Thursday 30 July 2015

Nilai Sebuah Puisi* (Puisi)(Metamorposis) (HE)(Terbit)

Siapa akan bertanya harga sebuah puisi
memang tak ada yang ingin memajaknya
tak laku di pasaran atau tamu hujung minggu
sebuah puisi hanya sebuah coretan dan reaksi.

Kau tak perlu menyesal orang pun tak ribut
menulis tanpa berharap ada yang menoleh
kalau yang kau tulis ini seperti anak panah
maka kau siap sedia menerima amarah badai.

Saudaraku, tulislah di rimba mana kau berada
di pulau samudera lautan teduh yang terasing
purnama di gunungmu ketika kau bertafakur
di kota sesak dan bising dari malam ke siang.

Kau cari simpati mereka telah menutup pintu
gema suaramu melantun mencari dinding
kata-katamu masih dari sukma seorang penyair
damailah kerana samawi tetap mendengarkanmu.

*Tersiar Di Harian Express 9 Ogos 2015.

Ke mana Perginya Deru Angin*(HE)(Terbit)

Ke mana larinya deru angin sejak semalam
kau mendengar tadi dari laut ke pesisir pantai
tenang sebentar lalu terdengar lewat di gunung
kini menghilang di rimba raya hening dan sunyi.

Suaramu telah terucap pada malam gerhana
tak ada yang bertanya kalau kau berdiam diri
tapi kekuatan ingin menyatakan pada dunia
kau telah tertawan sukmamu masih merdeka.

Kau melihat ada perubahan langit dan bumi
tapi Rawana masih berusaha mengoda Sita
tiap pejuang berusaha mengalahkan musuh
tanpa mengira malam panjang dan berliku.

Waktu seperti butiran pasir jatuh ke dalam laut
dan kau tak pernah mengalah walaupun sekali
kerana langkahmu utuh menuju ke garis penamat
akhirnya kau ingin menjolok purnama di langit.

*Tersiar di Daily Express 23 August 2015








Suara Kami Biar Lantang (Cemar)*

Kau bilang tumbang dulu atau bakar rimba raya
lalu kau pohon menjadi tanah kepunyaanmu
bukit dan lembah kau bongkar sampai gondol
dulunya rimba kini tanah lumpur turun ke sungai.

Kami tak membenarkanmu menebang hutan jati
bumi dan langit tak akan bersubahat denganmu
bertindak zalim terhadap hewan dan rimba raya
lalu berpura-pura menjadi sahabat dengan alam.

Jangan biarkan siang derhaka di tanah leluhur
kita bertanya untuk apa kamu membakar hutan
kau diperingatkan dengan bahasa paling mudah
tapi, mengapa memakai topeng bersandiwara.

Biarkan kita berbicara terbuka di siang bolong
tiada rahsia atau jalan samping berpatah balik
sudah berapa lama kami diam jadi penonton
sekarang suara ini sampai ke alam mimpimu.

*Dikirimkan ke Utusan Borneo 7 September 2015





Hutan Di Pinggir Sungai (Cemar)*

Hutan di pinggir sungai Tanah Peribumi
hujan khatulistiwa langit mengirim pelangi
bumimu basah rimba raya penuh keramaian
warisan temurun ke riba generasi mendatang.

Di tanah peribumi ini aku telah dilahirkan
di bawah sejuta bintang gunung menawan
tiap sukma pasrah menikmati keanggunanmu
apalah erti kemerdekaan tanpa melindungimu.

Rimba raya telah bergema sampai ke laut luas
langitmu terus mencurahkan air yang manis
udaranya kau hirup puas memenuhi ronggamu
hubungan padu antaramu dengan alam sekitar.

Siapakah mencerobohi hutan di pinggir sungai
menebang hutan dan meratakan di bumi persada
jenayah yang kaulakukan tak akan kami lupakan
gelojohmu telah memusnahkan kedamaian langit.




