Saturday 30 March 2013

Kegilaanmu Menyiksa (Perempuan)

Aku mendengar kata-katamu sambil
mataku menunduk ke bumi.
Kau merasakan kalimat ini patut
sampai ke telinga. Dan kau ingin
memahatnya dalam segala musim.
Bagaimana aku dapat menjawabmu,
sedangkan ini seperti membuka
peti pandora.

'Aku telah berdoa'

Impianmu
ini kau bawa ke mana-mana. Dan kegilaanmu
mulai menyiksa ketenangan malam-malammu.

Maafkan kalau aku melihatmu
komet yang hanggus
kalimat-kalimatmu yang diconteng
di langit sukmamu itu telah lama sirna.

Kau ingin kepastian tapi alam terus berubah
tanpa menunggumu.

Kekadang aku melihatmu dalam warna
hitam dan putih

Sederhana.

Lalu kau berkata, 'Aku tak bisa makan
apa saja yang kelihatannya hodoh.'

Maha Suci Tuhan Rabiul Alamen.

Kota Kinabalu
30 March 2013
*AP BBSS






Friday 29 March 2013

Antara Kita Itu Ada Jarak*(ABMMK)

Ketika aku bertanya padamu, seperti mengali
rahsia tanah
aku tak menuntut pagar halaman rumahmu
Mengapa diam si umang-umang di dalam lubang
menunggu air pasang?

Aku tak menyesali menantang anak matamu
ada letusan api tanpa disedari dan perahan air limau
yang paling sedikit membuatmu gusar.

Keserakahanmu untuk mempunyai
begitu hebat, kau tak pedulikan persaudaraan
tertendang supaya membuat laluan padamu.

Ingat, aku tak akan mudah
melepaskan yang tergenggam
tanpa bereaksi sekalipun  kemarahan ini
telah hanggus di dalam sukma.

Semalam kau tak mau menjawab
apa lagi bermuafakat, kerana kau
selalu memikirkan kebersamaan itu
menutup jalanmu sendiri.

Aku belum menuduhmu
mata pedang ini masih menjunam
ke bumi. Sekalipun ada kesempatan
aku tak akan mempergunakan senjata ini.
Masih ada waktu air yang keruh
mengalir menjadi air jernih dan pelega musim
dahaga.

Ya, Rabbi, jangan aku melafazkan
kata di luar sempadan dan bertindak
kehilangan akal sekalipun sesaat
dan sukmaku mulai menganggapnya
musuh.

Aku masih membabat hari-hari luka
dan suara ini tak akan berhenti
kau tak akan dapat berdalih dan
berpura-pura dan menyepi menjadi
batu di bukit tinggi.

Antara kita tumbuh lalang dan
semak samun yang tebal. Mendatangimu
menunggu langit medung beralih.

Kota Kinabalu
30 March 2013

*AP Bebas Melata MELANTUN KASIH, EDITOR, Othman Ramli, Sarjana Media SDN                               BHD, 2013.



Thursday 28 March 2013

Pengertian* (Cinta)

Memang alam pun ikut berubah
kalau sentuhan ini membuat kau
menukar haluan, memang segalanya
tiada yang akan kekal.

Kita mendahulukan 
yang terlalu dekat di sukma
kalau hari ini kau menjauh
dan berdiam kerana waktu telah
berubah. Datang pergi satu
generasi bersama harapan dan cita-citanya.

Ketika kita berjauhan
kerinduan mengikat malam dan rembulan
lautan dan daratan, langit dan bumi.
Setelah  aku di pinggir matamu
kau mulai merasa kepedihan
kedekatan itu jarak tapi bukan
pengikat sukmamu.
Terlalu dekat hanya
mengundang kepahitan.

Kesederhanaan itu
jalan pulang yang sebaiknya.

Kota Kinabalu
28 March 2013





Wednesday 27 March 2013

Ingatan orang kecil

Mereka telah mengatur barisan
duduk tersenyum seperti telah
meraih kemenangan.

Suaraku adalah suara orang kecil
melihatmu hati-hati sekalipun
adakalanya orang kecil keliru
melihat serigala disangka kambing.

Aku melihat wajah-wajah baru
dan lama ingin jadi pemimpin
kabilah. Sekalipun sukmanya
sangat mudah berubah musim.

Ingatan orang kecil sangat panjang
jiwanya ingin mesin perubahaan
biarkan tanah ini menaruh yakin
pada tiap langkah dan derap kakimu.

 Kota Kinabalu
28 March 2013







Sekalipun Payah Diucapkan Salam* (Cinta)

Kau tidak seperti dulu
sepi dan ditinggalkan
sendirian.

Langit sirkah
berendam dalam desamu
kau menjadi pendiam.

Hari-hari adalah perhitungan
bunyi gong meredup
ditelan bumi.

Getaranmu teresap
warnamu kelabu
yang terlangkah tak
dapat diundurkan.

Akhirnya kau
membisu dan menyingkir
deru angin
dan ombak berguling
ke pantai, santai.

Sekarang
curiga mulai tumbuh
meliar ke dalam mimpi
dan di langit terluka.

Kita tak bertantang mata
ketika duduk minum
atau berpapasan.

Sekalipun payah
ia paksakan mengucap salam.

Kota Kinabalu
27 March 2013








Monday 25 March 2013

Berbaring di Tempat Tidur (Ketuhanan)

Kau merebahkan kepalamu ke atas bantal
perlahan kau melepaskan malam ke singgahsana
impian dunia melayang jauh hingga tangan tak
tergapai. Kau melihat bumbung rumah, tak berkata
apa-apa. Sekujur tubuh terdampar, merelakan segala.
Hanya sekujur tubuh tanpa selimut. Malam ini
adalah kekasih, kau tak akan aku biarkan pergi.
Biar kudakapmu sampai ke pagi murni.Jauhkan
api belerang yang meletus dari gunung. Aku tak
pernah memintamu datang sekalipun dalam igauan.
Kuperah malam, menitislah air dari pergunungan
sukmaku ini dalam ketandusan dan kemarau.
Kau jauh tapi terasa dekat, aku sekujur tubuh
yang terlentang di pembaringan. Aku memanggilmu.
Aku tak ingin telentang di sini, redhakan aku
mendakimu sampai ke anak tangga yang terakhir.
Sekalipun otot-otot kaki ini kejang namun aku masih
mendaki. Ada yang tak perlu dimengerti. Beruntung
kepada mereka, malamnya dikirimkan mimpi. Para
malaikat menjagaimu dan menurunkan rahmat.
Ruh-ruh jahat telah terbocor sarangnya. Mereka
berkeliaran mencari bumbung dan rumah baru
dan tersasar ke daerah-daerah perang. Keresahannya
telah mengendur dan nafasnya menurut. Di dalam
kegelapan ada keindahan, tapi tak perlu jin atau
mentera untuk menenteram suatu malam. Di
sekujur tubuh ini, ia lafazkan sebuah harapan.
Dari menara itu sekawan burung merpati terbang
berkawan ke arahnya. Azan bersahutan. Dalam
kegelapan ini didambakan sepotong syurga.
Aku ingin mengenggammu. Aduhai ruhaniku,
mari, di pintu gerbang yang terbuka ini, kita
memulakan langkah tanpa sangsi dan wasangka
tumbuh menjadi lumut di sukmamu. Aku adalah
kain kapas yang kembali ke tanah. Putih dan
lembut. Sendiri.

Kota Kinabalu
25 March 2013
*AP BBSS

Sunday 24 March 2013

Mak Tua Membersihkan Bilis (Mama)


Tiap petang Mak Tua
duduk di atas lantai membuang
kepala ikan bilis dan perutnya.
Di depannya selonggok bilis
di atas surat khabar tua. Diam
dan sabar, Mak Tua membersihkan
bilis lalu masukkan ke dalam berkas.

Kepenatan kelihatan anak mata Mak Tua
tapi kehidupan ini tak boleh patah
semangat, berulang kali ia memberi
tahu pada anak-anaknya. Kita mesti
berjuang. Mak Tua jalan membongkok
sedikit dan perlahan.

