Wednesday 3 December 2014

Air Mengalir Terus* (UB) (Cemar)(Terbit)

Air mengalir terus
dalam diam
menemukan kekasih
kau rindukan.

Sebuah pemergian
bumimu menyerap
peninggalan manis
perdu kembang melati.

Kau adalah saksi
tentang datangnya
malam gerhana
kerana malam itu
tak akan tertangguh.

Air mengalir terus
sukmamu arah tuju
benih kebaikan itu
tumbuh tanpa mengira
musim.


*Tersiar Di Utusan Borneo 18 Januari 2015


Monday 24 November 2014

Kasih-Sayang Bumi* (UB) (Cemar)(Terbit)

Hujan telah berhenti
bumi meresap
dengan kasih
sejak turun-temurun.

Hari ini bencana telah datang
dalam satu malam wajahmu berubah
Kau, datang
bukan membawa kedamaian
sukmamu penuh api dendam

Di malam petualang
kau mengaum
tanpa sempadan.
Maut berjatuhan
kegilaaanmu telah
merampas kedamaian.

Dari mulutmu
memuntahkan api belerang
tindakanmu
sebenarnya kekalahan
kau telah menuntut
yang bukan hakmu.

Kasih-sayang bumi
telah teruji lagi
kurun-berkurun
ia mengandung
kebiadapan dan
menyerap kebohonganmu.

Bumi, kau tetap sabar
kerana di dalam diam-diam
kebenaran itu tumbuh
dari bumimu
dan samawi tak akan
meninggalkanmu sendiri.


*Tersiar Di Utusan Borneo 18 Januari 2015


Hujan Menjelang Maghrib*(AMNS)

Semalam petir dan guntur
seperti perang telah mula
meranapkan kemanusian
menjadi pasir.

Kegilaan itu
penyesalan
tak ada jalan pulang.

Malam gelap
ia menabur
benih-benih durjana
memujukmu
di persimpangan.

Inayah-Nya gemilang
dan tak akan terkikis.

Keangkuhan
tak akan membuahkan
harapan
hanya kemusnahan
dan penzaliman berkurun.

Kau
mendambakan
kebenaran.
Dan ia
tak akan terubah
satu iota pun
kekayaan firasat dan
tazkirah selepas subuh.



Sunday 23 November 2014

Sajak Tengah Malam Musim Banjir* (UB)(Terbit)

Malam bagai meniti 
di atas jembatan
mata masih terumpan 
sukma masih bertaut 
pada dahan malam.

Salam pada air
kau pembawa rahmat
tiap kata bersalut doa
tebing harapanmu
pada samawi.

Dingin di lembah
tanahmu digenangi air
ada suara masih 
menitip doa
malam yang sarat.

Kau mendambakan
langit cerah
atau sedikit perubahan
air mengalir
ke laut.

rimba yang basah
Malam ini sukmaku
gelisah
jalan ke kota 
telah tertutup
tapi tangan ini
menggenggam tanganmu
sekurangnya kau rasa 
hangatnya.

*Tersiar Di Utusan Borneo 18 Januari 2015






Friday 21 November 2014

Negeri Lepa-Lepa* (UB) (Lanskap)(Terbit)

Lepa-lepa ke tengah lautan
seribu harapan terbawa
angin menjadi hujan.

Pulau-pulau adalah sukma
bunga karang laut berkaca
gerak langit
gelombang dan angin.

Kau menganyam rembulan
budayamu terdampar di lautan
adatmu pada perubahan angin
bahasamu tutur hujan.

Lepa-lepa di tengah lautan
pernah kau nyanyikan
bait-bait puisi.

Kekasihmu membalas
gema rindunya ke cakerawala
disematkan  pada bintang
dan memulangkannya
pada angin malam.


*Tersiar Di Utusan Borneo 8 March 2015







Thursday 20 November 2014

Pemuda Rohingya Di Kota Lunsur (Boat People)

Di Kota Lunsur ini, siang rebah satu demi satu
ke atas pundak dan malamnya ia seakan
terlempar ke cakerawala tanpa kuasa untuk pulang
kembali.

Sukmanya merontah-rontah mau ke mana
di kota lunsur ia bagaikan terpenjara dan
kegelisahannya telah mencapai puncak
Di tengah-tengah kesibukan kota
ia lupa dirinya seorang Rohingya,
Pendatang Malam.

Ketika ekor gelombang menghempas
perut kapal
ditelan gelap malam dan deru angin lautan.
Ia tak menyangka ada pantai dan tanah darat
di pinggir mata.

Ia adalah pemuda terakhir desa Arakan
tiap malam igaunya mencari ibu dan adek perempuan
ketika mereka berpisah suatu malam
bulan gerhana di Arakan
mereka menjadi binatang buruan
di tanah peribumi sampai di tanah sempadan.
Sejak itu ia merindukan pada purnama
yang berselindung di langit Myanmar.

Di Kota Lunsur
ia mengharapkan pertemuan itu
meskipun bulan malap di perbatasan
suara ibu terbawa angin makin jauh
dan adek perempuan jejaknya tak ditemukan.




Tuesday 18 November 2014

Budak Rohingya di Khemah Pelarian (Boat People)(HarianEkspress)*


Hujan Khatulistiwa mengurung
anak-anak Rohingya
di khemah-khemah pelarian
di sempadan.
Siang terasa panjang
dingin menusuk tulang-belulang.

Di dalam khemah ini
ada seorang budak lelaki, gundah
gundah memandang keluar
tapak-tapak kaki di atas lumpur
ada yang telah ditenggelami air.

Lalu budak lelaki itu duduk melipat
kertas buku membuat kapal terbang
sambil bercerita sendiri tanpa pendengar.
Ia bayangkan kapal terbang angkasa raya
penumpang adalah dirinya sendiri.
Ia nekad akan berlepas sekalipun
cuaca buruk.

Khemah Pelarian Rohingya ini
digenangi air, hujan belum berhenti
jelas semua Rohingya ketiduran.

Budak lelaki itu membesarkan
bunyi suara mulutnya
kapal ini akan berangkat
lalu ia pilotnya sendiri melingkari
langit dan tanah perbatasan.

Ia melihat Arakan, tanah leluhur
kapal terbang kertas melayang
di langit biru
timur ke barat langit perbatasan
dihirupnya udara sambil melihat
desa-desa Rohingya yang kosong.

O Arakan, aku datang kepadamu
O Arakan, namamu tak akan kulupakan

Hutan Khatulistiwa
menyimpan rahsia leluhur Rohingya
kau tak akan dapat dipisahkan
dengan bumi Arakan.
Kapal terbang kertas naik ke atas
udara monsun lalu menjunam ke bawah.

Langit ini adalah langit Rohingya
bumi Arakian adalah tanah leluhur Rohingya.

Ketika hujan Khatulistiwa menampar pipinya
ia telah berada di luar khemah.
melihat kapal terbang kertasnya
menjunam ke bumi
jatuh ke dalam lumpur jalanan
khemah Perbatasan Pelarian Rohingya.

*Terbit di Harian Express 7 Mei 2015


Arwah Ibu Rohingya* (Boat People)

Anakku, kau usah takut pada langitmu
yang diconteng dengan kegelapan malam
penuh dengan raksasa yang meraung dan
mundar-mandir di Tanah Peribumimu.

Itu hanya bayang-bayang tanpa ruh
menderamu lupa tentang harga dirimu
sekalipun seribu malam diciptakan
memenjara dirimu supaya kau lupa
tanah leluhur dan dirimu Rohingya.

Mengapa sampai kehilangan arah
raksasa ini makin ganas dan zalim
seperti tak ada yang dapat menahan
mendung awan beralih dari langitmu
pemerkosaan anak gadis Rohingya
terbawa lumpur ke negeri malam.

Wahai anakku, ke mana kau pergi
buka jendela dan pintu rumahmu
biarkan siang datang membawa harapan
dan anak bangsamu Rohingya bukan
anak tak berbangsa di tanah Arakan.

Ketika langit damai, anak Rohingya
dapat mencium harum bunga di taman
cahaya siang adalah dinding sukmamu
kau tak akan berada dalam kegelapan
raksasa hanggus dalam peralihan zaman
kau dibebaskan di atas podium waktu.

*Dikirim ke Utusan Borneo pada 24 Mei 2015

Monday 17 November 2014

Kapal Sarat Anak-Anak Rohingya* (Boat People)

Di tengah lautan
kapal terapong kehilangan arah
dan pelabuhan menjauh.

Kapal kematian ijin ini
di pinggiran Lautan Hindi
walaupun hujan telah berhenti
tanah daratan tak tergapai mata.

Di dalam perut kapal
sarat penumpang anak-anak Rohingya
diam
seperti rampaian laut
yang berhanyut
mereka adalah anak lelaki
waris keluarga terakhir
memimpikan tanah daratan
atau pulau impian.

Kapal kehilangan tenaga
langit Khatulistiwa seperti memberi
isyarat ke arah mana kapal ini
harus belayar.

Alam seperti tak terusik
kapal sarat penumpang anak-anak Rohingya
Adakah angin malam dan gelombang kasih
membawamu ke tepian?

Bibir merekah dan kulit terkupas
gema suaramu terkandas di langit-langit
lamunanmu pada lautan
bila hujan akan turun sedingin air
terjun Kinabalu?

Di laut sempadan jauh dari
tanah daratanmu
anak-anak Rohingya masih berharap
datangnya gelombang besar
mendorongnya ke Tanah Seberang.

*Dikirimkan ke Utusan Borneo pada 24 April 2015



Rohingya, Bersuara Dan Melangkah* (Boat People)

Mereka telah memburumu dari segala penjuru
tanah di bawah tapak kakimu terlalu kecil
mencari tanah persembunyian.
Degup nafasmu terlalu keras dan cepat
sampai terkesan di telinga Petualang Malam.

Malam panjang telah turun di tanah Rohingya
kegelapan seakan tak ingin melepaskan
tempurung kepalamu
Matamu memandang langit
mencari purnama yang terbakar dan hanggus.

Di tebing kecil ini seorang ibu melepaskan
anak sulungmu dengan sayap-sayap doa
bertarung dengan gelombang
angin monsun dan angin baliung.
Ia, seorang ibu yang mengubati
rindunya dalam mimpi yang tak menetas.

