Sunday 30 August 2015

Mengenang Kalian (Kemerdekaan)

Saudaraku, aku masih dalam kamar ini
cuba menulis bait-stanza puisi terakhir
panas malam menitiskan keringat
gema suara terpendam dalam sukma.

Aku manja pada kata-kata
membiarkan mereka terbang bebas
samasekali tak membatasi gerak
di ruang langit yang terbatas ini.

Ia seperti kucing yang lincah
adakalanya cakar  dan gigitan manja
melukai sedikit pada kulit tangan ini
walaupun ia tak ingin berlaku zalim.

Sudah lama aku tak mendengarmu,
malam merangkak di atas tubuh ini
dan membaling butir-butir bintang
aku merasa seperti ditelan purnama.

Lepa-lepa Di Laut Merdeka (Kemerdekaan)*(Jendela, DBP CWG Sabah)

Lepa-lepaku telah berhias dan berwarna-warni
sukma jurangan membaca laut langit senyum
seperti hamparan sutera air ombak di tepian
anak kapal menurunkan sauh melambai daratan.

Di pelabuhan malam bunga api di pusar langit
pidatomu di titian zaman saat komet meletus
perjuanganmu tak akan berhenti di persimpangan
setelah ini kabus terangkat kebenaran tersingkap.

Sudah bertahun Juragan mengharung  laut
permainan gelombang tak pernah redah
badai angin bergelut dengan sukmamu
tapi, kau tak akan pernah dikalahkan.

Di laut Merdeka lepa-lepaku berlenggang
dan belayar terus menuju purnama penuh
malam berdaulat ini kita akan melafazkan
sebuah kata besar pada sebuah bangsa Merdeka.

*Dikirimkan ke akhbar Harian Express 11  November 2014
*Dikirimkan ke DBPCS 12 Jan 2016
*Disiarkan oleh Jendela, Bil. 44, Jun, 2016, DBP CS


Saturday 29 August 2015

Deklamator Puisi Merdeka* (Kemerdekaan)

Namamu telah dipanggil datang naik ke atas pentas
melangkah dengan dastar segak penampilan tradisi
malam panas khatulstiwa berkumpul para deklamator
bintang-bintang berserakan bulan membawa pesan.

Kaulafazkan bait-bait puisimu gaya seorang pendekar
kata-kata berhamburan seperti lembing dan bujak
penonton telah terangsang dan menunggu asyik
mulut ternganga mata terpaku pada sang deklamator.

Tangan deklamator terangkat ke atas dan mengayakan
suaranya turun naik penekanannya segaja dibesarkan
darahnya bergemuruh dan sukmanya tercabar
lebihkan ayat-ayat retorika demi menghilangkan bosan.

Kegilaan penonton makin hebat dan jiwanya merontah
malam berkeringat mulut penonton bercelaru tak puas
puisi merdeka telah menambat jiwa penonton
ketika meninggalkan pentas penonton masih bertepuk.

*Dikirim kepada Daily Express 26 March 2016

Sumpah Dan Perjuangan (Kemerdekaan)* (NST)(Terbit)

Kita berjuang demi kelanjutan hidup terus
tiap bangsa telah merdeka dari malam panjang
tak ingin ketinggalan dari masa silam yang pahit
sebagai ingatan dan ujian satu bangsa merdeka.

Lihatlah pada langit yang memperingatkan
tiap gerak di rimba raya memberi isyarat
dan bumi kau berpijak ini resah dan gundah
semangat perjuangan harus kembali pada tujuan.

Harapan dan mimpi tak akan pernah tercabut
perjuangan ini rahsia bumi dan tiap gerak
peringatan pada sumpah yang terucap dan
dinding sukmamu tak akan tersentuh musuh.

Malam ini mengucapkan ikrar dan setia
langit dan tanah leluhur ini menjadi saksi
sumpah merdeka dan perjuangan akal budi
ketaatan satu rumpun bangsa Malaysia jaya.

*Tersiar Di New Sabah Times 13 Disember 2015




Berkumpul Anjing Jalanan* (Kemerdekaan)

Malam itu malam yang ribut di sini
ketenangan malam telah terganggu
anjing-anjing berkeliaran berdatangan
di hutan bukit dan jalan-jalan sepi
keluar masuk ke ibu kota dan luar kota
gema ngonggong sahut-menyahut
keriuhan luar biasa di bumi leluhur.

