Thursday 30 October 2014

Menunggu Karuhai*(Mama)

Langitmu indah menjelang senja
gunungmu agung dalam takaran waktu
nafasmu bau hujan hutan khatulistiwa
keindahan kata dan kalimat sempurna.

Duniamu kini kamar kecil di penjuru
matamu memandang bumbung langit
memanggil pulang Karuhai, anak Kedayan
seribu malam penantian kau tetap sabar.

Di ranjang ini kau berbual sendiri
menunggu salam terucap tamu jauh
Karuhai, pulanglah biar dalam mimpi
kau tak pernah derhaka, janjimu matari.

Tanah Peribumi melambaimu pulang
degup jantung seperti kapal belayar sarat
suaramu tak terdengar hanya gerak mulut
mencium dahi memegang telapak tangan.




Belayarlah Lepa-lepa* (UB)(Suasana)(Terbit)


Belayarlah lepa-lepa
aku ingin
lautmu tenang
melihat purnama
muncul di horizon.

Belayarlah lepa-lepa
cinta bercambah
dalam sukmamu
kau lepaskan
di pengkalan.

Belayarlah lepa-lepa
di situ pernah
seorang hawa
kehilangan samuderanya.

Belayarlah lepa-lepa
memandang langit malam
seperti mengundang
mimpi dan impian.

Belayarlah lepa-lepa
samawi berbisik
ke daun telinga
kerinduan musafir
melihat tanah leluhur.
.
Belayarlah lepa-lepa
nahkodamu
tak menghirau ribut taufan
kerana di pusar lautan
ada sebuah pulau
di situ
pengkalanmu terakhir.

*Tersiar Di Utusan Borneo 8 March 2015



Sungai Padas Mengalir Jauh* (Cemar)

Di tanah leluhur ini dari setitik
menuruni lembah lalu menjadi
sebatang sungai di bawah langit
Khatulistiwa.

Gejolak airmu tenang membawa
cerita-cerita rimba mengalir jauh
ke dalam sukma tanah peribumi.

Rimba raya
ingin kurangkulmu
apalah erti sebatang sungai
tanpa lembah jati.

Di tebing sungai ini
aku berdiri melapazkan doa
kebimbangan ini
melihat pohon yang tumbang
sungai tanah lumpur
hutan pembalakan haram.

Sungai Padas
biar lingkaranmu tak putus
sampai jauh ke laut
dan irama bahasa airmu
penyejuk mata dan sukma.

*Dikirimkan ke Daily Express 25 April 2015



Membakut, Desa-desamu Tetap Berdiri Kukuh* (UB)(Suasana)(Terbit)

Hari telah menjelang malam
Riak-riak air di desamu masih
Perlahan mengalir tak bertembuk
Anak tanggamu masih tenggelam.

Pohon pisang di halaman rumah
Menyerah pada panggilan air
Langit kelabu menggurung mimpi
Matamu mencari tanah lahan tinggi.

Suaramu hanyut dan tersedut ke laut
Makin menjauh dari tanah daratan
Paru-parumu sarat digenangi air
Tapi, demi hidup kau tak ingin dikalahkan.

Kau memandang langit menanyakan
Bila matari akan muncul di bumbung samawi
Kami adalah burung-burung bertebaran
Yang kebasahan menunggu kepaknya kering.

Di desa-desa, kau bertahan mengharung banjir
Sukmamu telah kebal dan akarnya
Telah menjunam ke tanah peribumi
Dan doamu telah berpaut pada dahan samawi.

*Tersiar Di Utusan Borneo November 2014






Thursday 16 October 2014

Jalur Perjalanan Kembara Bahasa* (Suasana)

Tenom,
Keningau dan Beaufort,
kutinggalkanmu
dengan rimbunan kata-kata
yang bergayutan
seperti bintang-bintang
inspirasi di langitmu.

Kedatanganmu
meniup cinta dalam sukmamu
benih yang kau semai
telah berakar tunjang
lidahmu lembut
mengucapkan bahasa ilmu
dan kasih-sayang.

Aku mengucup dahimu
seperti ibu kepada anak
antara aku dan kau
terikat dan bukan terasing
kemerdekaan sukmamu
adalah langkah ke arah
kemenangan abadi.

Kujabat tanganmu
Pa Musa dan Antenom
seakan baru semalam
Sungai Padas, gejolakmu
seperti masa silam
kau, datang dalam
mimpi anak bangsa
seperti sekilas cahaya
dan gerak di langitmu
membawa makna dan firasat.