Dari lautan anak sulung
terdampar ke tanah lumpur
ke hutan penyeludup ke tanah seberang.
Tiap petang
seorang ibu mendatangi tebing kecil
memandang laut luas
membual pada langit selatan
semoga ada arus menyampaikan anaknya
ke tanah benar dan kasih.

Laut Bengala dan Selat Melaka
seperti menyulam mimpi Rohingya
di tanah sempadan ini
suaramu mengetuk gendang telinga.
Kalau ia tak melihatmu, Rohingya
tapi, lihatlah tidurnya mulai gelisah.

*Dikirimkan ke Utusan Borneo 24 Mei 2015





Thursday 6 November 2014

Kepada Penyair Yang Telah Berpulang Buat R. Hamzah Dua Dan Jair Sulai*(dedikasi)

Aku melihat langit malam
bintang-bintang bertaburan
sekalipun aku di bumi
memang aku masih terasa
kehadiranmu.

Segaja aku memilih bintang
yang berkilau terang di angkasa raya.
Yang ini adalah penyair
dan itu adalah sahabat kedua.

Mataku setengah terpejam
meraba-raba langitmu
seakan aku dapat mengutip
satu dua dan tiga butir bintang
lalu menjelma menjadi batu
tangga naik ke atas.

Malam itu doa-doa telah terkabul
kuhirup udara rindu dan mulai
melangkah naik seakan angin malam
menolakku ke atas, dan terasa
ringan.

Ya Rabbi, kalau saja aku punya sayap
sayap pun tumbuh pada kedua bahu
aku melayang jauh ke cakerawala
melihat purnama penuh seperti
batu nilam

Kuucap salam mengenangkan kalian
terasa langitmu berlenggang lembut
butir-butir bintang bertukar wajah
huruf-huruf yang bertaburan lalu
perlahan-lahan berkumpul dan bercerai
lalu membentuk sajak-sajak di atas kanvas
aku pun membacanya dalam kerinduan.

Aku dan kalian adalah segenggam tanah
dari sukmamu telah bercambah benih itu
menjadi sebatang pohon kemudian hutan jati,
sungai, gunung dan laut yang terus mengalir
menjadi sumber inspirasi yang gemilang
ketika musim kemarau, langit menurunkan
hujan agar bumi selalu tak ketandusan.


* dikirimkan ke Majalah Wadah 2 March 2015
* dikirimkan ke Utusan Borneo Jan 2015


Berpulang Badak Sumbu*(NST) (Cemar)(Terbit)

Di tanah peribumi, rimba raya berkabung
Langit dan lautan menitip salam takziah
Suatu petang angin malam berhembus
Mengoyangkan dahan-dahan pepohonan
Sebutir bintang gugur, menipis
Hilang di cakerawala.

Aku mengenangkanmu kerana
Bumi telah memanggilmu pulang.
Di hutan ini, kesunyian telah
Menyerap sampai ke liang sukma.
Pemergianmu adalah satu kesedaran
Mengalir dalam terowong waktu.

Aku tak dapat membayangkan
Sebutir peluru menembusi tengkorakmu
kau terhukum dan
Kematianmu di perangkap samar,
Di tangan pembunuh yang
Berselindung dalam kegelapan malam.

Kota Kinabalu
9 Februari 2014

*Tersiar New Sabah Times 7 Jun 2015















Wednesday 5 November 2014

Suasana* (Suasana)

Tamu ahad
telah berangkat
senyap seperti hewan
sedang berburu
yang mengaji
telah pulang
tawanya tertampal
pada dinding.

Matari telah
beredar
seperti berselindung
di celah bukit.
Suasana di sini
seperti anjing
salak-menyalak.

Tenteramlah lautan
pintu gerbang-Mu
telah terbuka lebar
dan langkah kakimu
menuju jalan keluar.

Di tanah asing
kau melangkah
seperti
hewan buruan.
















Thursday 30 October 2014

Menunggu Karuhai*(Mama)

Langitmu indah menjelang senja
gunungmu agung dalam takaran waktu
nafasmu bau hujan hutan khatulistiwa
keindahan kata dan kalimat sempurna.

Duniamu kini kamar kecil di penjuru
matamu memandang bumbung langit
memanggil pulang Karuhai, anak Kedayan
seribu malam penantian kau tetap sabar.

Di ranjang ini kau berbual sendiri
menunggu salam terucap tamu jauh
Karuhai, pulanglah biar dalam mimpi
kau tak pernah derhaka, janjimu matari.

Tanah Peribumi melambaimu pulang
degup jantung seperti kapal belayar sarat
suaramu tak terdengar hanya gerak mulut
mencium dahi memegang telapak tangan.




Belayarlah Lepa-lepa* (UB)(Suasana)(Terbit)


Belayarlah lepa-lepa
aku ingin
lautmu tenang
melihat purnama
muncul di horizon.

Belayarlah lepa-lepa
cinta bercambah
dalam sukmamu
kau lepaskan
di pengkalan.

Belayarlah lepa-lepa
di situ pernah
seorang hawa
kehilangan samuderanya.

Belayarlah lepa-lepa
memandang langit malam
seperti mengundang
mimpi dan impian.

Belayarlah lepa-lepa
samawi berbisik
ke daun telinga
kerinduan musafir
melihat tanah leluhur.
.
Belayarlah lepa-lepa
nahkodamu
tak menghirau ribut taufan
kerana di pusar lautan
ada sebuah pulau
di situ
pengkalanmu terakhir.

*Tersiar Di Utusan Borneo 8 March 2015



Sungai Padas Mengalir Jauh* (Cemar)

Di tanah leluhur ini dari setitik
menuruni lembah lalu menjadi
sebatang sungai di bawah langit
Khatulistiwa.

Gejolak airmu tenang membawa
cerita-cerita rimba mengalir jauh
ke dalam sukma tanah peribumi.

Rimba raya
ingin kurangkulmu
apalah erti sebatang sungai
tanpa lembah jati.

Di tebing sungai ini
aku berdiri melapazkan doa
kebimbangan ini
melihat pohon yang tumbang
sungai tanah lumpur
hutan pembalakan haram.

Sungai Padas
biar lingkaranmu tak putus
sampai jauh ke laut
dan irama bahasa airmu
penyejuk mata dan sukma.

*Dikirimkan ke Daily Express 25 April 2015



Membakut, Desa-desamu Tetap Berdiri Kukuh* (UB)(Suasana)(Terbit)

Hari telah menjelang malam
Riak-riak air di desamu masih
Perlahan mengalir tak bertembuk
Anak tanggamu masih tenggelam.

Pohon pisang di halaman rumah
Menyerah pada panggilan air
Langit kelabu menggurung mimpi
Matamu mencari tanah lahan tinggi.

Suaramu hanyut dan tersedut ke laut
Makin menjauh dari tanah daratan
Paru-parumu sarat digenangi air
Tapi, demi hidup kau tak ingin dikalahkan.

Kau memandang langit menanyakan
Bila matari akan muncul di bumbung samawi
Kami adalah burung-burung bertebaran
Yang kebasahan menunggu kepaknya kering.

Di desa-desa, kau bertahan mengharung banjir
Sukmamu telah kebal dan akarnya
Telah menjunam ke tanah peribumi
Dan doamu telah berpaut pada dahan samawi.

*Tersiar Di Utusan Borneo November 2014






Thursday 16 October 2014

Jalur Perjalanan Kembara Bahasa* (Suasana)

Tenom,
Keningau dan Beaufort,
kutinggalkanmu
dengan rimbunan kata-kata
yang bergayutan
seperti bintang-bintang
inspirasi di langitmu.

Kedatanganmu
meniup cinta dalam sukmamu
benih yang kau semai
telah berakar tunjang
lidahmu lembut
mengucapkan bahasa ilmu
dan kasih-sayang.

Aku mengucup dahimu
seperti ibu kepada anak
antara aku dan kau
terikat dan bukan terasing
kemerdekaan sukmamu
adalah langkah ke arah
kemenangan abadi.

Kujabat tanganmu
Pa Musa dan Antenom
seakan baru semalam
Sungai Padas, gejolakmu
seperti masa silam
kau, datang dalam
mimpi anak bangsa
seperti sekilas cahaya
dan gerak di langitmu
membawa makna dan firasat.

Kembara Bahasa
adalah tamu di suatu siang
datang membawa pesan
dan telah diucapkan
penyairmu telah membacakan
puisi
gerak tangan dan kakimu
telah berhenti
gema Kulingtangan
di dewan ini telah sepi.

Kembara bergerak
menuju kota
doa telah diucapkan
yang tinggal harapan
dan kenangan
pada takaran waktu.


*Dikirim ke Majalah Wadah 2 March 2015










Wednesday 15 October 2014

Suatu Siang Menjelang Maghrib* (UB)(Terbit)

Telah lama sukmamu
terapung di situ
cintamu bersemadi
di lautan.

Lepa-lepa berhanyut
di bawah langit sirkah.

Di sini,
nahkoda
dan laut itu
seperti jelapang
tanah luas.

Memang nafasmu
adalah lautan
pada bintang di langit
harapan dan
mimpi
seperti gelombang
di musim tengkujuh.


*Tersiar Di Utusan Borneo 8 March 2015
*Tersiar Di Utusan Borneo 5 April 2015

Monday 13 October 2014

Puisi Lintas* (Puisi)(Metamorposis)


Ke mana pergi
penghuni rimbamu
hilang di depan mata
di tanah peribumi

Mengapa memilih
kalau tak ada pilihan
kemajuan itu hanya
pada mereka yang melangkah.

Pulau mutiara dan laut
dapatkah kau bertahan
lembah gunung dan hutan jati
telah lama bertukar wajah.


Sunday 12 October 2014

Sketsa Fikir* (UB)(Puisi)(Metamorposis)(Terbit)

Lautan tak pernah lupa
mengirimkan gelombang
bumi menyerap
sentuhan cahaya.

Dalam berdoa
kata-kata istiqamah
terbang bersayap
berteduh di pulau sepi .

