Thursday 30 May 2013

Berkumpul Burung-Burung di Bumi Kasih-Sayang Ini*(ALBDSM)

Berkumpul burung-burung dari celuk rantau
langit nusantaramu, terbang berkawan dan
ada datang sendiri. Suara-suara itu menjadi
satu korus yang halus dan tidak membosan
dan tidak menyakitkan telinga.

Selama beberapa hari, burung-burung ini
adalah tamu di tanah pribumi. Rimbunan
hijau rimba jati menjadi tuan rumah. Keramahan
pribumi selalu memikat musafir dan tamu ini.

Aku melihat di langit dan hutan belantara
sukma-sukmamu terbang bersayap telah
meramaikan dan mengindahkan bumi
khatulistiwa ini. Berkumpullah burung-
burung kasih di taman samawi di tanah
pribumi.

Pagi yang murni, burung Cenderawasih,
Kenari, si burung Tukang, Kakatua, dan Merba
Jambul Kuning terbang bersama bagaikan
berzikir kebesaran Tuhan melintasi lembah
Danun, Maliau Basin, Long Pa Sia,
banjaran Croker, Nablu, kepulauan Mutiara.
Dari timur ke barat, sungaimu yang berdenyut
hidup, adalah nadi di bumimu.

Di tanah impian ini, burung-burung dan
tuan rumah ada ikatan kasih, dalam dakapan
rindu. Dan degup-degup jantungmu
larut dalam kecintaan dan kasih-sayang.
Kehadiranmu ini telah menyemarakkan
belantara bumi ini dan langit samawi.

Di sukmamu, memang ada sentuhan dan
cinta kini telah menyerap dalam darah
jantungmu. Tangan-tangan malaikat turun
dan menuangkan air dan cahaya . Burung-
burung ini adalah utusan-utusan di zamannya.

Kota Kinabalu
30 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*Antologi Kemerdekaan


Wednesday 29 May 2013

Aku Mulai Mengenalmu*(ALBDSM)

Kalaulah dapat kuelakkan seminit itu
kemurkaan ini tak sampai menjangkau
tangga rumah dan langit impianmu.

Dalam sesaat itu kau seperti melepaskan
serigala meloncat dari pintu jeraji dan
menerkam mangsa tanpa siap siaga.

Ketika tanah lunsur  kemarahan itu
menimbus diri, gelap dan senyap
seakan langit runtuh ke atas kepala.
Udara menjadi gelombang yang
terputus-putus. Sendiri.

Kemarahan itu adalah api belerang
yang meruntuhkan tembok kesabaran
bergerak cepat membakar semuanya
yang ada. Menakluki sukma, kemudian
membakarnya hanggus.

Sesalan yang terlewat akan mendera
waktu mendatang. Tapi kesabaran yang teruji
menjadi matahari yang bersinar terang
dan berakhirnya musim tengkujuh.

Setiap kali kau ingin menjadi kembang bunga
api, aku akan mencarimu bara amarah
di pelosok sukma ini dan memadammu
dengan air hujan langit samawi.

Kota Kinabalu
30 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013







Tuesday 28 May 2013

Salam Mak*(ALBDSM)

Kau telah siap mengemas-ngemas akan pulang
di atas lantai empat ekor semut hitam membawa
serpihan roti bergerak ke lubangnya.

Di dalam kamar tercium baumu, lantai ini
kau melelapkan mata. Jendela masih terbuka.
Suaramu memberi perintah, seribu nasihat masih
bergema  dan menempel di dinding-dinding.

Kau pernah berkata, "ketika kau berpergian, aku
terulit rindu dan sunyi." Selama ini akulah tamu
yang datang dan pergi. Tapi, hari ini, kau tamu
dan musafir yang akan pergi.

Sukmaku bagai dinding dermaga yang dipukul
ombak musim tengkujuh. Aku berdiri sendiri,
sedang hujan turun, air bergenang, aku menatapmu
hingga nokhta dan hilang di horizon.

Malam akan tiba, tiap detik beralih adalah
bayanganmu. Di matamu ada rahsia.
Kau tak pernah mengalah. Semangatmu
langit siang berjuang, malam adalah bumi
bertahan.

Kunci telah dipulangkan, amanat telah
disampaikan, pintu itu telah terbuka dan
mak mengucapkan salam.

Kota Kinabalu
26  Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013

Monday 27 May 2013

Impian Nahkoda*(ALBDSM)

Gumpal awan telah menjauh dari mentari silam
Urduga telah melepaskan panahnya dari
atas pelana Kuda. Ibn Batuta menghirup udara
Selat Melaka membayang Kerajaan Melayu Raya.

Captain Cook memandang langit malam
menyongsong ombak ke timur lautan teduh
pribumi ini ditemukan atas nama Ratu
peluasan dan kekuasaan sampai ke kepulauan jauh
yang tak bersahabat.

Nahkoda Makassar dan penyelam teripang
terbawa angin berteduh di bumi 'dreamtime'
meninggalkan sukmamu dan menempel artifak
dan grafiti di gua-guamu. Ketika
pulang membawa hadiah lautan dan benua
selatan, isteri pribumi.

Di selatan tanah Melayu impian Nakhoda
menawan sukma pribumi dan Paduka Sultan
Tuhfat al-nafis, khazanah dan catatan
Raja Ali, impian yang menetas dan sempurna.

Di Pelabuhan ini nahkoda telah memberikan
isyarat kapal akan berangkat, di dalamnya ada
penumpang memandang langit dan horizon
laut masih tempat berdamai dan menaruh harapan
pada pendatang malam di abad 21.

Kota Kinabalu
28 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*Antologi Kemerdekaan



Tanah Warisan (Lanskap)

Langit lautan
bercantum dengan langit Nabalu,
angin lembah Danum,
bersatu dengan lembah Malinau
dan lembah Long Pa Sia.

Rimbunan flora dan fauna
hiasan bumimu. Banjaran Crocker
dan bunga Raffleasia adalah
kebanggaan anak zaman.
Mentari, rembulan
dan bumimu adalah kekasih
yang tak dapat dipisahkan.

Bintang-bintang di langit malam
seperti kalung melingkari leher.

Kepulauanmu, mutiara di lautmu
banjaran dan Nabalu, lembah dan hutan jati
adalah kami saksi zaman
dan kau pula saksi pada esok.