Ketenanganmu kini telah pun tercabul
seperti telah mengundur ke dalam gua
gendang telingamu seakan tertusuk lidi
ini jelas bukan keramaian dan perayaan
tak ada siapa pun sekarang ini berpesta
suasana di sekeliling tegang dan panas
alam hanya memerhatikannya dari jauh.

Perkumpulan anjing-anjing jalanan
telah banyak sejak beberapa hari ini
isyarat melenting ke sana ke mari
tak ada awan mendung di langit pun
tandanya belum ada hujan akan turun.

Laut tenang debu jalanan diterbangi angin
pintu-pintu rumah telah lama ditutup
jalan kosong dan halamanmu santai
apakah ini hanya siren tanda ujian
supaya kau berjaga sepanjang malam.




Wednesday 26 August 2015

Menyambut Kemerdekaan Bangsa (Kemerdekaan) (UB)(Terbit)

Kaukumpulkan selangit kata-kata menjadi doa kemerdekaan
bukan hanya rimbunan kata-kata yang kosong dan berupa-rupa
ia lahir dari kalbu yang sedar dan damai mengalir jernih
kumandangkan rasa syukurmu di menara putih yang tinggi.

Gema suara kemerdekaan biarkan sampai ke samawi
lalu mengetuk pintu-Mu memohon rahmat dan kurnia
jayalah Malaysia, sepanjang zaman negara makmur
tanah peribumi melahirkan pemimpin bangsa yang amanah.

Makmurlah. Malaysia, lembah gunungmu yang permai
rimba raya dan lautmu inspirasi sezaman kedaulatan bangsa
kasih-sayangmu pada gunung dan sungai mengalir
pemuliharaan alam sekitar, kehidupan habitat dan hidupan liar.

Kemerdekaan membawa udara segar dan kedamaian nusa
minda dan sukmamu diperkayakan dengan firasat berfikir
di bawah matari siang kita bekerja dengan tangan sendiri
malam tenang doa-doamu kau lafazkan bersih dari angkuh.

Makmurlah Malaysia, cinta dan jiwa kemerdekaan telah sebati
kau tak akan berhenti dan merasa puas malah melangkah terus
kemerdekaan ini adalah hak bangsa dan lambang kebebasan
semangat kebersamaan, berjiwa besar sebagai bangsa merdeka.

*Tersiar Di Utusan Borneo 6 September 2015

Monday 24 August 2015

Merdeka Jiwa Merdeka (Kemerdekaan) (UB)(Terbit)

Dalam Jiwa Merdeka ada ingatan kau pada rimba raya
gemuruh lautmu dari cemar dan petualang samudera
kerana terlalai hilang dalam tanganmu di depan matamu
ketika tersentak sedar ia telah pupus di tanah peribumi.

Kemerdekaan ini adalah rahmat turun-temurun
langit saksi, di tanganmu amanat telah diserahkan
kau tak akan sendiri ketika kau diterjah dan didorong
lalu mereka pula menumpahkan dawat ke langitmu.

Ketika kau telah melihat rimba rayamu musnah hanggus
kau tak akan melihat saja tanpa datang sebagai pelindung
ketika kau melihat hidupan liarmu didera dan dizalimi
lakukanlah kebijaksanaan menyedarkan warga peribumi.

Jiwa Merdeka padamu pelindungan tiap sukma
kemenangan ke atas kebohongan yang merugikan
perjuangan membuka pintu-pintu kebenaran yang nyata
memberikan harapan pada tanah peribumi dan warganya.


*Tersiar Di Utusan Borneo 6 September 2015


Kesatuan Bangsa Merdeka (Kemerdekaan) (UB)(Terbit)

Kau tak ingin melihat gelombang melanda tanah peribumi
meratakan tanah dan air lumpur sampai ke dalam mimpimu
suara rimba raya bergema jauh ke dalam lembah gunung
di langitmu burung-burung mengembangkan kepaknya.

Kesatuan bangsa bukan suatu khayalan atau pidato retorika
benih yang tumbuh dari tanah gembur di bumi peribumi
akar tunjangnya menjalar dalam dan mencengkam kuat
tak akan mudah terbongkar dan tercabut untuk ribuan tahun.

Kemerdekaan ini hadiah dari samawi pada anak bangsa
airnya akan terus memenuhi perigi kemerdekaanmu
pada tamu yang meminumnya senantiasa jernih dan manis
sekali teguk terus meminumnya sampai dahagamu hilang.

Jangan sedikit pun titik  keraguan di dalam kalbumu
kesatuan bangsa adalah nadi yang menggerakkanmu ke depan
kita tak boleh berhenti hanya melihat purnama dari jauh
malam ini kau meraihi kemerdekaan dan mengecap nikmatnya.