Langit damai
di bumi sirkah
kunang-kunang durjana
berkeliaran di malam majnun.

*Tersiar Di Utusan Borneo 8 March 2015.                                                                                                                          

Lidah Api* (UB) (Puisi)(Metamorposis)(Terbit)

Aku mencium
bau api dalam udara
lidahnya telah
mencapai pagar
perbatasan.

Ketika aku cuba
menatap wajahmu
jerebu bagai anak panah
menusuk anak mata.

Bukan mimpi
atau ilusi
lidah api
membakar diri
sampai kesiangan.

Buka
pintu sukmamu
pasti cahaya turun
menghalau kegelapan.                                                                                                                                                                                                                                                                                                  

*Tersiar Di Utusan Borneo 8 March 2015.                                                                                                *Tersiar Di Utusan Borneo 5 April 2015

Kejuitaan Sebuah Malam Dalam Kembara Bahasa* (Puisi)(Metamorposis)

Aku hanya dapat berkata
kaulah purnama

dan kejuitaan sebuah
malam
hingga tersingkapnya
siang.

Sipitang malam ini
turun berhias
lautmu tak berombak
langitmu seperti
dinding silam
yang teranyam dari
tangan-tangan bidadari
memital kain tenun
di penjuru malam
dan melihat siang
dari gelas Krystal.

Merapok dan Palakat
tersimpul mati
wira yang berpulang
menjadi tanah gembur
di hujung desa.
Gema tilawatmu
menyentuh sukma
bintang Kartika
kejuitaan sebuah Malam.

Kembaramu adalah tari gerak
puisi yang melukiskan
keindahan khat di dinding
sukma.
Bahasamu adalah
anugerah sebuah cinta
lahir dari budaya
bumi dan samawi.
Di Tanah Peribumi ini
cinta bahasamu tumbuh
hidup hingga kiamat.
Bukankah di tanah leluhur ini
lahir penyairmu yang
menganyam malam
menjadi lautan inspirasi
menghirup udara siang
lalu melafazkan kata-kata
bagai rimbunan hijau
dalam sukmamu.
Siapapun tak akan
datang dan lalu
mempersendakan
bahasa dan budayamu.

Ruh sebuah bangsa
hadir di dalam Kembara Bahasa
Ruh sebuah puisi
hadir dalam doa
yang melangkarkan
kata-kata dan kalimat.






Friday 10 October 2014

Dalam Kasyaf Namamu Kusebut, Mesapol.*(Mama)

Selamat Datang
Kembara Bahasa 2014
ke Mesapol
tanah peribumi
tanah leluhur dan rimba raya
Sungai Mesapol masih berdenyut
merelakan sejarah silam terhakis
dalam perubahan zaman.

Dalam kasyaf, kau telah
melimpasi jembatan gantung
kampung lama nenek tua
duduk mengunyah sireh.
Si Karuhai, anak bonda
legenda kasih-sayang dan
pengorbanan
rimbamu masih terpahat
di perbukitan sukmamu.

Lambiding dalam Takiding
Pakis dan rumpun bambu
di sini kau melipat kelupis
di tanah ini pernah kau
gores Laksamana
menghadang penceroboh malam.

Mesapol
kusebut namamu berulang-kali
supaya ia menyerap ke dalam sukma





Thursday 9 October 2014

Menunggu dalam Takaran Waktu* (UB)(Cemar)(Terbit)

Perutusanmu telah kembali
melewati sempadan
Langit berat seperti
empangan yang akan pecah
ada suara
terbawa arus sungai,
tenggelam-timbul
ia datang pada suatu malam
ketika kau lena
seperti dalam mimpi,
diam-diam ia menyentuh
sukmamu.

Kegelisahanmu
pada akhir ini
seperti gelisahnya air
yang mencari
arah ke mana akan
berakhir
kalau tidak ke laut.

Kau menatap
pada mata siang
pada tebing tanah
yang kukuh
atau batang kayu
yang hanyut
dan tangan saudaramu
yang berdiri
di dataran tinggi.

Datanglah sebelum terlambat
burung-burung telah terbang
pemukim rimba raya gelisah
Menunggu dalam takaran waktu
mengundang malam yang panjang.

*Tersiar Di Utusan Borneo 12 Oktober 2014





Purnama Penuh dan Gerhana Berlalu* (UB) (Ketuhanan)(Terbit)

Dalam doamu kau melepaskan
kesakitan-kesakitan manusiawi
segalanya tergeser di dalam
kata  kalimat
di padang  yang
maha luas kau ditinggalkan
suaramu terpergap di halkum
dan terhukum
kegelisahan yang tak tertahan
sukmamu bagaikan
terbakar tanpa perlindungan
kau mencari
tempat berteduh sekalipun
hanya bayang-bayang
seakan berdiri sebagai tembuk.

Kau datang menyempurnakan
mimpi
kerana terpanggil dan pasrah
inilah perutusan dan ujian
tapi, kau tempuh dengan taat
kelemahan manusiawi
kau tak akan berganjak
gerhana berada dipuncaknya
saksi-saksi
terpanggil dan menjawab
keindahan suatu malam
menyingkap makna
dan harapan.
Wahai Gazel,
di lembah pergunungan ini
kau selamat
dari dataran ini kau melihat
purnama penuh dan gerhana berlalu.
Ia adalah Maha Pelindung
dan Maha Perkasa.

*Tersiar Di Utusan Borneo 12 Oktober 2014



Kembara Bahasa 2014* (UB)(Terbit)

Hujan samawi turun
menyejuk lantai peribumi
di langit sekumpulan burung
terbang ke selatan
membawa misi
Kembara Bahasa 2014.

Sebuah perjalanan adalah pesan
yang diberi peringatan padamu
bukan sekali malah berulang-ulang
Kosa katamu adalah lambang perpaduan
bersemadi di dalam sukma
ia tak akan luntur kerana syak wasangka
ia adalah pohon berdaun lebar
sampai ke samawi dan akarnya tumbuh
menjunam sampai ke pusar bumi.

Dari Kembara lahir puisi
kalau menyentuh gunung,
gunung bersimpuh duduk
kalau menyentuh  lautan,
melahirkan deretan pulau
kalau menyentuh bumi,
menjadi rimba jati ribuan tahun
kerana kata-kata dan kalimat
hidup selamanya
dan tak akan pernah dikalahkan.

Aduhai, Kuda Semberani,
berlarilah engkau ke destinasi
di bawah langit terbuka
Kembaramu telah ditakdirkan
kemenangan sebuah impian
kebenaran menjadi nyata
kesempurnaan pada yang redah
Engkaulah saksi purnama penuh
sukma yang tertawan pada keindahan
sebuah kata tanpa membunuhmu.

*Tersiar Di Utusan Borneo 12 Oktober 2014

Wednesday 8 October 2014

Puisi Mengenangkan Abdillah Suut Majalis. Penyair Tanah Kenyalang* (Dedikasi)


Aku melihat
Jam dinding itu
Telah berhenti berdetak
Diam
Seperti lautan di waktu malam.

Mendengar deklamasi puisi
Dendang lagu dan gema suaramu
Seperti petik sape
Di bumi kenyalang
Ketenteraman dalam keindahan.

Persahabatan
Walaupun dalam waktu sedikit
Seperti hutan bakau
Tumbuh di pinggir sungai.

Ya samawi,
telah memanggilmu pulang
yang tinggal mengenangmu
dalam doa musafir.

Dikirimkan Majalah Wadah 2 March 2015







Tuesday 7 October 2014

Nenek dan Kampung Warisan*(AMNS)

Kampung ini telah lama ditinggalkan
Hutan belukar menutupi padi huma
Air sungai telah mengalir jauh
Pohon-pohon getah tua tumbang sendiri.

Kau pun tak pernah bertanya, dulu
Pernah ada sebuah kampung yang riuh
Penghuninya akan turun menoreh getah
Berpadi huma di lereng-lereng bukit.

Pada keratan tanah dan lereng bukit
Hutanmu penuh cerita warisan
Di halaman kampung rumpun bambu
Bernyanyi lagu rindu anak perantau.

Malam hari nenek duduk bercerita
Sambil mengunyah sireh pinang
Tentang anak sayangkan ibu
Legenda Karuhai turun-temurun.

Tiap jalan ke bukit ke hutan jati
Ketuk Kulingtangan wanita bertakiding
Ada grafiti peninggalan leluhur
Rimba di sini tak pernah sunyi.

Tapi, tanah payah itu telah lama liat
Anak pelanduk berhijrah ke hutan jiran
Rimbamu kini sepi dari kicau burung
telah menjauh beberapa musim lalu.

Di penjuru nenek mengunyah kelupis
Berbual sendiri sampai jauh malam
Memanggil-manggil nama Karuhai
Pandangannya larut bersama malam.

Tanah Warisan Kampung Lama tinggal nama
Gema suara nenek telah lama hilang
Kapok sepohon di hujung kampung
Tumbang dibawa banjir ke muara.


*Karuhai- Cerita rakyat suku Kedayan Berunai. Anak kasih pada Ibu.
*Bakul Takiding- bakul belakang membawa sayur atau pelbagai
*Kelupis-kuih pulut beras seperti lemang, cuma direbus.
*Kulingtangan- seperti gamelan, dimainkan suku Kedaya Berunai, Dusun, Murut di Sabah.

Thursday 2 October 2014

Cahaya Siang* (ITBM)

Aku tak akan merayu
gerimis tak melintasi
halaman.

Malam itu
kau telah meminggirkan
lampu jalan jauh
ke arah barat.

Di langit malam
ada rembulan penuh
laut dan gunung
pulaumu tenang.

Kau tak perlu
menantang arus
kalau ada jalan panjang
pasti aku akan ke sana.

*ITBM Jun 2015
*Dikirimkan ke Dewan Sastera pada 28 April 2015



Wednesday 1 October 2014

Puisi Buat Sahabat Asmira Suhadis di Wad 5c (katil12), AH.* (Dedikasi)

Malam ini langit tak berinai
Bulan turut gelisah di serambi sukma
ketika angin pergunungan mengutuk pintu
ketenangan lautan terusik dan rangkaian
pulau mutiara seperti bertafakur
mengenangkanmu.