Kota Kinabalu
26 Mei 2013



 

Sunday 26 May 2013

Lembah Danum, Maliau Basin dan Long Pa Sia (Lanskap)

Kupanggil sukmamu
supaya kau selalu dekat
pada diri, mimpi dan impian.

Memandang 
lembah hijau dan langit birumu,
tari-tari payau di perbukitan
aku melihat keagungan dan
kebesaran-Mu.

Kau adalah fikiran
lembah Danum
pintu inspirasi
tersingkap
dan hujan khaltulistiwa
mengalir sepanjang musim.

Kau adalah sukma
lembah Maliau Basin
air terjun dan hutan jati
rindu langit kepada bumi.
Cinta sejati bagai akar pulang
ke bumi.

Kau adalah impian
lembah Long Pa Sia
saksi abadi, kata-kata
indah dari mimpi benar
bagai melihat seorang kekasih
yang sempurna.

Lembah Danum, Maliau Basin
dan Long Pasia
kau adalah udara belantara
yang menyerap, tanpamu
aku sekujur tubuh yang terlentang
lemah dan pucat.

Tak akan pernah kubiarkan
kesucianmu tercabul
selamanya kau dalam sukma
abadi sepanjang zaman.

Kota Kinabalu
26 Mei 2013

Tembok*(ALBDSM)

Siang-malam kau
mendirikan tembok
pada setiap jalan
pada daratan
pada laut dan langitmu.

Dibuat tembok berkeliling
dibuat tembok dalam rumahmu
dibuat tembok dalam fikiranmu
dalam perbualan, ada tembok-tembok.

Tembok itu adalah mengontrol
tembok itu adalah memisahkan
tembok itu adalah isyarat perang
tembok itu menghalang langkahmu
tembok itu mencipta dharurat
tembok itu  dendam kesumat
tembok itu dagang menguntungkan
tembok adalah grafiti dan artifak
pada sukmamu.

Tembok adalah hidup dan mati
tembok adalah regim yang korup
tembok itu pelarian dan hukum mati
tembok adalah masa silam dan sejarah.

Dunia ini adalah tembok-tembok
yang terus dicipta
tembok-tembok di PBB
tembok-tembok pendatang haram
tembok-tembok di sempadan
tembok-tembok di hospital
tembok-tembok di sekolah
tembok-tembok di universiti
tembok-tembok di majistret
tembok-tembok di ofis
tembok-tembok orang politik
tembok-tembok orang kecil.

Tembok itu
kekuasaan yang mendera.
Tembok itu
memisahkan dua bersaudara.
Tembok itu pisah dan pimpin
Tembok itu apatheid.
Tembok itu demokrasi sakit.

Tembok itu
kekuasaan yang mendera
halaman jiwa yang resah.
Ketika ketagih didirikan tembok
dalam inspirasi, mimpi dan impian.

Kota Kinabalu
26 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013

Kepulauan Sukma*(ALBDSM)

Dari puncak Nabalu
kupanggil namamu
sangat indah. Langit dan
laut menjadikanmu
kepulauan sukma.

Kau adalah anugerah
dan warisan
hari esok.

Udara lautmu
panas khatulistiwa
rembulan di puncak
Nabalu
rindu pelaut
hamparan permaidani
batu permata.

Aku berdiri di Pulau Sebatik
memandang ke Pulau Labuan, sedang
sukmaku di Pulau Banggi.

Kau dalam impian,
aduhai Pulau Mengalum dan
Pulau Mantanani,
rinduku berkepak
dan singgah di dahanmu.

Pasir yang putih
air biru
langit luas,
Pulau Balambangan
nafasmu Pulau Lankayan
dan bermimpi di Pulau Mabul.

Di puncak Nabalu aku merendahkan kepak
bertenggek dan memandang
butir-butir permata, Pulau
Tiga, Pulau Layang-layang,
Pulau Mataking dan Pulau Selingan
Pulau Penyu merangkai di lautmu.

Lapan belas pulau adalah sukma
yang bertaut. Pulau Sipidan
dan Pulau Kapalai, Pulau Tiga.
Pulau Gaya. Pulau Berhala dan
Pulau Manukan,
mimpi yang menjadi sempurna.

 Kota Kinabalu.
 26 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013

Saturday 25 May 2013

Nasi Beratur*(ALBDSM)

Kami menyisip ke dalam malam
di lorong-lorong kota pulau mutiara
genderang perang telah berhenti
dan lagu berjalan santai telah mulai.
Jentayu, bawalah kami terbang
dalam waktu berdetak
terlalu singkat untuk menebus
kerinduan.

Dulu aku pernah menawan bintang-
bintang malammu dan memeluk
rembulan di Port Cornwallis. Dan
Pulau Jerejak, kau masih di situ
sabar, menunggu nahkoda pulang.

Malam itu kami tamu asing
mencium dari kotarayamu
yang sepi, Nasi Beratok,
katamu sambil mengintai
langit Rawana.

Kami merobek malam
sambil mengunyah nasi.
Sita tidur di atas lantai tak
beralas, masih menjolok mimpi
Rama datang menyelamatkannya.
Sesekali mengaru kelekangnya
dan anaknya tidur disisinya.

Kekadang pengunjung malam
menitip wang, atau melemparkannya
sedang mereka masih tidur.

Di jalan pulang kami
bertemu  Hanuman dengan
balatenteranya menunggang
motorsikal masuk keluar lampu
isyarat.

Katanya, 'Ada demo di waktu malam.'

Pulau Pinang
10 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013


Thursday 23 May 2013

Rindu Bertemu*(ALBDSM)(ST)

Seperti melihat langit di horizon
gerhana telah sempurna lalu
melepaskanmu perlahan.
Doa-doa pun terkabul.

Sekalipun musuhmu telah
memotong
batang kayu ini
tunjangnya masih tetap
di situ
suatu hari ia akan tumbuh
menjadi pohon rendang ke arah
matahari.

Kalau kau ingin mengalirkan
lautmu
demi menyempurnakan
sebuah laut, lepaskan ikan
ke dalamnya.

Tembok masa silam yang
memisahkan
telah dibongkar.
Lalu rindu kita bertemu
musim kemarau pun berakhir.

Kota Kinabalu
23 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*Disiarkan di akhbar Sabah Times, 26 Mei 2013

Harum Segar Di Tanah Merdeka (Kemerdekaan)

Kau adalah harum bunga yang
berhembus dari lurah ke lurah
dari lembah ke lembah, dari
timur ke barat dan utara ke
selatan.