*Tersiar Di Utusan Borneo 6 September 2015






Melangkah Dengan Sukma Merdeka (Kemerdekaan) (HE)(Terbit)

Kalau ada yang ingin menyembur jerebu di langit merdeka
kau tak akan duduk diam dan melihat tanpa memperingatkannya
ada yang ingin membina tembuk-tembuk besar dan tinggi
supaya kita senantiasa terpisah dan curiga antara satu sama lain.

Mari kita melangkah dan bahu-membahu dalam kembara merdeka
sesiapapun tak diketepikan menjelang hari kemerdekaan ini
Mengapa ada ingin menggelapkan matamu supaya tak dapat melihat
jauh di sudut hati ada tersembunyi bara api ingin menyala.

Di bumi merdeka kita bergelut cahaya ini tak akan dapat ditampan
kita melangkah dengan sukma merdeka penuh ghairah
amanat pengorbanan ini akan terus menjadi lambang perjuangan
Rimba Raya di tanah Peribumi dan lautan kepulauanmu selamat.

Kemerdekaan ini memperingatkan setengah abad telah berlalu
perjuanganmu masa lalu tak akan dilupakan dalam doa-doa
ketokohan dan jiwa bangsamu dikenang di malam kemerdekaan ini
kita tak akan berhenti di sini dan hanya melihatmu kehilangan arah.


*Tersiar Di Daily Express 30 Ogos 2015






Kemerdekaan Ini Persaudaraan Kukuh (Kemerdekaan) (HE)(Terbit)

Kita tak sedar waktu telah mengalir turun ke lembah
yang kita tinggalkan di belakang menjadi halaman sejarah
dan mereka  menafsirkan sendiri peristiwa-peristiwa itu
lahirlah rembulan dan bintang-bintang bertahta.

Kau tak akan pernah menyerahkan kemerdekaan ini
di tangan-tangan petualang malam derhaka dan durjana
kemerdekaan ini adalah amanat dan warisan turun-temurun
bukan kepunyaan satu suku dan kaum tapi rakyat Malaysia.

Mengapa menaruh curiga pada kata dan tindakan
kesepakatan telah tumbuh dan berakar tunjang di bumimu
kita tak akan membiarkan laut dan pulaumu diceroboh
langit dan bumimu adalah lambang ketahanan bangsa.

Kemerdekaan ini rangkulan kasih dan persaudaraan kukuh
hak kita akan terpelihara dan tiada yang merasa dibawahkan
kita bergerak dalam satu kembara sama cita dan rasa
Kemerdekaan ini tak akan menjauhkan dan memisahkan kita.

*Tersiar Di Daily Express 6 September 2015

Merdeka Di Bumimu (Kemerdekaan) (NST)(Terbit)

Kau dewasa di bumi leluhurmu
kemerdekaan bangsamu tak jauh dari tahun kelahiranmu
sayapmu telah tumbuh dan otot-ototnya telah kuat
mengharungi langit dan bumi merdeka.

Ketika kau menjerit merdeka dirimu telah melangkah jauh
meninggalkan rimba tahyul dan ketololan
kau bisa belayar dan menghadang lautan samudera
melawan ribut dan mengemudi kapalmu sampai ke pelabuhan.

Bila malam tiba kau tidur dan bisa bermimpi
tentang galaksi dan orbit baru dan kemahuanmu tanpa sempadan
mata sukmamu membaca isi bumimu dan angkasa raya
kalammu tak berhenti menulis dan menafsir kebesaran-Mu.

Kemerdekaan mendorongmu ke depan meninggalkan kegelapan
kau tak berhenti merapatkan kesatuan dan kemakmuran bangsa
memacu kudamu sampai ke garis penghabisan
merdeka bermakna membebaskan dirimu dari kemiskinan.

*Tersiar Di New Sabah Times 6 September 2015

Sunday 23 August 2015

Kemerdekaan , Kemenangan Abadi (Kemerdekaan)

Kau lahir sebelum merdeka dan mereka yang lahir selepas merdeka
mengenangkan kemerdekaan ini adalah lambang kesatuan bangsa
melepaskan diri dari belenggu penjajah dan petualang bangsa
kemerdekaan ini, kemenangan abadi perjuangan sampai kiamat.