Gema suara dan dekurmu
seperti ombak di tepian pantai
di hujung musim gelora.

Bertahanlah hanya tinggal sedikit
kau telah menyeberangi sempadan
memang tanahnya tidak rata,
berbukit curam dan tak bersahabat.

Kau dijanjikan pelangi selepas hujan
puluhan sukma mengirimkan doa
pasti ujian ini akan berlalu
Inayat-Nya tak akan melepaskanmu pergi.

Legenda Penyair Simpang Mengayau*(AMNS)

Kau pernah menceduk air perigi
menghirup udara laut Sulu
gelombang laut pernah menitipkan
legendamu yang gemilang.

Di tanah pribumi ini pernah
hentakkan kuda-kudamu
siap-siaga mengusir angin kencana
pulang ke asal-usulnya.

Pohonmu berdaun lebar
mencerca samawi
akarmu menjunam ke pusar bumi
kau datang seperti firasat
dan aku menafsirkan.

Tiap bumi
menyimpan rahsia silam.

Ketika kau putuskan
sampai di sini
aku pun tak menoleh
penyair simpang mengayau
melangkah ke laut dalam
dan menjadi pulau.






Inayat-Mu*(ITBM)


Aku pun tak berkata
membiarkanmu pergi
menggulung malam
mengumpul
butir-butir bintang
ke dalam sukma.

Ketika kau menitih
siang
baru teringat
kau pergi tanpa
mengucap salam.

Jerebu telah turun
matari sirkah
gema suaramu
tertahan di kerongkong.

Rimbamu kehilangan
burung-burung telah berpindah
ke negeri jauh.

Kerinduan
adalah ingatan
yang perlahan-lahan
menjadi silam.

Kenangan
adalah air yang
mengalir
dan menghakis
ke muara.

Yang tinggal hanya
inayat-Mu
langkah kaki
mengheretmu ke depan.


*ITBM Jun 2015
*Dikirim ke Majalah Wadah 2 March 2015



Tuesday 30 September 2014

Purnama Di Malam Kenanga* (AMNS)

Kekasih, kau telah
memotong langit malam
terpisah dua.

Ambillah bintang gemerlapan itu
purnama malam Kenanga.

Kata-kata telah hanggus
jerebu dalam mimpi gelisah.

Hanya inayat-Mu

Kekasihmu pulang
kerinduan itu, tetap ada
kebencian itu, tiada
sirna dalam gelora sukma.





Monday 29 September 2014

Menatap Masa Depan*(ITBM)

Menatap masa depan
tanah bumimu seperti bergerak
pada penglihatanmu
langitmu telah beredar ke negeri lain.

Tiadakah impian yang lebih manis
menguburkan dendam-kesumat
jauh ke dalam pusar bumi.

Kalau ia tak kembali
kau pun tak akan bertanya berita
tentangnya.

Mengapa kekejaman pula penyelesaian
gunung runtuh ketika persidangan damai
maut mengendap sedang pemukim tidur
kepenatan di anjung malam.

Aduhai Kekasih,
sedang kau menghampar permaidani
suara lunakmu memanggil pada kedamaian
di sempadan mereka meniup bara api.


*ITBM Jun 2015
*Dikirimkan kepada shamsudean66@gmail.com
sebarang pertanyaan hubungi no 013-3423166/urus setia, antologi wasatiyyah. 27 November 2014



Cinta Tawajuh*(ITBM)

Pada
negeri orang bercinta
mata sukmamu
menafsir erti
kerinduan dan
kesepian.

Kau menyulam kata-kata
cinta itu menenangkan
gelora lautan
dan menawan pulau-pulau sepi
lalu memerdekakannya
menjadi butir-butir mutiara
kenangan dan abadi.

Tubuhmu adalah
bumi yang subur
benih terbaik
tumbuh berbuah manis.

Cinta kudus
tak binasa oleh waktu.

Pada suatu siang
kau
terbawa arus
lautan
ke pulau tawajuh
tanpa menoleh.

*ITBM Jun 2015

Kesatuan Ummah*(Merdeka)

Aku mendengar deru taufan angin
seperti gema gelombang lautan
jeritnya terasa di pelosok pedalaman
sampai ke pulau-pulau yang jauh.

Ada menghias langit dengan lampu neon
menconteng rembulan di kanvas malam
aku tak akan dapat membayangkan
Kedamaian sukmamu akan terubat.

Ribut telah melanda tanah ini
seribu kemungkinan kau sendiri tak
dapat menjawab apalagi menguasai
hutan hanggus dan kabus jerebu.

Keadilan adalah amanat perjuangan
tak akan membenarkan kezaliman
Kerana kebenaran ini akan dilindungi
Tangan samawi dan inayat-Nya.

Seperti serangga menyerbu mangsa
kau tak akan dapat menghalang
meruntuhkan langit kedamaian ini
yang tak mungkin, memungkinkan.

Aku yakin kemerdekaan ini
hadiah samawi kesatuan ummah
kepatuhan dan pengorbanan Ismail
jawaban dari mimpi yang benar.





Friday 26 September 2014

Puisi Sederhana* (Puisi)(Metamorposis)

Di suatu siang
tiga anak kucing
di halaman
aku menunggu
surat dari jauh.

Jalan sepi
dan kosong
mana perginya
suara itu.

pulau itu pun
terpisah setelah puluhan tahun
bertahan di dalam sukma.



Memandang laut*(Cinta)


Kerana sayang
aku melepaskanmu terbang
kembali ke pulau asalmu.

Pada laut, di situ
ada sebuah pulau
kau selalu menunggu
di pengkalan.


Honiara
2011

Wednesday 24 September 2014

Firasat Merdeka*(Merdeka)

Gerhana telah muncul
menyempurnakan isyarat
seribu tahun penantian
langit tak mudah menyerah
dari masa silam suaramu
tetap kasih-sayang.

Kau tak akan berubah
menukar warna kulit
memang alam ini pun
ada keindahan menawan.

Musim gempa
di pergunungan
maut berjatuhan
tapi, kau terus mendaki.
di garis penamat
hanya dirimu
hanya dirimu.

Kau memilih kedamaian
ini bukan tanda kelemahan
dan bukan pula kekalahan.

Kau tak pernah
memilih kekerasan
apa lagi kezaliman
dalam kedamaian
ada muafakat.

Tiap perjuangan itu
adalah pengorbanan
dan kerana perjuangan
kau pun merdeka.

*Dikirim kepada KST 12 Augsut 2015







Puisi Di Pinggir Mata* (Puisi)(Metamorposis)

Malam ini
mata bulan,
anak bintang
bersembunyi
dalam mimpi
hujan bukit.

Dawat hitam
kering
kata-kata tawajuh
bergayutan
di pohon sukma.

Kau adalah
kekasih
ditabalkan
dari letusan
komet dan
luluhnya
kejora
di malam gerhana.

Kau telah
kehilangan
masa silam.
Di tanganmu
tanah menjadi pasir
sebidang tanah
dendam
turun-temurun.



Wednesday 17 September 2014

Kau tak akan berhenti*(Ketuhanan)

Kau mengucap
kalimat Syahada
lidahmu tenang
keyakinanmu bertahan
seperti gunung
sebutir keraguan pun
tak akan menumpang
tumbuh di tanah gemburmu.

Mengapa harus bimbang
angin memang tak berhenti
membawa ombak ke tepian.

Ribut angin makin mengila
air pantai masuk
jauh ke daratan
lahar gunung
letusan belerang
kini ia datang tanpa musim.

Harus kau gementar
panggillah sekutunya
kudrat kedua tak akan berubah.

Kau
tak akan berhenti
sampai pada garis penamat
bukanlah pengorbanan
jika ada sedikit riak.

*












Tuesday 16 September 2014

Daun Limau Muda dan Mimpi* (Puisi)(Metamorposis)

Langit mendung
hujan belum menitis
jendela terbuka
musim begini
daun limau muda
masih tumbuh.

Belum ada petanda
pada malam
masih mengundang
bahasanya sendiri.

Pulau ini telah
bertarung
terlalu lama
dan tiap badai
taufan telah
datang dan pergi.

Sukmamu masih bertahan
walaupun gema suaramu
mungkin tak kesampaian.

















Monday 15 September 2014

Ia Telah Bertukar Warna*(Cinta)

Aku tak ingin
menawanmu
apa lagi
memiliki
gunung itu.

Menawan adalah
memiliki dan menguasai.

Aku harus mengalah
seperti siang akan berlalu
pasti malam
sabar
menunggu.

Seperti terkurung
di dalam
gaung yang dalam
mengambilnya terasa
jauh dan tak tergapai.

Merelakan adalah
mengosongkan dan
melepaskanmu.

Kalau ini sebuah
rintangan jeraji besi
sekarang pintunya
telah terbuka

Bulan merah
di celah-celah ombak
sebentar bertukar warna
berubah mengundur..

Honiara
Oktober 2012

Thursday 11 September 2014

Derhaka dan Pengkhianat* (Ketuhanan)

Terlalu banyak kenangan dan catatan
membakarkannya perlu kesabaran
tragiknya tak mungkin semuanya akan
bertebaran menjadi debu.

Serpihannya berpusing-pusing
digolong angin musim kering
di depan matamu yang redup.
Kau lupa dan melepaskan
dari genggaman memori
tapi akarnya tetap kuat
bertahan tak ingin melepaskan.

Sebuah memori indah cukup
mengumpul puluhan memori
ingin melepaskan diri
hilang terbakar seperti komet.
Kau tak rasa dikhianati
sekuntum bunga ros pun
mengalami musim luruh.

Dalam rimbunan malam
kau terus berkata-kata
melafazkan dalam sepi malam
kesepian itu bukan musuh
adalah sahabat baik tak
dapat dipisahkan.

Sampai kiamat mendatang
kebenaran bukan suatu
yang abstrak dan keliru.
Kata-kata benar
bertahan dari dimamah waktu
atau dipanggil derhaka
atau pengkhianat.


Lamunan Penyair* (Cinta)


Alam diam seakan tak bergerak
keheningan ini membawa alamat
gerak bumi di lautan telah
mengirim gelombang ke pulau jauh.

