Tuesday 24 September 2019

Jerebu

Langitmu dalam diam
katamu kapan hujan dari gunung akan turun
mendung jerebu sepanjang siang
gema suaranya mati di pengkalan
hutan-hutan berubah wajah puing-puing rapuh
senyap dan sepi sampai jauh ke pedalaman
lidah api belum berhenti, masih membakar
raksasa itu tak peduli
raksasa itu kebal
keresahan hanya di permukaan air
jerebu menyerap ke dalam liang paru
kemarahan tak bersempadan.

Kota Marudu
Sabah September 2019






Tuesday 17 September 2019

Suara-Suara Merdeka

Ada suara yang mengiyang mencari sepasang sayap
dipasang pada tubuh dirinya.

Lalu sebiji bola bergolek di tanah rata dengan kelajuan cukup
hebat melambung ke udara seperti ada tangan yang
menyambutnya dan meletakkannya pada sudut langit menjadi
bulan purnama di ufuk barat.

Tubuh kerdil yang tadinya telanjang kini bersayap menjadi burung
perkasa mengelilinggi tujuh petala bumi.

Tiap mata anak peribumi memandang kagum. Ada jazbah dan
tekad dalam dirinya kerana ia tidak tertakluk pada musim atau
lingkungannya.

Di laut, ada gelombang membawamu jauh sampai kepulauan
yang terasing. Suara-suara itu, bukan suara yang menakutkan
atau seram.

Tapi panggilannya kasih dan ia meletakkan mahkota di hatimu.
Perlukan engkau seribu malam untuk menawan negeri rindu.

Aduhai musim bunga telah tiba, suara-suaramu tak sekeras
gema di hujung malam. Kemerdekaan bukan sebuah mitos
dan dongeng.

Tidak juga menjadi badai derhaka dan jerebu khianat.
Kemerdekaan adalah warisan dan amanat.

Suara-suara gelisah itu telah tenteram, keluar dari
kepompongnya menjadi burung, bintang di orbit baru.

*Dideklamasikan di Malam Puisi Ambang Merdeka Kedua pada 30 Ogos 2019 di Hotel Promenade.

Cerita kelapa merdeka

Anakku bertanya tentang cerita kelapa merdeka yang
tahan lasak dan kebal dari segala musim. Ia adalah sebiji
kelapa yang jatuh dari samawi di lautan bumi perseda.

Aku namakan ia kelapa merdeka, tiada benci dan dendam
kesumat, berlenggang ikut arus tanpa peduli badai dan
gelombang, lagunya sayang dan damai.

Anakku bertanya apakah cerita kelapa merdeka, legenda
Karuhai bumi kedayan, bijak dan perkasa, kasih ibu
merangkumi benua, meraih samawi.

Ya, anakku, ia adalah kelapa merdeka tanpa GPS dan tidak
dipengaruhi sekeliling. Gelombang laut, pantai dan lembah
menunggu datangnya sang kelapa merdeka, kerana
airnya manis pelepas dahaga zaman.

Tiap pantai dan pulau rindu dan tiap kalbu bertanya-tanya,
apakah isyarat itu telah sempurna.

Di malam kemerdekaan, anakku telah bermimpi, seorang
waliullah berkata pada sang anak. Kemerdekaanmu adalah
mahkota keadilan di menara tinggi, kasih sayangnya adalah
bumi merekah.

Aku berkata pada anakku, apakah kau ingin jadi kelapa
merdeka yang memberi, tidak pernah khianat dan holoba.

Kelapa merdeka akan tumbuh di mana-mana jadi pohon tak
berubah sekalipun di pulau sepi atau di bumi kenyangan, ia
tetap kelapda merdeka dan semua yang ada padanya buat
kamu.

Ya, ayahmu.

*Puisi ini dideklamasi pada Malam puisi Ambang Merdeka Kedua,pada 30 Ogos 2019, di Hotel Promenade .


Sunday 15 September 2019

Wartikah Kemerdekaan

Malam ini kita berkumpul setelah
kita jatuh bangun meraih erti
kemerdekaan.
Tia hati merasakan dan membuat
reaksi pada tiap perjuangan bangsa.

Tia momen dalam hidup ada
menjadi kenangan dan khazanah
warisan.
Yang hidup sepanjang zaman,
sekalipun ada yang ingin menembak
rembulan
mengharapkan ia gugur menjadi
komet yang hanggus di tanah tandus
sejarah.
Ketika namamu disebut, Paduka
Mat Salleh, engkau telah mewakili
zamanmu
Keberanianmu di medan, siasat dan
kebijaksanaanmu telah merubah bangsa selamanya.
Kelicikan penjajah terkandas dalam
lumpurnya sendiri.


