Sunday 18 December 2011

Sepotong Lidah (Pasifik)


Di sebuah restoran tanah air
aku duduk memesan semangkok
sup lidah.

Duduk di sebelah meja
juga memesan sup lidah.

Resepi kampung
mengundang selera.

Di sini orang jauh, drebar teksi, bus
dan orang ofis menjamu selera
mereka makan berkeringat
restoran di pinggir jalan kota.

Tukang masak terbaik
mengauli rempah
cukup dengan takarannya.

Alahai, sepotong lidah
lembut tak bertulang
kuah seribu rempah.

Aku senyum menatap
teman pelanggan makan
kerana selera kami akur..

Ya, sepotong lidah
betah berzikir
lidah orang yang soleh
lidah tak pandai mengata.

Segumpal daging,
sup lidah semangkok penuh
di depan meja.
mataku tak gusar
liur menitis dan meneguk puas.

Teman makan menghirup
ia puas.

Bagaimana sepotong lidah
dari  lidah berzikir
lidah tak habis mengata
asalnya lidah!

Kuhirup  sup lidah
sambil mata
rasa bersalah
dan bimbang.

Makan saja
mengapa berfikir begitu
inikan lidah yang sudah dihiris-hiris
lidah lembu betina.

Kutatap mata
teman sebelah
keringatnya  menitis
ke dalam mangkok
sup lidah
kuahnya tohor
dan tak habis-habis
bersendawa.

Honiara
19 Disember 2011

Friday 16 December 2011

Adil*(ITBM)

Yang adil itu menawan
pada fikir dan tindakan
sekalipun harus menyingkir
memberi jalan.

Di pohon kehidupan
ia bergoyotan dari dahan ke dahan
melambung ke udara sepantas kilat
Ketika rimbanya dibakar hanggus
ia tersingkir dan sesat.

Yang adil itu
pasti meraih kemenangan
kebenaran tak mungkin
dapat didiamkan.

Honiara
17 Disember 2011
*ITBM

Anjung Zikir (Pasifik)

Apa nak kau katakan
si burung merak
aku pun tak ada selera
untuk berbual bicara
lebih baik menikmati
lazatnya sebiji mangga.

Pulau ini, telah
lama sendiri di laut biru
dolpin kejar-mengejar
kegirangan di desa Losiolen.

Hujan telah berhenti
rahsia langit tersingkap
hati yang mendambakan.

Di perladangan subur
kita sabar meraih hasilnya
air mengalir
 resah tanah digenapkan.

Honiara
16 Disember 2011

*AP Volume 1, 2013

Thursday 15 December 2011

Bangkit (Ketuhanan)

Anak matanya masih menatap dedaunan hari melayang jatuh di depan ribanya 
rambutnya kusut-masai tapi ia mengenal rupa, bentuk dan warna, igau suara perindu
susut tubuh tebing yang runtuh, kerdip bintang yang menjauh, di malam tofan.

Di kamar itu impiannya ikut bersama, jiwanya pasrah pada senandung malam kenangan
kalau ditanya mengapa jadi begini, terpulas dan menyerah sebelum berperang
ia memilih diam tanpa aksi dan pergelutan, degut nafasnya menurun, laila majnun.

Suara itu datang berbisik,'bangunlah, siang datang memberi salam,
tinggalkan kerudung malam.' Dari setitik cahaya jadi bola mentari yang terpencar
aku cinta pada-Mu, wahai kehidupan, katanya perlahan. Selamat tinggal  terowong gelap yang panjang.

 Honiara
16 Disember 2011
* ITBM

Tenanglah, Pulau Christmas (Boat People)

Mata suaminya memandang laut lepas
tunduk, perlahan mendongak wajah ke langit dan menarik nafas.

Sayang, tiada jalan pulang. langkahmu ke dalam kapal
barangkali langkah kita yang terakhir.

Pecah ombak berdebur berulang-ulang
di malam penentuan.

Ketenangan dan manis kata malam pengantin
penghibur di malam petualang.
Anak perampuan menggenggam tangan ibu
bagai tak ingin melepaskannya.

Senja luluh di telapak hati
pertarungan pun siap menuntut korban.

Diciumnya dahi isterinya
dirangkulnya anak perampuan
tiada lagi kata-kata buaian
langit  menyimpan rahsia esok.

Sepi. Barangkali  malam menelur harapan
menghadang laut ke benua baru.

Manisku, Tak jauh lagi kita mendekati pantai
lihatlah,  kelip cahaya Pulau Christmas
mereka masih berendam dalam mimpi
tidur anak, tenanglah jiwa.

Lenggang kapal melucur jauh
lenggang doa tali yang tersimpul.

Di lereng bukit Pulau Christmas
ia berdiri,
anak perampuan disampingnya
memandang pada batu-batu karang
hempas ombak datang bergulung-gulung.
Malam pelarian, lucur waktu
maut datang berkepak.

Janda manis berbisik sendiri
memang kau suami yang baik, aku kehilanganmu.
Amanlah kau di sana.

Honiara
15 Disember 2011

Bunga Flamboyan* (Flora) (Metamorposis)

Disember semakin sarat
di pinggir jalan kota
bunga flamboyan berserakan
langit lazuardi
angin laut bercanda.

Di bawah pohon
bunga flamboyan
bagai permaidani merah
terasa kau merelakan
bertaut di permukaanmu
janji yang terkabul.

Honiara
14 Disember 2011

Musuh*(ITBM)

Jauh di pinggir kalbu
ketenteraman
sebuah malam teruji
dedaunan melayang
putus dari gaggangnya

Sekeping hati
bingkisan rindu dan harapan
terpisah dari tercalar
dendam dan tipu muslihat.

Musim berganti
alangkah indah
tanpa musuh kesumat
mengintip di pojokan.

Sebenarnya ia hanya
ingin memuja-Mu
tanpa melafazkan
kata-kata kencana
menyembur api belerang.

Honiara
14 Disember 2011

*ITBM Jun 2015

Tuesday 13 December 2011

Bualan Ombak*(ITBM)

Ketika sedang menunggu
kami berbual
gumpalan awan sarat
langit terperah
ketenangan terusik
jauh di pulau terasing.

Bulan Disember
bual kami terputus
ada kiriman
tak terlalu banyak
cukup menghibur
malam yang gundah.

Kami masih
menaksir alunan ombak
malam seribu kunang-kunang
tatkala gelisah rimba redah
bagai alir sungai selepas hujan.

Marulan
Central Province
Russells
13 Disember 2011

*ITBM Jun 2015

Penantian (Pasifik)

di hujung tanjung
di sebuah desa losiolen
ia menyanggul rambutnya
dan menyelit bunga raya
pada rambut keriting
hitam kemerah-merahan.

larian ikan romahan pulang senja
dari tasik air masin ke laut
antara bunga carol
bintang berserakan
bagai mengepung malam
di pulau pepohonan kelapa.
.
kunang-kunang pengantin berburu
mata pasrah mendambakan
kepulangan. tertunda.

Honiara
11 November 2011

Kedipan Cahaya*(ITBM)


Selepas fajar laut tenang
aku mengenangmu
langit kulipat
sepotong harapan.

Meskipun jauh
masih mendengar suara
denyut nafasmu, perlahan.

Di pinggir malam
aku pun melihat
merah jingga
salammu.

Mimpi-mimpi terbang
jauh ke bintang-bintang
terasa mencium tanganmu.

Sebuah rindu
adalah kedipan cahaya
ketenangan dan
pelipur lara.

Honiara
11 Oktober 2011

*ITBM Jun 2015

Lelaki Kopra (Pasifik)

Hampir seluruh
usianya tersayat
dimamah dan diperah
di perkebunan kelapa.
Ia, lelaki kopra
masih kelihatan gagah
sekalipun urat-uratnya
mulai mengendur
diulit usia.

Lututnya masih lincah
berlari anak
menaiki bukit dan turun
sampai ke alir sungai.

Nafasnya berhentap
urat-urat kencang
wajahnya sederhana
penyataan yang jujur.

Langkahnya
berganjak panglima
berperahu pulang senja.

Di rumah asap
ia duduk
menghisap rokok
sabar
mengasap isi kelapa.

Gelisahnya ikut
pada resah hujan
ia berkata sendiri
bila harga kopra
naik sedikit.

Honiara
10 November 2011

Gadis Bisu (Pasifik)

Gadis bisu
memandang
jauh ke laut biru
merah pinang melengket
pada bibirnya.

Kekadang suaranya
keras dan marah
ketika terusik
namun ia masih
bisa ketawa.

Dalam gelap
ia duduk sendiri
menghisap rokok
membawa fikirannya
melayang jauh.

Malam itu,
ia masih berdengkur
dadanya sendat
hidungnya seperti tersumbat.

Ia melihat kejadian
pada sari indera
menatap tajam
dan menafsirnya
dengan gerak-gerak
tangan.

Pagi kucup mayang
matanya berkaca
di jalan pergi
ke wad bedah.
Ia menyapa
dengan isyarat tangan
pada tiap orang
ketemu di jalanan.

Sesekali matanya
keliru dan bingung
dalam menafsirkan
sepak terjang
siang yang laju dan keras.

Honiara
10 November 2011

Kejadian*(ITBM)

Kau tak berhenti
bertanya tentang
kejadian siang dan malam.

Menjelang senja
kau menunggu malam
dari siang yang asyik.

Kelembutan
dan keindahan
menggerakkan sukma.

Tiap kejadian itu
bersebab
talian resah
memang terjawab.

Honiara
10 November 2011

*ITBM Jun 2015

Cahaya Abadi*(ITBM)


Bukankah hanya kembali
di situ, ada ketenangan.
tanpa berpegang
aku tenggelam senyap.

Engkau telah memberikan
kepak-Mu
lalu aku pun melayang
terbang ke penjuru langit.

Dicari kilas cahaya
dari malam kelam
tanpa bintang
siang tanpa matari
tiap hati mendambakan.

Honiara
10 November 2011

* ITBM Jun 2015
*Antologi Ikebana Puisi Rohaty Majzub & SS, 2013.

Indah (Pasifik)

Bagaimana aku lupa segala
tiada suatu yang indah
selain Engkau.

Kekasih,
usah kau beriak rasa
kerana aku
datang kepada-Nya.

Dari tanah
tumbuh bunga-bunga harum
taman warna-warni
segalanya dari-Mu.

Ke mana saja kulihat
zikir puji
mengingati-Mu.

Keelokan alis mata
kegirangan kijang
di lembah-Mu, memang indah.

Kulihat pada purnama
adakah yang dapat
meniadakan keindahan-Mu.

Kecantikan-Mu
membuat aku lupa pada segala
Kasih-Mu
membuat aku lupa
pada yang kasih.

Keindahan itu
warna dari
campuran seribu manisan
dan wangi bunga
semuanya dari-Mu.

Honiara
10 November 2011

Rahsia*(ITBM)

Senja
di halaman.
Aku
melihat langit
dari celah-celah
dedaun pohonan.

Aku masih
menilik
rahsia itu.
Dan mendengar
suara hati.

Honiara
10 November 2011

*ITBM Jun 2015

Langsir Firasat Hati Menunduk*(ITBM)


Kau tak pernah terlintas
dalam busana fikir
teringin pada sanjungan
dan mengharap kasih.

