Wednesday 29 January 2014

MENGENANGKAN R Hamzah Dua III*(APMRHD)

Ketika mereka melenyapkan rembulan
dan menembok matari di langit
kita tak berhenti menanam pohon-pohon
memori di tebing-tebing sungai yang
melempah.

Datanglah sebagai bah, kau hanya dapat
bergenang kemudian kau hanyut sebagai
pasir ke muara.

Di tanah peribumi, kau terus melangkarkan
langitmu dan aku memopok benih-benih
huruf, seluruh hutan jati dan di dinding sukma
kau menulis dan menconteng grafiti dari
ketulusan dan kekayaan impianmu.

Kota Kinabalu
30 Januari 2014

*Antologi Puisi Mengenang R Hamzah Dua, DiselanggarakanAzridah PS Abadi & Yatie Klatie, Perwila, 2014.

Tuesday 28 January 2014

MENGENANGKAN R Hamzah Dua II*(APMRHD)

Masih kuingat kuntum-kuntum puisi dan karyamu
seperti kembang bunga lili di kolam sukmamu
tiap siang kau bercanda suaramu yang sampai
lembut menyenangkan pada telinga mendengar.

Kita bersama menampal puisi di langit Subuh
di tanah pribumi ini masih ada mengenangkanmu
kau tak pernah berhenti mencipta rembulan
di musim kemarau, ada oasis di tengah sahara.

Karya tinggalanmu bagai air terjun indah dilihat
mengalir terus sampai ke bulan dan matari
bila malam tiba menjadi bintang-bintang berserakan
kau bagaikan cahaya yang menerangi lembah.

Kota Kinabalu
28 Januari 2014

**Antologi Puisi Mengenang R Hamzah Dua, Diselanggarakan Azridah PS Abadi & Yatie Klatie, Penerbit Perwila, 2014

Monday 27 January 2014

Wajah Negeri*

Ternyata, telah lama kau
tak tersentuh mimpi.

Perubahan telah menyerap
dalam sukma sampaI ke akar
Sekalipun kau sendiri menahan
tapi ia tetap datang bagai raksasa
perubahan dalam pembangunan.

Selera dan kemampuanmu
berubah tanpa disedari lalu
kita makan tanpa mengunyah
menelan dan lalu bersendawa.

Wajah negeri tetap berubah
di jalan-jalan bulatan ada
arca Monyet Hidung Merah
dan buah nenas.

Siapakah mendirikan penempatan
di hutan simpanan
lalu bertanam
kelapa sawit.

Sedang kau hanya melihat
diam sementara mereka menebok
dan mengerat rimba jati.
kelihatan di luar
tak tersentuh.

Kota Kinabalu
26 Disember 2014




Gema Suara Penyair R Hamzah Dua I*(APMRHD)

Tak terlintas dalam kepala
kata-kata tersusun dan terbit
atau dibacakan itu berubah
sebagai pasukan siap tempur
menghancur mundur pasukan
penderhaka atau musuh.

Jelas ia adalah bait-bait atau kalimat
melengkapi satu impian dan harapan
khazanah yang membuatmu berfikir
dan keindahan yang menyentuh sukma.

Aku mengenalmu dari anyaman
dan adunan suaramu bergema
karyamu bagai jelapang tanah
perjuangan itu tak terkira dalam
pengiraan waktu dan mimpi
ia mengalir sampai ke muara.

Kau telah mendandan langitmu
bagai membaca malam penuh cerita
yang tak ada kunjung penamatnya
terus bercerita sampai akhir zaman.

Kota Kinabalu
22 Januari 2014

*Antologi Puisi Mengenang R Hamzah Dua, Diselenggarakan Azridah PS Abadi & Yatie Klatie, Penerbit Perwila, 2014

Friday 24 January 2014

Musim Banjir*(UB)(Suasana)(Terbit)

Sukmamu bertahan dan
langkahmu sarat
telah lama matari berendam
malam ini bulan purnama
bagaikan
kehilangan tenaga,
cahayanya terpampan.