Kau adalah angin sejuk
yang melepaskan panas
malam di dalam sukma.

Nafasmu yang meniup
kening dan telingaku
telah menghimpun ribuan
yang bila ditafsirkan
akan menjadi kalimat-
kalimat  yang tak pernah
dikalahkan dari masa silam.
Dan ia menakluki sukma
dan kau dan aku pasrah
sujud di bumi kasih-sayang.

Hujan petang yang turun
condong ke laut menyejukkan
bumi dan sentuhan itu telah
menyegarkan dirimu
menjadi matahari. Bila
malam tiba kau adalah
rembulan menyematkan
harapan ke dalam impian.

Kota Kinabalu
23 Mei 2013


*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*Antologi Puisi kemerdekaan

Wednesday 22 May 2013

Budak di Rumah Pangsa (Malaysia)

Aku makan di sebelah seorang budak
peramah dan pandai berbual.
Hari Jumaat, hujan gerimis
kami menjadi semesra langit.

Ia tinggal di rumah pangsa
nampak lama dan terasing
ketika ada keramaian ia
turun dan bergaul dengan
orang pribumi.

Kami berbual dan ia menjawab
bahasa Melayu sedikit dengan aksen
pendatang.

Kamu sekolah
Tidak, Pakcik.

Mengapa tidak
tak ada surat beranak Pakcik.

Kemesraanmu adalah Nabalu

Budak di rumah pangsa
haknya dipinggirkan.

Kota Kinabalu
23 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013

Anak Tanpa Dokumen*(ALBDSM)

Telah berapa kali aku lalu di sini
mendengar perbualan tak putus
tertimbus di atas meja antara
kertas berserakan.
Terbawa  dalam diam dengan
mata menunduk lemah
pergi tak akan kembali.

Suara yang terporok menjadi debu
tanpa ada pendengarnya
apa lagi
bertahun-tahun permohonanmu terkandas
di bawah pintu mahkamah.
tanpa sedar
matahari telah mendekati tengah hari.

Anak yang lahir semalam
orang tua sabar menunggu
masa depan dipertaruhkan
ketika semua pintu tertutup
keresahannya semakin menghimpit.

Siapa yang bicara atas namamu
sekalipun kami banyak tapi lemah
anak tanpa warganegara
anak tanpa dokumen
sekolahnya separuh-separuh
lahir di tanah pribumi.

Kota Kinabalu
22 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013






Tuesday 21 May 2013

Negeri Rindu-Rinduan*(ALBDSM)

Aku telah membawamu
jauh ke dalam negeri
kasih sayang dari negeri
rindu-rinduan.

Seperti di langit
dan kepulauanmu
ada legenda hidup.
Di sini pula ada legenda
menggoda impian.

Kau perindu yang telah
lama mematahkan seruling bambu.

Tiap perindu selalu
memimpikan sepasang kepak yang lebar
Khutub Selatan terlalu dekat.

Kerinduan itu seperti bergayutan
dari bintang ke bintang malam
melayang dalam udara tipis.

Saat dirimu dalam kerinduan
nafasmu dalam mengelum doa 
di negeri rindu-rinduan.

Waktu tak menunggu
seperti rindu pun tak ingin menunggu
dalam putaran
aku ketagih dalam kerinduan.

Air yang mengalir dari tangan
ke tubuh ini lahir dari kerinduan
lalu menyerap dan berkumpul
di dalam sukma.

Di negeri rindu-rinduan
aku telah membuka pintumu
supaya kau dapat masuk dan
keluar.

Dalam kerinduan itu ada kasih sayang
tanpa sekutu pada dendam kesumat
di tanah kasih sayang kerinduan
para mutaki dan rohanian
kerinduan pada langit samawi
kerinduan pada kebenaran hakiki.

Kerinduan yang berakar pada bumi
dan menyingkap tabir langit 
kerinduan pun bersujud
kesabaran yang teruji
lalu lahirlah kedamaian
sebuah kerinduan.
 
Kota Kinabalu
21 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*Antologi Kemerdekaan










Orang Tua Menunggu Matahari Siang*(ALBDSM)

Siapakah di dalam bayang lampu
di tengah malam masih bangun?
Malammu gundah
sukmamu gelisah.

Masanya telah tiba untuk berangkat
aku ingin meraihmu
telah lama kau kutinggalkan.

Di sini fikiranmu
berkocak dan langitmu tak tenteram.

Kau hanya ingin
mati hidupmu di rumah
yang kau kenali.

Mengapa mereka tak mengerti
ketika aku membangunkanmu
dalam tidur selesa
kau berpusing ke kanan dan
ke kiri tanpa mendengarku.

Nafasmu terasa sendat
rumah ini terasa kecil
Kau mau berangkat
Kau hanya ingin berada
di halamanmu.

Aduhai! Siapa ingin
mendengar keluh-kisah
orang tua semacam ini?
Kau mulai bongkok
dan bergigi jarang.

Kalian memang anakku
tetapi kalian menjadi terlalu
asing dan perbualan kami tak
pernah bertemu. Dan pertanyaan
yang terucap menjadikan kalian
bingung. Dan jawaban
bercelaruh dan tak bermakna.

Kau memang seorang tua
adat bertemu dan berpisah
mengapa kamu tak mau mengerti
usia 80 tahun ini.

Biarlah kamu dan keluarga
hidup aman dan damai.
Kau hanya ingin pulang,
tidak terlalu banyak yang diminta.

Di sini kau menjadi sakit
sakit yang kau sendiri tak
mengerti. Barangkali pertukaran
cuaca,  membuat semua orang sakit.
Kau merenung matamu
antara kenal dan tak kenal.
Tapi kalian tetap menyakinkan
kau adalah anak-anak ma.

Malam berantakan
kau mulai mengaduh sakit
jiwa ini punah
sukmamu ikut melemah.
Kau ingin pulang
setelah mengemas berhari-hari.

Aduh, biarkan kau pergi
bila kemarahan ini memuncak
menjadi gunung berani
ingin memuntahkan segala isi.
Atau duduk murung di penjuru kamar.
Sendiri.

Ada yang ingin kau pesan ma?
Kau ingin berangkat.
Kau tak ingin ketinggalan keretapi.

Tapi sekarang sudah jauh malam
tidurlah ma, besok ma boleh berangkat.