Kau melafazkan ikrar dan menyanyikan lagu kemerdekaan
benderamu berkibar di langit damai dan di bumi merdeka
bangsa ini tak akan dikalahkan dan menyerah pada gelora ombak
taufan badai pada malam sengketa yang turun memusnahkan.

Kemerdekaan ini telah tumbuh berakar tunjang di dalam sukma
tiada siapa yang bisa mencabut atau menumbangkan inspirasi ini
ia mengalir dalam darah jantungmu sampai ke serambi halus
lalu terbang ke langit malam menjadi bintang-bintang gemilang.

Kemerdekaan ini bukan diciptakan atas cerita khayalan belaka
tapi perjuangan dan pengorbanan tokoh-tokoh sedar bangsanya
dan ia tak akan berhenti di sini kerana keagungan bangsa ini
akan terus dipelihara dan dilindungi dari generasi ke generasi.






Maruah Bangsa Merdeka (Kemerdekaan)

Kau tak akan melemah sekali pun yang datang
angkara manusia mencipta ribut taufan khayalan
selangkahpun kau tak akan berganjak menyerah
maruah bangsa merdeka tetap terpelihara selamanya.

Sungguh kau tak akan bisa memalukan aku di khalayak
dalam majlis atau di dewan debat tujuan menjatuhkan
malam derhaka tak bisa bertahan lama di tanah merdeka
apa lagi ingin menghapuskan impian dan mimpi bangsa.

Usah pernah berkata kau akan melupakan ikrar kemerdekaan
kau tak membiarkan siasah  pada malam durjana itu
menghapuskan gema suaramu berkumandang di langit merdeka
kemenangan bangsamu akan terus berkibar di bumimu.

Kita mencipta bumimu yang selamat dan damai
langitmu  melahirkan inspirasi sepanjang kurun
malammu tak akan gundah dengan mimpi-mimpi buruk
yang mereka ciptakan di siang hari di bawah langitmu.





Doa-doa Kemerdekaan (Kemerdekaan)

Kau memperingatinya dengan doa-doa dan Zikirul-Allah
kemerdekaan ini terlalu besar makna pada tanah peribumi
di sini kami dilahirkan menjadi gunung-gunung bertahan
dan kalbu kami tak akan pernah derhaka pada rimba raya.

Langitmu yang terus menurunkan hujan Khaltulistiwa
sungai-sungaimu nadi kehidupan yang mengalir tak berhenti
dalam doa kami tak akan merelakan makna kemerdekaan ini
tercemar ketika kami sedar binatang liarmu telah pupus.

Kami generasi bukan dari golongan pendera dan kejam
kemerdekaan ini meniup kasih-sayang dan kesatuan ummah
jangan terjebak pada kemarahan yang menukar arah
membawamu pada malam panjang mencipta raksasanya sendiri.

Kepada-Mu kami kembali dengan kepala bersujud dan air mata
Engkau Maha Mengetahui yang tersirat dalam jiwa-raga kami
ketika kami meraih kemerdekaan ini kami menadah tangan berdoa
keselamatan dan keamanan bangsa dan negara ini adalah amanah.


Saturday 22 August 2015

Kemerdekaan Masih Dalam Doa-doamu (Kemerdekaan)

Kau sebenarnya tak terlintas menampal protes di dinding batinmu
apalagi turun ke jalanan seperti orang mengamuk di tengah keramaian
sudah lama kau memilih berdiam diri atau mengundur dari acara resmi
langit yang kita lihat tak secerah dulu kini diliputi jerebu tebal tiap penjuru.

Jangan cepat menuduh dan menjatuhkan hukuman hanya mendengar
deru angin datang seperti ribut lalu kehilangan kepala di persimpangan
kita cepat percaya cerita dongeng dari membaca sejarah yang keliru
akhirnya menjerumus mangsanya pada kanca perang berdekad.

Jalan untukmu kembali terlalu membingungkan dan bisa tersesat
terlalu banyak bertanya tak akan menjawab persoalan sebenar
hanya akan membuatmu berdalih dan tak ada keputusan di saat runcing
kedamaian kalbumu teruji untuk ke berapa kali tak mengubah tindakanmu.

Akan datang suatu saat seribu penyesalan sudah pun terlambat
tindakanmu tak membawa erti apa-apa menyulitkan situasi di lapangan
kau telah melihat sendiri segalanya akan berubah cepat dan berakhir
meskipun demikian biarlah ia masih dalam kandungan doa-doamu.







Gusar Tanah (Kemerdekaan)*

Pertembungan air sungai yang mengalir ke kuala
air laut telah memasuki sempadan jauh ke dalam
hanya waktu penentuan esok masih belum difikirkan
gusar tanah di tebing belum pulih dari semalam.