Yang kau harapkan
segala kebaikan datang
dari-Mu.

Kau mencari
jauh di pelosok bumi
dan ke langit angkasa raya
kasih mengkhidmati-Mu.

Mereka tak akan dapat
mematah sayapmu
lalu menconteng
dendam
pada kaca kristal.

Rampaian malammu
mimpi benar
langsir firasat
hati yang menunduk.

Honiara
10 November 2011

*ITBM Jun 2015

Wednesday 9 November 2011

Pada Suatu Malam*(ITBM)

Apa yang kaulihat pada suatu malam
ledakan api gunung meletus
tanah leluhur terputus dari daratan
suara pupus dalam mimpi gerun
diari memori terbakar hanggus
jerit anjing terluka di sebuah Pulau.

Siapa masih mengipas bara api
sekalipun hujan telah berhenti
kalimat indah ternoda
dendam kesumat mencurimu
pada suatu malam.

Rendamkan amarahmu
kau tak bisa melukis pelangi
apa lagi menarikan topeng.
kalau kau mau kemenangan
lindungi langitmu yang
masih belum terconteng.

Honiara
8 November 2011

*ITBM Jun 2015

Kesabaran Gunung Bertahan*(ITBM)

Memandang
sebuah foto perjalanan
terasa gerimis nipis
di depan cermin
ia mengelus kening
mempelajari anak mata.

Bila kedamaian
telah sirna
kata-kata bukan
sari pekat madu
kebencian mengepong
kemampuan bersabar.

Ya Rabbi,
kelembutan dan kesabaran
teruji di gunung bertahan.

Honiara
12 Oktober 2011

*ITBM Jun 2015

Tanah Asing (Pasifik)

Suatu siang aku menyapa
salam
kau bertanya, 'saudaraku,
mengapa terlalu lama
saling tak bertanya khabar
apa lagi menegur dalam mimpi.'

Aku menjawab
'Di tanah asing
menjinakkan hati
menghalau kegelapan.'

Honiara
12 Oktober 2011

Komet*ITBM

Aku, kekasih yang belum sempurna
sekalipun aku berusaha tulus
sesekali ujian datang aku tercundang
usah engkau merasa bosan
mendengar keluh-kisah yang berulang kali.

Engkaulah penggenap kerinduan ini
telah kurebahkan kepakku
merata ke dasar bumi.

Di malam kelam
kulihat letus komet
mendesir hangus di langit samawi.

Honiara
12 Oktober 2011

*ITBM Jun 2015
*AP Volume 1, 2013

Kwaiao, Pulau Malaita (Pasifik)

aku jabat tanganmu, teman
di lembah Kwaiao
masa silammu,
kau dipanggil, 'beburung hitam'.
kerana kasih kau terpanggil
tamumu, di gubuk atap rumbia.

Suatu senja, kucarimu
di antara belahan bukit, pepohonan koko
kelapa, kebun ubi, sireh-pinang.
di situ kutemuimu.

Suara-suara paraumu
mengusik  rimbunan hutan liar
adat tradisi Malaita yang kental
di telingamu dibisikan
kalimah tauhid.

Honiara
11 Oktober 2011

Niat (Pasifik)

di daerah-daerah rawan malam memanjang
pendeta-pendeta pulang mengutip
cerita-cerita, kedegilan yang menggila
kemarahan pribumi menyimpan
dendam yang meluap.

bagaimana aku menyingkapkan tabir hatimu
biarkan cahaya itu menghalau
kegelapan rimba seribu kencana
kedatanganku bernada cinta dan kedamaian
tidak samasekali membidik kemarahan
tapi mengelusmu dengan cinta dan kasih sayang.

di daerah yang dilupakan ini
aku datang berkhemah
memanggilmu, datanglah
biarkan malam gelap itu tersingkap
dengan awal kerdip cahaya.

Honiara
11 Oktober 2011

Merdeka (Kemerdekaan)

Menghirup udara merdeka
kemajuan dan modernisasi
merentap mimpi-mimpi dan inspirasi
jalan baru, taman desa
kota dan bandar diberi nama.

Dalam dakapan merdeka
mampukah kita menyatakan cita rasa
bukankah ini anugerah gemilang
merdeka berdaulat, pengangkatan martabat
sari madu dari perjuangan.

Dari makna kemerdekaan itu,
membebaskan diri
dari lingkaran syirik
firaun-firaun angkuh.

Bukankah tertib itu
membawa kemenangan rohani
disulam dengan ketajaman berfikir
politik yang adil
dalam masyarakat merdeka.

Deklarasi kemerdekaan
bukan pada slogan murah
tapi amalan bersih dan pengorbanan
doa-doa yang tertib
mengalir dari rasa tawajuh dan istiqamah.

Honiara
11 Oktober 2011
*AP Volume 1, 2013

*Antologi Kemerdekaan

Malaysia (Kemerdekaan)

Malaysia merdeka
doa terkabul
kedaulatan dan pembangunan
kemakmuran dan keadilan
anugerah Allah, bangsa merdeka.

Malaysia harmoni
bumi bertua
pelbagai kaum, bangsa
hidup aman sentosa
cahaya melengkapi benua
berpijak di bumi demokrasi
pembahagian sumber yang adil
keselamatan di laut dan tanah airmu.

Malaysia permai
masa depanmu pada
jenerasi muda
doa turun-temurun dari keringat,
semangat juang tak luntur.

Malaysia indah,
kehijauan tanah, lembah,
dan gunungmu
ketenangan laut dan tanah
pribumi,
kegemilangan rakyat
inspirasi pemimpin
bumi makmur.
Di desa dan kota
pembagian merata
kegembiraan saksama.

Malaysia, rimbunan hijau,
taman indah,
flora dan fauna
berwarna-warni menambat hati.
Rimba jati, taman negara
hidupan alammu, aman dan damai.

Malaysia ibu pertiwi,
rumpun parti politik, kebebasan
dan penyertaan sihat, saran dan kritik
penyataan jujur, menyanjung
Raja berdaulat.

Malaysia berbudaya,
pesan nenek moyang padamu
belajar mengaji dan belajar sekolah
sampai ke universiti
semangat bersaing meraih
bintang kecermelangan.
Ya Rabbi, tambah ilmu bangsaku.

Malaysia bermartabat,
dan jati diri
hidup berjiran
melindungi hak-hak
berbangsa,
bumi yang 
rahmat berdaulat.
Gereja
kuil,
masjid dan temple
dipelihara
dilindungi.
Di sini orang Islam, Kristian,
Buddis, Hindu,
kepercayaan pribumi
saling dihormati.
Rahmat alam sejagat
yang terbaik di rantau.

Malaysia
maju Malaysia
pulaukan ranjau ketololan,
tahyul dan kebiadapan
jadi tinggalan masa silam.
Sengketa, kerusuhan,
pemberontakan.
Konspirasi bukan
tradisi membina.
Kita diajarkan
muafakat,
musyawarah,
tolak ansur
bersikap adil
dan menerima.

Malaysia gemilang
negara tercinta
silakan bertamu
datanglah,
kami akan
selalu siap berkhidmat.

Malaysia modern,
inspirasi sezaman
revolusi sejati
pembauran rohani
kemajuan abadi.
Inspirasimu melangkau
langit biru dan
empat penjuru bumi.

Malaysia abadi,
Engkau, anugerah Allah
doa-doa para pejuang terkabul.
Engkau, rahmat sepanjang zaman
Keamanan dan kemakmuran
semangat dedikasi
dan semangat kerja.
Engkau,
pemelihara hak asasi
pelindung lembah hijau,
ketenangan laut
dan langit biru.

Ya Rabbi, abdilah Malaysia
dalam rahmat dan kurniaMu.

Honiara
10 Oktober 2011

*Antologi Kemerdekaan

Rancang (Pasifik)

Kekadang tak dirancang menjadi 
tapi yang dirancang tak pula
menjadi seperti yang diharapkan.

Apa lagi yang diniatkan
belum terlaksana
masih tersimpan dalam
hati. Kita selalu mengharap
yang terbaik.
Paling tidak
kejayaan yang gemilang.
Merancang itu memang
suatu yang terbaik
Bukankah alam maya ini
diciptakan juga dirancang?

Merancang itu
sekalipun sukar dan payah
tapi membuka jalan
untuk berhasil.
Kita merancang
Allah menggenapkan.

Honiara
8 Oktober 2011

Perindu Musim*(ITBM)

Hujan turun
perindu musim pun puas
mimpi-mimpi tumbuh
segar tanpa diundang.
Secawan teh panas
duduk menulis puisi
irama hujan
bingkisan hati
berbaur mengalir
ke pundi-pundi yang tak
menyiksa ketenangannya.
Hujan di bukit
menghadap ke laut
langit melimpahi rahmat
pemberi dermawan
yang kita tak bisa
melupakan hadir-Nya.
Di hujung jalan ke halaman
datang tamu Ibrahim
tersenyum lebar.

Honiara
8 Oktober 2011


*ITBM Jun 2015
*APVolume 1, 2013

Rahim (Pasifik)

Dalam kepekatan
kegelapan
aku pun
bersenyawa
dari titis air
dan kasih
hidup
bercambah
dan bernafas.

Bagaimana
aku bisa membohong
kewujudan-Mu?

Honiara
7 Oktober 2011

Thursday 6 October 2011

Tiga Kata (Pasifik)

Kuhimpun tiga kata majnun
dari hatinurani
yang kupendam dalam bulan purnama.

Tiga kata inilah kerdip cahaya
untukmu.
Ya Rabbi, Engkau saksi abadi
lahirnya dari cinta qudus.

Pada malam kelam tersimpan
keindahan dan juita-Mu
dalam cahaya bulan
hadzir Kekasihku.

Cinta yang tulus
sumbernya masih dari-Mu
mengingatkanmu
menjadi aku dekat pada-Mu.

Langit biru siang rupawan
taman indah rimbunan warna
seribu kata tanpa makna
tak akan ada ertinya dengan tiga kata.

Ya Rabbi,tiga kata tak akan
membuat aku lupa pada-Mu.

Ya Rabbi, tiga kata mendekatkan
aku pada-Mu.

Dalam tiap doa  kupohon
perlindungan dan pengampunan-Mu.

Ya Rabbi, maafkan aku
jika nama kekasihku ada
terselit dalam doa-doa malam.

Bagai bintang bintang
yang menghalau kegelapan di malam kelam.

Jika aku mendahulukan-MU
kerana Engkau dekat
Kekasihku, usah
engkau cemburu dan berkecil hati
kalau aku dipaksa memilih
Ia masih yang pertama.

Tiga kata sari makna
yang terhimpun dalam
getaran sukma.
Doa-doa pengembara
yang pulang.

Engkaulah, ketenangan
pada laut, di waktu malam
pada gunung menjelang fajar
tenang dan damai.

Tiga kata
yang menundukkan
Raja Dzalim
jadi pengampun dan bersujud.

Sesungguhnya aku samasekali
tidak menggenggam harta dunia
dan melepaskan semuanya
kerana Engkau.

Tiga kata
kujauhkan kecantikan
yang menuba.
Aku hanya terpaut
pada iman dan takwa.

Jika aku berlaku kejam
bukan kerana aku menyukainya.

Tiga kata itu telah membawaku
pada Kekasih yang benar.