Monyet Proboscis (Cemar)*

Kau dikenali di sini sebagai Monyet Proboscis
salah satu hewan istimewa di tanah peribumi
hidungmu merah dan tinggal bermasyarakat
di sepanjang sungai leluhurku, Kinabatangan.

Apalah ertinya Sukau tanpamu dan gajah pigmi
hanya sebatang sungai mengalir lesu ke muara
sunyi dan melarat ke dalam hutan kelapa sawit
malammu gundah sampai ke siang kelabu.

Tanah yang pagari dan dibina sempadan semalam
hutan warisan Monyet Proboscis hidup berkembang
terus dilindungi dan disayangi tanpa gangguan
kau adalah hadiah dari samawi sampai kiamat.

Suara ini tercetus dari sukma sedar dan peduli
anak-anak peribumi hari ini melihat hari esok
tak akan membiarkanmu pupus di bumi sendiri
inilah waktu kita menyatakan tersirat dan tersurat.

*Dikirimkan ke Utusan Borneo 7 September 2015





Mengorbankan Tanah Simpanan (Cemar)* (HE)(Terbit)

Kau masih tak mengerti bahasa damai
kerana terlalu lembut sopan bunyinya
suaramu makin keras dan tak beradat
berteriak dan menyukai dirimu sendiri.

Jarak antara dua sahabat mulai menjauh
percakapan penuh memakai bahasa kesat
sukmamu penuh amarah dan dendam
yang lain berdalih atas nama kemajuan.

Jembatan penghubung timur dan barat
runtuh ke dalam air sungai mengalir
terbawa arus ke muara jauh ke laut
ketika rimba merontah supaya didengar.

Kau tak peduli tanah warisan dilangkahi
dirimu makin serakah dan sombong
tanah simpanan di dalam genggamanmu
terlepas menjadi korban pengaut untung.

*Tersiar Di Daily Express 13 September 2015



Tuesday 28 July 2015

Samawi Tetap Membuka Pintu* (Ketuhanan)

Angin bertiup dari arah tak menentu
lautan bergelora badai taufan meliar
langit berubah bintang-bintang menjauh
malam turun rimba diam tak berkutik.

Gempa di bumi peribumi di tengah malam
gegarannya mengoncang gunungmu bertahan
pemukim di lembah sungai gelisah tak tidur
air lumpur mengalir mengasak tebing runtuh.

Langit khatulistiwa merendam desa dan kota
gema suaramu tertahan di halkum sejak semalam
ratusan kelelawar meninggalkan gua terbang berburu
gerhana turun mengembangkan kedua sayapnya.

Aku tak akan meninggalkanmu di musim gerhana
dan membiarkan kapalmu tenggelam dalam samudera
tanpa mendekati pelabuhan dan menurunkan sauhu
samawi membuka pintu cahaya siang matari penuh.

*Dikirimkan ke Dewan Sastera, 29 Julai 2015

Monday 27 July 2015

Gajah Pigmi Dan Orang Utan (Cemar)*

Pernahkah kau lihat rimbamu sunyi
seperti tanah kosong terbongkar
hujan turun membawa lumpur
jauh sampai ke mulut laut dalam.

Memandang langit biru senyap dan sepi
burung-burung pagi telah lama berhijrah
senja berlabuh tanpa mendengar suaramu
hutanmu bagai ditebuk petualang malam.

Mengapa kau masih mendera hewan
menebang dan membakar hutan jati
angin bertiup melewati sempadanmu
membawa jerebu tebal ke rumah jiran.

Pinggir hutan seberang jalan dekat desamu
gajah pigmi kehilangan hutan merayau di tengah jalan
orang utan bergayutan sampai di pinggir kota
ketika sedar dari tidur rimbamu telah hanggus.

*Dikirimkan ke Daily Express 7 September 2015

Orang Utan Tanah Peribumi (Cemar)*

Keperihanmu telah berakhir suatu siang
berpulang orang utan di tanah peribumi
lukanya terlalu parah telah membawa maut
kezaliman dari tangan kasar tak berbudaya.