Kita belum melaksanakan apa telah diputuskan
di lubuk sukma kau lihat langit mendung terseret
di sini keramaian orang-orang beradab dan sopan
malam itu letusan bunga api menghias langit.

Memandangmu seperti alam bergerak perlahan
tanpa sentuhan kau tatap rimba tanah leluhur
langkahmu ke depan dan aku hanya melihat
sepatah katapun tak terucap dan merelakanmu.

Bagaimana kau ucapkan tahniah perutusan
dari seluruh pelosok bumi dengan bungkusan
bersama nota dan tulisan berbalut tinta emas
pidato-pidato merangsang semangat di podium.

Semua itu kau bicara pada dunia tentang langit
tetap indah sekalipun terlalu jauh untuk disentuh
siang itu perayaan dimulai pentas pun berdandan
stanza dan bait-bait kata melunsur tanpa noktah!

*Dkirimkan pada NST 11 November 2015

Sunday 16 August 2015

Cecil(Singa), Puisi Mengenangmu (Cemar)*

Cecil, kutulis puisi ini kalbu redup
kerana aku masih mengenangkanmu
dan kau telah tiada untuk membaca
apa yang tertulis dan aku rasakan.

Kematian seperti mengejutkan bumi
kepedihan dan kesakitanmu berkurun
kejahatan manusiawi terkubur dalam
jerebu kecerdikan dan kebodohan.

Di suatu siang yang longlai dan rawan
kau datang dalam satu gerombolan
mencium bau mangsa pada mata angin
atau menjejaki tapak kaki Cecil.

Walter, pemburu dengan anak panah
memang pembohong yang dicurigai
nama dan dirinya telah dicari sampai
lubang cacing tempat ia bersembunyi.

Kebelakangan ini tidur Walter gundah
seperti berada dalam inferno membakar
mimpi ngeri terus memburu diri Walter
kematian Cecil, langit sirkah penuh amarah.

Anak panah Walter menembusi tubuhmu
ia puas seperti telah memenangi tropi
lalu Walter melepaskan das tembakan
menghabiskan hidup singa kesayangan.

Walter menjadi pengungsi malam
pembunuh Cecil yang dikejar-kejar
ia cuba bersembunyi di malam hitam
gunung rimba telah henti bersekutu.

*Dikirimkan pada Harian Express 11 Novmber 2015


Saturday 15 August 2015

Memaknakan Kemerdekaan*(Merdeka) (HE)

1. Memaknakan Kemerdekaan*

Aku cinta padamu Tanah Kelahiran, Tanah Leluhur
kau pun cinta pada tanah kelahiran ini
ketika kau jauh di pojok penjuru bumi
lahirlah kerinduan dan cinta mendesak dalam kalbu
ini adalah semangat bangsa dan mengenangkanmu
dalam semangat Kemerdekaan!
Memaknakan kegemilanganmu menyanyikan lagu
sambil membosongkan dada dengan mata berkilat
memandang benderamu berkibar di langit merdeka
melihat masa depan dan  ketahanan bangsamu
kehijauan rimba-raya tunjangmu sampai ke pusar bumi.
Aku menyedut udara khatulistiwa di Tanah Merdeka
sejak silam kemakmuranmu mengundang tamu jauh
Ibn Batuta datang dengan catatan  menyelusuri selat Melaka
Laksamana Cheng Ho menguatkan bukti tamadun bangsamu.

Aku cinta padamu Tanah Kelahiran, Tanah Ibunda,
Kemerdekaan ini atas kesedaran dan pengorbanan ratusan tahun
penjajah bangsa pulang membawa khazanah cerita sendiri
Kemerdekaan bangsa tak akan bisa dikalahkan dalam takaran waktu.
Malaysia!
namamu kupanggil dalam doa-doa kudus malam tawajuh
perlindungan samawi kekal dan abadi di bumi merdeka
rahmat langit turun telah mengikat kesatuan bangsa ini.
Selangkah demi selangkah aku menerpa ke garis depan
bahasa Melayu hidup abadi menjadi bahasa ilmu dan kreatif
inspirasi dan firasatnya datang dari jiwa bangsa yang besar.
Jiwa kemerdekaan ini mengalir dalam darah anak-anak bangsa
Tamanmu  tumbuh harum, indah dan berwarna-warni
lautmu selalu tenang mengirimkan angin baik dari samawi.
Kepulauan dan tanah leluhurmu, anugerah  dan menawan pencinta
Malaysia, Tanah Airku.
Tanah leluhur, Tanah Kelahiran, aku memaknakan kemerdekaan ini
pasangan burung dari rimba jati melingkari langitmu, memeriahkan
tiap sungai yang mengalir di bumimu seperti doa-doa yang tak putus.
Kita mengucapkan cinta pada semua, tiada dendam yang tersirat.
Di bumi leluhur ini kau berbaring dan membuahkan mimpi
kemerdekaan ini, doa-doa terkabul dan perjuangan yang insaf.
Ini adalah amanat bangsa, kemerdekaan dan kedaulatan bangsa
dan doa-doa anak merdeka mengalir sampai kiamat.
Aku memaknakan kemerdekaan ini
Dengan kuntum-kuntum doa yang terpacak di dada pertiwi
perjuangan dan pengorbanan ini tak akan berhenti