Kota Kinabalu
22 Mei 2013


*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013







Monday 20 May 2013

Aku Telah Kembali Kepadamu*(ALBDSM)

Aku telah kembali kepadamu
sekalipun terasa asing di
tanah pribumi.

Kau masih menaruh impian
memetik bunga-bunga
kembang malam di langit
dan menabur benih di bumi sukma.

Tiap kata yang manis
menghapuskan dendam
yang berselimut.

Aku masih mengenalmu
di lorong-lorong kota
pantai dan kepulauanmu.
Teluk dan lembahmu
banjaran dan gunungmu
sungai dan suara dari rimba
meskipun pun kau tak
mengenalku.

Di kejauhan malam
laut ini penuh dengan  rahsia
dan legenda.
Aku mendengar pukulan gong
dan ketika kupejam mata
kau datang
dalam gerak-gerak Berunsai
dan tarian helang, Sumazau.

Aku telah kembali kepadamu
bukan sebagai nahkoda yang
kehilangan orbit. Tapi, anak pribumi
dibesarkan dalam hawa
khatulistiwa.

Kota Kinabalu
22 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*Antologi Kemerdekaa







Tebing di Pinggir Laut Runtuh Perlahan-lahan*(ALBDSM)

Suatu ketika tanah di tepi laut ini
penuh keramaian, malamnya penuh
kembang api dan anak-anak bermain
sembunyi di dalam gelap.

Ada orang berjual bubur kacang
pisang goreng, mi dan ikan bakar
seperti perkampungan telah ratusan
tahun. Tak ada terfikir nanti akan
menjadi sepi dan senyap.

Di hujung jembatan anak-anak melompat
girang ke dalam laut bersuka ria.Yang
tinggal sekarang tunggul-tunggul
dimakan tiram.

Dari lautnya menyimpan lagenda
dan ada rahsia yang tak pernah
diceritakan. Penghuninya telah
lama tak kembali. Kota perlahan-
lahan meruntuhkan tebingnya.
Orang pun tak bertanya, hanya
memandang dan tak ambil peduli
di situ pernah ada sebuah kampung.

Kota Kinabalu
18 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013


Sunday 19 May 2013

Urduga, Malam Ini*(ALBDSM)

Ia adalah seorang perempuan
merindukan
dirinya menjadi cahaya.

Lalu ia melangkah sebagai Urduga
duduk di atas pelana kuda semberani
di dalam mata ada rembulan
jejarimu adalah banjaran Crocker
rambutmu, hutan jati belantara
yang tak tersentuh.
kakimu, adalah bumi yang dapat
bertahan dalam semua musim
sukmamu tak pernah dikalahkan.

Urduga, namamu pun telah
menundukkan kebohongan
sepotong lidah.
Di rimbun hijau, halaman
matahari mulai menetas
cahaya bagai permaidani
yang diorak dari ikatan
Urduga berdiri segak
dengan busar dan anak panah.

Ya, Urduga, malam ini.

Kota Kinabalu
20 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013

Saturday 18 May 2013

Air Terjun*(ALBSM)

Aku memandang wajahmu
kesempurnaan
seorang insan anugerah dari langit
yang tak pernah mendustakan.

Tiada yang kurang, dari hujung
kepala sampai ke hujung kaki
kita mengkagumi penciptaan ini.

Pencipta setitis nuftah  lalu
menjadi seorang anak insan
yang bernafas lahir dari rahim
seorang ibu.

Dari sukma dan otak ini
anak manusia ini dapat
menyelami galaksi dan orbit
baru. Perkasa dan sempurna
penciptaannya. Anugerah
terbaik.

Lalu kau diajarkan bahasa
yang memikat dan indah
lahir dari budaya dan tradisi
anak manusia sejak adam
dan hawa dinobatkan
peradaban yang berkembang
jatuh bangun suatu bangsa
tak akan memutuskan tali
itu sampai qiyamat.

Kau dari tanah liat yang
diulit dengan air, yang
tumbuh dari benih kasih-
sayang. Dan ayat-ayat itu
dibacakan dan menina
bobokmu hingga kau tertidur.

Kau dan aku dibesarkan
dalam kecintaan yang murni
mengangkat kemanusiaan
pada puncak yang paling
tinggi, seperti matahari
dan bulan dan bumi
saling terkait.

Aku samasekali tak percaya
kau mengutus kebenaran
di hujung M-16 dan grenade
dan di mesjid jatuh korban.
Tak ada logika
keindahan tak akan tertawan
dengan kezaliman dan kekejaman.
Syurga ilusi, fatamorgana
Kau menuju ke tanah gersang
dan tandus. Langit sirkah.
Kalau kau memilih ini,
jalan pulangmu adalah
inferno membakar sukma.

Ketika bahang siang keterlaluan
Kau menurunkan hujan
merembes dan menyejukkan
sukma. Lalu datanglah malam
dengan rembulan dan angin sejuk
Sungguh, kau dan aku dikudratkan
menjadi air yang mengalir lalu
terkumpul menjadi air terjun.

Kota Kinabalu
18 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*Antologi Kemerdekaan

Lanskap Sukma*(AZB)

Kau telah belayar
di samudera luas
merasakan hempasan
ombak dan tofan.
Ributnya merendamkan
kepulauan sukma
sampai ke hujung kepala.

Di ruang angkasa
benuamu
langit ternyata indah,
cahayamu melimpah
dan landskap sukma
seperti arca tak tertelan
musim.

Hujan, kau turun selalu
sebagai inspirasi
berceritalah sekalipun
mengambil waktumu
dengarkanlah padanya.
generasi esok harus
mengenal tanah kasih-
sayang ini.

Di bumi ini kau
adalah Maryam
yang menjaga
kesucianmu.
Sukmamu adalah
rembulan yang
menyerap dan
memberikan.

Sekarang kau
pendengar yang sabar
tiap katamu seperti
air bening di musim
kemarau.

Tanah yang merekah
ini seperti telah bertahun-
tahun tak dikunjungi
ruh-ruh suci.

Suatu  malam air mengalir
dari langit samawi
menitis dan menjadi hujan
membawa berakhirnya musim.

Ketika kau sedar
air itu telah menyentuh
lanskap sukma dan
kau berkata.'Yang
mustahil telah terjadi.
Keajaiban dalam zamannya.
Kebenaran, satu kata
yang manis dan tak akan
tenggelam dalam waktu
yang mengalir.