Kembara Bahasa
adalah tamu di suatu siang
datang membawa pesan
dan telah diucapkan
penyairmu telah membacakan
puisi
gerak tangan dan kakimu
telah berhenti
gema Kulingtangan
di dewan ini telah sepi.

Kembara bergerak
menuju kota
doa telah diucapkan
yang tinggal harapan
dan kenangan
pada takaran waktu.


*Dikirim ke Majalah Wadah 2 March 2015










Wednesday 15 October 2014

Suatu Siang Menjelang Maghrib* (UB)(Terbit)

Telah lama sukmamu
terapung di situ
cintamu bersemadi
di lautan.

Lepa-lepa berhanyut
di bawah langit sirkah.

Di sini,
nahkoda
dan laut itu
seperti jelapang
tanah luas.

Memang nafasmu
adalah lautan
pada bintang di langit
harapan dan
mimpi
seperti gelombang
di musim tengkujuh.


*Tersiar Di Utusan Borneo 8 March 2015
*Tersiar Di Utusan Borneo 5 April 2015

Monday 13 October 2014

Puisi Lintas* (Puisi)(Metamorposis)


Ke mana pergi
penghuni rimbamu
hilang di depan mata
di tanah peribumi

Mengapa memilih
kalau tak ada pilihan
kemajuan itu hanya
pada mereka yang melangkah.

Pulau mutiara dan laut
dapatkah kau bertahan
lembah gunung dan hutan jati
telah lama bertukar wajah.


Sunday 12 October 2014

Sketsa Fikir* (UB)(Puisi)(Metamorposis)(Terbit)

Lautan tak pernah lupa
mengirimkan gelombang
bumi menyerap
sentuhan cahaya.

Dalam berdoa
kata-kata istiqamah
terbang bersayap
berteduh di pulau sepi .

Langit damai
di bumi sirkah
kunang-kunang durjana
berkeliaran di malam majnun.

*Tersiar Di Utusan Borneo 8 March 2015.                                                                                                                          

Lidah Api* (UB) (Puisi)(Metamorposis)(Terbit)

Aku mencium
bau api dalam udara
lidahnya telah
mencapai pagar
perbatasan.

Ketika aku cuba
menatap wajahmu
jerebu bagai anak panah
menusuk anak mata.

Bukan mimpi
atau ilusi
lidah api
membakar diri
sampai kesiangan.

Buka
pintu sukmamu
pasti cahaya turun
menghalau kegelapan.                                                                                                                                                                                                                                                                                                  

*Tersiar Di Utusan Borneo 8 March 2015.                                                                                                *Tersiar Di Utusan Borneo 5 April 2015

Kejuitaan Sebuah Malam Dalam Kembara Bahasa* (Puisi)(Metamorposis)

Aku hanya dapat berkata
kaulah purnama

dan kejuitaan sebuah
malam
hingga tersingkapnya
siang.

Sipitang malam ini
turun berhias
lautmu tak berombak
langitmu seperti
dinding silam
yang teranyam dari
tangan-tangan bidadari
memital kain tenun
di penjuru malam
dan melihat siang
dari gelas Krystal.

Merapok dan Palakat
tersimpul mati
wira yang berpulang
menjadi tanah gembur
di hujung desa.
Gema tilawatmu
menyentuh sukma
bintang Kartika
kejuitaan sebuah Malam.

Kembaramu adalah tari gerak
puisi yang melukiskan
keindahan khat di dinding
sukma.
Bahasamu adalah
anugerah sebuah cinta
lahir dari budaya
bumi dan samawi.
Di Tanah Peribumi ini
cinta bahasamu tumbuh
hidup hingga kiamat.
Bukankah di tanah leluhur ini
lahir penyairmu yang
menganyam malam
menjadi lautan inspirasi
menghirup udara siang
lalu melafazkan kata-kata
bagai rimbunan hijau
dalam sukmamu.
Siapapun tak akan
datang dan lalu
mempersendakan
bahasa dan budayamu.

Ruh sebuah bangsa
hadir di dalam Kembara Bahasa
Ruh sebuah puisi
hadir dalam doa
yang melangkarkan
kata-kata dan kalimat.