Honiara
5 Oktober 2011

Tujuan (Pasifik)


bagaimana aku bisa lupa
sedangkan yang sebenarnya
memang dari air dan tanah.

inilah peringatan
tiap kali aku
tergelincir dari arah dan tujuan.

Ya Rabbi, peliharalah hatiku dari
angkuh dan cinta pada
dunia.

wujudnya aku, kebenaran
wujud Yang Maha Esa
kebenaran hakiki.

tak ada alasan sekalipun
engkau mencari.
degup nafasku
telah cukup
kebenaran itu abadi.

tiap gerak
waktu berjalan
bukan khalayan
bukan juga kebohongan.
bagaimana aku bisa
menidakkan kewujudanMu.

Honiara
29 September 2011

Malam Mengalir (Pasifik)

Malam mengalir tenang
dalam gelap ada cahaya
dari titik jadi purnama penuh
pada perindu memang lazat
meraih nafsi mutmainah
ketenteraman abadi.

Di pepenjuru bersendiri
menuang waktu memakna
pada gerak, kata dan hati
pertanyaan dijawab dengan
kasih-sayang-Nya.

Dalam iktibar diri
perubahan yang genap
tanpa berpegang dengan tali Allah
segalanya tak mungkin
kegagalan semata.

Tiada tujuan selain meraih
kemenangan
bersujud
istighafar
istiqamah
tawakal
Ya Rabbi, memang itu
peringatan di sepanjang jalan.

Honiara
27 September 2011

Friday 23 September 2011

Hujan Di Guadalcanal (Pasifik)

Bau hujan dalam udara
Pulau Guadalcanal basah
aku pun bersyukur
memuji langit.

Lama hujan tak turun
tanah di telapak kaki kering
musim kemarau bisik pribumi
dan masih menunggu bertukar musim.

Kini di lembah gersang
musim kemarau telah berlalu
gerak langit menurunkan
mimpi dan kasyaf.

Aku pun kembali
bagai fakir di riba-Mu
Ya Rabbi, kasihanlah aku
yang retak seribu belahan.

Hujan telah pun turun
aku perindu
tak menunggu lagi.
Damai.

Honiara
24 September 2011

Isterinya Dari Pulau Savo (Pasifik)

Isteri itu mendokong anaknya
menuruni anak bukit hilang 
antara  pepohonan pisang
ia tak beralas kaki, mengikut
jalan kecil menuju jalan besar
tanpa menoleh.

Ya, suaminya, pemanjat kelapa
yang pantas dan terbaik di desanya.

Isteri berkulit hitam coklat
jalan cepat sedikit
laut air pasang
ia tak menghiraukan
keindahan pagi
tadi ketika melintas
daun selebar tapak tangan
jatuh melayang di depan matanya
samasekali tak ia hiraukan.

Ya, suaminya berambut keriting kembang
gempal dan tak mau kalah ketika bertengkar.

Berulang kali isteri asal Pulau Savo ini
berkata kepada dirinya sendiri
nanti anak ini dititipkan pada
ibunya duduk di Kakabuna.

Gunung  berapi Pulau Savo berasap sedikit
tapi hati lembut isteri beranak satu ini tidak sedikit pun gusar.

Wajah suaminya timbul tenggelam
fikirannya pada pasar kecil di White River
tiap hari ia ulang-alek memborong dari pasar besar
dan menjualnya untuk  untung sederhana.

Tadi mereka bertengkar hal yang remeh-temeh
anihnya, lain dari hari-hari sebelumnya
ia melihat suaminya tidur tadi, dari seluruh badannya
tumbuh perlahan-lahan bulu, ia berubah jadi seekor monyet.

Dari kelangkangnya tumbuh ekor, mulai kecil dan memanjang
meliuk-liuk dan berbulu, dekurnya juga monyet
benar-benar seekor monyet-suamiku
sejenak isteri muda ini berfikir, 'Kasihan, monyet!'

Honiara
23 September 2011

Surat Cinta pada Kekasih*(ITBM)

Tiada kata kalimat ungkapan terindah
Tiada mantera, jampi sarana
Yang ada bintang gemerlapan di langit
Selain itu tiada apa-apa.

Panahmu hanggus ke dalam laut
Memang kau bukan sekutu.

Telah kaupadamkan api amarah
noda-noda hitam melekat
malam gulita lingkaran setan.

Dicari Malam Lailatul Qadar
Serakah dunia mengapong jauh
Kini kau menatap senja sirkah
Pengembara yang berpulang.

Tilawatkan tujuh bait-bait indah
tujuh pintu maghrifat samawi
Kau datang kepada-Nya
Pada kali yang terakhir.

Honiara
22 September 2011

*ITBM Jun 2015

Masapol: Nota Kaki Dari Nenek (Mama)

Ketika melangkah pulang
nenek memandang sekilas, Masapol.
degup nafasmu masih segar
segala pesanmu sampai
segala beritamu telah dibaca.

Masapol, genggamanku semakin kendur
pelukanku semakin lemah dibawa arus menjauh
datangmu tanpa paluan kompang
pergimu tanpa selamat jalan.

Masapol, mimpiku kesiangan
telah kucuba, segalanya hanyut ke muara.
Cintamu, Masapol masih jelapang hijau
dendammu telah jadi hakisan runtuh ke laut lepas.

Honiara
20 September 2011


Tanah Liat*(ITBM)

Tanah liat
tanah peribumi
setenang lautan damai
setinggi puncak gunung
seindah samawi
agung
suci
karunia dan
kerinduan abadi.

Tanah liat ini
di tangan kasih-sayang
terpelihara dan
terus dilindungi.

Tanah liat ini
keindahan kekal abadi
wujud yang sempurna
berteduh di halaman-Nya.

Honiara
19 September 2011

*ITBM Jun 2015

Penari Bertatoo (Pasifik)

Senja
di lapangan terbuka
sekelompok penari lelaki bertatoo
melebarkan dada, mengalai
mulai berjingkit ke  kiri, ke kanan.
suara korus sebagai latar.

Penari lelaki bertatoo
sesekali menyemak diri
ketukan kayu                           
mereka berkeliling, berhenti
sambil memegang bambu.

Senja luntur
mereka menceduk
memori yang keruh
mengauli adat-tradisi
yang semakin kendur.

Honiara
19 September 2011

Wanita Renbel (Pasifik)

Terjangan suara itu melambung
ke dalam udara panas malam
lalu melantun ke lantai tanah pribumi
bagai gelak anak beramai
mereka menyaji nasi bersantan
ikan dan sayur berkuah
aroma yang membuka selera.

Malam itu,
mereka bercerita seperti malam sebelumnya
berkumpul dan mengurut malam sampai ke fajar
kerdip-kerdip cahaya lampu kerosen
diterjang lembut angin laut
di sini, mereka duduk menganyam daun pandana,
menganyam sepi malam ke dalam dirinya.

Honiara
17 September 2011

*Renbel itu singkatan Pulau Rennel dan Pulau Bellona di Solomon Islands. Penduduknya dari etnis Polynesian.


Lelaki Tua Guadacanal (Pasifik)


Lembut Sutera Pagi
di atas bukit menghadang ke laut
Pulau Savo dan Gela jernih tanpa kabus perak
lelaki tua Guadacanal bertongkat datang menyapa.

Raut wajahnya terhimpun
cerita-cerita yang tertimbus
ranum dalam sayat usia
sekalipun begitu ia masih bisa tersenyum
kulitnya  coklat hitam berkilat
ia bersuara ramah, tangannya bergetar sedikit.

Aku lahir dua tahun sebelum
perang dunia kedua usai.
Masa meriah kemerdekaan
aku telah berkeluarga
baru tahun tadi
isteriku pulang ke alam baka.

Lelaki tua Guadacanal
anak pribumi sarat mengilap masa depan
ketika perang etnik di hujung kurun
tidur malamnya gundah dan kacau
abu perang jadi debu beringat
yang menganggu jalur gemilang.

Pekat sisa pinang dan korokua pada celah gigi
ia masih mau mendengarkan ceritanya
sekalipun mendengarnya telinga asing
rokok, katanya. Tangannya mengambil lemah
memandang ke langit,  mentari masih ramah
rokok Pall Mall dibuang pontongnya.

Mentari senyum pudar
tembakau tadi dimasukkan ke dalam berkas plastik
perlahan dan hati-hati.
Ia mengambil secerik kertas buku
menggulung tembakau
setelah puas ia mendekatkan wajah
membedik macis pada rokok yang melekat
pada bibirnya
menghisap puas, suaranya bercerutu,
diam-diam beredar.

Ia adalah lelaki  tua Guadacanal
mentari lembut, laut Guadly berkaca
aku baru mengenalnya dalam setitis lebah madu.

Honiara
16 September 2011

*Perang Ethnik antara etnis Guadacanal dan Malaitan  dari tahun 1999-2003 meninggalkan peristiwa berdarah.

Honiara Kelabu (Pasifik)


Honiara
di pinggir jalan berdebu
deretan kedai runcit
ia duduk sabar meniti siang.
Bus White River, King George VI, Naha dan Kukum
mundar-mandir sibuk menggoda penumpang.

Honiara, sekalipun mentari mengupas kulitnya
ia tak pernah mengeluh,
kerana di kotak meja
ada rokok Pall Mall, pinang muda, serbuk kapor dan korokua
menunggu langganan merata dari atas ke bawah.

Honiara, kota pinang merah, jernih selalu langitnya
gadis berseragam, langganan baik
mengopak pinang muda, mencerca kapur
mengunyah korokua sambil meludah
langit berputar, Honiara, merah pinang
ketagih.

Honiara, selalu merah.

Honiara
16 September 2011

Apakah Ceritamu? (Pasifik)


Segumpal malam
tergantung
di bumbung langit.

Apakah ceritamu hari ini?

Merenung
butir-butir bintang
ke sasar
di hujung malam
di lantai itu
ia terbaring
memandang sepi
berlabuh.

Apakah ceritamu hari ini?

Pada malam malaikat bercanda
pelaut mencari bayangan
sebuah daratan
katamu, kelambu telah digulung
jendela dibuka
tabir hari tersingkap sudah.

Apakah ceritamu hari ini?

Honiara
13 September 2011

Detak Waktu*(ITBM)

Kulihat bulan yang gundah
bintang menjauh dalam resah waktu
melihatmu dalam mimpi kejora.

Kulihat tapak-tapak kaki
hilang dalam lembayung senja
memeluk-Mu dan sirna.

Aku masih di sini
membiarkan siang berkelana
malam saksi
kerinduan yang mekar.

Doa-doa rindumu bersayap
masih berpegang janji
aduhai kejora
Kau masih belum terlambat.

Honiara
11 September 2011

*ITBM Jun 2015

Monday 13 June 2011

Permata Buat Rohaty Majzub (Dedikasi)

Intan.
hamparan sutera,
kelopak mayang di taman.

Zamrud.
Keindahan, makna,
rahsia sebuah ujian.

Delima merah.
Terpaut di dahan senja,
mekar rasa.

Nilam.
Perutusan berpulang,
merenung dan akur.

Dari-Mu
tersingkap makna
dalam kandungan waktu.

Canberra
13 Jun 2011
*AP Volume 1, 2013

Haqiqah (Ketuhanan)(Suasana)*

Bayi
manisnya
dalam buian,
kasih Halimah,
titian sejagat,
menyerahkan rembulan
di telapak tangan.