Akar Pakis berjuang
seperti pertarungan terakhir
tenggelam di dalam air dan
Kangkong hanyut seperti
bergelut di lingkaran buih.

Kau bergelut dengan dingin
malam
sedang bintang malam
menjauh
di gerbang siang
kelabu.

Ketika langit terperah
bumi meraung lalu
hadir perlindungan
dan kasih-sayangmu
suara kami masih bersayap
hinggap di pohon kapok.

Kota Kinabalu
24 Januari 2014

*Tersiar di Utusan Borneo 26 Januari 2014







Sungai Padas* (UB) (Lanskap)(Terbit)

Sungai Padas
denyut arusmu menerja sampai
ke Laut Cina Selatan
bagai tidur gundah
rambutmu mengenangkan air
ke desa-desa jauh.

Nafasmu terasa tergulung
di permukaan hanyut
Langit mendung masih
merendamkan tebingmu

Air sungaimu tersimpan rahsia
masa silam seribu kencana
dan dengung suara-suaramu
seperti anak yatim doanya
bersambut.

Beaufort, jalan ke selatan
jembatan dan Sungai Padas
dan Pa Musa adalah pintu
masuk ke dalam sukma.

Kota Kinabalu
24 Januari 2014

*Tersiar di Utusan Borneo 26 Januari 2014








Wednesday 22 January 2014

Banjir, Banjir*(UB) (Suasana)(Terbit)

Aku melafazkan doa tulus
ketika jelapang langit mengalir
turun, laju arusnya
membongkar tanah kau berpijak

Langit masih belum
bertukar wajah
seakan kau berdiri di
bendang air mencari daratan

Suaramu masih bergema
dingin malam selimutmu
bunga teratai hanyut
akar pohon yang tak dapat
bertahan tumbang

Jika puisi bisa mententeramkanmu
paling tidak kebimbanganmu redah
sekalipun hujan masih turun.

Suara kasih-sayang ini
seperti bumbung dan atap
di musim banjir
Kau tak akan sendiri
di tebing tinggi aku
menarikmu ke atas.

Kota kinabalu
23 Januari 2014

*Tersiar Di Utusan Borneo 26 Januari 2014

Monday 20 January 2014

Kata-kata Gundah* (Kata)(Metamorposis)

Malam-malam kelelawar
merontah dalam diam
ketika langit menjauh
kata-kata berubah wajah
bagai butir-butir bintang
berserakan dan pudar.

Gunung tak pernah bersandar
tanah lembah terhakis
sebuah pulau terasing
di laut
samudera.

Kerana di bawah bumbung itu
kita pernah bermimpi
melangkah dan berkepak
mendaki gunung salji
dan menuruni lurah dan
lautan teduh.

Aku kembali mendakap dan
menyelamatkan yang tinggal
kau telah berubah
di langit masih terus bergenang
dan sejarah terusik
sekarang dan seterusnya.

Kota Kinabalu
18 Januari 2014




Saturday 18 January 2014

Tari Berunsai* (Malaysia)


Ikan lumpias dan
anak ikan Rungau
kau masih merasakan
dingin air di terusan
Gelombang udara turun
dari puncak Nabalu
dan meresap ke dalam
airmu.

Di terusan dan hamparan
tanah Sawah, sebelum
menjelang senja
matari khatulistiwa
bagai meletakkan tangan
di atas kepalamu
lalu menobatkanmu
kau seorang kekasih
yang telah kembali

Air mengalir menyentuh
betismu, dan kehadiranmu
bagai pelengkap sebuah foto
ketenteraman sukmamu
seakan tertebus sekalipun
bual Arjuna bergema
bagai angin melintas

Kembang malam melati
di hujung desa
gema suaramu dalam korus
kalimat berbalas dan
hanyutan tangan dan
hentakkan kaki dalam
satu bulatan tari Berunsai
aku melihat semangat hidupmu.

Kota Kinabalu
18 Januari 2014

*Tari Berunsai, Etnik Bajau (Sama), Sabah.