Ketika malam tiba kau mengerang sakit
penderaan seluruh tubuhmu cukup menyiksa
gema suaramu telah didengar oleh rimba raya
tanah di telapak kaki meraung dari titis darahmu.

Kau mencium bau rimbamu kali terakhir
kerana kau tak akan dapat bertahan lama
selamat tinggal tanah peribumi tercinta
sayangi hutan simpanan dan hewanmu.

Padamu tangan-tangan kasih-sayang
merawatku ketika aku hilang harapan
membawaku pulang dan membaca sukmaku
kebaikan dan cinta tulusmu tanpa sempadan.


*Dikirimkan ke Utusan Borneo 7 September 2015

Sunday 26 July 2015

Negeri Meranti* (Cemar)

Di negeri meranti kau tumbuh dewasa
iklim khatulistiwa udara gunung rimba
tak pernah kau terbang pohon meranti
kasih-sayang pada tanah ini seusia diri.

Majnunkah kalau kau cinta pada tanah
lihat penciptaan-Mu warisan berkurun
kau bersyukur samawi menurunkan hujan
makna kemenangan ini sampai kiamat.

Kau tak akan kurang ajar kerana tradisi
mendidik sayang pada langit dan bumi
kesabaran ini adalah lautan tenang
lalu rindumu tak pernah kau bisikkan.

Tiba waktunya kau berhenti berguncing
sekalipun tiap hari kau ketagih bicara
katamu tebang hutan bangunkan kota
baru terasa kesejateraan diri dan negeri.

*Dikirimkan ke Dewan Sastera, 29 Julai 2015





Thursday 23 July 2015

Malam Di Tanah Keruing* (Cinta)

Malam di tanah keruing mimpi majnun
aku mencarimu di pesisir gelombang laut
pada langit ini terasa malammu panjang
di tanah peribumi kucuba mencium baumu.

Ke mana terbangnya burung serindit
di dahan pohon sena kau selalu singgah
suaramu terbawa angin jauh ke khutub
tapi, sukmamu masih di bumi khatulistiwa.

Pandang pada samawi selalu berkirim harapan
lepa-lepamu masih menunggu nahkoda pulang
gunung di halamanmu masih menawan dan gah
tapi langkah ini tertahan di tepi garis sempadan.

Biarlah kata-kata ini seperti rimba raya
dalam diam penuh rahsia dan kehijauan
ia datang dalam mimpi membawa khabar
kau mendambakan purnama di langitmu.

Nilai
Januari 2015

Wednesday 22 July 2015

Rimba Raya Terluka (Cemar)*

Pernah kau berfikir perbuatanmu itu
telah mencederakan mahkluk rimba
nafsu amarahmu tak dapat dikawal
seperti gunung meletus di malam hari.

Kau membunuh tanpa berfikir dua kali
atau mengauli racun dalam air minum
seperti raksasa membantai mangsamu
tak menyesal atau menitiskan airmata.

Tak ada keindahan di mata penjenayah
padamu ini hiburan dan pencarian haram
keperihan mangsamu di pinggir hutan
tak menukar arah perjalananmu esok.

Malam di rimba raya bagai terluka sayat
gerombolan menyusup kegelapan malam
menembak sasaran memasang perangkap
tanpa peduli di tanah peribumi tercinta ini.

*Dikirimkan pada NST 11 November 2015

Waktu Tinggal Sedikit Belantara Menipis*(HE)(Cemar)(Terbit)

Kita bertarung dalam waktu tinggal sedikit
musuhmu bertambah hutan belantara menipis
usah pernah diam kumandangkan suara hatimu
pada telinga yang mendengar akan menoleh.

Biar kau tumbuh membesar pada tangan
pelindung menabur benih di tanah peribumi
cinta pada bau udara dan rimba khatulistiwa
kau tak akan pernah melukai hewan rimbamu.