Kota Kinabalu
18 Mei 2013
*AP Puisi Religi (Grup Sanggar Kembang Langit), Qomaruddin Assa'adah 4 Jun 2013. Telah disiarkan dalam antologi bersama 'Ziarah Batin', 250 halaman.


.

Thursday 16 May 2013

Terminal Bas Kota Kinabalu*(ALBDSM)


Aku berdiri di belakang
orang sedang
bermain dam. Keduanya tenang
tak ingin
lawannya tau apa sedang ia fikirkan.
Dalam kesibukan di Terminal bas
mereka masih duduk
bermain dam.

Keduanya ada strategi
menghulur umpan dan menyerang.
Meruntuhkan pertahanan
lawan. Kesempatan diambil dengan
cermat.

Sedang keduanya asyik
ada pihak ketiga
datang dari kalangan  penonton
membuat
komen dan mengganggu jalan
perlawanan. Ia masuk campur
membetul atau memberi arahan,
jalan yang itu salah, mengejek
menimbulkan
curiga.

Sepanggar, Sepanggar
dua lagi.

Kota Kinabalu
16 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013

Penyair Dengan Sayap Lilin*(ALBDSM)

Semua orang mau cahaya lampu sorot
dan pentas buatnya sendiri
metafora dan kata-kata
menjadi batu keras dan kaku.

Semalam, ia berkata adalah
seorang penyair bergayutan pada
rembulan dan bintang gemerlapan.
Dalam senyap
ia membina pagar-pagar
seperti tembok China
sampai ke sukma lawan.

Peristiwa malam itu
adalah peringatan, kata-kata
meletus seperti mercun.
Seorang penyair
menyembur warna
seperti pesta warna.
Tapi di dalam perigi butanya sendiri
ada rahsia
yang menjadi pasir.

Aku melihatmu, penyair
berdandan rapi berbaju melayu
dari mulutmu
kau mendeklmasikan puisi
menekan diksi dan menaikkan suaramu
kata-kata kehilangan sayap dan
tenggelam dalam makna.

Seperti burung
kau melebarkan kepakmu.
terbang tinggi menembus awan
Penyair
ini langitmu, alam maya
juga pada Icarus
Kau melayang mengikut
sukmamu
hingga mencium pintu
langit
mengintip mentari perkasa
lalu
lilin di kepakmu mencair.

Kota Kinabalu
16 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013



Wednesday 15 May 2013

Ada Sesuatu Terpaksa Aku Merelakan*(ALBDSM)


Di jalan pulang aku memandang pada
langit mencari sekutu, pada laut Pulau Gaya
dan Manukan, seakan melambai
menjawab salam.

Tiap wajah memandang ke depan dan
masing-masing terbawa oleh buaian
ada apa lagi setelah ini. Ada soalan
tak perlu dijawab, bagai benih yang jatuh
di dalam belukar berhempas-pulas tumbuh
di celah-celah onak duri dan semak
ingin lebih tinggi mencapai cahaya.

Ada sesuatu tak patut dipandang
tapi seperti terperangkap aku melihatnya.
Seekor kucing dalam kesibukan bus
terduduk di dalam parit kecil. Kaki punggung
belakangnya patah. Tapi ia masih bisa
menggeow, cuma tak dapat bergerak jauh.
Di jalan pulang, aku memandangnya tanpa
dapat berbuat apa-apa.

Terminal bus tetap sibuk. Penumpang tergesa
pulang. Hujan turun sekadar, cukup
mematahkan sayap-sayap debu di atas jalanan.
Siapakah yang duduk  berhampiran
lampu isyarat, semalam dan hari ini,
bersongkok dan berusia, sambil tangan ditadah.

Esok kucing di bus terminal itu telah tiada
orang bilang ia hanya seekor hewan.
Dan lelaki tua yang bersongkok itu
mungkin bertarung dengan nasib
antara laluan orang dan lampu isyarat.

Aku menghirup udara lembab
dan sukma ini terperas. Ada sesuatu
terpaksa aku merelakan
terdorong ke sudut dan tak dapat
berbuat.

Kota Kinabalu
15 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013

Monday 13 May 2013

Ketika Sedar Aku Kehilanganmu*(ALBDSM)

Siapa yang merebahkan pohon di tengah jalan
dan ketika aku tiba di desa sempadanmu
tiap orang diam dan tak berkata apa-apa pun.

Aku bukan orang asing apa lagi tamu
di tanah pribumi ini.

Jerebu belerang telah tersembur
ke dalam udara dan ada yang terhukum
dan ada kejahatan mengintip di hutan belukar.

Kau bertanya, ke mana menghilangnya
ayam jantan? Aku tidak mendengar kokoknya
di waktu subuh.

Aku kehilanganmu.

Kota Kinabalu
14 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013




Kuda Semberani, Bertahanlah Walau Sesaat*(UB)(Indah)(Terbit)

Ketika aku berpergian meninggalkanmu
kelip mata dan renungan selalu hinggap
di dahan dan mengenangkanmu. Semakin
jauh jarak waktu dan semakin jauh bumi
kulangkahi bagai memeram buah menjadi
ranum dan kerinduan itu tumbuh berkepak
dengan sayap yang lebar.

Saat sukmaku berkata cukup, waktunya
telah tiba aku harus pulang. Langit dan bumi
serentak berkata,'Ya. Kau telah lama musafirku
menjadi burung. Pulanglah langit sirkah.'
Pacu kuda semberanimu, kau masih
belum terlambat. Yang kau cintai, masih melihat
langit dan memandang lautan. Pulanglah, bukan
sebagai Tanggang tapi  Karuhai.

Ya Rabbi, ada yang tak terbaca dan tersirat. Aku
tak akan berhenti memacu kuda semberani sampai
asal tujuan. Mereka yang kutinggalkan,
kini aku datang. Dan aku tak akan melewatkan
walau sesaat kepulangan ini.

Kuda semberaniku, kau memang lelah, bertahanlah
aku dan kau satu nadi dan sukma. Lihatlah aku telah melihat
mereka. Di hujung dataran hijau, banjaran Crocker
adalah halaman kasih sayang. Aku, anak Khatulistiwa
pulang kepadamu.

Kota Kinabalu
14 Mei 2013


*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*Tersiar Di Utusan Borneo 19 Mei 2013


Kau Telah Memberi Isyarat Dalam Diam* (Indah)

Apa yang ingin dibimbangkan
memang dari dulu sudah begitu
siang berganti malam
malam berganti siang
aku masih di sini
dalam diam mempelajari rimbamu
dan mengelak jalan mati
atau tersasar jauh.