tapi, terus mengalir dalam jiwa dari zaman ke zaman.

*Tersiar di Harian Ekspress 18 September 2016





















Monday 10 August 2015

Aman Dan Harmoni* (Merdeka)

Permainan apakah ini ketika aku datang padamu
melangkahi sempadanmu dan beramah-tamah
lalu di ruang sederhana ini kami berzikirullah
tanpa mengganggumu apalagi melanggar adat tradisimu.

Mengapa kau menjadi amarah dan berpaling
di bawah langit damai di tanah peribumimu
kita meletakkan harapan persaudaraan sejagat
kekerasan itu bukan pilihan kita bersama.

Kita akur menolak kekejaman dan kebiadapan
kelangsungan hidup yang aman dan harmoni
kau dan aku bisa berunding tanpa kegilaan
ruang ini ada hak Tuhan dan ada hak manusia.

Ketika kau melangkah sempadan dan masuk
aku tak akan memaksamu apa lagi melarangmu
kerana pintu masuk dan keluar senantiasa terbuka
tiada sesiapa merasa dipinggirkan atau dikhianat.

*Dikirim ke DS 16 August 2015

Kamar Ini. (Ketuhanan)

Kamar ini sederhana dan luasnya ketenangan
dekorasinya pada dinding dan lantai biasa saja
keheningan di sini mencipta suasana menyerah
kau pun terpanggil mengisi kekosongan ini.

Di sini kau bangun seperempat malam terakhir
sukmamu terbiasa membaca gerak dan denyut
kata-kata yang tercantum dalam nafas waktu
dalam rimbun firasat perjalanan seorang khadim.

Ada pintu masuk dan keluar dari kamar ini
tak pernah terkunci dan terbuka setiap waktu
berilah salam dan melangkah masuk ke dalam
bintang-bintang terkumpul menjadi cahayamu.














Pemukim Di Hujung Malam* (Ketuhanan)

Kau pernah berjanji membawa hujan ke pesisir
rimba raya, banjaran gunung dan sungaimu
rahsia malam turun bersama hujan mengalir jauh
bualmu yang melekat pada batu-batu dan tebing.

Sebenarnya suara itu dari masa silam menitis
dalam gua sukma membina kolam kenangan
kedamaian seperti genang air bergetar ramah
lalu tenang sampai suatu detik yang lain pula.

Tiap pohon berperanan sendiri dalam terompah waktu
kekuatan akar menentukan perjalanan pohon kehidupan
kerana ketika ia sihat maka kau akan melihat pohon
rendang berdaun lebar, berbunga dan berbuah manis.

Kehadiran matari tak pernah mungkir pada janji
kecuali awan mendung membawa isyarat hari itu
hujan akan turun dan menjadi banjir merempuh
bumimu ketika pemukim masih lena di hujung malam.

*Dkirimkan ke DS 16 August 2015

Sunday 9 August 2015

Kau Belum Tiba (Cemar)

Air bergulung datang melimpah jauh
turun menerja tanah di kedua tebing
matamu hanya bisa memandang saja
dengan berat menerima kekalahan ini.

Hujan masih turun di pergunungan
kekuatan air masih belum menurun
bumimu basah-kuyup semalaman
ada suara merintih di tebing sungai.

Amarahmu seperti belum berhenti
menyapu habis yang menghandang
kau mencari suaka dalam negerimu
jeritanmu terkandas di kerongkongan.

Di sebalik tanah halamanmu runtuh
jembatan terpotong dua digolong air
jalan ke desa telah terputus semalam
kau diselimuti udara dingin menusuk.