Tidurnya sedikit. Ketika Mak Tua ini
merasa terlalu penat, ia tertidur
sambil tangan masih mengopak
bilis, sesekali tersedar, melihat
sekeliling dan memulai lagi.
Ia meneruskan pekerjaan tanpa
mengira rembulan telah jauh
di langit malam. Atau kereta
jiran pulang jauh malam berhenti
di tempat parkirnya.

Bilis telah dibersihkan,
fikirannya masih pada sambal,
telur dan menanak nasi dengan
santan.

Seperti solat, ketika masuk waktu,
Mak Tua terbangun sendiri. Membuat
Nasi lemak pun ada waktunya, di pagi
buta. Persiapan untuk dijual besok.

Mak Tua suka mendengar perkataan
esok. Kerana esok membawa
harapan dan penungguan hasil
jual dari hari ke hari.

Malam beredar, Mak Tua
Nasi Lemak ini masih senyap
di dalam kamar. Pekerja telah turun.
Pelajar jururawat  di Country Height
bergegas keperhentian bus.

Di atas meja kedai makan
yang selalu mendapat tempahan
Nasi Lemak Mak Tua kosong
hari ini. Pelanggannya beratur
menunggu Nasi Lemak Mak Tua.

Kota Kinabalu
25 March 2013

*Antologi Puisi Kemerdekaan

Saturday 23 March 2013

Bila orang kecil menegurmu*

Anih ketika kau sampai ke kotaku
kau datang dalam senyap dan pergi
tanpa salam.

Orang kecil tak perlu menegurmu
dan kau tak merasa penting ditegur
apalagi suara dari rakyat bawah,
kau tak ingin bertemu muka.

Bila kau meninggikan suaramu
kerana cara itu saja makna katamu
sampai dan dapat difahami.

Tapi aku suka lembut dan santai
kerana di situ ada kemanisan
dan keindahan.

Tak perlu berteriak supaya kau
merasakan apa yang aku rasakan
Dan tak perlu gerakan lebih besar
supaya aku dapat dilihat.

Usah air mata memancing sukmamu
apa lagi merayu dan bela kasihan
bukankah semua itu
lebih perasaan dari berfikir.

Aku orang kecil,
suara ini bukan dipaksakan
tapi kebijaksanaan menunggu
terlalu lama
antara aku dan kau
kita ada talian rasa dan fikir.

Kota Kinabalu
24 March 2013

Maafkan, Kalau Aku Begini*(ABMMK)

Maafkan, kalau aku tak membaca rahang
gelombang yang datang bergulung-gulung
aku melihat tanah runtuh menimbus jalan
dan membongkar akar-akar pepohonan
mendung berarak menyerap langit biru.

Maafkan, banyak berita terlepas pandang
ketika bumi bergerak aku berfirasat
berlari ke dataran tinggi lalu memandang
ke bawah. Selalu sepi sebelum kedatangan
yang lebih besar.

Maafkan, kalau aku tak melihatmu
dan tak mendengar suaramu tapi aku
tak akan melupakanmu. Ketika aku
jauh daripadamu, bagaikan aku
kehilangan mata dan melihat segala
dalam kegelapan. Tapi sukmamu
dan sukmaku masih berdegup dan
bergerak arah yang sama.

Maafkan, sekalipun perlahan aku masih
datang kepadamu, segak dan senyum
bahasaku sederhana dan kau menyukainya.
kau datang memberi salam dan aku menyambutnya.

Kota Kinabalu
24 March 2013

*AP Bebas Melata MELANTUN KASIH, EDITOR, Othman Ramli, Sarjana Media SDN                               BHD, 2013.

Friday 22 March 2013

Lelaki Itu (Lelaki)

Lelaki itu sebenarnya mahluk hampir
pupus. Sekali dicabar dan mencabar
mereka cepat mengacu senjata.

Mereka pemburu handal dan sukses
suaranya retorika dan penyayang
ketika tersinggung dan terangsang
langit bagaikan terbalik dan berputar.

Dalam dirinya selalu mendambakan
rembulan pada waktu malam dan mentari
pada waktu siang kerana ia seorang lelaki
bertindak sebagai pemilik dan berkuasa.

Lelaki itu sanggup berkorban demi
sebuah kata cinta. Ia tak akan mengendurkan
keinginan sekalipun terbukti kerugian
sampai tak terjangkau demi kemenangan.

Kota Kinabalu
23 March 2013
*AP BBSS







Suara dirinya* (Cinta)

Banyak perkara yang ia sendiri tak mengerti
dan tak mungkin mengerti sekalipun ia ingin
ia turut mengalir tanpa cuba menantang arus
lenggang-lenggok pasti dibawa turun ke muara.

Ketika ia melaung dalam sakit bagai hujung
pisau menghiris tapi suara tetap tak berpulang
kau terdekat pun tak  mendengar suara itu
menipis, menjauh dan menghilang.

Sekali suara itu dari asal sukma dilafazkan
ia pergi dan tak kembali apa lagi menoleh
panggilan itu memberikan makna sebentar
kemudian menjadi sebahagian alam raya.

Kota Kinabalu
23 March 2013

Kalau Bukan Kita Siapa Lagi (Kemerdekaan)

Pernah dan selalu didengar kata-kata ini
sebagai pembangkit semangat atau mengajakmu
mendengar pasif dan membalasnya dalam
perbualan.

Begitu banyak panggilan dan ajakan
lalu menjadi kata-kata seruan dan semboyan
di pinggir jalan atau di majlis rasmi
nama dan sukmamu terpanggil.

Ketika bangsa tergerak rongga nafasnya
pun melebar dan menandakan bayangan besok
tapi, halaman sejarah telah tercipta
kejutan-kejutan itu telah dalam pelbagai warna.

Bumi ini menyimpan rahsiamu
sampai ke akhirnya dan dipersadamu
hamparan bunga dan catatan ingatanmu
peringatan.

Kepada orang kecil yang namamu
tak disebutkan juga terkandung dalam
doa. Dan kami akan memperingatimu
kerana kau memang dekat di dalam sukma.

Kota Kinabalu
23 March 2013

*AP Sukma, Di Langit Merdeka, 2013




Tuesday 19 March 2013

Siksa dan cinta* (Cinta)

Kau menderaku
tiap malam di
kamar sepi
lalu kau masih
menyatakan cintamu.

Ketika kau memaksa
aku diam dan tak berkata.
Malam terus merangkak
perlahan hingga
turun kabus fajar.

Malam esok
seperti malam semalam
saban tahun tak berubah
usiamu bertambah
tapi sikapmu masih
sama seperti sebelumnya.

Kota Kinabalu
20 March 2013










Kelangsungan Hidup (Boat People)

Menghukum, katamu? Mata angin bergerak menurut
kemahuan
Lahar gunung meletus kerana tepat pada waktunya
langit dan lautan bergolak bumi bertahan
sejak ribuan tahun
tiap kejadian terpulang bagaimana
mata hati menafsirkan.

Sebenarnya kita semakin gundah dalam
kandang sendiri.Melihat kenyataan dari
penglihatan, sedang mata telah rabun
dan otot-ototmu telah kebas dan melemah.

Yang melihat dan merasakan
atau yang melihat tanpa berbuat
sama melihat dan duduk di atas pagar.

Menghukum? Bukan jawabnya. Yang
difikirkan dan yang dilakukan harus
berjalan sejajar. Kebenaran tak boleh
dalam samar-samar atau disembunyikan.

Aku tertegun, ketika  langkah dan
bicaramu jadi kasar dan keras. Seakan
sejarah dilupakan. Sepatutnya kita
mengambil iktibar.

Kau merasa terpanggil berkata sesuka
Mengapa kita masih berkata setelah
percakapan ditutup.

Sekali kau melafazkan perang
aku membalasmu kedamaian
kerana di situ tersimpan hikmah
kelangsungan hidup.

Kota Kinabalu
20 March 2013





Monday 18 March 2013

Buat Penyair (Kemerdekaan)


Mari penyairku, turun sebentar dari puncak Kinabalu
di sini, kita berkumpul, melafazkan nazam dan suara yang
tersirat dalam sukma.

Kata-kata ini bukan jampi sarana atau mantera

Telah kulepaskan kata-kata ke langit berkepak
lalu turun menjadi panah-panah tajam mengena
sasaran.