Sekalipun suara ini tak seberapa gemanya
tapi aku akan terus menulis tentangmu
dan memanggil mereka datang padamu
suaramu dan aku bersatu lambang solidaritas.

Perutusan ini tidak hanya sampai di sini
aku melukiskan artifak di dalam kalbumu
di dinding zaman telah kutampalkan grafiti
rimba belantara tanah peribumi warisan esok.

*Tersiar Di Daily Express 26 Julai 2015



Kedamaian Rimba Raya* (UB)(Terbit)

Aku ingin melihat tanah perbumi ini
terlindung dari tangan kasar dan biadap
sewenangnya memburu dan membunuh
hewan atau memusnahkan rimba raya.

Kau makin berani melangkah sempadan
tanpa peduli hukum di tanah peribumi ini
kami memartabatkan hewan dan alam
celaka, perosak mengancam kedamaianmu.

Kasih-sayang ini dari rimba belantara
ke laut sempadan di bawah langit terbuka
dalam kalbu ini kami akan melindunginya
kau, musuh dan penjenayah rimba raya.

Dengarkan gema suara ini tak pernah diam
selamatkan hutan belantara dan penghuninya
kau yang tak mengindahkan seruan ini
pengkhianat dan derhaka pada tanah peribumi.

*Tersiar Di Utusan Borneo 16 August 2015

Tuesday 21 July 2015

Pelindung Warisan Rimba Raya* (UB)(Terbit)

Kau memasuki rimba raya sesuka hati
tanpa pamit atau tamu yang bermartabat
langkahmu curiga dan tak peduli hukum
dalam kegelapan malam kau pasang jerat.

Tapi kau bukan pelindung atau menikmati
tidak kau dengar rimba raya telah bangkit
tanah peribumi tak akan membiarkanmu
jelas kejahatanmu mendatangkan maut.

Tiap mata di rimba mengecammu
dari Pedalaman sampai ke laut luas
tak akan berdiam dan merelakanmu
kau telah melukai sukma peribumi ini.

Kamu, seperti tanah lumpur terbawa arus
keberanian merosak kejahatan penjenayah
kau tak bisa berselindung menutup belangmu
anak peribumi pelindung warisan Rimba Raya.

*Tersiar Di Utusan Borneo 16 August 2015

Kezaliman pada Orang Utan* (UB)(Terbit)

Di tanah kayu malam kilau matari menangkap
bayang petualang berselindung dalam rimbamu
tangan kasarmu tak mempedulikan tanah warisan
kau bertindak seperti algojo sadis di pojok malam.

Rimbamu memberi isyarat dalam genta malam
siang kau berburu dengan akal licik nafsu amarah
tanah peribumi kau berpijak dan melangkah saksi
buas dan kezalimanmu, rimba raya tak akan diam.

Amaran langit telah turun kau usah berolok-olok
kau tak dapat bersembunyi sekalipun bayangmu
rimba raya ini warisan turun-temurun terlindung
di tanah ini tak membiarkanmu mendera haiwan.

Kau diberi peringatan kejahatan dan pelakuanmu
telah waktu kau berhenti kembali pada fikir waras
tiada maaf pelanggar tak insaf terus melaku zalim
tak ada maaf sekalipun merangkak minta kasihan.

*Tersiar Di Utusan Borneo 16 August 2015


Friday 17 July 2015

Salam Dan Solat Aidilfitri

Solat Aidlfitri telah berlalu, doa terkabul
kita pun berdakap antara satu sama lain
menitip salam dan persaudaraan ummah
kasih-sayangmu mengalir pada danau kalbu.

Titik putih tumbuh di tanah gembur
Lailatul Qadar kau raih dengan takwa
pengabulan doa ini selangkah maju
malam ketika mimpimu telah sempurna.

Kepadamu bila kalimat indah tak terucap
masa silam ikut berhanyut dalam kenangan
seperti melirik daun-daun kering atas jalanan
mendongak sekawan serindit terbang melintas.