Aku masih menunggu di simpang dua
di pinggir desa menunggu kau datang
dewan serbaguna ini pun mulai ramai
tapi, kau belum tiba sejak semalam.








Saturday 8 August 2015

Mereka Mulai Berfikir. (Cemar)

Ketika diumumkan pada dunia malam itu
kau bilang kau adalah pilihan yang terbaik
namamu mulai disebut-sebut dan disanjung
sebagai pemimpin di Sungai Mengalir Jauh.

Kau mulai menyukai dirimu dengan panggilan
gema suaramu makin besar di gegendang telinga
ketika kau marah bahasamu mulai kasar
orang mendengar pun tercengang dan heran.

Pidatomu bahasanya retorika membosankan
bila peribadimu tersentuh kau seperti ikan mabuk
mulutmu tercunggap-cunggap mengertak lawan
menyumpah serana gunung dan rimba raya.

Mereka yang ikut ke awan dan gelombang laut
tak berkata apa-apa menurut tanpa menyoalmu
tapi kini orang mulai suka menyoal hasil kerjamu
kerana mereka tak boleh lagi dibodohkan atau tertipu.






Suatu Siang (Cemar)

Bagaimana aku bisa tenang melihatmu
terbaring puluhan atau ratusan bergelimpangan
di padang rumput terbuka di bawah kolong langit
kaku dan membusuk dalam waktu bergolek.

Kedamaian langit terusik dan pintu-Mu diketuk
maut mengintai dan mengherdap jatuh korban
dan tak ada orang yang menuntut atau datang
kau kembali merata ke bumi menjadi tanah.

Tiap tubuh yang terbaring mempunyai ceritanya
di lapangan ini seperti mereka tak ada pilihan lain
mereka dikumpulkan dan menerima hukuman
tanpa sempat mengucapkan pesan atau salam terakhir.

Mereka melepaskan das-das tembakan menembusi
kulitmu menusuk ke dalam otot dan daging pejal
kau melepaskan pandangan ke samawi mengucap
patah-patah doa dan darahmu mengalir sampai kering.




Friday 7 August 2015

Dalam Takaran Waktu (Ketuhanan)

Mengenangmu seperti lepa-lepa yang terlepas talinya bergerak
dalam diam arus lautmu membawamu jauh ke tengah samudera
tabir malam pun tersingkap kau melihat sendiri keramaian langit
kau terlentang di antara pulau-pulau sukmamu dan cakerawala.

Matamu redup dan terkandung rahsia hidup yang ditelan waktu
kau membaca kitab kesayangan ini di sepanjang jalan hayatmu
Ia menghiburkanmu ketika kegelapan malam ini menggurungmu
menutup semua jalan-jalan dan membiarkanmu bingung sendiri.

Kau sebenarnya seorang itaat dan pemberani di lapangan terbuka
gema suaramu telah menembusi lantai langit dan tanah peribumi
tapi kata-kata tak berakar seperti angin tanpa arah dan kulit saja
bergulung-gulung seakan mencipta halilintar dan tofan badai.

Dalam takaran waktu siang ini telah menitis menyirami rimba raya
satu kekuatan telah turun dan sungai menyempurnakan mimpimu
pada gunung kau memandang samawi dan bulan purnama penuh
matarimu naik di ufuk Barat mengirim gelombang sampai ke sini.

Tuesday 4 August 2015

Membaca Lenggang Ombak (Ketuhanan)

Kau telah lama berlepa-lepa di daerah rawan
membaca lenggang ombak laut gerak awan
pada bintang dan purnama di langit malam
tiap perjalanan meninggalkan titisan rindu.

Sepasang kasut kau pakai telah haus tapaknya
garis wajahmu bertambah dalam waktu bergeser
kau melipat-lipat sejarah awalmu dalam lugasi
lalu pergi sebagai kekasih ke negeri rumpaian laut.

Malam itu kunang-kunang menjadi cahaya bulan
kau tak menyoal sampai kapan kegelapan malam
langkahmu anggun seperti tawakal seorang khadim
datang membawa berita yang tak melukai sukmamu.

Deru angin lautan telah menggerakkan gelombang
langit telah memberikan isyarat bermula pertarungan
lepa-lepamu setiap gerak ke depan menguasai laut
rahsiamu pun terungkap dan pertanyaanmu terjawab.











Monday 3 August 2015

Tamu Siang Itu* (Ketuhanan)

Tamumu akan datang dari Benua Selatan
ia bukan Petualang Malam atau orang asing
pintu telah tak berkunci sejak malam tadi
kau menganyam memori yang terperosok.