Kata-kata ini adalah barisan perisai di pesisir
pantai, langit dan belantaramu.

Kau telah memalu genderang perang, suka riamu
tak akan panjang.

Kata-kata ini,  kalau ia di hutan jati menjadi
harimau, jauh ke dalam laut jadi ikan paus, 
yang menenggelamkan kapalmu di perairanmu sendiri
melambung ke langit jadi helang siap menerkam
mangsanya. Ketika kita bertantangan mata, jadi sembilu 
tajam tanpa ampun.

Tapi di sepanjang waktu ia adalah kata-kata
kasih sayang yang tak akan melukakan dirimu.

Kota Kinabalu
19 March 2013





Sunday 17 March 2013

Mesapol, Kerinduan Itu Tak Bertepi(Mama)

Mesapol, igauku masih cuba menyentuh bumbungmu
sukmaku masih membumi di tanahmu
ada suara merayau dan ke sasar sampai ke anak
tangga.

Mengapa kau seakan peduli
pada kenyataan kau menyuruh dengan isyarat
menyerah dan pergi berlalu.

Tanah Mesapol di kampung lama
atau jalan ke Lubuk, biarkan lembiding
dan Pakis tumbuh subur di halamanmu
Pohon bambu, aku merindukan suaramu
berdesir dibawa angin dari bukit.

Pohon Kabayau, kau cepat membesar
bersama pohon manggis  di tanah bukit.
Satu hari nanti kupulang membawa ma.
Impianmu tanah Mesapol adalah
impianku.

Aku tak mengharapkan apa-apa dari
kalian. Langit dan bumi, keramaian
hutan di halaman telah mencukupi.
Sampaikan kepada telinga yang
belum mendengar.

Tanah ini adalah
tanah selamat. Terbanglah kalian,
di sini ada langit biru lain dari yang
lain.

Aku tak menghentikanmu ketika
kau terbang dan berbual di udara atau
hinggap di pohon-pohon.

Lebah madu, musim hujan telah berlalu
bersaranglah di pohon tinggi
di tanah kasih sayang, Mesapolmu.

Kota Kinabalu
18 March 2013
AP BBSS




Kau Lepaskan Dari Genggaman* (Cinta)

Enaknya angin bertiup masuk ke dalam jendela
ia datang kadang-kadang, tanpa dipanggil ia
menyentuhmu.

Ada kenangan yang tersimpan, telah lama
tanpa foto dan catatan. Siapakah berjalan
perlahan memasuki ruang arkib lalu duduk
melihat debu di atas meja dan sarang lebah-
lebah di pojokan.

Ia berhenti di situ sebentar. Tidak juga
ia mencari sesuatu. Hanya matanya menatap
jauh. Ini adalah arkib dirinya. Lalu ia bingkas
bangun dan keluar membuka pintu
perlahan dan hati-hati.

Aku melihat kamar sederhana ini
hanya jendelanya terbuka. Kali ini
pintu terketuk. Salam, aku angin
lautan, sudah lupakah kamu?

Yang tinggal di dalam arkib diri
akan selamanya di situ dan dimamah
dalam pergelutan waktu. Aku
pun tak mencari, apa lagi mengunjungi
atau memanggilmu kembali.

Kota Kinabalu
18 March 2013






Gerimis turun di sukma malam (Ketuhanan)

Gerimis turun di sukma malam
aku tercari-cari komet dan kejora
mata ini tak dapat menjangkau
yang lebih jauh, dan terbatas.

Tiap malam aku memandangmu
kerana memang kau perhiasan
dan kegemerlapanmu yang tak
pernah pudar. Kau, perhiasan
indah di tangan pemilikmu.

Aku bukan ikan yang
menggelepar dan tercunggap-
cunggap terdedah di udara terbuka,
masih mencari air lautan.

Kau tak ingin
kehilangan langit biru
seperti nahkoda terus
bertarung melawan badai
lalu akhirnya perlahan-lahan
merapati pelabuhan.

Aku tak ingin
kehilangan bumi berpijak.
Mencium bau bumi aku tau,
aku dekat sekali
dengan-Mu.

Kota Kinabalu
18 March 2013
*AP BBSS





Saturday 16 March 2013

Menafsir Sejarah Sendiri (Kemerdekaan)

Ia pun mulai menafsirkan sejarah
begitu yakin hingga pendengar tak
akan membantah bual dirinya.

Tiap orang memiliki rahsia hidupnya
yang zahir dan yang tersembunyi
ia adalah sejarah dari kehidupannya.

Kekeliruan menuntut sejarah
curiga dan wasangka menjadi
bibit peperangan dan dendam
darah turun-temurun.

Melunturkan sejarah
menghilangkan saksi kebenaran
mencipta kebohongan dan tuntutan.

Sejarahmu dan sejarah kami
tidak akan terkandung semua
yang nyata tetap kebenaran
yang tak boleh dijual beli.

Merampas kebenaran lalu
meminggirkan hak dan suara
kebanyakan dari inspirasi
kemerdekaan, tidak, samsekali
tidak akan dapat dipaksakan
apa lagi memaksa malam panjang
dengan bersenjatakan kekerasan.

Sejarah yang abadi
akan selalu memberikan peringatan
kepada jenerasi mendatang
dan bangsa.

Ketika kau bersikeras
membenarkan sejarah tentang dirimu
aku membalasmu dengan adab
ternyata kau salah dan keliru.

Di sini sudah ada sejarah
tanah pribumi ini dan sejarahnya
di tangan kami sendiri dan
bukan di tangan mu.

Kota Kinabalu
16 March 2013

*Antologi Kemerdekaan

Friday 15 March 2013

Bila Orang Kecil Telah Berkata*(ATOT)

Kami orang kecil berkata pun dari bawah ke atas
sekalipun jangkauan suaranya terbatas kami tetap
tak akan berhenti bersuara, dan menulis dengan
kata-kata sederhana.

Kami mencari telingamu di tanah pantai, pulau-
pulau mutiara, di perladangan sawit, di lembah
pedalaman, hutan gunung, sungai mengalir dan
langit sirkah.

Kedatanganmu telah mengganggu ketenteraman
dan menjadikan malam gundah dan ruh-ruh jahat
berkeliaran memburu mangsanya. Mengapa kau
memilih letusan api bukan dari bahasa dan tradisi
air yang mengalir dingin sampai ke kuala.

Yang sampai ke sukma, bukan ketenangan jiwamu
tapi, suara-suara maut berlingkar-lingkar di
langit dan bergerak  di dalam gelap. Ketika
kau menerkam mangsamu, kau merobek dan
melumatkan sebuah tubuh yang indah anugerah
dari Tuhan Rabiul Alamen.

Apa yang terjadi dalam dirimu? Pergolakan
dan kekeliruan yang tak dapat dibendung jiwamu
yang merana dan parah. Dunia jadi saksi
kejahatan-kejahatanmu di alaf 21 ini. Dapatku
berdiam dan melihatmu bagai perangai babi
membongkar tanah dan memusnahkan tanaman.

Tiap perlakuanmu dan siasahmu itu kami dan
jenerasi ini akan menyaksikanmu. Langit dan bumi
malu melihatmu, ketika kau lalu melintas melihatmu
datang membawa wabah dan angkara.

Sekalipun kami orang kecil, kau tak akan dapat
melumatkan kami di bawah kasutmu. Ingatlah,
ketika rimba raya bergerak dalam barisan. Langit
mengembangkan sayapnya dan kukunya siap-siaga.
Air laut dan angin bersatu, kau hanya batang buruk.

Kami orang kecil, berita telah sampai ke seluruh
pelosok rantau. Bau nafasmu telah tercium, sangat busuk.
Nanah dan darah yang terkopak dari tubuhmu
meleleh. Tapi masih kau tak melihat semua ini.

Kau meniup jihad seperti panggilan anak ikan
yang terlontar di atas pelantaran di langit terbuka.
Nafasmu melemah dan sesekali menggelepar ingin
turun ke laut. Tapi terlambat.