Aku orang kecil, lidah ini
pernah mencicip madu dan cuka!
indera ini masih peka pada firasat

Ketika kau lalu melintas
aku sempat memberi salam
dan menjabat tanganmu
biasalah pada orang kecil
kalau tak hanya memandangmu
dari jauh.

Aku melihatmu jalan tergesa-gesa
ketika malam kau menggantungkan tanglung
impianmu.

Apa yang kau kejar
adakah suara hatimu
atau kau ingin meraih kemenangan sendiri
Ketika alam memberikan isyarat
kau tak dapat menghindar
batukmu di tengah malam buta
bayangan sebuah kenyataan.

Seperti kucing, orang kecil mencium
bau rangsangan di dalam udara
dan membaca gerak-gerak lidahmu
degup nafasmu dan hayunan tangan
dan dari sinar matamu.

Siapakah  yang akan terkorban
dan berita yang terhukum
telah sampai. Algojo telah siap
menjalankan perintah.
Kau telah memberi isyarat 
dan dalam diam kau menambah sekutu.

Di bumi peribumi ini aku
memberi laluan kepadamu
tapi tak selamanya, langit berubah
aku menunggu pertukaran musim
membawa hujan semi.

Kota Kinabalu
13 Mei 2013










Sunday 12 May 2013

Meja 11, Hari Puisi Nasional ke 19*(UB)

Bila aku menyebut meja 11, tiada apa-apa
yang patut kau bimbangkan. Aku, orang kecil
dalam samudera lautan luas, langit biru
dan hamparan pulau-pulau.

Aku tak mengharapkan angin datang
melayarku jauh apalagi pada pertembungan
arus arah mana perahu kecil ini.

Sekurangnya aku duduk bersama
pak dalang, antara pemain gong, keci, serunai
dan canang. Menunggu Pak Dogol
muncul dilayar putih.

Belum waktunya aku membacakan
bait-bait puisi. Rimbamu pun tak mengenalku
aku pun tak ingin menolak-nolak diri
jatuh berdiri di bawah lampu sorot langit
terbuka.

Aku orang kecil yang menulis puisi
kekadang dari simpang mengayau
atau dari puncak Nabalu dan angan-angan
dari Pulau Sebatik sampai ke pulau Galapagos.

Aku selalu berkata tentang kebebasan dan jati diri
dan kau bicara tentang 'menguasai' membuat
sempadan, dan dirimu ketinggalan kapal.

Suaraku adalah suara nusantara dan
menjangkau langit dan menelusuri obit baru
tapi masih berpijak di bumi.

Ketika aku menulis dalam bahasa Melayu
jangan kau pertingkaikan tentang penbenderaan kata
telor dan loghat. Kau bukan sendiri pewaris,
aku pun lahir di bawah langit pribumi dan
akarnya sampai ke pusat bumi.

Saudaraku, bicaralah semaumu
tiap kita adalah yang terbaik di zamannya!

Pulau Pinang

* Tersiar Di Utusan Borneo 19 Mei 2013




Ia Pun Dapat Dikalahkan Di Bumi Merdeka*(ALBDSM)(Merdeka)

Aku pulang membawa dalam jutaan naluri
bagaikan kau limau kasturi yang diperah
yang berlinggar dalam udara hadir dalam
mimpi di malam kerinduan.

Kau telah mengirim isyaratmu seperti
ikan paus yang berenang di lautan teduh
di khutub selatan dan aku menerima
rindu dan resahmu di satu pojok dunia.

Telah kusiapkan dataran hijau dan rumput muda
di  lembah Long Pa Sia buatmu Gazelku,
Tiada yang akan menyakitimu, selain
pemburu bermata saga dan sukmanya telah
mati dalam hidup. Tapi ia pun dapat dikalahkan.

Kau adalah hadiah dari Tuhan
melindungimu adalah perjuang
tipu helah Rawana hanggus dalam
legendamu sendiri. Dan bumi tak
akan merelakan benih kejahatan
tumbuh dalam selubung malam
aku akan mencabut sampai ke akarnya.

Pulau Pinang
13 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*Antologi Puisi Kemerdekaan

Dodoi Anak di Pangkuan*(ALBDSM)

Anakku sayang
mengapa tidurmu gundah
dan tangismu terlalu lama
tiada lagu tidak kunyanyikan
melihatmu menangis
membuat hati seorang ibu
gusar sepanjang malam.

Anakku sayang
mengapa kau tak berhenti
menangis. Apakah kau sakit?
Melihatmu begini hati ibu
menjadi sedih. Tidurlah,
sayang.

Anakku sayang,
kau masih bayi
tidurlah dan tumbuh menjadi besar
esok, melihatlah dengan mata rohani
merasa dengan firasat
simpul lidahmu
dengan hikmah.

Anakku sayang,
apakah kau merindukan
suara itu yang membuaikan tidurmu
syair-syair yang ia nyanyikan
lembut dengan kasih sayang.

Aduhai anakku,
berhentilah menangis
membuat hati ibu
sayu. Menyusulah.
Ini baju aba, diselimutkan padamu
biar tidurmu malam ini
tenang. Musafir berpergian
akan pulang.

Pulau Pinang
12 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013



Kerinduan Malam Itu Telah Tertawan*(ALBDSM)

Kupanggil namamu kerana aku rindu
Kalau kau mata angin aku dapat membacamu
ke mana kau akan bergerak pada senja sirkah ini.

Nafasmu gelombang malam tak terlalu besar
cukup akan melenggangkan bathera ini
ke pulau impian.

Sebelum kau turun ke nabalu
gemerincing gelang kakimu  menggenapkan
firasat seorang perindu.

Kaukah yang datang dengan kembang kenanga
lalu meniup ke dalam sukma sedang aku masih
memanggil namamu.

Di pantai Pulau Mantanani, aku melihatmu
dalam kerinduan lalu kupanggil namamu
di malam bulan purnama.

Lalu Tuhan menyingkap pintu langit
sepi yang menelur di lembah Danum
digenapkan.

Kupanggil namamu kerana aku rindu
kata-kata telah menjadi air mengalir
bersatu di dataran tinggi menjadi air
terjun yang dingin.

Ruhmu telah pulang ke jasad
kerinduan malam itu telah tertawan
kepuasan seorang perindu
telah sempurna hadirnya kasyaf
dan hujan musim bunga turun
ke dalam sukma. Aku dan kau telah
bebas dari malam yang gerun itu.