Di tanah utara ini,  mari pejamkan
matamu sebentar,
Ingat kembali suara-suara pahlawan
silam, masih meraunng di langitmu,
dengarkan,

Sherif Osman, mari renungkan
sebentar , deru ombak merdeka yang
bergulung dari
pantai pulau Banggi sampai ke
daratan bumi ribuan pohon hutan jati.
Anak bangsa ini
bangun menyatakan jati diri, di tanah
leluhur ini, kerana bangsa yang tidak
pernah
dikalahkan adalah bangsa yang
punya mimpi dan mimpi
dan impian itu
hidup dalam jiwanya ribuan tahun.

Merdeka adalah 7  huruf menjadi
satu. Ketika engkau dengan
kesedaran maka
ia menjadi amanat yang hidup
sampai kiamat. Tiap generasi
memaknakan kemerdekaan
bangsa dengan tafsiran, tekad, janji
dan sumpah. Kemerdekaan itu
amanat dan perjuangan tanpa akhir.
Hidup mati bangsa merdeka di
tangan generasi penerus, justru itu
aduhai bangsa merdeka, dapatkah
engkau melupakan pejuang bangsa
sekalipun ia mungkin kata-kata ber-
bunga retorik, namun kemerdekaan
bangsa ini, bangsa merdeka telah
menjadi nyata, penjajah-penjajah
bangsa telah pulang, melepaskanmu
tanpa pilihan.

Di puncak  Nabalu, di dada langit
merdeka, namamu, telah terpahat,
hadiah generasi ke generasi.
Mengingatimu, Tun Mustapa, engkau
adalah jubah sejarah negeri ini, bapa
kemerdekaan.

Siapakah di sini yang boleh
menidakkan kebenaran dan
mengenepikan pejuang bangsa
Siapakah yang ingin menghapuskan
sejarah atau melumatnya di bawah
tumit kakimu dan menjadi seperti
Raja Nimrod, dengan bahasanya yang
kacau, ingin mengaburkan sejarah
atau membuat-buat sejarah?

Pernah seorang ibu bercerita,"Kita
sebenarnya bukan apa-apa, hanya
sepohon kelapa merdeka yang
tumbuh di tanah gambut di bumi
utara Ia pohon kelapa yang berbuah
banyak, isinya tebal dan airnya manis,
pelepas dahaga  tiap musafir lalu.
Kerana benihnya yang baik itu, maka
permintaan untuk buah kelapa ini,
dari desa ke desa, dari jiran ke jiran,
dari tanjung ke tanjung, dari lembah
ke lembah dan dari pulau ke pulau.
Begitu terkenalnya kelapa merdeka
ini, ia tumbuh di mana-mana, ia
menjadi sebutan orang. Mereka akan
mencari kelapa merdeka ini, sanggup
berjalan ribuan batu atau belayar
bermalam-malam demi pohon kelapa
merdeka yang spesial ini."

Apakah engkau ini jadi kelapa
merdeka, yang kehadiranmu tidak
melukai sejarah, tapi menambat hati
dalam zamanmu.
Kau akan diingat sepanjang masa.
di fajar menyinsing, di senja hari
sampai jauh di pantai
kepulauan.

Malam ini, gema gong telah lama
bergema, angin teluk Marudu telah
menyampaikan deru kemerdekaan
sampai ke laut Bangi, pohon kelapa
merdeka dari silam masih berdiri gah
seperti soldadu-soldadu generasi
alaf ini.

Wahai saudaraku, Cerita dapur awam
Si Karuhai, legenda selatan, bumi
Kedayan. dengarlah, Serigala dan
Musang selama ini kebiasaan makan
enak tersentak  dan mengalamun
kerana ada perintah supaya
kebiasaan mengambil santapan
dari pintu gudang yang tak berkunci,
sekarang ia pun telah dikunci.

Wahai saudaraku, turunlah kamu
dari dunia angan-angan, dan mimpi
ngerimu, mengapa berluka-lara,
sedangkan malam ini, khabar ini
aku sampaikan, genapnya sebuah
nubuat. Kemenangan negara
bangsa, adalah cinta damai dan
kalbu yang pasrah pada Tuhan,
Rabbiul alamen. Ayuh!Melangkahlah,
pacu kuda semberanimu. Wartikah ini
kubacakan,supaya engkau menjadi
insan yang terhebat di zamanmu.
Mengapa kamu harus tinggal di
stesyen sama, sedangkan yang lain
akan mengambil tempatmu dan berbuat
tanpa kamu sedari. Dan ketika
kamu memandang langit malam,
baru terasa  dan sedar bertapa kamu
masih mempunyai ilmu sedikit.

Wahai anak negara  bangsa, inilah
waktumu memaknakan  erti merdeka
Inilah waktumu memedam rasa dan
usah menjadi bangsa yang kalah
Inilah waktu melepaskan kuda
semberanimu di lapangan hijau di
bawah langit terbuka.
Engkau bukan generasi yang di duduk
di atas pagar
Engkau generasi terbaik di zamanmu.
Ayuh! Biarkan purnama merdeka
itu adalah inspirasimu sepanjang
Zaman.

Kudat
11 September 2019.

Puisi ini dibacakan di Kudat Malam Puisi Tokoh silam anjuran Penulis Penulis Utara.