Gazelku, bersabarlah,
pemburumu masih di sekitar
cuba mencium baumu di udara.

Tanpa bintang dan rembulan
apalah ertinya sebuah malam
tanpa mimpi dan impian.

Pantaimu terasa menjauh
kuda-kudamu kendur
ototmu telah kejang.


Honiara
2012

Suara hatimu*(ITBM)

Suatu siang mendung
masih bergumpal di langit
degung sekor lebah
berputar-putar di depan pintu
Lalu jatuh
bergerak sedikit
kemudian kejang kaku.

Alam tetap bergerak
tanpa menoleh
sepi terkejut
lalu beredar dalam mimpi.

Kau telah lama mendaki gunung
sekarang iklim mulai terasa panas
inspirasimu ikut tergoda
mengalir dari gunung ke lautan.

Ketika kau tak menyebelahi pihak
Hukum kedamaian adalah
pelaksanaan keadilan
tanpa dendam dan retorika.

Ketika kata-kata telah
payah untuk diucapkan
meja perundingan
kehilangan kebenaran
suara hatimu telah kau katakan
tapi hidup itu harus dilanjutkan.

*ITBM Jun 2015

Panah Langit*(ITBM)

Aku tau satu hari
panah itu turun dari langit
menjunam ke dalam sukma
seperti duri bunga ros

Kekadang ada rasa ingin mengutip
hamparan bintang di langit
tapi itu tak mungkin
akhirnya menatap dari jauh.

Perlukah aku
meratap seperti anak kecil
Soalnya kau telah jauh berjalan
matari tak merubah langkah kaki.

Aduh, memang siksa
kebenaran dinding yang terconteng
akhir dalam terpaksa kau akan
menutup pintu dan jalan ke halaman
akan terbiar,
lalang tumbuh menutup jalan.

Kau tak menghitung
malam telah meluncur
degup nadimu berpesan
bangunlah hari telah siang
tamumu akan datang
Lalu mengapa menyorok
mukamu di sebalik tirai.

Jawabku, ubi telah
menjadi kayu
kau pun tak selalu
menjenguk di kebunmu.

Salam, balasmu
di pelabuhan
memandang
benua selatan.

*ITBM Jun 2015




Tuesday 9 September 2014

Puisi Buat Waail Gazwan Al-Jabuly* (Syria)(Boat People)

Ketika kuterima berita kepulanganmu dari Syria
seakan alam bertukar menjadi foto silam tanpa warna
kau telah mencuba berkali-kali memasuki sempadan larangan
tiap kali kau menyeberangi tanah asing kau merempat
dalam kamar gelap hinggalah suatu hari kau dibebaskan.

Sukmamu bagai air yang mengalir dari menara gunung
Ketika periuk api meletup di bawah telapak kakimu
Kau tau perjalananmu ini telah berakhir dengan maut
Selamat Tinggal, ayah tua, sekarang tiada lagi kau tunggu
Berita itu hanya disampaikan dalam mimpi benar.

Kepada saudara rohaniku, kau telah mencuba dan mencuba
Tapi di sini telah berakhir segalanya dan kau dipanggil pulang
Sebagai syahid dalam perjalanan maut di sempadan Turki
Kau hancur berkecai dan tak sempat berkata apa-apa
Gema ledakan bom periuk api menipis dalam udara panas

Kali ini kau telah menjadi mangsa tanpa ada amaran
Kau nekad kerana hanya tinggal selangkah
Kau ingin berada di tanah merdeka yang gemilang
Memburu impian pendatang malam dalam mimpi benar
Demikian harapan dan keinginan di dalam sukma.

Akhirnya kau mati syahid jauh dari halaman kampung
Dalam diam-diam kau cuba dan cuba meninggalkan
Daerah perang kerana kedamaian telah hancur luluh
Yang dibunuh dan terbunuh jumlah makin besar
Dua musuh bermati-matian membunuh satu sama lain.


Kau Kehilangan Bumi Dan Langit* (Kemerdekaan)

Lupakah masa silammu
ketika kau tak bermaya
mencari tiang bersandar
menunggu tangan menghulur.

Kezaliman itu
telah jauh
dari ingatan
sejarah tragik
menghendap dalam mimpi
penderaan bangsa
datang silih-berganti
kurun berkurun kau
diburu
seperti binatang buruan.

Ketika di puncak bukit
memandang ke bawah
api dendammu membakar
hutan nuraini.
Igau Nimrod
membawa celaka.

Malam panjang
turun
ia kehilangan
bumi dan langit.









Monday 8 September 2014

Melangkahi Petala Langit dan Tanah Peribumi* (Kemerdekaan)

Sekarang kau berani melangkahi
sempadan Tanah Peribumi.
dan menabur fitnah angin gelora.

Suaramu kental dengan dahak
tapi maknanya masih kesampaian
di pelipis telinga.

Usah kau hebohkan kelahiranku
apa lagi bermain serapang tiga
dalam percakapanmu.

Tiada dosa tumbuh di Bumi Peribumi
kau pula jangan menunjuk jari telunjukmu
umpah sarana dan memperolok
pada keturunan anak bangsa.
Ia adalah pencinta kedamaian
tapi kau telah
membina tembok-tembok
bayangan di lembah gunung.



Friday 5 September 2014

Aku dan Saudaraku*(Jurnal Puisi Melayu)


Aku memandangmu kasih-sayang
Kau memandangku penuh curiga.

Dalam matamu ada dengki dendam
Aku masih berdoa kerana kau saudaraku.

Aku berkata sepatah kau berayat tak putus
Aku menyapa salam kau tak menjawab.

Ketika aku melangkah ke pelosok bumi
Kau masih di tempat tidur bermimpi

Ketika aku menabur benih di ladang
Kau datang merosak tanaman.

Meskipun kau selalu berlaku zalim
Masih saudaraku mengucap Kalima Toyyiba.

Dikirim ke Jurnal Pusi Melayu, 14 Julai 2015


Thursday 4 September 2014

Peti Pandora*(Puisi)(Terbit) (HE)


Kau sendiri tak tahu
dalam peti Pandora
sejak terakhir kata-katamu
mulai bercelaru
gema suaramu terdengar
mendayu-dayu
di lembah kata dan bual.

Ketika api
membakar rimbamu
langit jerebu
memenuhi ruang angkasa
Kau tak tau
ke arah mana gerak mata angin.

Melindungi kedamaian
harus di langit tenang
kebencian tak akan bercambah
di tanah gersang
kasih Sayang
menawan lembah sukmamu.

*Tersiar Di Daily Express 7 Jun 2015

Wednesday 3 September 2014

Bangsa Palestine, Doa Kami Bersamamu

Aku tak akan berhenti menegurmu
tak akan menggunakan kekerasan
dan kezaliman.
Kau telah menghiaskan kata-katamu
sekalipun isi retorika tetap sama
kau tak akan menukar haluan gelombang.

Apakah kau tak melihat  masa silammu
tanpa mempelajari sejarah dan membelakangkannya.
Tiap hari kau menimbun bangkai di langit terbuka
tiap malam gundah tidurmu makin tak terkawal.

Apakah selamanya dunia berada di pihakmu?
Satu hari mereka akan bertukar pendirian
kala itu kau sendirian mencari sekutu
pada selembar daun atau lubang anak ketam
di pantai.

Israel ingin dihormati kerana sejarak tragik
masa silammu
tapi kejahatanmu hari ini menutup pintu-pintu
jiranmu.
Kau sudah diperingatkan pada satu masa
tak ada jalan pulang atau pengampunan tulus.

Berhentilah, biarkan langit  tenang
bumimu tidur sejenak dari kelangsungan Perang
Isreal seluruh tubuhmu mengering dengan darah Palestine
kelihatannya kau makin suka menyiksa dan membunuh.

Aku tau ada di antaramu
menyesali tindakan Benjamin Netanyahu
Mengapa diam dan tak bertindak
membiarkan burung-burung Kondor
melingkari langit Palestine mencium bau mayat.
Kegilaan Netanyahu harus stop
Israel berhenti
merampas Tanah Palestine.

Bangsa Palestine, kau tak sendiri
doa kami bersamamu.

Pendatang Malam buat Aziz Zitan (Boat People)

Aku mengikuti jejak perjalananmu di petala bumi ini
kakimu melangkah tak berhenti hanya ketika kau
merasa kantukmu berkali-kali memberi peringatan
tidurlah, supaya esok kakimu dapat melangkah
dan menyeberangi sempadan ke negeri asing
tak pernah kau mimpikan di sini kau akan tiba
tanpa ada orang berkumpul mengucap selamat datang.

Tiap perhentian, berhenti sebentar, mencari ketenangan
meredahkan denyut jantung supaya kau dapat tersenyum
tanpa dicurigai. Kau adalah musafir di alaf 21,
pengembara yang dirinya tak pasti esok mau ke mana.
apakah ia mengejar bayang-bayangnya atau
ia segaja membiarkan dirinya hanggus ditelan waktu
sebagai pendatang malam.

Kau tak pernah berundur, langkahmu ke depan
ingatanmu tentang tanah leluhur makin gelap
lupa pada keindahan dan kehebatan bangsamu
sebenarnya kau adalah musafir rohani yang
menyerahkan dirimu kepada Tuhan Semesta Alam
membawamu ke pohon rendang  tempatmu
beristirehat memandang bintang malam
menceduk mimpi dan harapan.

Ketika mereka menyuruhmu pulang
melangkah balik ke sempedan sebelumnya
kau adalah musafir tak punya apa-apa
Passport mati dan tak ada jalan pulang.
kau seperti berdiri di sejengkal tanah
yang terapong di tengah samudera lautan.

Kau tak akan berhenti mencuba terus
mereka tak akan dapat mematahkan
semangat dan pengorbanan ini.
Kebenaran yang kau pegang
suatu hari akan membawamu pulang
kemenanganmu adalah kesabaran
dan keberanianmu adalah lautan tak bertepi
doa-doamu adalah cahaya yang tak akan padam.
Bertahanlah seperti gunung
pasti ada siang yang membawa khabar dan harapan.

Tuesday 2 September 2014

Perubahan*(ITBM)


Apa lagi yang disembunyi
namanya musuh
punya kepentingan sendiri
besok atau lusa
kau memutuskan siratul-rahim
kerana kau memilih
jalan pulang ke selatan.