Pulau Pinang
12 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013








Thursday 9 May 2013

Orang Kecil Masih Berperan*(ALBDSM)

Di dalam kamar ini,
aku istirehat tidak terlalu lama
setelah berpergian sebagai musafir
tidur ini masih mengundang mimpi
dan ketika siang membuka pintunya
aku telah siap melangkah untuk ke
depan sedikit.

Bagaimana aku tak bersyukur
ketika layar kehidupan kehilangan
angin, tanpa ombak dan laut tenang
aku melihat kulit tubuh menyerap
panas laut. Tapi aku masih bisa
bersabar menunggu datangnya
desir angin menggerakkan  selangkah
ke depan, tidak terlalu cepat dan
tidak terlalu perlahan.

Kekadang dalam diam aku
bertanya, sampai bila aku terpukul
bertubi-tubi tanpa berhenti.
Adakah satu saat ketika
pendera merasa puas akan
berhenti sendiri dan berlalu.
Aku pun tak akan merelakan
kau sepuasnya menendang dan
memukul diri ketika aku terlentang
lemah di tengah jalan. Tapi kehidupan
memang lain dari khayalan dan mimpi.

Mereka senang menilai
pada tiap gerak dan bualmu
sudah biasa menyatakan
langit dan buminya lebih besar
dan lebih baik daripadamu.
Dan mereka akan menggenggam
dan memberikan isyarat kepadamu
di sini mereka adalah raja dan kau
jangan mencerobohi taman larangan ini.

Kau juga diperingatkan melalui
pandangan mata, jangan cuba berteman
dengan mereka  kerana kedudukanmu
adalah orang kecil. Duduk semeja
dan selalu hadir tanpa pakaian formal
memang kau bukan layak.

Memang aku orang kecil tanpa nama
menyusup di celah-celah keramaian
dan orang-orang besar. Kau bisa
memangkah dan menconteng nama
dari daftar undangan, aku tak akan merajuk.

Suatu saat aku melihatmu, kau  kehabisan
tenaga, mulai berlari sepantas kuda belang
di padang luas. Keinginanmu sebesar
pulau layang-layang tapi kemampuanmu
terbatas hanya di beranda rumahmu.

Kau terbiasa ketika bicara kau merampas
perbualan dan tiap pasangan mata dipaksa
akur. Dan pendapatmu saja yang benar.
Ya, aku orang kecil, kau orang halimunan,
pergaulanmu tanpa sempadan.

Aku dan kau, mungkin kawan dan lawan
tapi kita saling membutuhkan. Kalau sudah begitu
biarkan, jangan dirubah lagi. Tiap kamu ada
peranan seperti King Arthur, Merlin dan
Morgana.

Aku orang kecil dan kebanyakan
satu aku peringatkanmu, jangan mendiamkan
orang kecil sekalipun kau tergoda ingin
berbuat begitu. Orang kecil jaringannya sampai
ke gunung, laut samudera dan langit.
Ketika orang kecil marah, mereka menjadi
diam seperti sebelum datangnya tsunami.

Malam telah turun di tanah pribumi ini
aku tak perlu pisau dendam, atau gundah
Macbeth  di malam durjana. Atau Rawana
yang terpenjara dalam tipu muslihatnya sendiri.

Aku orang kecil yang terpanggil
dan mendakap dan datang kepada-Mu
sebagai Ansarullah.

Pulau Pinang
10 Mei 2013


*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*Antologi Puisi Kemerdekaan








Hari Puisi Nasional 2013

Kalau kau tanya mengapa begitu
sepatutnya kau datang dengan
kabilah yang panjang
dengan satu kepala bergerak ke destinasi.

Aku memang menyedari
ketika terserempak kalian di lapangan
mau dijawab bagaimana
mana yang lain? tanyamu

Aku hanya dapat memandangmu
kabilahmu tidak terlalu panjang
selalu ada hot seats.
Kalau aku menoleh ke belakang
hanya kerana aku terasa janggal
kepala dan ekor itu adalah aku.

Dalam permainan dibuat syarat
dan ada nizamnya. Sesekali
terpijak kaki bukan kerana
berbuat helah dan tipu muslihat.

Pulau Pinang
10 Mei 2013





Kunci*(ALBDSM)

Kau masih bisa mengharap yang terbaik
ketika kau tulis surat, satu demi satu
kau kirimkan ke alamat sama
bila dikumpulkan setahun ribuan anak-anak kata
dan kalimat kau lafazkan
yang tersirat dan yang terlalu terus terang.

Kau tak ingin bertanya
apakah suratmu itu sampai kepada
pengirim dan membaca. Yang jelas
kau terus menulis. Dan setiap kali genang air
sampai ke satu paras kau mengurangkannya
sampai  ke ukuran yang diinginkan. Demikian
kau mengulang-ulang, tiap hari, kau tak
berhenti menulis surat kepada sang kekasih.

Seperti  ketika kau sarat dengan doa-doamu
di malam hari. Kau bersujud dan menangis
dalam doa-doamu, air mata dan isyakmu,
entah berapa lama kau telah berada di
kedudukan begitu. Kau tak mengira,
lafazmu mengalir terus mengalir.  Dan
kau tak pernah merasa bosan.

Suatu siang pintu diketuk
datang posman mengembalikan surat-suratmu
seperti masih tidak tersentuh, sempurna
dan nampak segar. Pulangkan kepada pengirim.

Kau melihat dirimu di depan cermin
menyentuh pipi dan meraba wajahmu
kalau memang ada yang paling
kau bimbang, terlupa nombor alamat
atau lupa ke jalan pulang.

Tiap kata membawa pesan
tiap pesan memberi peringatan
dan tiap peringatan mengingatkan
kunci itu  ada dalam dirimu.

Pulau Pinang
9 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013




Merindukan Bau Lautan*(ALBDSM)

Aduhai, kau masih merindukan bau
lautan, dan hujan tengah malam
dan perkebunan kelapa yang terasing.

Ayuh maju ke pulau impian
pasir putih, tanah gembur dan
pepohonan hijau.

Aku melihat diriku dan dirimu
di dalam perahu di
lautan samudera luas
langit biru mentari pagi
aku hirup udaramu
dan mandi dalam cahayamu
melihat ke depan
menyempurnakan impian
dalam mimpi semalam.