Ya Maulana,
kendi ini di tenda
masih penuh
dan manis bening.

Menggali 
ke dalam malam
rahsia kelahiran
sebutir bintang.

Aku sebuah pasu
air dan api
pada segenggam
tanah.

Canberra
13 Jun 2011

Saturday 11 June 2011

Lenggang Gelombang (Boat People)

Lenggang gelombang,
tari angin gundah
kapal tua sarat air
pantaimu berselindung.

Suara tersekat di tenggorok
lambaian kami
sebuah titik di samudera.

Kami sosok tubuh tanpa wajah
kami segenggam tanah di dalam laut.

Gelombang udara mengepul ke atas
matahari berkaca, hening
debur ombak dan deru angin menjauh
degup jantung meredup, perlahan ke dasar gelap,
rimba laut.

Kami tak melambai lagi.

Tiada requiem dan ghaib jenazah
tiada upacara
selamat datang dan kalungan bunga
atau tepuk sorak.

Kau tak perlu berkata kesat
di sini kami
tanpa pagar dan bilik kurungan.

Doa kami  lagu sejagat
kemanusiaan terhakis.
berdirilah, berdoa dalam senyap
kami, boat people,
bermakam di samudera.

Canberra
12 Jun 2011

Terima Kasih (Boat People)

Aku tak punya tenda memanggilmu bertamu
ranggi langit terbang dibawa angin
jauh  pada pucuk gelombang
membawamu ke pantai benua teduh.

Manis katamu, mententeramkan taufan laut
sejak rembulan kabur, rumah itu telah dikosongkan
orang terasing di tanah asing minta suaka
Tuhan, Engkau tetap ramah.

Kepadamu, pedal waktu itu taufik mengalir
mayang siang, kasih sayang sesama
di sini, ada juga kemanusiaan terjabar
tanpa minta datang menghidang.

Canberra
11 Jun 2011

Friday 10 June 2011

Masapol, Nenek Pulang Kampung (Mama)

Kerisik kaki nenek tua menuruni jalan bukit
langit menitis doa, tabik burung terbang melintas
di sini, wajahnya tersenyum lagi, salam pada pohon getah,
nenek pulang kampung, sabar alam menunggu.

'Assalamualaikum,' kata nenek membuka pintu
air masih dalam tempayan, minyak kerosen di penjuru
nenek pulang kampung, sekarang bukan musim buah
langit malam masih mengirim mimpi.

Air melimpah, hujan turun sebagai kekasih
kerinduan bukit dan lambaian pohon bambu
air paya bergenang sampai ke pinggang
gelegar jambatan bambu telah hanyut
tapi nenek pulang kampung, hatinya puas.

Tanah sejengkal, satu musim buah berlalu
ia terpegun cengkerama orang kota
selama itu tidurnya tak pernah mekar bunga
kini nenek pulang kampung, tumis pakis ikan kering
semalam hujan lagi, rahmat tujuh tempayan penuh.

Canberra
11 Jun 2011

Terkenang (Buat AKI)

Kekadang terpergap sedang sendiri minum teh menonton tv
ingatan hinggap bagai burung cemar di bawah pohon cemara
wajah itu indah menjelma lalu menipis hilang jadi teka-teki
mengenangkan pertemuan, mencium bau dan mentari bersimbah.

Kekadang datang dalam mimpi lalu aku termangu
memburu mimpi agar digenggam kembali, sirna
antara keramaian dan keriuhan di taman sebuah kota
terkenang melihat seseorang yang telah tiada
tapi, malam ini aku mengenangkanmu.

Canberra
10 Jun 2011
*Novelis Achdiat K Mihardja Meninggal 99 Tahun

Thursday 9 June 2011

Salam Terakhir (Boat People)

Di pinggir kota, siang ini, sejarah berbisik, bertenda di langit biru
pada selokan, di pinggir tebing, laut keruh, kapal tua ini akan teruji
satu berganda dua berganda empat berganda lapan mengulang ganda
senja sirkah, sosok tubuh berhimpit, diam, sesekali terdengar bisik ibu.

Bunyi enjin kapal tua berhanyut jauh ke dalam gelombang laut
malam berlenggang, beburung mimpi pun terbang menjauh
taman waktu terapong dipukul angin lalu tenggelam timbul
air mulai memasuki dek, seekor burung laut hinggap.

Di antara gelombang laut, kapal tua sarat, degup jantung
suara-suara itu berbaur, dalam riuh angin, debur laut
tenggelam dalam patah-patah sayap doa, hening.

'Peduli apa, rasakan, mampus kamu.' katanya sambil membaca .
Ketika laut teduh, langit tenang, di sebuah pesisir pantai
pendatang tanpa wajah menunggu, sambil mata melihat tanah seberang.

Canberra
9 Jun 2011

Wednesday 8 June 2011

Selamat Jalan (Boat people)

Selamat jalan, mau ke mana kalian pergi dalam kelam malam
langkahmu sangat hati-hati, suaramu berbisik lemah
jiran masih lelap dan berdekur, nafasnya masih lena
tiada salam dan pesan, hanya seekor kucing putih mengelus kaki.

Jalan di depan tak semestinya rata tenang, laut bermusim
pemergian ini tanpa catatan, lebih diam dan menatap
tanah seberang harapan gemilang bulan purnama
kita tak pernah kenal apa lagi bersaudara, nafas mulutmu sama.

Penyelesaian kalian tak akan menghadang impian langit biru
kau genggam tanah di bawah telapak kaki dan mencium puas
di sini dan tanah seberang, kilau laut berkaca pemisah
sehelai sepinggan dan bagasi lusuh, bingung mencari arah.

Cerita kami, penumpang malam, melihat alam dari lubang tertebuk
kami kalkatu selepas hujan menyisip dari pintu dan jendela
dengarkan kami walau sekali setelah itu kami tak peduli
kalau engkau lalu tanpa menyapa dan mengucap salam.

Canberra
9 Jun 2011

Tuesday 7 June 2011

Lambaian (Ketuhanan)(Suasana)*

Aku mendatangimu kerana Allah membenarkan pintu itu terbuka
dalam nafasku doa itu terpaut dalam gelombang udara.

Kau pun menabur rangkaian doa terusik dari genta rasa
dari kental madu yang menitis di hujung lidah, manisnya zikirullah.

Oh, malam bintang kejora, aku terpanggil
dalam mimpi yang lunak, kudakap-Mu dalam tahajjud.

Canberra
8 Jun 2011

Bual Kosong (Malaysia)

jeng, jeng, kami bertiga berbual di dalam restoran.
kudengar lari cerita, teman mahasiswa, pemikir zamannya
menilik menu dan memesan, kami berserakah.

jeng, jeng, sambil makan berbual. tambah lagi, pelawanya
musim hujan. selera intelek. senyum tawar dan tatap matanya kosong.
tak sabar punya gaji dan berkereta sendiri, kata teman intelek.

jeng, jeng, rupanya kami bertiga berbual kosong
kutanya, memancing teman intelek
'Maaf, kami telah berhenti membaca jadi tak ada isu,' jawabnya.

Kota Kinabalu
2010

Melihatnya (Ketuhanan)

Kau ingin mencari jannat?
sebenarnya, memang ada
di dalam rumahmu. Di situ
pun, puas meraihnya seperti
mata air tak akan pernah
berhenti. Ketika hujan turun,
air naik, cahaya rembulan
penuh. Para malaikat senyum
memberi salam. Sapa manis
dan kasihmu, baja pada doa
yang mengalir.

Sekarang kamar ini kosong,
cahaya itu pun ikut menjauh
di lantai ini, ia pernah bersujud
lama menyentuh langit samawi
rongga nafas melafazkan doa.

Dinding-dinding ini jadi saksi
pada kata kalimat bagai taman
bunga mawar mewangi. Hanya
melihatnya di situ, satu kepuasan
pada sebuah hari.

Aduhai, setiap malam tidurmu
sudah tak lelap, kau pun kehilangan,
kerinduan itu telah membuka pintu
perih. Kunci telah ia pulangkan,
perjalanan telah pun mula tak
mungkin dikendurkan, apa lagi
berpatah balik dan menukar haluan.

Ya Rabbi, mereka terasa tak
ada damai, rembulan pun tau
kelangsungan kata itu telah
membuka mata yang menunduk.

Canberra
7 Jun 2011

Sunday 5 June 2011

Nyanyi Nenek (Mama)

Nenek berpesan,
'Tak apalah,
dari dulu nenek sendiri.
Dodoi anak, tidurlah,
malam telah jauh.
Hujan telah berhenti.'

Balas anak,
'Mak, lihat kami sekarang,
bergelang emas dan bertanah.
Anak-anak dah besar ke universiti.
Aduh, Mak, kenapa berbaju lusuh
di majlis perkahwinan.'

Cucu-cucu bernyanyi korus,
'Untuk mama dan ayah,
kami lengkapkan,
dijauhkan kemiskinan
dipohon derajat dan mewah.
Buat nenek, bukan kami.'

Maaf nak, cu, nenek makan bersepah,
berbaju lusuh, jarang mandi,
berselipar getah.
Untunglah kamu.

'Tak apalah,
dari dulu nenek sendiri.
Dodoi anak, tidurlah,
malam telah jauh.
Hujan telah berhenti.'

Canberra
5 Jun 2011
*Dikirimkan kepada Badan Bahasa Sabah Cawangan Sandakan untuk penerbitan antologi puisi pada 6 Februari 2013

Saturday 4 June 2011

Ragam* (Cinta)(Suasana)*

Aku bertamu ketika pacar inai luntur kelabu
ketika pelayaran sampai di pelabuhan jangkar dilabuh
salam diucap, kita pun berbual sambil makan
pertanyaan melantun seperti suara echo, asyik
rindu diperah, seronok, rupanya melihat sebuah pulau
membidik harapan ketika di lautan luas.

Malam pun berhanyut pecah ombak di pinggiran
tidur tersentak melarikan mimpi di hujung malam
nilai malam bukan pada kelam dan hentakkan kaki
tapi pada keramahan rembulan dan gemerlapan bintang.

Salam saudaraku, maaf aku terlupa  membuang
tanah kering dari sepatuku ketika kutinggalkan rumahmu.

Canberra
5 Jun 2011

Bualan Pagi Minggu (Ketuhanan)

Kita bersaudara, kebaikan langit juga kesuburan bumi
rosak akar pepohonan, kesakitan dan maut
kerana kasih selalu kuingatkan datangnya musim semi
bukan apa-apa, sekedar menyingkap tabir, membuka jendela
merelakan cahaya bersimbah masuk ke dalam rumah.

Mengapa merasa bersalah dan memohon maaf
kalau itu hanya sepak-sepak batu di jalanan
ketika duduk berbual kata tak berdinding
sambil melihat diri di depan cermin memenyek hidung.

Canberra
5 Jun 2011

Friday 3 June 2011

Tiru (Ketuhanan) (Suasana)*

Pernah aku mendengarkan perbualan anak
memang senang meniru gerak-gerak liuk angin dan ngeow kucing
apa lagi si burung nuri, ia pun meniru sapa orang melintas.
Di serambi rumah mereka ketawa terbahak-bahak
melihat anak pintar peka lidahnya meniru bual
orang pulang menyanyi keras di jembatan memaki kelam.