Apa yang ingin kauberitakan tak ada yang baru
segalanya jadi grafiti pada dinding-dinding silam
suara itu adalah artifak saksi kebenaran abadi
rahsia ini telah menjadi pohon kayu malam.

Kita merelakannya dengan hamparan kasih
dan berhenti bicara tentang malam majnun
lepa-lepamu belayar dalam samudera malam
di atol lautan kau telah melepaskan sauhu.

Sekalipun  mata angin telah berubah haluan
layarmu tetap berkembang membaca gelombang
bila malam tiba kau melihat keramaian bintang
dan letus komet berjarak di langit sukmamu.

*Dikirimkan pada Daily Express 12 August 2015
















Bumimu Hidup (Ketuhanan)

Pertanyaanmu telah menyingkap tabir malam
kau tak mungkin bersembunyi pada huruf
bermain sembunyi-sembunyi di tanah belian
hari pun telah jauh di pinggir malam.

Kau melihat seperti ada keramaian tanglung
yang jelas ia bukan tamu di hujung minggu
orang tak bertanya menurut mengikut langkah
suara tak jelas seperti semua orang bercakap.

Mengapa bertanya kalau kau telah tau jawabnya
bukan pertanyaan mencipta kekeliruan dan panik
malammu penuh sangsi gemuruh angin dari utara
kau melihat ke arah jendelamu yang terbuka itu.

Bacalah gerak langit tak akan meninggalkamu
di tanah leluhur ini doa-doamu terhimpun
baunya tak hilang telah menyerap dalam sukma
kau bumi tak akan mengalah sampai kiamat.







Air Lumpur* (NST) (Cemar)(Terbit)

Hujan  jauh di puncak bukit  mengalir
menuruni sungai berlumpur ke kuala
mengheret segala tanpa kompromi
satu kekuatan datang tak dapat dihalangi.

Kau menyaksikan ketika amarah air
melunsur jauh menghentam dinding kota
mengoncang sukma dan meregut maut
mengikis harapanmu di musim hujan.

Di tanah pedalaman hujan pun tak berhenti
kebimbangan empanganmu akan pecah
desa-desa mulai terapung di tanah peribumi
suara penghuni rimba raya mulai bergema.

Ketika alam tak terkawal dan berlenggang
peringatan datang tak berhenti di depan pintu
tapi kau masih berdalih dan menidakkan
tindakanmu telah melampau selama ini.

*Tersiar Di New Sabah  Times 16 August 2015

Rimba Raya Telah Sunyi* (Cemar)

Kau tak mendengar lagi suara itu pada rimba raya
seperti telinga ingin mengesan bunyi telah menjauh
suara itu terputus sangat lemah sukar dimengerti
hilang dalam kegelapan malam hening dan sepi.

Suara itu kau kenali kerana kau mengenalnya
di dalamnya terkandung kasih-sayang dan cinta
kerinduan ini saling terisi dan sangat didambakan
ketiadaanmu menyiksakan yang lain di pojokan.

Salam ukhuwah kubawamu sampai ke alam mimpi
cinta ini tak akan pernah putus pada gelombang
atau ditelan waktu gerhana dan malam panjang
rimba raya kehilangan suaramu di tanah leluhur.

Memandang purnama tergantung pada dahanmu
firasat memberi peringatan padamu siang itu
api menjulang ke langit membakar rimba raya
angin membawa jerebu tebal menyeberangi lautan.

*Dikirim ke DS 16 August 2015






Saturday 1 August 2015

Kalau Kami Tak Bersuara (Cemar)

Kalau aku berdiam diri selama ini
bukan bererti aku tak ambil tahu
tentangmu bukan perkara kecil
selamanya akan terus jadi perhatian.

Kalau aku berdiri dan bersuara
membela dan prihatin supaya
kalian tak tertipu dengan bual mereka
perkara sebenarnya berlaku di sini.

Kalau kau tak ambil tau siapa lagi
tanah ini adalah hak warisan esok
perlu dilindungi dan dipelihara
tapi masih ada lagi tak ingin tahu.

Kalau mereka masih tak ambil pusing
jangan berhenti selalu memberi ingatan
laksanakan hukum supaya mereka tau
kami tak akan diam menjadi penonton.

Pencerobohan pada tanah simpanan
perosakan pada flora dan fauna
penzaliman pada hidupan binatang liar
kalian tak akan bisa lari ke gunung.

*Dkirimkan ke NST 8 September 2015