Kami berkata kerana memang kami berhak berkata
orang-orang kecil pribumi tak akan pernah dikalahkan
sampai akhir zaman. Ambillah tangkal dan mentera
dan jampi-jampimu samasekali tak akan menjadi.
Di tanah pribumi ini, Tuhan kami, hidup.

Kota Kinabalu
16 March 2013

*Malam OPS Daulat, IPS di DBP, KK, 17 March 2013.
*Antologi Tanduo Oh Tanduo! diselenggarakan oleh Talib Samat dan Ghazali Din, Penerbit Mentari, 2013.



Thursday 14 March 2013

Dodoi, Tidurlah Anak(Mama)

Tidurlah sayang hari semakin malam
Kodok di kolam masih memanggil hujan
langit enggan menyahut panggilanmu
angin lalu menghilang ke dalam hutan
gunung menyepi sendiri, sedang lembah
di hutan jati mulai berdekur. Rembulan
masih bertahta, kelip-kelap tenggelam
timbul di tepi sungai.

Anak comel, kau akan mewarisi hutan jati
laut biru dan pulau-pulau batu permata
Melaju perahumu melaju sampai ke simpang
mengayau. Terbang burung kenari terbang sampai
ke puncak Kinabalumu. Tidur sukmamu,
tidur, esok ma bisikan khabar dari jauh.

Aku melihat sebutir bintang gugur dari
cakerawala.Tapi wajahmu tersenyum dan
bercahaya. Kau mengucap salam dan berlalu.
Lalu kau menjadi cahaya dari kecil,
membesar dan lenyap.

Dalam ketiduran, wajahmu kulihat
tenang, setenang samudera di waktu malam.

Kota Kinabalu
15 March 2013
*AP BBSS


Wednesday 13 March 2013

Kekerasan Bukan Pilihan (Perempuan)

Aku memburu kata-kata di hutan tanah kasih sayang
aku tak memasang jerat dan mencederakanmu
apalagi mematahkan sayapmu.

Aku melihat pemburu dilengkapi
dengan senjata tajam dan membunuh
Suara rimba berguman sampai ke
pinggir kota. Siapakah yang akan
menjadi mangsa?

Aku memanggilmu
dengan suara lembut dan kasih sayang
tak pernah aku datang dan memaksamu.
Tak pula akau menjanjikan sebesar
gunung yang puncaknya mencercah
lantai langit.

Kata-kata yang turun ke lapangan
menjadi bait-bait yang mengundangmu
bukan sekali. Kerana aku tak akan pernah
bosan memanggilmu.

Ketika kau memberikan aku senjata
di gelanggang terbuka, aku melangkah
sumbang dan perlu merecik dari dahi
dan dada. Aku pasrah kerana kekerasan
memang bukan senjataku.

Dengan kata-kata sederhana
terucap dari sukma yang sedar
aku memanggilmu sampai
menjelang senja .

Tiada apa-apa, hanya kata-kata
bait demi bait. Terpulanglah kau
menafsirkannya. Aku telah melakukan
sekadarnya.

Kota Kinabalu
14 March 2013
*Antologi Kemerdekaan

Kesedihan Seorang Jeneral*(ATOT)

Aku melihat Sidang Akhbar
duduk seorang Jeneral sangat hati-hati
ia mengumumkan sampai di mana titik
Ops Daulat. Prihatinnya jelas dalam
getar suara dan degup jantungnya.

Satu persatu perkembangan terakhir
diumumkan. Aku merasa yakin dalam
kandungan suaranya. Angka dan
jumlah disebutkan bunga bangsa,
satria, para syuhada yang gugur.

Darah pahlawan bangsa tumpah
di tanah ibu pertiwi. Mereka hidup
dalam doa-doa anak bangsa. Mereka
satria tampan, tangkas, gagah dan
semangat juang yang tak ada dapat
mengalahkan.

Dari sinar mata seorang Jeneral
berkaca dengan kesedihan mengenangkan
para wira yang gugur dan cedera.
Kampung Tanduo, Tanjung Batu, Labian
Sungai Nyamuk, Lahad Datu dan Semporna,
di bumi dan dinding langit akan selamanya
berdiri megah tugu peringatan pahlawan
bangsa yang pernah bertempur dan
gugur di sini.

Apa yang kau rasakan, aduhai Jeneral
dapat kami rasakan. Kepedihan ini
menyalakan api yang tak padam di dalam
tiap sukma anak bangsa. Kami tak akan
membiarkan penceroboh bangsa dan negara
hampir atau melewati sempadan walau
se inci. Kau, penceroboh, akan melihat
sendiri dengan tempurung kepalamu
bagaimana kami akan bertindak balas dan
mengempurmu sampai ke liang sukmamu.
Dan kau, pencerobah bangsa tak akan dapat
berdiri kedua kali. Tiada pantai untuk
kau mendarat, tiada bumi untuk berpijak
dan tiada laut dapat kau jadikan sahabat.

Kami bangsa pencinta kedamaian.
Sekiranya ada yang datang dengan aman
maka kami sambut dengan persahabatan dan
kasih sayang. Tapi sekiranya mereka datang
dengan api dan kejahatan buas seperti hewan
demi Allah, kau akan melihat kami dengan
ribuan malaikat  mengemburmu sampai hatimu
menjadi kecut dan lari lintang pukang.

Ya Rabbi, selamatkan negara yang tercinta ini
Lindungi semangat kemerdekaan kami selamanya
dan beri kekuatan kami dalam menghadapi ujian ini.
Engkaulah pemilik kekuasaan, yang memberi dan
mengambilnya. Hidup pahlawan bangsa dan negara
ini, Malaysia.

Kota Kinabalu
14 March 2013

*Malam OPS Daulat, IPS di DBP, KK, 17 March 2013.
*Antologi Tanduo Oh Tanduo! diselenggarakan oleh Talib Samat dan Ghazali Din, Penerbit Mentari, 2013.


Isteri Yang Berkabung*(ATOT)

Aku menerima khabar tentang berpulangnya
seorang wira, seorang suami, seorang aba
sesaat kesedihan itu bagai menerkam dada
dan kerongkongan. Sekalipun kucuba
menahannya tapi air hening mengalir dari
mata menuruni pipi.

Aku menarik nafas panjang, sedalam lautan
samudera. Fikiranku melayang jauh ketika
tersedar aku mencari dahan untuk hinggap
bermenung sendiri.

Kedua anak telah kusampaikan berita itu.
Malam seperti pendengar yang baik
aku mulai doa-doa yang meluncur dari
lidah dan terucap, mengalir dari sukma
penyataan yang ikhlas dan sabar.

Anak-anak tak bertanya  banyak
kami menerima dan pasrah.Pengorbananmu
memang besar buat kami. Kau adalah
lambang perjuang yang tak mudah
menyerah. Lebih baik mati dari jadi
bangsa yang dibelenggu di tangan
penceroboh.

Doaku akan terus berlanjutan seperti
air terjun dari gunung Kinabalu.
Tulang belakang kami adalah banjaran
Crocker yang tak mungkin dapat kau
patahkan. Anak-anakku akan melahirkan
anak dan anak itu melahirkan anak,
seratus tahun terus ke ratusan dan ribuan
tahun. Dan anak-anak itu akan kupersembahkan
di barisan depan melindungi tanah kasih
sayang ini. Kalau semangat penceroboh itu
melintasi sempadan. Tapi semangat anak
bangsa ini sampai ke langit ke tujuh dan
jauh ke dalam galaksi.

Aku isterimu, aku telah siap menerima ini
memang aku merindukanmu dan kesunyian
ini kerana teringat segala kebaikanmu. Memang
kau seorang lelaki satria, penyayang dan
semangat hidupmu kini tumbuh dalam
sukma anak-anakmu dan di dalam diri ini.

Kau seorang sederhana dan jiwamu besar.
Kau adalah anak bangsa merdeka gugur
di medan juang. Mereka telah melepaskan
berapa das tembakan tanda penghormatan
kepadamu. Negara berkabung. Kerana
keberanian dan  jiwa pembela, di bumi
pertiwi kau gugur, kau akan diingat
sebagai syahid dan bunga bangsa yang
harum dan mewangi.