Canberra
4 Jun 2011

Hari* (Cinta)(Suasana)

Mengapa berhujan sambil
bergerutu sendiri di tengah jalan
kata-kata seperti liar angin
di suatu siang tersadai di hutan jati
sedangkan laut terus bergelora
gunung tetap bersikeras hati
ribuan malam telah berlalu
dan mimpi telah pudar 
kau seperti menatang minyak di kuali
Sesekali terpercik walau
pedihnya tak seberapa.

Canberra
4 Jun 2011

Thursday 2 June 2011

Gundah Air (Suasana)*

Gundah air, berlenggang ke muara
hujan pedalaman mengalir antara celah keratan batu
salam langit pada gunung merelakan satu perjalanan
sentuhanmu suatu kehidupan hijau masih berdegup.

Serumu memang tak ada di pusar air
apa lagi pada mata angin, yang ada genta rasa
getarannya melonjak jauh ke serambi langit
mengapa kita mau lain selain purnama.

Lautan tenang, megah gunung, gerimis langit
ada selalu gerak memberi ingat
kekadang kita pula terlupa.

Canberra
2 Jun 2011

Rela* (Cinta)(Suasana)*

Mengapa kau tak katakan masih belum terlambat
bisikan pada bintang supaya ia mengirip kerdip
pada hujan mencurah dari bukit meluncur terus ke halaman.

Dalam timbunan foto hitam putih mengendap serpihan memori
genta malam di hujung senja sesekali beriak memanggilmu
terasa kerinduan itu lapisan kabus yang akan terangkat
mentariku, engkau tetap tak berubah kasih berkurun.

Manisku, kilau zamrudmu di bintang samawi
telah lama bermukim di situ, aku merelakan.

Canberra
2 Jun 2011

Wednesday 1 June 2011

Bercanda* (Puisi)(Metamorposis)

Suatu malam penyair bercanda tentang
perkasanya alam raya dan orbit yang jauh
titian huruf-hurufnya bintang bertaburan
kerana ia ingat debu kakinya masih hinggap sampai ke lemak betis.

Dengarlah dingin air terjun, itu suara hatinya, mengalir
siapakah di kolam itu bermain air dan riang suka
sesekali air terpercik mata, pedih seronok
aduhai maksyuk, pesanmu kudengar si rimba jati
mengapa harus berlaku kejam pada burung si rajawali
apa lagi pada tegar gunung langit jelapang biru.

Maafkan sepasang mata, kau terpaksa melihat belerang perang
di meja perundingan, telah lama kedamaian itu menjauh ke bintang pleiades
ke mana kita setelah ini, siapa pun tak ingin mengambil tau
tiap objek pada tempatnya, penyair masih berdiri di paksi ini
kata-kata kehilangan makna, tapi mereka masih membodohi massa.

Berikan penyair sesaat tak akan  ia lepaskan pergi
tanpa berkata memang aku cinta padamu, oh hidup
sekurangnya penyair puas, ya Rabbi!

Canberra
2 Jun 2011

Atok (Anak)(Mama)

Atok, tubuhmu seperti akar tunjang
menjunam ke dalam sukmaku.
Kau adalah pepohonan rendang
yang tumbuh seribu tahun dalam ingatan
daunmu lebar jadi tempatku berteduh
ketika loceng rehat berbunyi,
kau menungguku datang.
Ketika aku rindu
melihat langit malam
senyummu terpahat pada 
bintang-bintang gemerlapan
Atok, kau datang dalam mimpi
bulan kunyit cempaka.

Canberra
30 Mei 2011

Sebentar, Sedang Berfikir (Suasana)*

Di pinggir sebuah kota ada banyak lorong dan jalan memintas
tiap hari ada saja berjalan santai, cepat dan berlari
mereka mengahwini siang dengan hatinya masing-masing
mentari pun tak pernah mengomel, jelas selamat pagi terucap
kita pun tak pernah bertanya apa lagi curiga, pada sebuah salam
Siapa mereka yang berkeliaran pada siang yang mewah?

Di desa pun kita mengenal tiap permatang dan jalan sekerat
desaku sekalipun terpencil, udaranya nyaman dan hujannya banyak
jembatan gantung sungai berbatu, nenek tua makan sireh di serambi
kucing beranak di bawah ranjang tidur, kita tak kisah, nyenyak diulit mimpi
pohon jambu di halaman, saksi sampai ke hari tua, waris turunan
Ada bertanya siapa yang tinggal di hujung desa, tok miskin tanpa saudara!

Kita  diam-diam di dalam kelam berbual sampai dekur malam
di opis, di taman, bilik air, malam pengantin, mesyuarat atau sedang kuliah
kalau mulut diam tapi jari-jemari asyik mengetik sms
mengapa berkeluh-kisah, tiada lagi pendengar yang akur
tapi di sini sudah lama kejujuran sirna dan saling membantai
aduh, mereka menyukai dusta, seluruh urat nadinya protes
dan dukanya sepanjang malam. Tapi kini jadi lumrah,
di wajah dan gerak tiada yang ganjil telah sebati.

tolong jangan berdusta nanti ketagih, kelakar seorang professor
menyerahkan tugasan kepada sekelompok mahasiswa
-memang sudah begitu,  bagaimana mau diubah!

Canberra
2 Mei 2011

Mawas Diri (Suasana)*

Bagai rumpair
dibawa arus ke laut lepas
lebih baik diam, murka guntur
akan meredah
ketika dirimu terdesak
awasi permainan liciknya
tak ada rasa saudara
kalau mereka mendua bumi.

Ketika amarah meletus
baik mengungsi diri
walau ia telah bermanis muka
tak akan mengendur
dendam mereka
senjata mereka dusta
kebenaran itu tak akan
dapat diputar belitkan

Sekarang
bicara mereka seperti berkhutba
sekalipun di dalam hati
masih pada keramaian.

Canberra
2 Jun 2011

Tuesday 31 May 2011

Tenang Buatmu* (Cinta)(Suasana)*

Lincah anak ombak bermain di pesisir waktu
semakin kecil deburnya dan rembulan pun menjauh
kalau aku melintas di halamanmu tanpa menegur
bukan kerana aku berpura-pura telah melupakanmu.

Tidurmu aman bermimpi tentang negeri yang jauh
kau telah melepaskan tali meluncur ke tengah samudera
di desa, bebayangmu tertinggal, jauh dari keriuhan kota
jarang bertemu-janji, kalau tidak di kamar, pasti di wad.

Kausedut udara langit tengkujuh
kau tak merontah dan mengomel. Kesakitan
dan kebosanan, adalah daerah kau ingin tawan
dan kau ingin mengucap salam sebelum berlalu.

Canberra
1 Jun 2011

Taksir Angin, Dedaunan Kering* (Cinta)(Suasana)

Musim dingin. Aku menaksir larian angin
dedaunan kering bagai bala tentera siap dikerah.
Dari jendela aku menonton persiapan hinggar-bugar ini
trompet telah ditiup di lapangan sepi, mendung langit.
derap kaki bala tentera bergerak dalam satu semboyan
pada bumi berdentum memeka gegendang telinga
dentam langit gemuruh sebentar nanti perang akan mulai.

Tiada cinta di mata, kasih-sayang pada hanya di garis belakang.
Suara protes tak akan sampai sekalipun ia terbujuk rasa kasihan.

Kutarik nafas, menilik keindahan dari himpunan daunan kering
ke sana ke mari dan berhenti, menunggu arahan siap menyerbu
pepohonan seperti diam dan sepi. Kelmarin dedaunan kering itu
masih bergayutan pada ranting seperti arca musim dingin.

Hari ini tiada belas kasihan, namanya juga sebuah peperangan
raksasa, halilintar dan alam insani. Kata mereka peperangan ini
merelakan tipu muslihat, kemenangan, berkibarnya bendera.
Angin mati. Gerak di lapangan berhenti. Hanya degup jantung.
Gemuruh, debarnya semakin keras seperti dermaga akan pecah.
perintahkan, biar pergolakan maut bermula di titian zaman.

Di lapangan sepi dan lembab. Ia berkeluh kisah.
Bumi, kau temanku, terlalu romantis saat begini.
Segenggam bumi, pengorbanan tanah liat kering.
pengorbananmu dari permainan licik yang kotor.
Kupejam mata, terompah waktu bergerak selangkah. 
air di pergunungan masih murni menuruni lembah.
Satu kata tak cukup menyatakan syukur.

Canberra
1 Jun 2011

Sunday 29 May 2011

Ho Chi Minh (Lanskap)

Menerpa selangkah di kotamu, menjelang senja
perlahan-lahan Ho Chi Minh berhias dan berdandan
lampu-lampu neon, bangunan kolonial lama, gereja yang sepi
bau sup menipis ke udara sambil mata melirik langsir merah dan kuning
malam turun, lorong-lorong empunya ceritanya
perang ke sasar jauh yang ada perjuangan merentap hidup
di pinggir kota, turis US memakai T-shirt,  I Love Vietnam, tawar-menawar
ketika kutinggalkan pasar malam, ada wajah-wajah berkopiah
lalu bagai bebayang di pesta keramaian, terasa sekilas
langit malam itu tak berbintang, dijalan pulang derapku melemah
malam itu aku bermimpi, mendongak ke angkasa,
naga-naga mulia itu memang terpanggil mau bersahabat
aku tersenyum menunggu musik tarinya dimainkan lagi.

Ho Chi Minh
Awal Mei 2011

Catatan Malam* (Indah)

Tiap malam kubisikkan ke telingamu suatu doa
tak usah kisah seram dan khianat jadi hiburanmu
apa lagi keseronokan dari dendam dan kezaliman.
Di sini dinginnya sampai ke sendi tulang sum-sum
esok, rayaumu pasti menjernihkan langit dan lautan
rembulan dan mentari, adalah mahkota zamrud pilihan
cahaya dari langit benuamu dan pecah ombak laut biru.
Bukankah doa itu meredahkan tofan dan samudera lautan?
Cinta telah menawan tanah gersang dan daerah rawan
bukan dendam jerebu belerang membebaskan sukmamu.

Canberra
30 Mei 2012

Sentuh* (Indah)

Kita telah menyentuh langit
dengan telunjuk menyingkap
rahsia sebuah malam
menghampar siang
di permukaan lalu
mengumpul bait-bait
puisi dalam sukmamu.

Di sini kita berpisah,
bintangmu pun bergerak
dalam jalur-jalur sejarah
katamu, tiada pilihan,
selain menembak tepat
pada sasaran lalu beralih!

Canberra
29 Mei 2011

Catatan Musim Gugur 1* (Indah)

Daunan kering menggenggam ranting
pepohonan musim gugur bagai tak
ingin melepaskan selamat tinggal
keramaian burung kakatua putih
terbang rendah, mendarat di halaman
langit jernih matahari condong ke barat
cahaya lembut menyentuh kamar tidur
di rumah ini perhiasaannya tetap sama
sofa berbaring dua ekor kucing burmese
tetap manja dan mencium-cium bagasi,
kasut dari perjalanan pulang yang jauh
lukisan abrogine masih pada dinding
secangkir kopi di meja tak tersentuh
di ranjang tidur aku bercanda sendiri
biarkan aku tidur nanti kuceritakan
kepadamu.