Bagaimana aku dapat
menyakinkanmu
isyarat samawi membawa
musim perubahan
Kau tak melihat siang
ketika malam berlalu
berdusta.

Namanya pun
adalah saksi kebenaran
langit dan bumi
adalah bukti.
Kau tak akan dapat
meniadakan sinar
telah masuk
ke dalam kamarmu.


*ITBM Jun 2015


Percakapan Sendiri di Tanah Palestin (Palestine)

Kau telah pandai membedakan
yang asli dengan kaca.
Kebenaran dan Penipuan yang mutlak
suara protesmu sampai ke pintu Gaza
dan tabir Samawi.
Kemarahanmu bagai gelombang tak dapat
dikongkong oleh waktu.
Keadilan telah hancur tanah pasir
di bawah puing-puing bangunan yang
hancur.

Inilah hadiah kemerdekaan,
kau dapat menyatakan kepada dunia
pendirian dan sikap
dan kejahatan suatu bangsa
yang zalim.

Soalnya, hari ini
kau melihat kejahatan itu di pihaknya
bagaimana pula kalau itu berputar esok
lalu kau pula jadi fanatik bangsa
dan penyiksa yang zalim di Tanah Peribumi.

Ya Rabbi, mohon dijauhkan
Kau Maha Perkasa dan Maha Pelindung.



Monday 1 September 2014

Erti Sebuah Kemerdekaan* (Kemerdekaan)

Terus-terang ketika aku mendengarmu
kau ingin membelah purnama di langit
tanpa berkata apapun aku mendoakanmu
sekalipun kau menconteng kebenaran.

Di langitmu tanda-tanda hujan akan turun
menanggalkan jeritan sukmamu selama ini
kau mendera desamu sendiri kerana
ingin memberi laluan sebuah harapan.

Kalau kau ingin mencipta kedamaian
mengapa kau memakai bahasa dendam
sampai jauh ke pusar mimpi benar
meniup bara api di pojok sukmamu.

Kemerdekaan ini adalah ikat jaminan
ketenteraman di langit kedamaian di bumi
kebenaran ini wajah anak segala bangsa
kau sendiri dilindungi sepanjang musim.

Sekali kau membuka pintu amarah
kau tak akan berhenti menyiksa
bumi peribumi melaung keperihan
lalu kau cipta mitos dan legenda palsu.

Fitratmu kebaikan dan kasih-sayang
budaya adalah kemakmuran bangsamu
bukan gema suara berpuak yang hinggap
pada suatu siang di pohon merdeka.

*10 Puisi dikirimkan pada 27 April 2015



Serigala Kerap Turun Mengikuti Jejak Anak Manusia.*(Jurnal Puisi Melayu)

Kau menyisip
dalam malam gelap
memburu mangsa tanpa
tau sendiri telah diekori
kedatanganmu merubah
antara hidup dan mati.
Ketika kau terpanggil
menerima perintah
matamu tak berkelip
sekalipun kau harus
melangkah sempadan
ke tanah asing.

Ombak berkecamuk
membanting dirinya ke tepian.
Tiap tanjung ada isyarat
kau keluar dari lubang
sedikitpun tak terconteng.
Kalau kau ingin kelipan bintang
hanya pada malam perkasa.

Malam ini, kau pemenang
esok, tiada yang tahu
rumah kaudirikan
berbumbung tak berdinding.
Serigala dari pergunungan
kerap turun mengikuti jejak
dan bau tubuh sihatmu.

*Dikirimkan  ke Jurnal Puisi Melayu, 14 Julai 2015

Sunday 31 August 2014

Salam Kemerdekaan* (Kemerdekaan)

Salam Kemerdekaan
memperingatkanmu penjajah bangsa telah pulang
sukma telah bebas dari belenggu mengheretmu
terputus dari masa silam yang tak akan kembali.

Salam Kemerdekaan
adalah himpunan doa yang terkabul
terus-menerus dilafazkan hingga kiamat
solidaritas dan kemenangan anak bangsa.

Salam Kemerdekaan
kita telah menolak pemerkosaan
hak-hak peribumi hidup berbangsa-bangsa
di taman khatulistiwa ini sepanjang musim.

Salam Kemerdekaan
bukan menggantikan beradab dengan derhaka
bertindak algojo di lorong malam khianat
menabur fitnah, kebohongan dan maut.

Salam Kemerdekaan
perjuangan mendorong kebenaran ke pentas terbuka
saksi-saksimu tak akan didera atau dizalimi.

Salam Kemerdekaan
janji-janji keselamatan yang digenapkan
samawi akur menurunkan gerimis pelangi.

*Dikirimkan pada 27 April 2015

Saturday 30 August 2014

Bertukar Wajah* (Palestine)

Kau telah mendengar kejahatan luar biasa
pernah dilakukan di tanah bumi ini
tak akan terucapkan apa lagi melukiskan
kezaliman itu, belum ada perubahan
kilat mata dan degup jantung ketika melepaskan
das tembakan atau menyembelih mangsanya.

Seperti luruhnya daun di musim gugur
berhamparan di lantai peribumi tanpa
upacara dan selamat jalan.

Ketika aku membaca sejarah silam
kaulah bangsa biadap
meratakan penduduk peribumi
korban berjatuhan dan celaka berkurun.

Roda waktu bergolek
dulu, kau adalah bangsa yang kalah
kini bertukar wajah berdastar
bangsa yang besar
dan nasib bangsa-bangsa lain
dalam genggamanmu.

Keadilan terlucut dari tangan ke tangan
dan tersorok di pojokan mimbar
kezaliman membawa malam panjang
menggurung musim bunga.

Kegilaanmu semakin berani
menata langit dan bumi
biuh-buih darah belum kering
kezaliman terus mengheret
mencari mangsa yang terakhir.


Tuesday 26 August 2014

Kemurahan Bangsaku (Palestine)

Kemurahan Bangsaku,
ketika bom jatuh di tanah Palestine
sukmanya tersentuh parah.

Ketika masjid dan menara
ranap tinggal puing
kau bersedih dan makan tak lalu.

Berhari-hari air matamu
mengalir dan tak berhenti
kau menangis sendiri
sambil bolak-balik surat khabar.

Dalam perbualan
bila menyebut keganasan
Zionis
kemarahanmu tak dapat dibendung.

Sukmamu bagai tersayat-sayat
menatap foto-foto bayi dan
wanita terkorban mangsa tentera
dan kapal terbang Israel.

Kau melihat tak ada petanda hujan
akan turun
ketika malam, bulan seperti air batu
tak membawa perubahan musim.

Keadilan telah hangus
seakan tak ada dapat menyelamatkan
Kedamaian
mimpi manis yang tak menetas.

Kemurahan Bangsaku,
tak akan bertukar warna dan  pacak
tak akan bergendang mengikut rentakmu.
                                                                             

Monday 25 August 2014

Ketika* (Ketuhanan)

Ketika kakimu tanpa berpijak
Ia berikan seluas halaman.

Ketika bumbungmu kosong
Ia berikan langit dan cakrawala
supaya kau dapat bermimpi.

Ketika gelombang ribut angin
Ia berikan pantai pasir
pulau teduh.

Ketika kau mendambakan
sebuah gunung bertahan
Ia berikan amanat.

Ketika kau mencari
sakinah dan inayah-Nya
Ia terlalu dekat.

Ketika kau jabat tangan
aku tak perlu gusar
pesan keamanan disampaikan.

Ketika dikasari
Ia balas senyum
kata-katamu kasih-sayang.

Ketika kau didorong
ke pojokan
senjatamu adalah doa.

Ketika keadilan sirna
kau diberi peringatan
malam-malam gerhana.

Apa lagi kau cari
nahkoda dan bathera
telah disiapkan
sauhu telah diangkat.







Hari telah Di hujung Tanjung*(Ketuhanan)

Kau masih bertanya
apa yang telah dilakukan
pada siang hari merayau
bulan telah berselindung
membiarkan lautan tenang

Tanpa kausedari
hari di hujung tanjung
menconteng dinding sukma
melangkar harapan
kau terjebak
dalam gaung gelap

Siangmu bertukar
menjadi butir pasir
malammu bertukar
menjadi kotak mimpi
suaramu mulai
kepayahan dimengerti
musuhmu tak pernah
mendengarkanmu.

Ketenteraman telah
menghimpun kata-kata
langit telah berubah.

Wednesday 20 August 2014

Palestine, Gema Suaramu (Palestine)

Bumimu seperti hamparan kain kafan tak pernah putus
bunga-bunga mimpi telah lama gugur di tanah peribumi
malam kelam adalah bayangan maut yang mengintai
anjing pun terasa muak mencium bau mayat tertindih
puing-puing bangunan yang ranap dan hancur.

Musuh-musuh tambah ghairah menembak
seperti binatang buruan atau permainan sukan
tiada perasaan keciwa atau bersalah
sedang dunia melihat kebiadapan ini
tanpa melafaz kaka-kata keras memberhentikan
kekerasan dan kekejaman tanpa ada rasa
tanggung jawab dan naluri kemanusiaan.

Yang mengherankan demi ambisi politik
dan kebengkokan hidup mereka sanggup
melakukan apa saja demi bangsa dan impian Zionis
membunuh, merampas dan peluasan
berdiam dan menundukkan kepala tanpa perlawanan
sedangkan hak-hak dan maruah diri
ditendang di atas debu jalanan.

Hak milikmu telah terlepas di tangan orang lain
mereka merencanakan ini jauh dari sebelumnya
saudara-saudara sebangsa telah meninggalkanmu
dan melupakan penderitaan dan kezaliman
yang ditimpakan ke atasmu

Suara-suaramu tertimbus dalam letusan bom
kau memanggil dunia telinga yang tak mendengar
senandung malam kerudungmu lama sudah tak
memanggil perhatian dan simpati bangsamu.

Solidaritas bangsa Arab penuh dengan curiga
Ummatun wahidah pada prinsifnya
sedangkan tindakan berubah dan berlainan
dalam semua musim dan kebutuhan.aramu
akhirnya, orang lain berlagak  penabur
kedamaian walaupun mereka sebenarnya
ada udang di sebalik batu.