Aku telah meninggalkanmu di lembah gunung
suaramu asing walaupun aku cuba mendekatimu
sedikitpun tak ada kerugian apalagi penyesalan
ribuan hari terlepas dari genggaman tangan.

Id Mubarak kulafazkan dari lidah yang insaf
kata-kata meluncur dari kalbu yang pasrah
aku mendekati-Mu dan pintu samawi terbuka
hujan maghfirat telah turun pelangi di taman.




Thursday 16 July 2015

Id Mubarak berakhirnya Ramadan

Id Mubarak, dunia mendengar ucapmu
suaramu sampai pada perbatasan daerah perang
masuk ke kota metropolitan dan desa terpencil
salam tulus ini berterusan dari kalbu pasrah.

Id Mubarak, damai tanah peribumi ini
tenanglah samudera lautan amarahmu
terbanglah kau burung serindit di langit terbuka
ketenteraman kalbumu berteduh di bawah pohon sena.

Id Mubarak, musim kering telah berlalu
tamanmu bertukar wajah pelangi di hujung tanjung
khabar syafaat ini telah sampai ke pojok benua
kemenanganmu membawa islah yang abadi.

Id Mubarak, keamanan sejagat takbir bergema
Ramadan, di pelabuhan ini kita berpisah
seperti isyarat samawi turun di malam takdir
kudakapmu dalam persaudaraan umatun wahidah.


Hadiah Samawi Ramadan

Engkau telah menyempurnakan mimpi ini
Ramadan turun dalam kalbu yang pasrah
aku tak mendambakan selain kehadiranmu
bersamamu mama, hadiah samawi.

Aku melihatmu seperti melihat hadirnya
anak bulan di pojok langit Ramadan
matamu membawa khabar gembira
kasih-sayangmu seperti matari musim bunga.

Kau ma, lembah gunung tetap hijau
malam-malammu mimpi-mimpi benar
firasat yang zahir kelazatan mengalir
lidahmu selalu menitipkan doa tulus.

Wednesday 15 July 2015

Solat Tarawih Terakhir Ramadan Al Mubarak

Kau berdiri solat Tarawih malam Ramadan
surah demi surah kau baca tenang dan teratur
langit dan bumi seperti tak ada batasan
sukmamu khusuk datang mendekati-Nya.

Alam seakan merebahkan dirinya
kesabaran bumi tak ada tandingnya
Engkau, Tuhan Rahman memberi tanda
kemurahan-Mu tujuh petala langit dan bumi.

Malam serba damai menyerap dalam sukma
dari telaga-Nya, kau minum tak pernah puas
pintu maghfirat terbuka luas pada para mutaki
fikir dan jiwamu terbang serangkai ke langit-Mu.

Ramadanmu senantiasa dilindungi dan terpelihara
kau datang dan pergi disulami doa-doa kerinduan
kesabaran ini telah meredahkan kebimbanganmu
jiwa yang tenteram kembalilah pada Khalikmu.






Meraih dan Pergi Ramadan Al Mubarak*

Kasih-sayang-Mu meliputi langit kalbu
kau adalah purnama penuh ditunggu
di tanah ini kau telaga senantiasa penuh
kau, pohon sena, musafir henti berteduh.

Lautmu damai dan pulaumu selalu tenang
mimpimu benar firasatmu mengalir jauh
kata-kata doa diucap bersimbah air samawi
balas panggilanmu sampai kiamat mendatang.

Kalimat-Mu kebenaran samawi malam Ramadan
berjalan di pelantaran bumi kepala menunduk
salam terucap di penjuru siang dan malam
melepaskanmu detik kerinduan pun bermula.

Perjalanan ini telah dimulai selangkah ke depan
putus asa sifar dalam pembendaharaan kata hidup
dengan tali-Mu, kau berpegang kuat tanpa menoleh
sauh diangkat bahtera syafaat belayar ke laut lepas.