Canberra
27 May 2011

Saturday 28 May 2011

Musafir (Ketuhanan)

Tamu lewat di suatu malam musim panas
kedatanganmu tak disangka kembang kenanga
sinar matamu rudup bicaramu musafir lelah
lalu minum segelas susu berbual kota yang ranap
bumi merekah mimpi gerun bulan terhiris
ditanya sudah ditemukan peta yang hilang
bualnya semakin lemah, kisah terhenti
ditunggu esok, musafir masih di ufuk mimpi.

Kota Kinabalu
24 Mei 2011

Panah-Panah Hujan* (Cinta)(Suasana)

Panah-panah hujan telah
dilepaskan dari langit
menjunam ke dada.

Mengenangmu dalam
debur-debur ombak
panah-panah hujan.

Salam pada mata angin
desirmu dirindu-rindukan.

Bukankah sungaimu
telah mengalir jauh
ke serambi hati?

Bayanganmu
di tepi selokan
cukup tiga kata
harum kembang
bunga lilly.

Kota Kinabalu
24 Mei 2011

Burung Tiung*(Antologi Kuntum Kasih, Diselenggarakan Kathirina Susanna Tati, Metro Media Publications & Services, 2013)



Burung Tiung
telah diajarkan padamu bahasa kasih
lembut bagai air mengalir di celah batu.

Burung Tiung
telah pandai mengucap salam
kau pelajari qasidah rindu.

Burung Tiung
selalu ada orang bersenapang angin
kembalilah ke rimbamu.

Kota Kinabalu
24 Mei 2011

*telah terbit dalam antologi Kuntum Kasih diselenggarakan oleh Kathirina Susanna Tati, Metro Media Publications & Services, 2013.

Hanoi (Lanskap)

Tiap mata yang baru pertama melihat menceduk segala
jalan memanjang ke jantung kota gencar, tak ingin tertinggal
mendung perak berlinggar di kepala, sawah jelapang hijau
keramaian bagai berlumba mengejar makna dari satu perjuangan.
gadis penjual bunga mawar merah jambu lalu berbasikal
sambil menghirup pho ga, lidah mengecap hiris lada dan daun ketumbar.
langkah kaki  dari lorong ke lorong Hanoi di musim panas
kulihat jendela, bangunan lama, bertingkat, beranda cat yang tertanggal
pagi itu, terjun ke dalam air ikut dalam tari naga thang long water puppet
dalam hinggar nilai dollar masih ditemukan kelembutan
sungai mekong dan sungai merah mengalir damai, hamparan sutera
wajah-wajah bunga lotus saksi juang tanpa kendur, dan getaranmu bersentuhan.

Hanoi
12 Mei 2011

Tanyakan Pada Hati, Gunung Kinabalu (Lanskap)*

Tanyakan pada hati,
keindahan Gunung Kinabalu
banjaran crocker
tulang belakang ke langit
udaranya
bagai harum bunga mawar
kau tetap perkasa.

Keramaian rimbamu,
dari timur ke barat, utara selatan
bumi tak pernah sunyi
kembang bunga tak bermusim.

Kehebatan berabad
doa terkabul
berkat turun-temurun!

Gunung Kinabalu
melindungimu adalah
mengagungkan-Mu.

Ranau
10 Mei 2011


Sungai Kinabatangan*(Antologi Kuntum Kasih diselenggarakan oleh Kathirina Susanna Tati, Metro Media Publications & Services, 2013)

Sungai Kinabatangan
lenggangmu buaian rindu
beriak ke tebing
mengalir dari masa silam.

Pertemuan di musim buah
perpisahan di musim tengkujuh.

Dukalaramu
jalan berlumpur
titian batang rapuh.

Pohon kayu ratusan tahun rebah
tenggelam di urat-urat nadimu.

Sungai Kinabatangan
masih bernafas dalam kanca waktu
tangismu peringatan abadi
tak akan meredah.

Sandakan
10 Mei 2011

**telah diterbitkan dalam antologi Kuntum Kasih diselenggarakan oleh Kathirina Susanna Tati, Metro Media Publications & Services, 2013

Menunggu Hari Puisi Buat Juriati (Dedikasi)


Kucing jiran diam-diam beranak di penjuru beranda
ayam jantan berkokok, telur telah menetas di semak dekat pohon nangka
kekadang ketenteram siang terusik hujan turun dalam hawa panas
tiap gerak pada urutan waktu menyingkap rahsia pada penungguan
kulihat kau gundah mengulang-ulang menghitung bintang
laut pasang, sesekali percikan air jadi kocak berwarna, di langit bulan penuh
terasa alam pun resah, gempa di perut bumi, sebentar lagi susur air jadi sungai mengalir
sebentar nanti engkau dinobatkan, mahkota itu meraihmu seorang ibu anak pertama
dalam gusar kami menunggu, namanya telah diberi, Muhammad, di lantai bumi dan langit telah kami hias
hening kelam dan manik-manik cahaya doa terus mengalir ke muara laut teduhMu.

Kota Kinabalu
9 Mei 2011

Ranau*(Antologi Kuntum Kasih diselenggarakan oleh Kathirina Susanna Tati, Metro Media Publications & Services, 2013)

Aku memang mengenalmu sebelum ini dalam senyap malam ketayap
dekur lembah gunung setenang laut selepas hujan, dingin mengusik
bulu roma kekasih yang bertandang, zikir illahi meluncur dari lidah para mutaki.
Gunung Kinabalu di waktu pagi, bagai goresan garis dan sapuan warna menggoda
air terjunmu melegakan dahaga seorang musafir di laut senja.

Siapakah perindu pulang mencari kekasihnya lalu menghamparkan
kata-kata indah bagai gadis bersanggul, terhurai, lalu air menitis dari
perdu kasihnya. Kata bersambut dari malam syahdu kini bermukim di situ
jalan kecil di lereng bukit, degup nafasmu hinggap di daun lembiding
aku masih berkirim salam kerana kau masih di situ.

Ranau
9 Mei 2011

*telah diterbitkan dalam antologi Kuntum Kasih diselenggarakan oleh Kathirina Susanna Tati, Metro Media Publications & Services, 2013

Sandakan (Lanskap)

Kudatangimu,
di situ ada sumur
yang tak pernah kering.

Buli-buli Sim-Sim pernah
Mat Salleh duduk berunding.
Pulau Berhala gadis malu
saksi kota yang tetap gelisah.

Dulu, injin kapal balak
merakit menyongsong malam
di lautmu, Sandakan.

Ke mana si burung layang-layang menghilang?
Adakah ketenteraman guanya telah sirna.

Bukankah kau selalu memberi seluas langit
dan tak pernah membantah.

Sandakan, di situ, sarangmu berpulang.

Sandakan
9 Mei 2011

*ITBM (Bahagian II)

Kota Kinabalu (Lanskap)




Di Kota ini aku duduk
mengenang Mat Salleh,
seluruh kekuatan teruji.
Perairan dan membina
kubu, tipu muslihat dan
siasat. Pengkhianatan dan
pengepongan sejarah terhukum
pemberontakan tumpas
pergorbanan tanpa pembelaan.
Kota Kinabalu, Pulau Gaya,
adat muafakat dan berunding.
Pembualan santun manis kata.
Dari saksi sejarah tersulam firasat
mencipta langkah dan peringatan
Catatan masa akan datang.

Kota Kinabalu
9 Mei 2011

*Antologi Hijrah 2013

Desa Terapung Halung (Lanskap)

Desa terapung ini di laut tenang
di celah-celah jajaran pulau
ada kapal-kapal penumpang
bermalam
mengumpan mimpi.

Orang desa terapung telah
meninggalkan masa silam
menjolok buah impian.                                                                                                              
Di sekolah terapung ini
anak-anakmu belajar ramah
pada turis.

Halong
laut dan langitnya
nadi yang berdegup
indah.

Halong
April/ Mei 2011
*AP Volume 1, 2013



Sunday 8 May 2011

Perempuan Tua (Lanskap)

Kami berbahasa isyarat dan gerak kerut pada wajah
pada pohon tiga sangkar burung tergantung
jalan legang di waktu pagi
perempuan tua kutemui di selekoh
tersenyum dan jejarinya meminta perhatian
katanya usianya menjelang seabad
Hanoi tetap ramah
perampuan tua ini, dandanan kota.

Hanoi
8 Mei 2011


Lalu Lintas (Lanskap)(Suasana)

Ini pertama kuhirup damai musim panas
lorong-lorong bercanda aku tamumu
hirup-piruk lalu lintas bau sup dan daun herba
dalam gemuruh bunyi horn aku nekad
mencuba melintas sebuah jalan kota Hanoi.

Hanoi
8 Mei 2011

Gadis Kecil (Lanskap)

Malam, dinding kota berpeluh
di pasar malam aku melunakkan degup jantung
di antara keramaian, dagang, dan hawa malam
apa yang dicari di malam terakhir, sebuah hadiah
dari jauh. Datang ramah si gadis kecil
jual kipas tawar-menawar. Bau hujan di udara, kuseret
'dari mana? Malaysia? satu...dua puluh ribu dong, pak cik.'
Tergoda antara kipas dan ramah bahasa
di jalan pulang, bau mangga dan durian berulit.
Malam ini  Ho Chi Minh terasa dingin.

Ho Chi Minh
Mei 2011

Mama* (Indah)

bendul waktu telah jauh surut ke tengah laut
mentari mencair di horizon senja aku termangu
telah lama lenggang-lenggok air mengalir
pohon cemara di danau rembulan masih di situ
ingin kuhimpun sejuta bintang gemerlapan di langitmu
biarkan malam berlalu bukan mimpi gerun dan hiba
masih terucap cinta dari hening air matamu
kuhimpun kata teranyam dari taman doa samawi
kalau ada mengusik ketenangan lautan fikir
bebayang semakin panjang di sini belum tersingkap
langit biru dan membasuh debu di kedua kakimu.

Kota Kinabalu
8 Mei 2011

Imbas (Lanskap)

Kucarimu di pepohonan rendang
padang rumput, desa di pinggir senja
jalan-jalan kecil ke kampus, telah
lama tiada. Pernah di lapangan itu
suara kita bersikeras, pidato meletus
pencerobohan tercabul di Afghanistan.
Suara-suaramu lekat pada imbas kenangan.
Memandang langit, permatang sawah,
bukit genting, dalam samar cahaya menuruni
perahu ke pantai impian ini, di malam pelarian.
Keratan bukit, rimbun runtuh, jalan mati
dan putus. Pohon getah dan durian rebah,
desa yang hilang, tanah rekah dan tercalar
aku masih sabar mencarimu sahabat silam.
Kampung Seronok, Batu Maung, Balik Pulau
jadi sentuhan rindu bagai hujan gerimis.
Pulau Jerejak dan Harimau memintal mimpi.
Perahu nelayan ke sasar jauh dan lenyap,
jalan-jalan baru dan rumah-rumah tinggi
diberi nama. Kau telah lama berubah,
wajahmu yang pucat, mata yang lesu
kita sempat bersapa dan berjanji pada
satu pertemuan lain yang tak mungkin.

Kampus USM
5 Mei 2011

Singgah Sebentar (Lanskap)

Kutiba di halamanmu
baumu memang harum aku memang biasa
kuhirup udaramu dan aku luntur
dalam warnamu dalam sekerdip mata
di rumah warisan aku berteduh
meresapi getaran dan genta rasa.