Kota Kinabalu
14 March 2013

*Malam OPS Daulat, IPS di DBP, KK, 17 March 2013.
*Antologi Tanduo Oh Tanduo! diselenggarakan oleh Talib Samad dan Ghazali Din, Penerbit Mentari, 2013.







Pesanan Dari Persada*(ATOT)(Jendela)

Ketika kau tak melihat wajahku
aku telah tiada kembali ke asal tanah
telah aku lakukan khidmat dan kewajiban
sampai sedut nafas terakhir aku telah
memilih kematian demi mengempur
penceroboh khianat.

Sedang kami terkumpul dalam satu
barisan ke medan juang, kalau maut
pun datang kami telah siap. Kalian tak
akan kami tinggalkan. Demi bangsa
dan negara sekali nyawa kami terputus
dari tubuh ini.

Kepada isteri dan anak tersayang,
usah kau menitiskan air mata
kesedihanmu cukup dalam jarak
waktu sedikit. tiupkan semangat
hidup dalam sukmamu. Besarkan
anakmu dalam jiwa satria. Aku
yakin kalian berada di tangan
kasih sayang dan ramah.
Ibu pertiwi akan melindungimu.

Kami tidak meminta apa-apa
kerana dari sukma ini tiada ragu.
Kebenaran adalah yang abadi
dan selalu menyentuh langit
samawi pertolongan dari
tangan-Mu.

Selepas fajar sehari dalam setahun
kenang kami dalam ingatanmu.
Tiada sekarang atau besok yang
datang sebagai penceroboh dan
menuntut yang bukan haknya.
Kalau musuh masih berdegil
akan kami tumpaskan kalian
ketika masih di gua silammu.

Ya Rabbi, untung dan hidup kami
di tangan-Mu. Kalau ini adalah
ujian dari-Mu, biar kami hadapi
tabah dan berani, tawakal dan
istiqamah.

Kota Kinabalu
13 March 2013

*Malam OPS Daulat, IPS di DBP, KK, 17 March 2013.
*Diterbitkan oleh Jendela, Bil.35/April 2013, DBPS.
*Antologi Tanduo Oh Tanduo! diselenggarakan oleh Talib Samat dan Ghazali Din, Penerbit Mentari, 2013

Menantang Mata Musuh Berdepan (Kemerdekaan)

Aku melihatmu tiada cinta dan kasih sayang
sinar mata pun penuh dengan kebencian dan dendam
Demi Tuhan kau tak akan berjaya dalam siasahmu
di malam gelap. Tiap langkah dan gerakmu, aku
tiada melihat wujudnya Tuhan dalam dirimu
apa lagi mengangkat martabat manusia 
Kejahatanmu telah melampau, kau membunuh
dan mencincang dan memotong mayat
jangan sekali kau merasa sastria dan angkuh
sedikit pun tidak akan merubah keadaan
kau penceroboh dan kami, wira berjuang
demi bangsa dan negara tercinta.

Aku melihat sejarah bangsa maju ke depan
kegemilangan kami kerana kami sedar
Tuhan melihat perbuatan dan tingkah kami.
Keadilan dan kebenaran itu adalah sumber
kedamaian sukma. Selamanya tak akan
padam. Jangan sekali-kali cuba menakutkan
kami. Kezaliman dan penderaan mayat para
syahid itu tak akan hati kami terbuyuk dan
tunduk kepadamu. Malah kami akan berderap
ke depan tanpa dipanggil, melindungi
kemerdekaan dan martabat bangsa bermaruah.

Ini adalah hak kami yang tak boleh dijual beli
kami akan mempertahankan dari satu generasi
ke generasi akan datang. Kau tak akan dapat
menandingi semangat besi baja dan pengorbanan
anak bangsa sampai ke nafas penghabisan.
Tumbang satu, seratus siap ke medan. Akhirnya
kau akan mati akal dan terpuruk dalam ketololan
dan kebodohanmu sendiri.

Waktumu telah habis dan kesabaran kami telah
tipis. Kau akan melihat dengan kepalamu sendiri
samudera lautan akan bergolak mendekatimu,
halilintar dari langit akan memanah tepat ke
jantungmu dan kau terbakar hanggus, di tanah
pribumi ini, hutan jati, Kinabalu, banjaran Crocker
dan sungai akan mengepungmu dan menghirup
nafasmu sampai habis.

Kami adalah pemuda bangsa, jangan kau melampau
dan melangkahi sempadan bumi anak bangsa ini,
kalau kau cinta pada kedamaian dan manusia sejagat.
Ketahyulan dan langkah sumbangmu tak akan
membawamu jauh. Kau akan menyesal dan menderita
sepanjang kurun. Hidup anak bangsaku, bangsa Malaysia
merdeka.

Kota Kinabalu
13 March 2013













Tuesday 12 March 2013

Lindungi Tanah Kasih Sayang Ini (Kemerdekaan)

Aku memandang hujan
guntur datang sesekali
kekadang iramanya kuat
menjauh dan mendekat.

Kelmarin ada orang membakar
hutan. Api bergerak perlahan ke
pepohonan hijau di lereng bukit
Ya, esok tanah bukit ini jadi
lapisan debu.

Bau hanggus dan bara api
keduanya terbawa hujan
mengalir ke laut. Langit pun
belum puas menurunkan
hujan sampai ke halaman,
Pulau Gaya dan Manukan.

Tidurlah, walau sedikit
resahmu mungkin dapat
diredahkan. Agar siangmu
tak terkurung dalam berita
sayat dan mengerikan.

Ada orang tak berhenti
menabur benih dendam
di sepanjang jalan. Di waktu
malam ada pula menanam
ranjau nibung dan berharap
mangsanya tercedera maut.

Apa yang terjadi pada
masa silam, agar dibawa
hujan ke laut tenang.
Benih dendam kesumat
tak akan menetas. Dan reput
pulang ke tanah.

Lindungi tanah kasih sayang ini
binalah sempadanmu yang baik
dari kedua tanganmu sendiri.

Kota Kinabalu
13 March 2013

*Antologi Kemerdekaan


Kepada-Mu, Kita Semua Akan Kembali*(APR)

Penyelesaian bukan maut atau gertak-gertak di malam hari
kalau aku menafsirkan hutan jati dan alam raya dan melihat
penyelesaiannya lain daripadamu. Lalu kau ingin meruntuhkan
langit dan mendera bumi ini. Kau ingin menyerapkan kuman
ke dalam sukma tapi itu hanya khayalan dan impian tak akan
sampai. Kau mencipta malam-malam lukamu yang panjang.
Mengapa kau bunuh rama-rama dan meregut siangmu dengan
kejam. Waktu telah beredar.  Kasih sayang telah mengepak
jauh ke cakerawala.

Perutusan kedamaian telah kau halau dan menembaknya.
Aku tak akan berhenti menulis kepadamu sekalipun kau
tak ingin mendengar apa lagi membaca. Kalau waktu
menjadi perhitungan dan bara api kemarahan akan redah
barangkali dunia boleh bersabar. Tiada mantera dan tangkal
dapat menyelamatkanmu. Belum ada bayangan kau ingin
mendengar budi bicara, balasan kata-katamu yang berkilas
di langit memilih maut dari keindahan sebuah perundingan
dan budaya Melayu.

Aku lahir dalam zaman merdeka. Aku mencintai langit
dan tanah air ini seperti semua orang yang menyintai
tanah halamannya. Sekalipun  berpergian lama di perantaun
tapi ada kerinduan yang datang dalam suara-suara kerinduan.
Aku anak Melayu raya dan berjiwa merdeka. Bahasaku
lembut dan indah. Budayaku seperti keindahan sebuah hutan
jati yang telah indah kemudian dianugerahkan oleh Tuhan
burung Cenderawasih.

Berhentilah berbicara di dalam kegelapan. Senjata bukan
jawaban kepada semua persoalan. Pembunuhan kejam dan
tipu muslihat permainan api yang akan membakar diri dan
memusnahkan harapan dan impian. Yang kau lihat dan
mimpikan di luar itu belum tentu baik pada yang ada
dalam genggamanmu. Kenyataan berisi kebenaran itu
memang pahit untuk diterima apalagi menelannya. Tapi
kalau kita siap menerimanya seperti setelah kabus berat
dalam perjalanan damai tentu akan ada siang yang
terang benderang.