*Dikirimkan ke Wadah, DBP KK, 2014









Matahari Terbit Dari Ubun-ubunmu* (Suasana)

Suatu siang datang berita
yang tak ingin didengar
datang bergulung seperti
gelombang di samudera
tanah tebing terpukul dan
terhempas berulang-kali
lalu tanahmu berpijak runtuh
jauh ke dalam halaman

Gundah lautan masih
seperti angin bingung
mendung di lembah
dunia berlinggar dalam
sukma. Kebenaran
seperti dibumikan atau
kau memang berpaling
dan menjadi Maharaja
dalam dirimu sedang
kau sendiri menconteng
langit samawi lalu
jalan menyimpang dan
menjauh gunungmu.

Selalu ada pilihan
jiwa memberontak
akhir dengan laknat
impian yang tulus
datang dari sukma
yang tenteram

Aduhai darah
biarlah kau selalu
tetap dingin
sekalipun gelora
lautan telah berhenti
setiap kata-katamu
kau ucapkan dengan
tawajjud. Matari
terbit dari ubun-ubunmu

Kota Kinabalu
18 Januari 2014





Saturday 11 January 2014

Sukma Tulus *(ITBM)

Laut itu bagaikan sukma
di situ, ada penggoda
langit itu, berlapis-lapis
pun ada rahsia.

Di daratan
gema suaramu
jelas menyusup
ke daun telinga
angin membawa bau api
telah memasuki sempadan.

Pada dinding dan lantai
ada mata tak pernah tidur
sekarang musim keluar
dari sarangmu.

Aduhai sukma tulus
dan mutaki
tawajuh di malam sepi
telah membuka pintu
cahaya
menghalau gelap dan suram.

Ketika kata-kata
seperti mata pisau
tumpul dan berkarat
semangat melemah
di tengah gelombang taufan
kau harus kembali
tanpa sesalan.

Kota Kinabalu
11 Januari 2014

*ITBM Jun 2015

Thursday 9 January 2014

Iradah Allah Tetap*(ITBM)

Tidak ada ingin kau pohon
selain ini
kerana yang ditebus bukan
dendam kesumat.

Bila kata-kata
tinggal isyarat
perbuatan menjadi
perilaku terhukum.

Sekarang bukan waktu
menimang rembulan.
ketika suaramu terkurung
taufan mengheretmu
menolakmu ke dalam lumpur.
iradah Allah tetap
tak pernah terlambat.

Kota Kinabalu
9 Januari 2014

*ITBM Jun 2015






Wednesday 8 January 2014

Wajah Negeri Malam*

Ketika aku terbangun melihat gunung
dan kemudian beralih pada lautan
jelas bukan mimpi
adalah sebuah wajah langit
tiap perubahan dan sentuhan
suatu peringatan

Wajah itu tak mengerikan dan
tak bengis apa lagi menakutkan.
Cuma ia telah menyerapkan
terlalu banyak kemungkinan
dalam pengertian hidup

Wajah dan mata itu akan terus
memberikan kesaksian-kesaksian
sukmamu adalah saksi yang bertaut
ingin mengapai cahaya matari
bertahan sekalipun terdera

Kebimbangan telah membakar
ketenangan wajahmu.
Kasih-sayangmu terhakis
malam-malammu tertekan
generasi akan datang
terperosok menjadi binatang buruan.

Langgammu tak akan berubah
kepulauan dan lautan ini
gema suaramu di tanah ini
makin jauh dan mereka tak
merindukan.

Kau mencari dataran hijau
suaramu melanggar tembuk
langkahmu berkira-kira
di negeri malam mimpimu
hitam putih di meja hakim.
Wajah anak-anakmu bagai
foto yang terbuang.
Kau meminjam langit sebagai bumbung
dan tanah berpijak di negeri malam.