Klia/Kuala Lumpur
3 Mei 2011
*AP Volume 1, 2013

Langkah (Lanskap)

Aku meluncur ke dalam siang
dari langit aku melihat kotamu
ketika aku melangkah masuk
ke dalam rongga nafasmu
kau buka tiap pintu 
aku pun tak merasa takut.

Menuju Ho Chi Minh
26 April 2011

Wednesday 20 April 2011

Masih* (Indah)

Sampai bila pun ia masih sebutir permata kilau-gemilau hijau
di jalan pulang antara dua bukit memandang ke depan langit sirkah
talian nafas itu masih ia berdenyut, nama-Mu madu yang menitis.

Telah ia lepaskan beburung balam meluncur jauh ke dalam malam
air yang diminum di kolam oasis masih bening dan manis
ia sebut-Mu dalam selaksa zikir dalam hening dingin bintang kejora.

Canberra
20 April 2011

Sekilas Titik buat Awang Karim Kadir (Dedikasi)


Katamu kerinduan ini bagai langit terhempas pulas debur guntur panah kilatan
di bumi mana engkau berada, derap kuda perkasamu menerobos ke jantung lembah nanar
kita tak pernah bertanya sekiranya danau itu telah tertuba, sungai mengalir gelisah kering
siapakah di tengah taufan salji kehilangan arah ketika malam tiba ia terus menyebutmu
musim kemarau telah berakhir sekarang hujan semi di pergunungan dan sekelilingmu
ayuh, apa lagi yang kau tunggu, berpegang pada takdir, terpa ke depan, semboyanmu kasih sayang
masihkah engkau ingat sepuluh kalimat yang dilafazkan, suaramu didengar di bintang suriya
meskipun kakimu masih di bumi hatimu menawan tujuh lapis bumi tujuh lapis langit pasrah
pasang telingamu pada lantai bumi, dengarlah derap kaki itu semakin dekat, tubal dan firaun hanggus
adakah satu kata yang dapat menyingkap tabir matamu dan mematahkan palang di hatimu
datanglah dengan kasih, kalimat-kalimat tertib dan sejuta kembang doa meluncur dan terjawab
bukankah musuh-musuh longlai dan tak bernyawa kerana kau lafazkan keindahan dan yang esa
mereka bisa menawan seluas wilayah, langit angkasa tapi mereka tak akan bisa menundukan
sepasang hati yang pasrah tiada Tuhan melainkan Allah, aku hanya khadim sekilas titik.

20 April 2011

Sunday 17 April 2011

Pagi (Malaysia)

Masih pagi, dua ekor ayam 
jalan berganding lalu berpisah
lalang telah memanjang
di seberang jalan di lereng bukit
dalam kolam kura-kura memandang
burung ke sasar terbang sendiri
dari rimbunan dedaun pepohonan
lincah tupai dari dahan ke dahan
di kamar ibu muda membilang hari
datangnya berita bahagia itu
angin menggerakkan
ketenangan laut beriak ke pantai
tapi, aku berkemas lagi
menunggu kapal terbang tiba.

Kota Kinabalu
18 April 2011

Warna Buat Ariah Judah (dedikasi)


Mengapa pada warna kucari makna tersembunyi
pada gemercik tari siang aku terbujuk pada warna
kutundukkan mata melihatmu dengan hati warna pada wajah
dari kembang bunga di taman, pada rimbunan hijau, laut biru dan langit sirkah
adakah kau masih di situ merenda siang mewarnakan pelangi
kata-kata yang berwarna  pada sapuan lembut dari kilatan mata
melepaskan burung merak  dan nyanyi burung tiung di persada hati
pernah kubilang suatu musim bunga kucari warna unggu dan jingga
di  sini kutemui kristal biru siang dan kudakapmu pada malam kelam
Tuhan, aku hanya bermanja pada warna, Kaurelakan.

18 April 2011

Penjual Kuih (Malaysia)

Ada dua, gadis kecil dan wanita bertudung mengucapkan salam
secebis pagi di ambang pintu, udara mundar-mandir menyapa salam
mereka sopan, santun bahasanya, aku pun bertanya kerana rindu
mata kepingin salam terjawab anugerah murni yang terucap
maaf bang tangan kiri, menyerahkan kuih sekali dengan hati mereka
salam datang salam pergi, bawalah aku biar hadir pada tiap salammu.

Kota Kinabalu
18 April 2011

Ansarullah (Ketuhanan)

Suatu pagi dikatakan padamu
alangkah murni bulan berkepak hinggap di riba
dalam zikir sujud meluncurkan titik-titik hitam
syahdu mengalir dari doa musafir
tenggelam akur pada kokok ayam jantan
di celah pohon pisang dan nangka
dicari pada hening tahajjud bukan kerana sepi sunyinya
tanpa-Mu takhta mahkota, rumpaian yang berhanyut
pada kental nafas sari waktu dihirup
siapakah ansarullah mengejar senja sirkah
sekalipun ngeri rimba, gelombang pulau,
api gunung, gempa di lembah kemarau
kerana salam kasih dan restu pengorbanan
akanku didatangimu sampai jauh
ke pelosok langit bumi yang rawan.

18 April 2011

Saturday 16 April 2011

Dua Saudara (Pasifik)

Bagaimana melupakanmu
sepatutnya kita bisa bicara
atau menyemai salam benua.
Salam pada tanah-tanah luka.
Aku terus menganyam doa.
Kau terus mendera
dan membakar rembulan
sedang ruhmu hanggus
masih kau tak peduli.
Bukankah kita masih
dianggap bersaudara,
membawa musim semi
di daerah-daerah rawan.

Honiara
17 April 2011
*Volume II

Kaca Kristal Buat Rohaty Majzub (dedikasi)


Ditanya di mana dirimu
bukankah yang
di dalam kaca kristal.
Di sini langitnya
tak ada rahsia
kerana kristal biru.
Lihatlan, dunia indah
dari kaca kristal
kerana hatinya
pun kaca kristal.
Dan diri mulai biasa
melihat dari kaca kristal.

17 April 2011

Pohon Zaitun di Tanah Palestine, buat Siti Zainon Ismail (dedikasi)


Kunci itu ada
tapi kau sengaja
melupakan jalan pulang.

Di sini pernah ada
pepohonan zaitun
berbuah banyak.
tanah di sini masih
mengenal tapak kakimu.

Rumah itu legap,
sabar menunggu
tuan yang tak pulang
rembulan dipaksa menyepi
dan nongkrong tak rela.

Biarkan mimpimu hidup
kau bawa ke mana-mana
jangan biarkan harapan menjadi pasir.

Canberra
17 April 2011


Thursday 14 April 2011

Serpihan* (Cinta)(Suasana)*

Pohon cemara kau masih di situ
senja masih bergumpal sarat
bisik puisi di tanjung masih
inai di kulit malam luntur sendiri.
Di sepanjang liuk ombak penyair
ada serpihan kata jadi huruf-huruf
terpisah dari kalimat burung balam.
Pecah santan kisah silam pasrah
wira kehilangan kata bersembah.

Honiara
15 April 2011

Nama (Pasifik)

Kalau ditanya setelah namamu tiada apa-apa
sebutkan Ahmad, lima huruf tercantum
bayangkan tanpa nama, tanpa tarikh,
tanpa bangsa dan tanpa negara.
Nama bisa silih berganti dan tunggang terbalik
sebelum pun mereka suka memanggilmu
titis embun di hujung daun,
melihat mentari dari kaca kristal
pancang gunung di langit, kicau burung kenari.
Bagaimana kalau namanya diceput
sampai tanah gembur luka hati bernanah
musuh pun punya nama
kalau tidak sebutkan satu nama.
Apalah ada pada nama
kau ditanya menggeleng kepala
kalau kau memang mau
warna, logam, asma husna.
terima kasih mama
di sungai itu aku dihanyutkan
di laut itu nama firaun tak ada apa-apa.

Honiara
15 April 2011


Tamsil*(ITBM)

Tidurlah lelapkan mata
rayaumu dibawa pulang
mari, berlabuh dalam mimpi.
Rapatkan pintu supaya
benci terkurung di luar
musuh mencari sekutu.
Pada tembuk sudah dibina
buatlah pintu kerana
ia pemisah, kami dan mereka.
Silakan masuk, pintu terbuka
ia tidak bosan mencarimu
sekalipun menjelang senja kautiba.
Di sini pula sudah lama
pintu itu terkunci
tiada pula tamu datang.
Air bening menjadi salji  cair
dari pintu masuk ke dalam
benar, kata musafir itu.
Penyelam itu sampai ke dasar
ada rahsia belum tersingkap
sabarlah kau mesti puas.
Perampuan itu mengingatkan
ada khazana belum terambil
semakin hari ia dilupakan.
Doa bintang-bintang
di pohon bergayutan
diketuk pintu marifat.

Canberra
15 April 2011

*ITBM Jun 2015

Wednesday 13 April 2011

Perdu Waktu*(ITBM)

Dunia tersingkap perlahan dan lembut
alammu di sini tenang
langit jernih azura.
Dalam mimpi matamu sebutir intan
ranum doa harum ragi bunga.
Katamu pada pulau, penantianmu itu:
nadi dari tulus kasih
sepimu bernafas mengalir
jauh ke dalam rimba malam.
Musim berganti 
genang danau hati terelus
panggilmu bagai air terjun meresap.
Di bibir malam degupmu tersentuh
rimba sanggulmu terhurai ke lautan
malammu adalah rahsiamu.
Kukirimkan harapan
pada rembulan adalah kembang mawar
sungai itu mengalir dari mata air-Mu.

Canberra
14 April 2011

*ITBM Jun 2015
*Volume II

Tuesday 12 April 2011

Mesapol, Cerita Nenek Tua (Mama)


April, 2011. Nenek tua, ke mana tak ada khabar, ia dicari dan dipanggil pulang
semak jalan ke sana masih itu juga, hutan bambu mengenalnya baik
Siti payung, nenek tua menggelarnya, berkirim pesan supaya pulang cepat.
Jalan melintas kampung lama masuk ke pepohonan cempedak, halamanmu
pohon getah di lereng bukit dendam rindu sentuhan pisaumu
di sini,  di jalan lereng ke bukit, lurah curam, keringat nenek tua menitis
di sepanjang jalan pulang kekadang nenek tua mengomel sendiri
pohon cempedak, rumpun bambu, limau kapas akur rencah nenek tua
pertukaran musim semankin menembus liang hati
sekarang kehilangan nenek tua mencatuk ria hutan pepohonan getah
suara dan cunggap nafasnya dan omelan di awal pagi kini telah tiada
apalagi salam nenek tua mengabur ikut, meliuk, lalu menjauh
kerinduan pada nenek tua kekosongan dan kehilangan hutan halaman rumah lama.
Di suatu pagi cerah, datang berita merayau-rayau mencari nenek tua
bertanya khabar dan berkirim pesan ke rumah lama di lereng bukit
kalau ketemu, kata pegawai kebajikan
katakan kepada nenek tua,  datang ke pejabat Daerah
kami ingin berbuat-bual dengan nenek tua.