Demi samawi dan bumi yang terdera
dan gencatan senjata, berhentilah
membunuh anak-anak dan ibu yang
berdosa.cukup darah yang tumpah
pembantaian massa tak harus berterusan
biarkan lautmu tenang
langitmu membawa berita keamanan
dan keadilan
sekali anak manusia bebas
dari udara sendat dan penjara perang,

Muhasabah*(ITBM)

Kau tak pernah terlambat
demi kebaikan tak ada terlambat
telah berlalu adalah pengisian
perjuangan pembaikan mendatang.

Kini bergolak ke arahmu
diterbangkan angin benua jauh
dihanyutkan ke tebing
Pulau sepi di samudera lautan.

Segalanya terangkat kerana doa
kau cari waktu terindah
hamparkan doamu
di pagi malam yang tenang.

Doa adalah kekuatan anugerah
senjata tak mencederai
ketika samawi merenjis salam
sukmamu tersentuh menawan.

Rahsia jawaban kepada doamu
mengalir dari sukma ke hujung lidah
bagaikan kembang Kenanga malam hari
harumnya kepuasan abadi.

Tawajuh ini membawa doa-doa
berkembang dalam sukma mutaki
waktu tak ada takaran meraih
rimbunan kurnia-Mu.


*ITBM Jun 2015





Tanah Syria* (Syria)(Boat People)

Kau masih tak melihat walaupun telah
berapa kali kau diperingatkan
tapi, kau masih tak peduli.

Kau masih lalai
mereka memasang empat penjuru
perangkap di kotamu
sebentar lagi langitmu
dicerobohi
tapi kau masih tidur di siang  hari.

Sengketa dua saudara
tak ada sempadan dan nokta
keadilan, barang murah dan
bualan kosong.

Yang lain hanya
memandang dengan mata kosong
dan tak berganjak membuat keputusan.

Keadilan telah lenyap
kemusnahan di bumimu
maut berguguran
keamanan, sekelip cahaya
telah menjauh.

Peperangan adalah wabak silam
meragut penghuninya
Mengapa PBB diam dan
kehilangan suaranya sendiri.
Bangsa Arab, kamu tak berbuat
dan membiar orang lain
menyibuk di negaramu sendiri.

Malam gerun telah berlabuh
di tanah Suria,
mendungnya telah berarak
ke tanah Asia.
Peperangan ini
seperti api menjalar
melewati sempadan.

Sekalipun ruang kecil
tapi, pintu keamanan dibuka
bergegaslah ke sana
dan mencari keadilan dari
runtuhan tembuk dan mayat
dan debu kota yang hancur.

Sunday 17 August 2014

Qurub dan Tajalli-Nya*(ITBM)

Kau ingin genggam sebutir bintang
tadah tangan pandang ke samawi
malam itu, komet berjatuhan
berserakan di Cakerawala.

Gerimis men
yapa
goresan usia pada wajah
Tapi kau ingin pelangi
walaupun sebentar.

Memburu di hutan kehilangan jati.
suaramu hilang dalam api membakar
mengheret telapak kakimu
mencari oasis.

Malam itu kau pandang samawi
lalu menyingkap tabirnya
kau temukan pintu qurub
mendorongmu pada tajalli-Nya.

*ITBM Jun 2015

Thursday 14 August 2014

Kekejaman Di Tanah Peribumi Palestine (Palestine)

Di Tanah Gembur
ia tumbuh berdaun lebar
pohon rendang
memberikan keteduhan
Kesentosaan alam sejagat.
ladangmu selamat
dari tumbuhan berduri
dan gema suaramu
bukan bahasa benci 
menghalau penghuni peribumi
menyembur darah ke mukanya
menghendap siang-malam
bau hanyir darah dalam udara.

Kekejaman bukan balasan
kepada kekejaman
Langit silam tak menyedarkan
dan mengubah langkahmu
Kau bukan teman
berjiran yang baik.

Adakah di sini jalan kedamaian
yang abadi
sedangkan sukmamu
parah dan menderita
kemenangan yang dituntut
telah lama kabur
angin gelombang jauh ke laut.

Kamu mau menyakinkan
kepada dunia
kebenaran itu
ada pada pihakmu
jawabanmu semua telah ada
generasi penerus
memandang diam
Leluhur yang
tamak dan zalim.

Dunia turun
menyatakan protes
tapi, kamu masih
bersikeras
gencatan senjata itu
adalah jalan sehala.
Kami selalu
menginginkan kedamaian.
Peribumi mengenal
retorikamu mengabui semua mata
sedang malam terlalu panjang
di Tanah Palestine.

Kamu bilang ini bukan perampokan
bukan menghalau penghuni Tanah Peribumi
melarat.
tapi, kenyataan itu telah kami kenal
kata-katamu tak dapat dipegang dari dulu.

Tuesday 12 August 2014

Di Lahan Penantian* (Kata)(Metamorposis)

Hujan turun
menjawab panggilanmu
udara dingin
mengusap ibu jari
Siang sirna
seperti ke alam mimpi.

Waktu bagai berhenti
Sendiri.

Cermin di pojokan
telah
sebahagian dari kegelapan.

Di sini bait-bait puisimu
berakhir
di lahan penantian.

Tali itu telah terputus
Pintu tertutup rapat
Tak menakutkan
seperti arus kau terbawa
ke laut.






Monday 11 August 2014

Tanpa Tangan Bisa Menghalangmu*(Palestine)

Begitu mudah kau
mencontengkan rembulan
lalu mengatakan gerhana
menuduh dengan siasah
kebohongan.

Letusan dalam sukma
bagai gunung berapi
hanya rangkaian doa
mendinginkan amarah.

Kezaliman itu
tanpa sempadan
tanpa mengira anak
orang tua dan wanita.

Kejahatan tumbuh
tanpa mengira musim
tanpa peduli masjid
kau sembur api
dendam.
tanpa tangan bisa
menghalangmu.
kau tak peduli
keperihan dan maut.







Wednesday 6 August 2014

Azam Dan Tekad * (Merdeka)

Wahai Adekku Sayang,
Di lapangan hidup ini  tiap orang
ada peluang untuk meraih kejayaan
tapi, kau harus siap bertungkus-lumus
tiap perjuangan mesti ada pengorbanan.

Tiap usaha atau apa saja kita lakukan
harus dimulai dengan membaca doa
kerana doa mendorong dan membulatkan tekad
membawa kita ke tangga kejayaan cemerlang.

Jangan sekali berputus asa
apa lagi patah semangat
kerana  dalam mengejar cita-cita
jiwa kita selalu tabah dan sabar.

Dalam kita berlumba-lumba
meraih kemenangan diingatkan
tak ada jalan pendek atau memintas
usaha dilakukan dengan azam dan displin.

Wahai Adekku Sayang,
di langit siang yang terbentang luas
di langit malam bergemerlapan bintang-bintang
kau boleh bermimpi bulan purnama penuh
dan memilikinya asalkan kau yakin.

Allah telah berfirman
tak akan mengubah diri atau bangsa itu
kecuali ia berusaha keras menukar hidupnya
oleh itu kau harus tekun dan displin dalam belajar.

Biar cita-citamu tinggi, setinggi gunung Kinabalu
seluas langit biru dan sedalam lautan
melangkahlah dalam restu ayah dan ibu
berlindung pada Allah dalam duka dan gembira.

Pasti kau akan berhasil dan berjaya
Pasti kau akan meraih kemenangan
Pasti kau akan mencapai cita-citamu
Pasti kau akan menjadi hero bagi bangsamu.

*Hari ini akan dibacakan sebagai Acara Motivasi di hadapan anak-anak sekolah.





Api Menyala*(ITBM)

Mereka telah menyalakan api silam
lalu menyebut-nyebut janji langit
mata berendam dalam dendam
melempar api ke kamarmu
anak-anak dan wanita bersembunyi.
Di lorong gelap dan kota legam
berkumpul suara-suara amarah
langit siang yang malang.
bisakah kau bedakan tangan
memberi dan pembunuh kejam.
Sukmanya gunung berapi
mengumpul lahar dan membakar
titian zaman tanpa kasih-sayang
samawi mengirimkan hujan
datangnya musim menuai.

*ITBM Jun 2015










Monday 4 August 2014

Padamkan Kebencian*(ITBM)

Kebencian
adalah bayang raksasa amarah
kegelapan malam atau siang yang legang
kejahatan itu menetas dan mencari sasaran.

Mereka tak peduli
masjid atau tempat ibadat
melemparkan grenade dan membunuh
korban kejahatan
lalu kabur menghilang dalam jerebu.

Mencari sakinah dalam sukma
jalan inayah dan keselamatan
benci yang merugi
jauhkan
dari perbualan dan tindakan
dari angan-angan dan tujuan.

Dalam kelembutan ada kasih-sayang
kedamaian sukma alam sejagat.
Kau memang pelembut
berbudi bahasa dan penyayang

Benci dan dendam yang disulam
perubahan semusim dan hanya
oleh pendusta di bawah langit terbuka.

Kita tak harus leka
api kebencian itu selalu bergerak
menunggu angin
diam-diam dan tersembunyi
pada lidah yang dusta
dan berpura-pura.

Padamkan kemarahan
sumbernya kebencian.
Padamkan sengketa
yang sumbernya api durjana
Padamkan api dendam kesumat
dengan hikmah dan tawajuh.


*ITBM Jun 2015






Sebuah Masjid*(Ketuhanan)

Ketika sampai
ke dataran tinggi
di pedalaman
menghampiri sempadan
di desa yang jauh
di kepulauan sepi.

Keinginanmu
membina masjid
di kota-kota matari terbit
di benua selatan
pulau-pulau lautan teduh.

Di lahan baru
kau berjuang
membuat taman baru
di tanah peribumi.
menzahirkan impian
membayangkan esok
hadirnya jamaah

*dikirimkan ke Wadah 28 April 2014




Sunday 3 August 2014

Netanyahu, Tiada Sebab Menyakiti Orang-Orang Tak Bersalah (Palestine)

Ketika satu bangsa
Yahudi misalnya
ingin melenyapkan Palestine
dari peta dunia
lalu membunuh tanpa peduli
maut melingkari langit Palestine
menghukum orang tak bersalah
mengugurkan bom seperti
merayakan pesta
tapi di sini pembunuhan massa.