Monday 13 July 2015

Genap Semusim Ramadan Al Mubarak*

Kau telah mendekati garis penamat
langkahmu bergerak ke pintu samawi
gema tilawat melunakkan kalbumu
semakin hampir langit berdandan.

Suara muazin mengumandang azan
menara putih kebenaran kurunmu
anak bulan di langit Ramadan
keagungan-Mu kemenangan abadi.

Ya Rabbi tunjukkan aku bagaimana
berdoa dawwan dan qurub pada-Mu
kelazatan Lailatul Qadar turun
mengalir penuh dalam kalbu abid.

Ramadan Al Mubarak genap semusim
melepaskanmu sekarang terlalu berat
selalu ada perjuangan dan harapan
langkah berakar takwa dan berjiwa istiqamah.



Thursday 9 July 2015

Lailatul Qadar Ramadan Al Mubarak

Kau datang bersujud memanggil nama-Mu
bermunajat dan gema doamu di pojok masjid
iktikaf purnama gemilang langit Ramadan
samawi diketuk dengan tawajuh dan salawat.

Hari-harimu penuh istighfar dan zikir Illahi
kau tilawatkan Al Qur'an dan memetik buahnya
kata-katamu bersimbah air takwa merendah diri
tindakan dan harapan menyatu dalam satu tubuh.

Doa kau ucapkan seperti air tak berhenti mengalir
benteng pelindung dan perisai pengampunan
tiada syafaat tanpa keyakinan dan mengikutimu
kalimatmu Rasulullah hidup dalam pengucapan.

Allahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa fa fu annee
manis dan lunak sepotong doa terucap tulus
10 hari terakhir membawa perubahan abid
Ramadan penampakan dan kedekatan-Mu.

Engkau penerima taubat yang datang pada-Mu
kembali kau ke riba malam dengan keinsafan
cahaya-Mu menerangi tiap kalbu mendambakan
Lailatul Qadar malam takdir serba damai.







Tuesday 7 July 2015

Sepuluh Hari Terakhir Ramadan*

Ini adalah sepuluh hari terakhir
aku melangkah dengan kakimu
dan bertahan dengan sukmamu
Setiap kata, gerak dan tindakan
mengharapkan pengampunan-Mu.

Ini adalah sepuluh hari terakhir
gema tangis memanggil samawi
aku datang pada-Mu menyerah
dunia pergi seperti angin lalu.

Ini adalah sepuluh hari terakhir
Kau menghalau noda-noda hitam
menggantikannya dengan purnama
kilauan cahaya-Mu telah menawan
kegelapan panjang sampai ke akarnya.

Ini adalah sepuluh hari terakhir
tanpa inayat-Mu aku terbawa angin
terpelanting dalam penyesalan diri
tanpa tempat berpaut tanah berpijak.

Ini adalah sepuluh hari terakhir
aku mendekati-Mu merendah diri
pengorbanan meraih kemajuan rohani
janji-Mu tetap akan sempurna.


Munasabah Ramadan*

Kau telah menjalani siangmu
ketakutan dan kesedaran singgah
saling mendukung mencari dahan
kegelapan datang menghendap.

Ada gemuruh angin laut datang
membawa hujan dan gelombang
kau seakan berkata maafkanlah
janji terucap dan panjang gemanya.

Di tepi danau kau melihat purnama
mengembang dan tinggi menjauh
kilatan cahayanya di atas air
matamu melihat dan merakamnya.

Kalau kau datang sekali di pinggir malam
datanglah sebagai sahabat kau rindukan
bukan musuh durjana yang berselindung
dalam bayang-bayang malam memanjang.                                                                                                                

Sunday 5 July 2015

Pengungsi Malam Bulan Ramadan.


Apa yang sedang kau fikirkan esok
tanah leluhurmu telah kau tinggalkan
semuanya terlucut dari tanganmu
kenanganmu adalah halaman sejarah
tak ada penulisnya sampai bila-bila.

Kau telah menyeberangi sempadan
dibawa arus terapong di laut Sicily.
impianmu terbakar suatu siang sirkah
bulan sayat pada bola mata hitammu.