13 April 2011

Bunga Melati* (Cinta)

Biarkan ia tumbuh dari tanganmu
bukan apa-apa hanya tanah empuk benih melati
kujirus air dan celik mentari
usah merasa bimbang hanya sejambang bunga
menyenangkan pada hati yang sayang
tumbuhnya memikat langit indah
bunga melati kusuntingmu
menjelang purnama
kuletak bunga melati di atas meja
kerap kupandangmu
ingatkanku hadiah dari Allah.

12 April 2011

Menukar Cara (Ketuhanan) (Suasana)*

Mengapa kita cepat menghukum
Demi enaknya  bicara tanpa diundang
Apa yang disangsikan kepulangannya
Di sini orang membuang perdu, memotong akar
Tapi bicara bagai guntur dan panah kilat
Membakar hanggus semai di ladang
Lembut bicaramu menawan hati yang liat
Doa-doa, memutar angin membawa layarmu
Ke palabuhan senja.

Kalau tak menghukum kita menilai
Alas kakinya ketika naik ke mimbar
Kerana upah begitu kau sanggup menjolok rembulan
Lagi lahanmu bukan dari kasih-sayang
Yang tumbuh adalah api membakar
Rimba hanggus tanah menjadi pasir
Langit sirkah salam benua.

Canberra
12 April 2011

Menamakan* (Cinta)

Aku bayangkan doamu di malam kemuning
engkau dinamakan kerana kasih
purnama tumbuh lahirlah suatu penantian
di situ, ada rahsia pada pohon cemara
semakin sepi rimba dirimu, menjauh ke lembah musim.

Sebenarnya kau tak pernah menjulang impian itu
kau mendodoi tentang rumpun hijau
kilatan matamu bagai langit merendah sayapnya,
lalu berdoa memaknakan tindakan
esok, janji itu genap, ia pun lahir.

Aku tamumu di sini
merenda siang dan mewarnakan
nanti mentarimu menata lahan baru
entah di bumi mana tenang sungaimu berhanyut
sekarang, aku pula menamakannya, mubarak.

Canberra
12 April 2011

Mesapol, Hidangan Kasih (Mama)

Lama kita tak ketemu lalu bersalam
Nasi dihidang kita makan bersama
Siang pun berkeringat, tanahmu masih ramah
Pada bekas-bekas jalanan di lereng bukit
Kau menerima tamu dan memberi
Di sini orang suka bermimpi
Kalau tidak hatinya disayat-sayat.

Aku terus bertanya kerana asyik
Tiada jawaban sekalipun laut biru
Senyum mekar bunga kemboja
Kami diulit rasa saudara
Waktu luntur di tapak tangan
Mengapa mengadai kasih
Lalu membuat pintu meminta upah.

Maaf, kata orang jauh
Malam ini aku pulang
Nanti aku datang lagi
Mendengar cerita dari lidahmu sendiri
Kita masih saudara
Datanglah ke rumah lama
Kerana ia mengingatkan riamu
Pada pohon bambangan dan nyanyi pohon bambu.

12 April 2011

Kasut (OZ)

Di sudut almari ada sepasang kasut
kesabaranmu seluas langit siang
kesetiaanmu air terjun mengalir deras.
Kita telah mengharungi gelombang
Jalan-jalan sunyi di perhentian terakhir
mendatangi daerah-daerah rawan.
Luka-duka disembunyi dalam derap.
Pada bintang-bintang di waktu subuh
bila senja tiba kau tak pernah bertanya
di lapangan sunyi kudirikan khemah.

Dingin hujan merembes pada debu-debu
di kulit wajah, tapak-tapak yang haus
masih kuseret langkah kaki yang lelah
menerpa ke jalan lereng-lereng bukitmu.
Malam sunyi langkah-langkah mengusik
tidur nyenyak desa-desa di pinggir pantai
atau ibu yang tua belum tidur di serambi.
Kedatangan ini gilapan kasih, aku telah
berjalan jauh mencarimu ke mana saja.

Sepasang kasut aku telah bersamamu
menjalani tanah lumpur batu kerikil
memasuki hutan liar, di sungai duka
mengharung tofan ke pulau-pulau jauh
berjengket di desa-desa tak bersahabat
di lembah pergunungan yang dilupakan.
Berpergian sendiri di tepi malam, kau
masih kekasihku, bersama menoreh
siang dan memeras rindu di celah hati.

Canberra
12 April 2011

Thursday 7 April 2011

Malam Uzla*(ITBM)


Kau telah tiba
di pelabuhan
malam mulakat
mimpi miris
mencuri lelap
di ranjang renjana
lirik  mata
tari terjang gazel
melipur lara
renjis air mawar
pada wajah malam uzla
lalu kau rincis
rindumu pada
malam merintik.

8 April 2011

*ITBM Jun 2015

Memaknakan (Iklim)(Suasana)*

Hujan telah berhenti, aku akan mengatur langkah
pesan kelelawar telah kusambut, panggilan si burung merak pula
aku mulai menafsir gerak angin, malam mubarak, tari dedaun
kusingkap siang, keindahan sempurna, cahaya berkaca
aku ingin jujur pada gerak dan nilai pada sebuah kata
aku masih bernafas maka kugauli waktu menemukan pati.
Maafkan, kelancangan sepotong lidah, kekadang aku asyik melayaninya
ambilkan bejana, biar kuminum, sebentar nanti aku berpergian.
Sebenarnya tak usah terlalu dalam bertindak, sederhana pada segala.
Akhirnya aku mengerti sepotong ayat, kalau ada pintu masuk tentu ada pintu keluar.

Honiara
7 April 2011

Hati Tamyiz*(ITBM)


Alangkah baiknya
benih-benih fikiran
tertimbus tumbuh
condong ke mentari
sekelip selaksa daya
mengangkat martabat
insan runtuh
menjadi debu belerang
yang anihnya
kita masih asyik
melepas serigala
ke dalam rimba
hati-hati luka
ketika akar ilmu
menjalar ke jantung langit
dosa-dosa pun mengepul udara
dalam pembuluh darah
mengalir harapan
dan sebuah takdir
salam malaikat
mengapa menimbus
kebenaran yang sahih
sedang hati telah tamyiz
pintu langit
telah terbuka luas
dari masa silam
tanyamu disambut
sekarang tak usah
berlakon algojo
dan pendera zaman
jawaban itu sudah tersurat
para malaikat
mundar-mandir mendoakan
para mutaki
hujan semi marifat-Mu
terus membawa
khabar samawi
ke bumi gersang.

7 April 2011

*ITBM Jun 2015

Unggu* (Cinta)

Tidurlah sayang, kutitip purnama dalam mimpimu
pancang kata-kataku memagari kerinduan yang kental
malaikat turun tamu yang membawa khabar
salam kurnia lembah hijau musim bunga.
Aku terus menenun doa kain sutera sulaman
dipilih warna unggu kerana aku mencintaimu
laut kami dipertemukan rembulan tergoda
pada sapuan langit biru dua hati bersujud.
Di lapangan ini kubuat tenda dari malam tafakur
dalam sunyi lapisan itu tersingkap satu demi satu
aku pun tak sendirian derap langkahku pasti
pesisir pohon kelapa, tenang laut biru, pantai pasir putih.

6 April 2011

Mesapol, Sapa Dan Salam, Puisi Buat Juriati Bakri


Dari pagi nenek tua menatap rumpun bambu, pohon cempedak, limau kapas
salam pada langit biru kerana mengusir awan mendung menjauh ke pedalaman
menarik nafas panjang mengendur perlahan dan terasa segar
kilat matanya pada pepohonan hijau, jalan ke bukit, semak-semak pohon getah
alam merelakan nenek tua sibuk-sibuk mendandan, menghias halaman.
'burung punai bertenggeklah di ranting itu biar nanti tamu nenek bisa melihat.
monyet bergayutlah dari pohon ke pohon, di sini selamat tak ada pemburu bersenapang.
bau hutan di waktu pagi, minyak wangi dan odor yang menyenangkan
usah bersedih pohon bambangan kalau kau tak berbuah, nenek maafkan.
wah, rumpun bambu, engkau masih sihat, sayur rebung gulai santan.'
matahari tersenyum mengenyit mata pada nenek
di anak tangga nenek berdiri puas, katanya perlahan,
alhamdulillah sambil mendongak ke langit.
ketika angin diam-diam melintas, mengusik tin-tin kosong
mencipta keramaian, kesunyian pada nenek tua terhibur
sepi lebur dalam danau sekilas.
kini masa berangkat ke bukit, biar awal menunggu dari ditunggu
di bawah pohon cempedak nenek tua menanti
matanya memandang ke bawah bukit menunggu tamu tiba.
rasa sabarnya telah kebal, alampun mengenal
sekejap-sekejap ia melihat ke arah rumah lama di kaki bukit,
semuanya siap berdandan dan berhias, tinggal menunggu tamu tiba.
nenek tua duduk, berdiri, berjalan, matahari pun kasihan,
sambil menulis-nulis di tanah pasir dengan ranting kayu kering
huruf-huruf abjad, cuba-cuba menulis namanya.
tamu masih belum datang, sabar kata angin melintas nanti kubawa khabar
embun telah lama kering matahari duduk di pundak nenek mengulang kata
ia tak mungkir janji, ia tak mungkir janji, nenek menuruni jalan pulang.
sunyi terusik sesekali tin-tin kosong bergegar ketika angin mencela
sabar kalian, tamu nenek pasti datang, dari jauh kereta datang mendekat
perlahan, mencari-cari pohon cempadak, janji penungguan itu.
sebentar nanti alam menjadi saksi, sepi hinggap pada nenek tua.
'nenek, nenek, nenek...' suara itu mendekat, nenek tua bangkit membalas
nenek fikir kau tak datang ti.... alam pun meramaikan. mereka berpelukan.
tadi ketika cucunya ke rumah lama, coret-coret nenek dengan ranting kayu
masih di situ dekat pohon cempedak.

6 April 2011

Tuesday 5 April 2011

Guru (Malaysia)

kalau kau tanya ia seorang guru
ingatan itu menerpa pantai tak beralas
berdebur, bukan siksaan bagai buah yang tertebuk di pohon
antara langit dan bumi hanya garis lintang memisah
kalau aku katakan memang aku pemalu apa lagi bertanya
bukan bulan kesiangan tapi siang kucup bunga matahari
kilat-kilat cahaya di permukaan kolam
semakin jauh ke dasar pun ada tersimpan rahsia
wah, rupanya aku sudah lupa lagu bintang kecil
kudera lembut kenangan ini
sebelum loceng berbunyi aku meriah mendengarmu
kisah kancil, arnab, kura-kura, harimau, buaya
memang, akupun sepintar, sejaguh, setangkas hero.
Lawanku berkata, mengenal huruf dan nombor menyingkap peti pandora
kerana unggun api Promotheus tersiksa.
kau mengajarku berkata benar, celakanya berbohong
sudah biasa, orang pun tak mau berkata apa-apa
kebenaran mahkota yang hilang, diminta pengorbanan.
di lembah perjuangan, kisah purba ditangiskan, kehandalan wira
kau mengusikku dengan kisah-kisah seribu satu petualangan
bila siang tiba ia meninggalkan kota tradisi pergi berburu
bila malam tiba ia bebayang raksasa tersiksa dari belenggu.
sekarang aku tak malu bertanya, masih pendengar yang baik, terima kasih.

Canberra
6 April 2011