Netanyahu kehilangan pertimbangan
Netanyahu raksasa haus darah.

Siang malam jatuh korban
siang malam rintihan orang tak berdosa
Kamu zalim
Kamu pembunuh
Kamu orang terkutuk
Rencana jahat dan tipu muslihatmu
telah mulai menyedarkan dunia lalu
mengingatkan maut saja tak akan
menukarnya dengan kedamaian.

Wahai Negara-negara beradab
kebongkakkan dan kezaliman Israel
dunia diberi peringatan.
Kedamaian tak akan dapat dicapai
diam dan tak berbuat apa-apa.
Jahanam Regim Netanyahu
langit Palestine harus kembali jernih
biarkan Palestine dapat
tidur tenang dan bermimpi tentang esok.
Tiada satu bangsa, kumpulan manusia
boleh mendera dan membunuh bangsa lain.

Netanyahu, kamu menggurung musuhmu
dari laut, darat dan langit
menukar malam jadi siang
siang jadi malam.
Kamu tak mempedulikan dunia
menuding tangan kepadamu
mencabut hak Palestine dan hak manusia.
Kamu memlilih kekerasan dan darah
dari kedamaian dan langit sakinah.
Innayah-Nya akan turun.

Dunia tak akan bertolak ansur
kekejaman dan pembunuhan
Sekalipun meraih objek politik
sebuah regim mahluk pilihan.

Kita menolak kejahatan-kejahatan Zionis
Kita menolak kekerasan dan militansi
Kita menolak pemerkosaan terhadap anak-anak dan wanita
Kita menolak kebiadaban dan apa bentuk pembunuhan.

Kita tak akan bertolak ansur pada menggunakan agama
sebagai alasan melakukan pembunuhan rahsia atau massa
Kita mengutuk tindakan berpura-pura demi alasan
melindungi kebenaran.

Zalimnya Netanyahu, tiada seekor burung pun terbang
di langitnya
Zalimnya Netanyahu, tiada ekor dolfin berenang di lautnya
Zalimnya Netanyahu, tiada benih bunga ingin tumbuh
di buminya.

Ya Rabbi, segala perbuatan dan tindakan jahat
Netanyahu dan Israel tak berbalik dalam diri kami.
PBB dan UNSC tunjukkan wajahmu, sepatutnya
kau bicara demi keadilan dan keamanan dunia.

Saturday 2 August 2014

Tanah Gaza Dan Tanah Palestine, Kembalikan Pada Empunya (Palestine)

Biar puisi ini menjadi tulang
di kerongkonganmu
dalam kesederhanan puisi-puisi ini
merayau sampai ke dalam  mimpimu.

Kalau ia jatuh ke dalam lautan
ia adalah jerung putih, raja lautan
di angkasa, ia burung helang
pada malam hari ia adalah
burung Ponggok
yang peka pada gerak
dan tipu-helamu.

Kau telah melemparkan kunci
ke dalam gunung berapi
dan tidurmu seperti kapal
dipukul gelombang taufan
waktumu semakin nipis.

Tanah Gaza dan Tanah Palestine
tak akan lepas dari sukmamu
musuhmu, mencipta gerhana
dan meracuni udara dan bumimu
dan melaung ke dunia
memutar meja supaya ia kelihatan gah.

Netanyahu dan Israelnya
didorongnya ke gaung jahanam
kau, mangsa  kehancuran sendiri.
komet berjatuhan di siang hari
sekaligus masuk ke dalam tiap mimpimu.










Friday 1 August 2014

Dunia Tak Akan Bertindak Dan Menegur Israel (Palestine)

Sekarang kita di alaf 21
tapi tindakanmu masih buas dan kejam
samasekali kau tak peduli
kerana kau tau dunia tak akan bertindak
dan menegurmu.

Kau mau lakukan apa saja
amat memalukan
membunuh lalu menutupinya
dengan propaganda
membenarkan tindakannya.

Kau adalah bangsa
suatu masa dulu kau disayangi Tuhan
tapi, kemudian, berkali-kali
sombong dan bongkak
sekalipun Tuhan telah meninggalkanmu
tapi, kau masih beriya-iya.

Israel, kau bangsa yang tak
boleh berkembang
dari dulu nombormu masih
13.3 juta
dan kau tak berkembang.

Netanyahu, kau masih berdegil
Kedegilanmu melukakan dunia
dan dendammu membawa padah.
Dapatkan kau tidur di singgahsanamu
sedangkan soldadumu menembak
dan menghancurkan kepala anak-anak
dan membunuh sekali ibu yang panik
pembunuhan beramai-ramai penuh grafik.

Di runtuhan Tanah Gaza
dan dinding-dinding tembuk
anak-anak Palestine melukis grativiti
'Kami akan ingat selama-Kejahatan
dan Kebiadapanmu.'
Tapi, sekarang, tekad anak-anak Palestine
mempertahankan Gaza  
sambil mengerat-gerat serambi darahmu
dan sambil menunggang Kuda Semberani
melepaskan panah tepat ke jantungmu.

Bara matamu memercik dendam
suara perintahmu kehilangan kuasa
kau tak malu menggugurkan berton-ton
bom dan menghancurkan kepala dan tubuh
anak-anak dan wanita Palestine.

Tiap kekejaman tentu ada reaksi
Kau tak akan sendiri menanggung
kepedihan.
Tiap maut yang ditimpahkan Israel
akan kembali kepadanya.



                                                                                                                                                    


Thursday 31 July 2014

Kekuatan Langit Dan Bumi Telah Disatukan, Mesej pada Netanyahu (Palestine)

Sebenarnya aku bukan
dalang pembuat cerita
memandang batang pisang dan
peti yang tersorok
dan masih ada cahaya
bulan menyentuh.

Malam ini, peti itu gundah
seakan para raksasa minta dikerah
kanvasnya adalah langit yang terbuka
lampunya ada rembulan penuh.

Langit berdentum
halilintar sambung-menyambung
kekuatan langit dan bumi telah disatu
tak ada lagi kekuatan sehebat ini
selain Tuhan Yang Maha Esa.

Para Malaikat turun
dari samawi
dengan segala bala tentera
Para raksasa dan jin menunggu perintah
Nafiri telah ditiupkan
genderang perang telah dimainkan.

Warga manusia tak pernah
menyaksikan persiapan satu
pertempuran yang paling dahsyat
akan berlaku
Baitul Maqdis, kau tak sendiri
Kebenaran Samawi
Juru Selamat, datang
meruntuhkan tembok kegelapan
memadamkan api sengketa.

Netanyahu, bermimpi meratakan Gaza
dan memadamkannya dari peta
Wahai Saksi Kebenaran,
kejahatannya telah melampau
Wabak maut mengembangkan sayapnya
dari Golan dan Laut Mati.

Jerusalem, dalam mimpi
Ummatun Wahidah
melepaskanmu
dari belenggu berkurun.
Tidakkah kau mendengar
suara pemimpin ummah
memanggilmu dengan Kasih-Sayang.

Netanyahu, dendammu api belerang
yang menubah
api gunung yang meletus.
Berhentilah, sebelum
Tanah Yang Kau janjikan itu
merekah dan terbelah sampai
ke pusar bumi.

Aku bukan dalang dan pembuat cerita
samasekali bukan pembuat api
aku hanya mau kau memilih kedamaian.






Salam Kasih Aidilfitri (Ramadan)

Ada suara dari Kampung
berkirim salam
Buah Belunu telah berbuah
dan makin ramai orang
mendirikan rumah
jalan ke payah.

Kusebut namamu
sambil melihat langit jerubu
mengenang pohon bambu
di lereng bukit.

Ketika aku mengunyah lemang
kau datang sebagai tamu
Di tanah seberang kita menyimpan
butir bintang dan serpihan bulan
dalam peti musafir.










Wednesday 30 July 2014

Titian Kasih Anak Dan Wanita Palestine (Palestine)

Aku tak akan menulis puisi-puisi
perhiasan  lampu-lampu neon
di ibukota di waktu malam.
Tidak juga berbual membuatmu
ketawa terbahak-bahak

Kau telah mengirimkan penembak curi
di penjuru kota dan orang awam
terkurung dalam sukmanya sendiri
dalam jerubu bom dan penzaliman
yang dirancang dan disegajakan.

Semakin hari kau tak dapat
dikawal, bertindak seperti orang gila
tapi, sekutumu diam
seakan memberi mandat.

Kalau seorang pun tak ada
ingin membantah kejahatanmu
biar aku menyatakan fikiranku
Hewan lebih baik darimu, Netanyahu
Israel, apakah kalian tak malu
pada Tuhanmu.
Kekejaman Holokus tak menjadikanmu
orang yang rendah diri
Malah kau bongkak dan sombong.

Bangsa Yahudi pernah hidup
hanya kulit dan tengkorak
hargamu tak ada nilai
kau lempar ke dalam
kamar gas dan maut.
Lupakah kau, Wahai Israel?

Kini kau melupakan tentang dirimu
tapi memori Tuhan tak pendek.
Gema suaramu masih mengiyang-giyang
di malam penyiksaan itu.

Sekarang kau mengulang senandung pahit itu
mengulang lagi sejarah
cuma di sini kau yang penjadi pemain utamanya
bertindak seperti Nazi dalam bentuk baru.

Ada Tuhan sedang memerhatikanmu
penyiksaanmu  tak ada batas
siang malam kau mencipta inferno
Kau seperti tak pernah berkeluarga
atau lahir dari rahim seorang perempuan
tindakanmu lebih baik hewan.

Sejarah terus berjalan
dunia menjadi saksi abadi
siasahmu main kejam dan
kejahatan membabi buta
kau menutup semua jalan ke perdamaian.

Berhenti membunuh anak dan kaum wanita
sebelum kedudukan meja bertukar
ketika itu penyesalanmu telah terlambat
sikap rasis dan memusuhi Islam
membawa kemusnahan Israel selamanya
Kerana Samawi tak kan berdiam.