Di tanah peribumi angin kering
suaramu hilang dan menjauh
langitmu sepi halaman kosong
yang masih di dalam mimpimu
tenggelam dalam gelora lautan.

Semalam ketika kau tinggalkan
halamanmu, jiran-jiranmu senyap
lampu di halaman rumah padam.
kau tak tau arah mana jalanmu
kau ingin hidup, impian tiap orang
merdeka dan berhak untuk hidup.

Kau tak mengira jauh arah dituju
matari telah luluh di atas kepalamu
malam telah mengalah dan padam
kau bangkit pada siang gegabah
tapi langkahmu terus ke depan
berhanyut ke negeri matari barat.

Siang yang lengang dan tragik
mayat-mayat terapong di atas laut.










Saturday 4 July 2015

Tenggelam Dalam Tarawih Ramadan

Kau telah diperingatkan kelazatan beribadat
Ramadan seperti kembang harum bunga
berlinggar dalam udara malam purnama penuh

Ketika imam mengangkat tangan mengucap takbir
membaca ayat-Mu dengan tertib dan lancar
kau berdiri bahu-membahu mendengarkannya
waktu seperti air dingin turun ke muara kalbu.

Makin jauh ke dalam Ramadan bualmu kurang
di pojok kau menyendiri dengan tabir terpisah
menjauh percakapan sia-sia dan bergunjing.















Khemah Ramadan*

Kau dakap Ramadan sekalipun
terdampar di tanah sengketa
bila akan berakhir kemelut ini
siang telanjang malam panjang.

Hawa panasmu tak mengendurkan
niat bersih meraih-Mu Ramadan
apapun kalbu ini telah nekad
tak akan berubah kerana kemiskinan.

Di khemah ini kami membaca samawi
ribut datang  dalam suasana perang
di tanah peribumi ini kami melarat
pembunuhan dan kekejaman tak bermata.

Maut seperti helang menyambar mangsa
kami bernafas dalam udara jerebu tebal
gema suaramu tertahan pada kerongkong
kau masih bisa tersenyum dan berdoa.

Salam pada saudaraku di tanah jauh
segala derita yang ditusuk ke dadamu
tak akan kami lupa padamu dalam doa
kesakitanmu itu tak bersempadan.

Tuhan Rahman menghulurkan tangan
kasih-sayang-Nya tak ada batas
Ramadan Al Mubarak membawa hujan
melepaskanmu dari musim kemarau panjang.




Friday 3 July 2015

Jiwa Yang Takwa Ramadan Al Mubarak*


Matamu memandang pada langit Ramadan
syukur terucap berulang dalam jiwa raga
bulan suci membersihkan diri dan islah
kemenangan rohani perjuangan meraihnya.

Pelihara langkahku dari takabur dan sombong
lipatkan ganda perjuangan ini mendekati-Mu
yang miskin, jiran tetangga, dan sahabat
cintamu pada mereka yang berhak terima.

Lekatkan di hati ketakutan pada-Mu
biarkan hidup bersih, suci niat dan takwa
jauhi sengketa, pertengkaran dan kerosakkan
berjalan rendah diri dan cinta kedamaian.

Ya Rabbi, setelah beribadat kepada-Mu
kami tak lupa hak orang dalam kesusahan
Engkaulah Rasulullah teladan yang terbaik
sirat dan sunnahmu cahaya purnama penuh.


Thursday 2 July 2015

Menunggu Azan Maghrib Bulan Ramadan*

Ma, matari turun dengan tertib
wajah langit lembut dan tenang
menunggu gema azan dari menara
kedamaian sebuah danau.

Sinar mata tuamu ketenangan abadi
tangan menanak sentuhan kasih
air yang kuminum dingin gunung
nasi yang kutelan masakanmu.

Urduga, kembang dalam taman-Mu
kau telah mengenal leluhurmu
bentengmu dibina kekuatan doa
perisaimu menahan panah-panah api.

