angin
menyapu habis rimba raya dan lembah gunung
seperti gunung berapi meletuskan belerang.

Langit gelap di siang hari
bahang nafasmu panasnya terlalu
mereka mengejar untung dan jalan pintas
memusnahkan eco sistem dan warisan.

Kau seperti berbicara pada orang tuli
ada mulut tak kesampaian bicara
kelopak mayang dan bunga dijilat api
jerebu tebal  turun mengepong Nusantara.


*Tersiar Di Utusan Borneo 1 November 2015

Thursday 8 October 2015

Orang Utan dan Langit Jerebu (Cemar)(UB)(Terbit)

Api menjulang ke langit siang
seperti membuka pintu neraka
rimba raya teruji sekali lagi
jerebu telah menyelebungi halamanmu.

Keindahanmu menjadi debu jerebu
lidah api tak berhenti siang malam
seperti perang telah diumumkan
pemukim rimba raya kehilangan akal.

Dalam keributan api telah menghalau
Orang Utan dan habitatnya lari bertempiaran
desa-desa dan kota terperangkap
jerebu tebal menghisap udara khatulistiwa.

Rimbamu kosong dan sunyi
langit jerebu telah melangkahi sempadan
pencemaran langit dan bumi
keputusan pintas yang merugikan.

*Tersiar Di Utusan Borneo 1 November 2015.

Wednesday 7 October 2015

Api Jerebu (Cemar)

Hawa rimba seperti air mendidih
langit bertukar warna kelabu
mereka masih belum berhenti
hujan masih pada angan-angan.

Penghuni rimba dalam dharurat dan cemas
mencari suaka menyeberangi sempadan
hanggus dan terbakar di halaman sendiri
menyangka musim kebakaran pertukaran cuaca.

Jerebu menyekat nafasmu
lautan seperti hilang dalam pandangan
orang telah kurang melihat dengan mata
menerka, mengira dan ikut suara hati.

Kau merindukan bulan dan bintang
dan matari khatulistiwa d luar jendelamu
bebas dari tawanan asap jerebu
yang kini memanjangkan masa tinggalnya.



Pengungsi Syria* (Syria) (Boat People)

Dalam kegelapan suara itu mengapung
kau mendengar lalu menutup pintu
angin telah berhenti degup jantungmu
tak pernah diam sekalipun dalam sepi.

Ribut padang pasir telah menjauh
tanah leluhur mengusirmu perg
kau menatap pada mata memanggilmu
yang lain telah berhenti menyanyi.

Mimpi gerun itu telah menyerap tidurnya
ketika bulan sirna dalam jerebu malam
pulau itu ikut tenggelam dalam samudera
kau bagai tawanan perang yang dicurigai.

Langit di pergunungan sajli berkirim khabar
langkah kakimu tak mudah menyerah
hadiahmu ketika kau mendengar suara
memandang esok halaman baru tanpa menoleh.



Monday 5 October 2015

Pintu Perbatasan Ditutup Hungary /Serbia* (Boat People) (HE)(Terbit)

Jalan keluar pintu Perbatasan Hungary dan Serbia telah ditutup
mereka terkandas dan mengintip dari lubang rahsia pada esok.

Malam menjadi siang. Pintu siang tertutup menunggu malam tiba.
Suaramu tertahan di tengkuk, lagumu kautitipkan pada bintang
langkahmu makin kecil dan akhirnya terheret di bawah jembatan
salji di pergunungan turun tanpa menoleh kepadamu yang tersesat.

Suatu siang kau seperti menguasai lanskap menyedut udara sepuas
di malam yang lain kau terhimpit seperti ikan-ikan dalam lumpur
ruangmu kecil, bulan dan bintang-bintang telah kau simpan
dan kau bawa mimpimu yang belum tau menetas ke mana-mana.

Kau telah mencipta kepak yang bisa bertahan dalam segala musim
destinasimu ingin sampai ke garis terakhir sekalipun mengambil masa
yang tinggal adalah hatimu yang membawamu  melangkah ke depan
esok entah di bumi dan stesen keretapi mana kau akan berhenti.

Makin jauh tanah leluhurmu, kau mulai bermimpi panas gerun
salji tebal telah telah menyerap sampai ke dinding jantungmu
gelombang laut memabukkan itu tersimpan dalam peti kenangan
perjalanan ini hanya sekali dan kau tak ingin dikalahkan.


*Tersiar Di Harian Express 18 October 2015, Harian Express.



Saturday 3 October 2015

Jerebu Langit Perak (Cemar)

Kau memaksa aku melihat dalam jerebu
malah lidahmu melepaskan panah-panah liar
bicaramu bukan simpatis seperti menjolok tabuan
orang bersalah lebih banyak olahnya.

Matari oren diseliputi kabus jerebu perak
dadamu seperti orang berpenyakit asthma
hujan tak turun penantian yang resah
langit peribumi seperti dicat perak.

Matamu kehilangan arah di siang hari
mata angin terus ditiup ke arahmu
kau merontah ingin keluar dari kepungan
tapi kelihatan semuanya pun terkurung.

Puisi ini datanglah kau sebagai hujan
atau angin lautan yang membawa jerebu
ke tengah gelombang semudera
lalu tenggelam ke dasar lautan.

*Dikirimkan pada KST 8 October 2015