Kota Kinabalu
8 Januari 2014

*Dikirimkan ke Wadah, DBP KK, 2014

Tuesday 7 January 2014

*Wajahmu (Cemar)

Aku melihat hutan jati di pinggiran
gema suaranya menyentuh sampai ke dalam sukma
aku tak pernah bermimpi
membakarmu apa lagi memindahkanmu

Siapa yang bersembunyi
dan mulai mengerat tiap pohon
di sebalik pengucapan indah
Tiap kata-katamu tiada doa
bagai igau di musim kemarau

Kota Kinabalu
8 Januari 2014

Hutan Jati di Pinggiran*(Cemar)

Aku melihat hutan jati di pinggiran
gema suaranya menyentuh sampai ke dalam sukma
aku tak pernah bermimpi
membakarmu apa lagi memindahkanmu

Siapa yang bersembunyi
dan mulai mengerat tiap pohon
di sebalik pengucapan indah
Tiap kata-katamu tiada doa
bagai igau di musim kemarau

Mereka tak pernah berduka-lara
pada udara mereka tak merasakan
kesegaran dan mata telah diseliputi
selaput yang menghalang dan melihat
keindahan dan rasa syukur.
Hidung dan lidahnya telah lama hilang
rasa.

Kota Kinabalu
8 Januari 2014

*Dikirimkan ke Wadah, DBP KK, 2014


Musim Badai*(ITBM)

Aku tak bertanya ke mana mata angin pergi
kau pun tak mau tau mengapa kau terhukum
ternyata sekarang musim badai samudera
pemburu yang bersembunyi di antara lalang
telah muncul dan berlari kencang
menerkam mangsa dengan rahangnya.

Di gunung Ra Ra, siapakah memakai topeng
dan pelaku kejam di malam kelam lalu senyap
dan menghilang tanpa kesan.
Bagaimana aku dapat menyatakan cinta
setelah kau membongkar akar kasih-sayang
lalu tiada lagi ketulusan pada tiap kata
pada kalimat dan firasat.
Lebih baik diam dan menjauh menyatu
bersama lautan.

Kota Kinabalu
7 Januari 2014

*ITBM Jun 2015

*Dikirimkan ke Wadah, DBP KK, 2014





Friday 3 January 2014

Cukundai*(Mama)


Langitmu bagai catatan yang hampir penuh.
Rembulan cahaya mata
Bajumu kebaya kain lepas, gelang kaki
mas sewasa kerongsang emas berbunga Katar
bagai gadis jalan berlenggang
cukundai pada rambut ikal mayang
rendah rimbunan
dua sukma, sempurna wajahmu
mengarak ke jinjang pelamin.

Kota Kinabalu
4 Januari 2014

Cukundai>cucuk sanggul

*Dikirimkan ke Wadah, DBP KK, 2014

Katak* (Suasana)


Kau bergolek ke dalam kelam
merontah kemudian senyap.
dalam kolam kau memanggil
hujan dari pergunungan turun

Hujan tak turun tanah gersang
mencium bau udara kalau ada
tanda musim bertukar
mengakhiri kemarau panjang.

Kota Kinabalu
3 Januari 2014



Thursday 2 January 2014

Orang Gila di Tengah Kota* (Suasana)

Semakin malam sukmamu makin terangsang
kau berlari sepanjang malam ke sana ke mari
mengintip kalau malam itu bintang-bintang
menjelma di permukaan seperti selalunya.
Tapi ternyata, tanpa bintang dan tanpa bulan.

Kegilaaanmu bukan kegilaan orang biasa
kau seakan mencipta komet dari mantera
kata-katamu kacau bagai meroyan sendiri
tiada keindahan ketika sukmamu merontah
kau sakit dan penumpang yang ketinggalan.

Kau menconteng wajahmu membayangkan
kau pemburu siap menerkam dengan rahang
mangsanya, tenggelam timbul
memang bukan matamu seorang sahabat
tak ada cahaya kehidupan, hanya ada
api kemarahan dan dendam-kesumat.

Malangya di podium kau beraksi
seperti pelawak berjubah panjang
kekadang kau meminjam lidah ular
di langit terbuka kau burung Kondor.

Sekarang matari telah condong ke barat
ia mengheret kaki mencari ranjang langit
kalau dulu kau adalah pemburu perkasa
sekarang kegilaanmu tak ada jalan pulang
di tengah keramaian kau duduk berjongkong
kemudian berdiri menyakinkan orang
Kau adalah Majnun ditinggalkan Laila.

Kota Kinabalu
3 Januari 2014