Di lantai lautan ini
aku pernah menyerahkan sukma
lautan ini telah menyimpan ribuan
rahsia
yang kalah dan menang
dalam pertarungan
membina rumah-rumah impian
dan mencipta bulan dan mentari
di langit sukma.

Dan aku baca mata angin dan
dan riak lautan. Aku tak akan
dikalahkan.

Setiap gelombang datang
membawa kapal dan penumpang
dan kau jangan meruntuhkan
impian, apa lagi menghapuskan
grafiti dan
artifak di halaman sejarah bangsa
menjelang hari Kemerdekaan.

Sayang, di sini aku himpun rangkaian
mimpimu
di Pulau Mantanani, dan kubebat luka-lukamu
di Simpang Mengayau, sepimu di Long Pa Sia,
dan rinduku di lembah Danum.

Kota Kinabalu
9 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*Antologi Puisi kemerdekaan









Wednesday 8 May 2013

Setelah Jam 4 Petang*(ALBDSM)

Aku datang mencium bau tanahmu
sekalipun tanah-tanahmu telah tertimbus
jalan lama telah tumbuh semak
dan desa telah ditinggalkan
membawa pergi penghuninya
jauh ke dalam rimba kotaraya
ke selatan.

Tapak-tapak kaki telah hanggus
membakar masa silam sampai
ke akar-akarnya. Kaukah
kekasih berjalan dalam keramaian
dan aku tak mengenalimu?

Di dalam pertarungan
kau dipaksa dan terpaksa
tanpa mengeluh, kau di barisan depan
menunggu perintah.
Ketika genderang  perang dipalu
dan nafiri ditiupkan
kau tak akan mengucapkan
selamat tinggal.
Kau menarik nafas dalam
melihat ke depan dan menerpa
dalam satu korus
dan kau berlari dan berlari
tanpa menoleh
bom meledak dan peluru yang mendesing
kemudian senyap.

Sendiri. Di dataran. Waktu
mengalir, perlahan dan kering.
Suaramu terkandas di kerongkongan
la ilaha illallah Muhammadur rasulullah.
Aku mencintai kalimat itu
tak pernah walau sesaatku akan melepaskannya.

Pada angin dorong aku ke depan
pada tanah di telapak kaki,
ke mana pun aku akan menciummu
pada alam raya dan cakerawala
aku adalah sebahagianmu.

Pulau Pinang
9 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013

Setelah Jam 8 Pagi*(ALBDSM)

Di sepanjang jalanan ini
bendera-bendera masih
terpacak. Hujan semalam
tak mengusik jalan ke
pekan. Angin kekadang bertiup
mengibarkan layar
bendera. Melihat bendera seperti
mendengar
ribuan orang berarak menuju
kotaraya. Tapi jelas, sunyi
dan senyap.

Pagi Ahad.
Aku berdiri di
persimpangan
melihat jalan bulatan
diperbaiki. 

II
Tiga hari telah berlalu
nahas di jalan raya.

III
Mereka masih gundah
Tapi suara itu menjauh
dalam hujan petang.

IV
Orang kecil hanya
mencium bau
udara kemenangan
dan melihat mereka itu
tergesa-gesa menjadi
orang penting sekarang.

Kota Kinabalu
9 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013



Tuesday 7 May 2013

Di Lidahmu* (Kata)(Metamorposis)

Di lidahmu telah tumbuh lalang
suaramu penuh dengan dahak
malammu bagaikan terpotong sekerat
menjauh tak perlu mengharapkan
dan aku tak akan bertanya.

Kota Kinabalu
9 Mei 2013




Wednesday 1 May 2013

Di Tanah Ini, Igau Orang Kecil*(ALBDSM)

Tiba-tiba, entah dari mana kau ingin merebut
apa saja pada sekujur tubuh ini. Aku bilang,
tiada apa-apa selain ini yang tinggal. Lihatlah,
hanya tinggal tenggorak dan tulang belulang.
Syukur, di tanah ini aku masih bisa berdiri.
Dan melangkah, tidak terlalu panjang, tapi
selangkah demi selangkah aku akan sampai
ke tanah seberang. Aku orang kecil, suaraku
pun orang kecil. Harapanku adalah harapan
orang kecil. Dan impianku seperti impianmu,
kesenanganmu ingin meratah dunia mentah-
mentah tak ada pula dalam agenda. Yang jelas
ada keadilan yang saksama. Antara aku dan
kau jangan terlalu lebar.Setiap hari ketika jarak
itu semakin merenggang, aku akan berusaha
merapatkan. Kalau tidak kau terus dibawa
arus ke tengah lautan atau  hilang di langit
malam. Suaraku ada di mana-mana. Gemanya
adalah ruh kehidupan itu sendiri. Aku melihat
mereka memukul genderang berarak, mengutip
suara di jalan-jalan, atau kepul-kepul dalam
gelombang suara. Dan suara ini, peninggalan
zaman silam. Sekalipun kau paksa, aku tak akan
memberikan kepadamu. Tanpa suara, harianmu
datar dan kosong. Kau masih mendesak, sekali
pun aku berulang kali mengingatkanmu. Tapi
kau masih merayu. Suaraku, harga diri dan maruah
bukan menjadi angka dan jumlah. Sekiranya kau
memakai kekerasan aku akan menjauh. Suaraku
adalah suara orang kecil. Aku tak akan memberikan
suara ini kepadamu kerana aku terpukul ke
penjuru.

Kota Kinabalu
27 April 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013

Cinta Sejati*(ALBDSM)


Kau telah datang ke
tanah kasih sayang ini
dan membawa ruh
perjuangan sejati dan
memberi makan burung
dara di tapak tanganmu.

Dari matamu yang bening,
kau tak menyimpan amarah
apa lagi mata menghukum
dan mendustakan
kerana dalam matamu
ada pengorbanan, dan
persaudaraan sejagat.

Aku melihat suara-suara
songsang itu seperti
berterbangan ditiup angin
memenuhi raung langit,
terombang-ambing ke sana ke
mari. Satu persatu terjunam ke
tanah kasih sayang.
Ke tanah jasad asal.

Di mana ditemui cinta sejati?
Bukan di puncak gunung,
di tanah terasing dan pulau sepi.

Cinta sejati turun
dari langit samawi meresap
terus ke dalam sukmamu.
Begitu indah disebutkan dan
lunak untuk dihadamkan.

Kota Kinabalu
1 Mei 2013


*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*Antologi Kemerdekaan