Kekeliruanmu ternyata tak akan membawamu jauh.
Demi kedaulatan bangsa dan kebenaran kita harus
kembali membudayakan hidup yang ada. Perlambangan
yang sederhana dan memikat. Dan katamu adalah
orang berilmu dan  beragama. Tiap malam ada keindahan
dan pada siang pula ada kebenaran yang tak boleh
diconteng dengan kebohongan dan kemunafikan.
Kalau suara ini tak kesampaian ke telingamu  dan
kau telah menutup rapat pula dan menghalang udara dan
bunyi yang membawa makna dimengertikan ke dalam
telingamu, aku tak akan merasa pahit dan serba salah.
Kepada-Mu, kita semua akan kembali.

Kota Kinabalu
13 March 2013
*AP Puisi Religi (Grup Sanggar Kembang Langit), Qomaruddin Assa'adah, 4 Jun 2013



Monday 11 March 2013

Semporna Dan Lahad Datu*(ATOT)

Lahad Datu dan Semporna kejadian malam tadi
akan menjadikan kau dewasa dan waspada
sejarah tertulis di halamanmu dan memberi
peringatan pada anak bangsa dalam sebuah
negara merdeka.

Pencerobohan dan kekerasan tak akan memberimu
kekuatan yang menjamin kemenangan. Peristiwa
ini akan kami ingat dalam tempurung kepala
sampai ribuan tahun mendatang.

Kampung Tanduo, Labian, Tanjung Batu,
Tanagian dan Sungai Billis, Kampung Simunul
memberkas dalam sejarah berdarah bangsa.

Kami akan mengenangkanmu. Namamu
bunga-bunga bangsa gugur demi kedaulatan
bangsa merdeka. Akan ada dalam kalender
tahunan, memperingatimu. Kepadamu,
aku menulis puisi ini.

Anak bangsa, kita mencelah dan membantah
mereka yang menceroboh masuk ke ruang
angkasa, perairan, dan bumimu. Kepadamu,
diperingatkan jangan pula bertindak seperti
pencuri di siang hari dan mengaku kepunyaan
orang lain.

Di pesisir pantai dan hutan kelapa sawit 
pernah di sini darah para perajurit bangsa
gugur dan syahid. Perjuangan selalu diminta
pengorbanan. Kalian adalah lambang bangsa
di tanah air merdeka.

Kebimbangan kami telah menjauh. Kedamaian
adalah keselamatan anak-anak bangsa dan ibu
pertiwi. Ya Rabbi, Kau akan memelihara dan
melindungi tanah air tercinta ini dari kejahatan
dan anasir-anasir musuh yang kelihatan dan
tersembunyi. Menangkan kami atas siasah buruk
dan rencana jahat mereka.

Kota Kinabalu
12 March 2013

*Malam OPS Daulat, IPS di DBP, KK, 17 March 2013
*Antologi Tanduo Oh Tanduo! diselenggarakan oleh Talib Samat dan Ghazali Din  diterbitkan oleh Penerbit Mentari, 2013





Catatan: Nusantara (Kemerdekaan)

Nusantara dipanggil namamu
kalau kau langit, adalah langit
yang mengirimkan hujan semi
tanglung-tanglung indah yang
tergantung di cakerawala, impian
para pelaut dan kekasih yang rindu.

Nusantara, lautmu selalu tenang
pulau-pulaumu yang tumbuh di
dadamu melambai dan memanggilmu
dalam impian sang nahkoda lalu tumbuh
sebagai bunga Carol.

Nusantara, sukmamu senantiasa
hidup dan aroma lautan dan bumimu
selalu menjadi inspirasi berzaman.

Kota Kinabalu
12 March 2013
*AP BBSS
*Antologi Kemerdekaan



Kami tak akan melupakan (Kemerdekaan)

Di layar langit turun raksasa bersayap lebar-lebar menakutkan
seakan mereka datang dari satu planet asing mencebuli bumi
kelihatannya mengerikan dan menakutkan, dari mulutnya
keluar api. Selain itu hewan ini seakan bayangan manusia
bergigi tajam, tangan dan kakinya berkuku tajam.

Mereka mendarat ingin menakluk dan mencerobohi
tanpa mengindahkan pribumi di sini. Sejak kedatangan ini
tiada kedamaian. Langit menjadi merah dan hutan jati terbakar.
Jelas kulit mereka seperti biawak dan menetaskan bisul-bisul
dan bernanah. Baunya bukan alang kepalang, langit jadi
jerebu, bau hanyir dan hamis.

Yang jelas mereka adalah mirip kepada hewan, menerkam
mangsa, pribumi ini. Mereka adalah hewan pemakan
daging dan haus darah. Mereka memakai tangkal
dan membaca mentera. Niat buruk mereka telah terlukis
di angkasaraya.

Tapi, penduduk pribumi tidak merelakan mereka mendera
dan bertindak zalim. Lasykar-lasykar pribumi siang malam
mempertahankan bumi kesayangan ini dari dicerobohi oleh
mahluk asing. Pertempuran siang malam. Pengepungan
sampai ke wilayah musuh. Sejak mendarat hewan keparat itu,
pribumi telah memati-matian membalas serangan. Ada yang
gugur menjadi bunga bangsa.

Mereka ingin menguasai langit dan bumi. Ribuan panah-panah
dilepaskan dari busur. Barisan pertahanan pribumi memukul
mundur mereka. Sayap-sayap penyeroboh patah-patah di udara
terkena panah-panah berapi lasykar-layskar pribumi.

Di langit, suara hewan menyerupai manusia sangat hodoh.
Sekali pribumi ini bangkit tiada siapa dapat menghalang dan
mengalahkan. Di sepanjang jalan di hutan kelapa sawit, bila
malam tiba nampak gerun dan bau mayat yang membosok.

Kedatangan pendatang asing ini telah membangkitkan semangat
pribumi. Lasykar-lasykar pribumi tak kan takut dan menyerah kalah.
Seakan langit kembali damai. Pertempuran telah berhenti.
Lautan kembali redah. Ribut angin menjauh dan melemah.
Penceroboh telah tewas. Bumi di sini, kembali damai.
Ratusan ribu doa-doa mengalir, ingatan pada lasykar-lasykar
yang syahid di medan tempur. Mereka adalah bunga-bunga bangsa.
Kami tak akan melupakannya.

Kota Kinabalu
12 March 2013

Saturday 9 March 2013

Maaf Aku Tak Mengenalmu (ATOT)

Namamu pun baru sekarang aku membacanya
Wajahmu samasekali tak pernah terbayang
apa lagi suaramu, dari kepulauan masa silam.
Langkahmu bukan langkah panglima, pun bukan
pemimpin yang agung dan bistari. Aku melihatmu
seperti burung patah sayap. Nahkoda yang patah
kemudi dan lupa pada pelabuhan yang dituju.
Melihat fotomu membakar kemeyan seperti
membuat jampi sarana, kau sebenarnya ketinggalan
sebelum perlumbaan mula. Bagaimana kau
mengirim penceroboh mendatangi pantai negeriku.
Mereka bukan tentera yang bermaruah dan ber-
martabat tinggi. Ketika membunuh musuh, mayatnya
seperti dendam Hind bte Ubah terhadap Hamzah.
Mereka adalah lasykar-lasykar silam memakai
tangkal dan 'kebal'.

Suatu senja, kau datang berombongan, terbang
dari gua silam mencari untung di tanah seberang.
Menjelang siang semuanya tak pulang kerana
di jalan pulang ribut dan panah petir mengoyak
sayapnya. Lalu mereka jatuh satu persatu ke dalam
laut yang luas. Impian mereka terlucut dan maut
mengintai mereka di hutan ladang kelapa sawit.
Ketika perang meletus, kecil dan besar akan
meninggalkan balu dan anak-anak tersayang.
Berkatalah isteri,'Pemergianmu tetap Allah
redhai. Kau adalah lambang maruah dan martabat
bangsa. Di bumimu, Sabah, suamiku gugur
sebagai bunga bangsa.' 'Yang ada padaku sekarang
anak lelaki, kalau ini juga yang diinginkan
ibu pertiwi, sebagai isteri aku rela demi bangsa
dan negaraku.'