Ma, kau telah menidurkan puteriku
nazam kau nyanyikan keagungan Tuhan
tangan samawi memegang tangannya
melangkah bersama ke negeri matari naik.


Hulurkan Tangan dalam Ramadan*(UB)(Terbit)

Hulurkan tanganmu pada bumi
tadah tanganmu pada samawi
cahaya cinta mengalir dari kalbu
pada sepasang mata terselindung.

Kemegahan gunung pun menunduk
dada samawi merapat pada tanah
Ramadan air dingin pada kemarau
membebaskanmu dari malam panjang.

Ya Rabbi, Kau gerakkan hati kami
tanpa bosan dan mengeluh panjang
mereka ingin lepas dari belenggu
gaung kemiskinan dan kelaparan.

Berikan aku kekuatan menarik tanganmu
dan sayap bawamu terbang ke samawi
sesaat terlalu lama membiarkanmu
jurang semakin melebar dan menjauh.

*Tersiar Di Utusan Borneo 12 Julai 2015

Wednesday 1 July 2015

Purnama Penuh Ramadan*(UB)(Terbit)

Tidurmu berat dengan jadual
tubuh peka dalam Ramadan
seperti jam dinding ma bangun
tanpa berkata ia siapkan juadah.

Purnama penuh di atas kepala
malam mengirim mimpi benar
Tahajud di seperempat malam
kau tunduk mencium samawi.

Ramadan datang kemilau cahaya
menyemat rindu dan cinta abadi
dalam kesederhanaan kami dakap
hadir-Mu sempurnanya sebuah janji.

Ma, doamu telah melahirkan buah
benihnya telah menjadi pohon sena
akarnya tahan dalam segala musim
cukup air dan cahaya khatulistiwa.

*Tersiar Di Utusan Borneo 12 Julai 2015

Badak Sumbu (Cemar)

Kau telah mendengar berita itu
supaya peduli tentang rimbamu
kerana kalau aku tak sampaikan
kau pun tak akan ingat pesan ini.

Di tanah peribumi kau diingatkan
memandang rimba dan langitmu
hutan kayu tumbang di depan mata
lautmu didatangi petualang malam.

Ke mana hilangnya badak sumbu
kau tunduk diam tak menjawab
hutan jati makin sunyi dan sepi
pemburu haram masih berkeliaran.

Kinabatangan, sungaimu mengalir
jauh ke dalam jantung tanah leluhur
pelindunganmu di sukma tiap peribumi
tak membiarkanmu pupus di tanah impian.










Lintas Fikir Malam Ramadan*(UB)(Terbit)

Senja menitis langit laut merah
lepa-lepa berhanyut ke laut lepas
memandang tanah leluhur sekilas
angin gunung membawa harapan.

Kau tabur kuntum-kuntum janji
bertaburan di laut sukmamu
bintang malam kau pulang sendiri
menafsirkan mimpi silammu.

Ribut jerebu hanya membawa maut
gema suara itu tak menjanjikan
kematian di malam-malam jahanam
meragut impian seorang pendamai.

Kasih-sayang bukan pada dendam
mengabuimu dengan kata memikat
wajah seorang algojo di siang keliru
tanpa bumi untukmu berpijak.

*Tersiar Di Utusan Borneo 12 Julai 2015














Pacu Kuda Semberani Di Bulan Ramadan*

Langitmu senantiasa tersentuh
bumi berpijak tetap bertahan
kalau kau tak membaca
tak akan merubah haluan.

Arus sungai tetap mengalir
lautmu tenang pulau menjauh
kau cari mimpi dalam seribu malam
lalu qasidah hati terucap.

Kau pacu kuda semberani
tujuh lapis langit terkuak
rahsia malammu tersingkap
purnama penuh harapan.

Aku menegurmu dalam isyarat
tangan yang menjabatmu
tak akan melepaskannya
sekalipun gempa di bumi nurani.