Bagaimana aku harus tenang kalau aku tidak
melihat mereka dari kandangnya berdiri dan
berucap, keselamatan negara ini adalah tanggung-
jawab kita bersama tanpa dicampur aduk dengan
politik. Mengapa tidak memberikan komentar
apa lagi menyatakan kebersamaan membenteras
musuh? Keselamatan bangsa dan negara tidak
ada tolak ansur. Aku anak bangsa merdeka akan
berada di depan dengan kekuatan upaya dan taat
setia. Bicaraku, bicara dari sukma dan disampaikan
dalam bahasa sederhana. Kalau kau mengerti
pesan ini, mari, kita bahu-membahu berdiri
mempertahankan bangsa dan negara.

Kota Kinabalu
10  March 2013

*Malam OPS Daulat, IPS di DBP, KK, 17 March 2013.
*Antologi Tanduo Oh Tanduo! diselenggarakan oleh Talib Samat dan Ghazali Din, Penerbit Mentari, 2013.











Friday 8 March 2013

Tidak Mustahil Kita Dapat Berjabat Tangan (Kemerdekaan)

Sebenarnya kau ada pilihan menongkat langitmu
atau membiarkan, menghadang tofan samudera.
sayang kau masih melihat ke dalam dunia silam
penuh dengan jin, mentera dan talian yang kacau.

Ketika kau memilih malam panjang
dan menggali sejarah yang tertimbus
lalu berpegang pada angin dan melaung kepada
dunia di malam gelap dan hujan berguruh.

Setiap kali jatuh korban di tanah pribumi
sukmaku bagai tersayat dan tersiksa
dan bertanya, barangkali ada yang kusendiri
tak mengerti dan jauh dari jangkauan.

Permasalahan ini rupanya jauh sebelum
aku lahir di negara merdeka ini.
Lalu aku jadi pewaris permasalahan ini
sedang  aku sendiri melihatnya
dalam sejarah bangsaku yang merdeka.

Sejarah tragik akan selalu mengundang
air mata dan pengorbanan. Tiap pihak
menafsirkan fakta dan dunia khayalan.
Kita pun berpihak dan memihak.

Aku ingin kedamaian di atas meja
selamanya. Biar kami dapat membaca
tanpa curiga dan wasangka. Tanah dan
lautmu adalah Nusantara Melayu Raya.

Tidak mustahil kita dapat berjabat
tangan dan duduk bersama. Tiada etnik
dan bangsa yang lebih keji dari yang
lain. Semuanya adalah Anak Bangsa
Nusantara.

Kalau pintu sukmamu tertutup, bukalah
biar sedikit angin masuk. Alaf 21,
sepatutnya kita lebih berhati-hati dan
tidak membiarkanmu jadi terasing
di kepulauan Nusantara dan ummatan
Wahidah.

Kemarahanmu tak akan membawamu
ke orbit dan galaksi baru. Ya Rabbi,
jangan kami terjerumus ke jurang tak
akan kembali. Dan bicara dan
bahasamu masih tetap kasih sayang
dan Melayu.

Mengapa harus aku membencimu
kerana keduanya pemegang amanat
bangsa dan kedamaian Nusantara,
langit dan buminya tetap aman.

Kota Kinabalu
9 March 2013

*Antologi Kemerdekaan
















Tuesday 5 March 2013

Benci (Perempuan)

Aku tak membencimu kerana di dalam sukma
ada kamu. Di langitmu ada mitos dan legenda
tak kalah hebat. Semangatmu tak pernah
dikalahkan. Penjajah-penjajah bangsa pulang
dengan mimpi seribu retak di rawan.

Kita begitu dekat setiap nafas yang kau
sedut terasa

Monolog (Kemerdekaan)

Aku jauh dari menghukummu
herannya tiap tindakan yang baik
membawa hikmah dan rahmat.
Tidakkah suara hati menahanmu dari
rencana mengundang kegagalan.
Amarahmu telah membelenggu
langkahmu ke lembah hijau, dan
pergunungan indah. Kau mengelak
tanah tajam dan batu kelikir  
dari melukai kakimu. Ketika kau 
menghantar pasukan mengharung
lautan, keputusan yang kau ambil
jadi tepuk sorak sebentar walau 
suara hati kecilmu telah menafikan 
kemenangan tak akan dapat diraih.  
Lalu ia menjadi malam kegilaan 
dan korbanmu jatuh satu persatu di 
tanah peribumi. Mimpimu kesiangan.   
Kau berdoa dan kami pun berdoa.
Hanya beda kau datang sebagai 
penceroboh dan kami bertahan 
dan berjuang demi tanah pertiwi.
Katamu, kalian sanggup mati 
demi perjuangan, memulangkan
tanah ini ke tangan kalian. Kami 
menjawab, ini tanah peribumi bukan
kepunyaanmu, tapi anak peribumi 
yang sukmanya pada Malaysia 
tercinta. Demi keselamatanmu
hentikan menggunakan kekerasan
kerana jawabnya adalah cinta dan
kasih sayang. Peperangan bukan 
jawaban sampai bila-bila.  
Tapi amanah dan hak ini adalah
di tangan anak-anak bangsa Malaysia.

Kota Kinabalu
5 March 2013

Monday 4 March 2013

Makan Putu di Anjung Selera (Lanskap)

Kalau kau menghidangkan aku makan malam
dengan putu dan ikan goreng di Anjung Selera
memandang Pulau Manukan dan Pulau Gaya
minum air kelapa dan berbual tentang yang
tak mustahil telah terjadi.

Pecah ombak di Tanjung Lipat, angin laut
telah mengeringkan air mata seorang anak
kehilangan ayah, seorang isteri tersedar
ia telah berpulang.

Ketika perahu meluncur di kegelapan malam
burung walet terbang rendah mencari sarangnya
di keramaian perumahan kotaraya.

Di pinggir desa di ladang sawit tiap detik
menggoncang degup jantungnya. Berita apa
yang akan dikongsikan?

Lalu kau yang bemain api di halaman kami
lihatlah, begitu mudah lidah api membakar
hutan jati di tanah pribumi. Ayuh! padamkan
sebelum ia menjadi raksasa jahanam.

Kota Kinabalu
5 March 2013





Kutulis Surat Ini (Kemerdekaan)

Kutulis surat ini supaya kau melihat langit sukmaku.
Lihatlah! Pintu jendela dan dindingnya terbuka luas
usah kau menaruh curiga lalu menconteng langit kelabu
masa silam di dinding gelas yang retak seribu. Aku tak
mengenalmu apa lagi leluhur. Kita memang saling tak
kenal.

Ketika aku berdiri di puncak nabalu, melihat
pulau-pulau mutiara, telukmu tenang. Aku bermimpi
di Pulau Banggi, bangun di Lahad Datu dan Semporna.
Labuk Sugut Kinabatangan adalah urat dan gempalan
otot yang menjalar ke seluruh tubuh ini. Ruhku adalah
Hutan Jati. Dan tulang belakang ini adalah banjaran
Crocker dari timur ke barat, menongkat langit dan
kehidupanmu.

Segaja aku menulis dengan bahasa mudah supaya
kau mengerti. Dan mengenal yang hak dan bukan.
Katamu selain rembulan ada lagi yang lebih indah
dan terang ketika sebutir komet hangus.

Mengapa harus ada perbedaan kalau kita membaca
pohon sejarah yang sama. Sayang, aku tak menghafal
namamu. Di sini aku dilahirkan dan mengenal bau
udara pribumimu. Aku tak pernah sesat di hutan
sendiri walau aku jalan sendiri berhari-hari. Kalau
kau, tentu kau hilang tanpa jejak dan bayangan.

Kota Kinabalu
5 March 2013

*Antologi Kemerdekaan






Sunday 3 March 2013

Wajah Lautan Tak Berubah (Sausana)*

Aku memandang wajah lautan tak berubah dari semalam
pada langit masih biru dan tenang tanpa ada sekilas mendung
kau telah melafazkan sendiri tentang meletusnya gunung
di tengah laut lalu gelombangnya mendarat di bumi nabaluku.

Bicaramu bukan kedamaian dan keselamatan
Malam menghendik masa silam yang rapuh.
Sudah berapa malam tidurmu terganggu dan melihat
mayat yang bergelimpang di atas tanah dingin.

Bukankah naga yang mengeluarkan api dari mulutnya
itu hanya dongeng yang tak ada. Sekalipun kau cuba
menyakinkan, langit ini akan runtuh, raksasamu,
kononnya, akan turun membuat onar dan menyiksa,
sebenarnya hanya mendung ke sasar terbawa angin.

Aku tak akan mudah menelan bual manismu
Ketika kau menyatakan impianmu selama ini,
bumi ini merekah dan jalan pulangmu makin jauh.

Kota Kinabalu
4 March 2013







Kembali Ke Meja Kedamaian (Kemerdekaan)

Aku menanyakan kepadamu di siang benderang
aduhai saudaraku, mengapa kau mencipta langit
sirkah di dalam sukmamu. Lalu  membuka pintu
kepada kegelapan pekat bersemayam di nadimu.

Tidak kau lihat, wahai saudaraku, pada langit
sejagat dan lantai bumi, mengapung dan di-
terbangkan angin, kegemilangan silammu
luntur dimakan waktu, bangunan yang indah itu
kini bersarang tenang lebah-lebah.

Di dalam kolam berlumpur ini kita rimas dan
tercunggap-cunggap menyedut udara. Sukmamu
terpanah di siang hari. Kaki dan tanganmu
terbelenggu dan suaramu tersekat di kerongkong.

Ketika tengah malam kau menangis, memikirkan
saudaramu yang hilang di zaman gerhana. Dalam
doa kau memanggil namanya.

Mari pulang! Kita adalah serumpun,
dari ummatan wahidah.

Sayang, siapapun yang menjanjikan rembulan
di pundakmu, sebenarnya bayangan dan siasah
di malam panjang.

Kembalilah ke meja perundingan dan suaramu
menjadi merpati putih dan mempunyai bulu
kepak yang lebat dan sayapmu kuat mengharung
pusar angin ketika kau melayang ke alam jagat.

Kota Kinabalu
3 March 2013

Saturday 2 March 2013

Suara-Suara Halus Itu, Pesan Kedamaian*(ATOT) (Jendela)

Tidakkah mereka tau ada suara-suara halus tinggal di hutan jati,
lembah gunung, sungai, teluk, danau, banjaran dan laut biru.
Di situ, mereka telah lama bermukim sejak ribuan tahun.
Lautnya penuh dengan legenda dan mitos, hutan jatinya
tak pernah sunyi. Mereka punya telinga dan mata melihat.
Langit biru tak pernah menjauh dan buminya tetap siap-siaga.

Di waktu malam suara-suara  itu menuruni gaung ke lembah,
menipis di langit malam dan berhanyut-hanyut di samudera.
Tiap suara-suara halus itu ada sukma. Dan bahasanya
indah dan menyerap sampai ke dalam kalbu.

Ada suara berpadu dan berkasih-kasihan. Getarannya
sampai melewati ke cakerawala. Mendekat dan menjauh.

Mereka berjanji akan dijodohkan dalam impian itu.
Demi kebahagian ini, mereka akan sanggup berkorban.
Lalu darahnya menyerap bahasa perang. Sekalipun di-
beri amaran, mereka telah meniup nafiri dan membuka
pintu neraka. Bunga-bunga api meletus, jerebu belerang
telah menyendat ke dalam rongga dada.

Mentarimu luluh di atas lantai bumi.
Semboyan dan genderang perang telah pun dipalu
dalam waktu begini kita pun terlupa berpatah balik.
Keterlanjuran itu menghanyutkan diri ke tengah
samudera lautan tanpa pulau tanpa pantai tempat
berlindung.

Ayuh! Padamkan api sengketa. Suara-suara halus
dari sukmamu itu adalah jalan pulang yang selamat.
Kalau malam ini rembulan tak muncul, esok, fajar
mengirimkan mentari kedamaian. Dan salam pun terucap.

Kota Kinabalu
3 March 2013

*Antologi Langit Sukma di Malam Kemerdekaan
*Diterbitkan oleh Jendela, Bil.36/Ogos 2013, DBPS
*Antologi  Tanduo Oh Tanduo! diselenggarkan oleh Talib Samat dan Ghazali Din, Penerbit Mentari, 2013.

Hujan Di Hutan Ladangmu, Tenang di Lautan (Suasana)*

Ia minum segelas kopi hitam
sambil mengunyah tompeh
mendung berpindah dari pergunungan
mencair menjadi hujan di hutan ladang sawit.

Nelayan menyisip mimpinya di bawah
tikar mengkuang. Malam ini, ia menundah
turun ke syurga lautnya. Sedang laut
tenang dan rembulan bersembunyi dalam
kegelapan malam.

Tidur gelisah, matanya memandang laut
lepas tanpa berkelip. Di pojokan isterinya
telah lama tidur berkeruh. Sedang anak-anaknya
bergelimpangan seperti panas bumi di waktu
malam.

Turun dan berkayuh ke laut adalah ketenangan
dan sukmanya terhibur. Ke mana ia pergi,
masih ia dambakan laut. Kerana di situ adalah
segala-galanya. Rahsia yang tak akan tersingkap
sampai hari-hari kiamat mendatang.

Kocak air dan bunyi riak-riak ombak kecil
menyentuh perahunya dan mencium bau lautan
dan dalam keluasan langit dan samudera lautan
ia merasa bagai titik dalam bulatan.

Ia tetap cinta pada laut malam dan tak pernah ia
merasa dikhianati atau dipinggirkan. Ia telah
membaca nafas lautan dan nadi langit. Ribut tofan
dan gelombang tak pernah ia berduka panjang.
Kerana laut, langit, malam dan pusar angin telah
menyerap ke dalam sukmanya, menjadi satu.

Sekarang ia tersiksa sekalipun perpisahan
dengan lautnya walau hanya sebentar. Seharian
ia gundah sekalipun ia telah mendengar berita
itu. Di bawah bumbung atap nipah dan tikar
mengkuang ia baring melayah.

Kota Kinabalu
3 March 2013














Nafas Ombak (Suasana)*

Aku telah menurunkan bait-bait puisi itu
telah lama ia terbawa gelombang jauh ke
dalam lautan sukma. Debur ombak menjadi
datar dan kemudian menghilang menanti
air pasang lagi. Tidak pula kutemui pada
desir samudera, esok laut akan tenang dan
langit akan redah. Seakan hutan jati terdiam
sendiri.

Menunggu malam supaya dapat bertahan
sehari dan mengharapkan siang datang
dengan harapan kembang teratai di kolam.
Malam makin jauh dan seakan tak tergoda.
Siang pun merimbun perubahaan yang tak
dijangka.

Kedamaian langit dan hutan jati terusik
dan menetas mimpi-mimpi gerun di hari-
hari mendatang. Kinabaluku adalah saksi
melihat tebingmu bertahan dari musim
tengkujuh.

Panas laut di pesisir pantai tak selamanya.
Angin gunung akan turun dan membawa
udara dingin. Ketika panas malam menitiskan
keringat, kita pun mengharapkan hujan turun
walau hanya sebentar.

Sekali lagi kita menconteng rembulan
dan mencipta daerah-daerah rawan di bumi
pribumi.Tidakkah kau melihat apa yang ada
ditanganmu itu baik dipertahankan sampai
hari-hari mendatang. Dari melihat keindahan
di sebuah taman lalu bermimpikannya.

Waktu telah bergerak terlalu jauh untuk
kembali ke pangkal atau pelabuhan damai.
Tiap perbualan akan menjadi luapan api
belerang gunung berapi dan bumimu
terangsang bergetar.

Terlalu mudah kita mencipta sengketa
menabur api permusuhan. Sekalipun
kau berkata 'kami pencinta kedamaian.'
Siapakah yang berlari di atas pucuk
gelombang, sukmanya tak akan pernah puas
meniup bara dan membuat api. Akhirnya,
tiap kali api menyala, kau terpaksa menyiramnya
dengan air menggeledak panas.

Kota Kinabalu
2 March 2013