Friday 10 October 2014

Dalam Kasyaf Namamu Kusebut, Mesapol.*(Mama)

Selamat Datang
Kembara Bahasa 2014
ke Mesapol
tanah peribumi
tanah leluhur dan rimba raya
Sungai Mesapol masih berdenyut
merelakan sejarah silam terhakis
dalam perubahan zaman.

Dalam kasyaf, kau telah
melimpasi jembatan gantung
kampung lama nenek tua
duduk mengunyah sireh.
Si Karuhai, anak bonda
legenda kasih-sayang dan
pengorbanan
rimbamu masih terpahat
di perbukitan sukmamu.

Lambiding dalam Takiding
Pakis dan rumpun bambu
di sini kau melipat kelupis
di tanah ini pernah kau
gores Laksamana
menghadang penceroboh malam.

Mesapol
kusebut namamu berulang-kali
supaya ia menyerap ke dalam sukma





Thursday 9 October 2014

Menunggu dalam Takaran Waktu* (UB)(Cemar)(Terbit)

Perutusanmu telah kembali
melewati sempadan
Langit berat seperti
empangan yang akan pecah
ada suara
terbawa arus sungai,
tenggelam-timbul
ia datang pada suatu malam
ketika kau lena
seperti dalam mimpi,
diam-diam ia menyentuh
sukmamu.

Kegelisahanmu
pada akhir ini
seperti gelisahnya air
yang mencari
arah ke mana akan
berakhir
kalau tidak ke laut.

Kau menatap
pada mata siang
pada tebing tanah
yang kukuh
atau batang kayu
yang hanyut
dan tangan saudaramu
yang berdiri
di dataran tinggi.

Datanglah sebelum terlambat
burung-burung telah terbang
pemukim rimba raya gelisah
Menunggu dalam takaran waktu
mengundang malam yang panjang.

*Tersiar Di Utusan Borneo 12 Oktober 2014





Purnama Penuh dan Gerhana Berlalu* (UB) (Ketuhanan)(Terbit)

Dalam doamu kau melepaskan
kesakitan-kesakitan manusiawi
segalanya tergeser di dalam
kata  kalimat
di padang  yang
maha luas kau ditinggalkan
suaramu terpergap di halkum
dan terhukum
kegelisahan yang tak tertahan
sukmamu bagaikan
terbakar tanpa perlindungan
kau mencari
tempat berteduh sekalipun
hanya bayang-bayang
seakan berdiri sebagai tembuk.

Kau datang menyempurnakan
mimpi
kerana terpanggil dan pasrah
inilah perutusan dan ujian
tapi, kau tempuh dengan taat
kelemahan manusiawi
kau tak akan berganjak
gerhana berada dipuncaknya
saksi-saksi
terpanggil dan menjawab
keindahan suatu malam
menyingkap makna
dan harapan.
Wahai Gazel,
di lembah pergunungan ini
kau selamat
dari dataran ini kau melihat
purnama penuh dan gerhana berlalu.
Ia adalah Maha Pelindung
dan Maha Perkasa.

*Tersiar Di Utusan Borneo 12 Oktober 2014



Kembara Bahasa 2014* (UB)(Terbit)

Hujan samawi turun
menyejuk lantai peribumi
di langit sekumpulan burung
terbang ke selatan
membawa misi
Kembara Bahasa 2014.

Sebuah perjalanan adalah pesan
yang diberi peringatan padamu
bukan sekali malah berulang-ulang
Kosa katamu adalah lambang perpaduan
bersemadi di dalam sukma
ia tak akan luntur kerana syak wasangka
ia adalah pohon berdaun lebar
sampai ke samawi dan akarnya tumbuh
menjunam sampai ke pusar bumi.

Dari Kembara lahir puisi
kalau menyentuh gunung,
gunung bersimpuh duduk
kalau menyentuh  lautan,
melahirkan deretan pulau
kalau menyentuh bumi,
menjadi rimba jati ribuan tahun
kerana kata-kata dan kalimat
hidup selamanya
dan tak akan pernah dikalahkan.

Aduhai, Kuda Semberani,
berlarilah engkau ke destinasi
di bawah langit terbuka
Kembaramu telah ditakdirkan
kemenangan sebuah impian
kebenaran menjadi nyata
kesempurnaan pada yang redah
Engkaulah saksi purnama penuh
sukma yang tertawan pada keindahan
sebuah kata tanpa membunuhmu.

*Tersiar Di Utusan Borneo 12 Oktober 2014

Wednesday 8 October 2014

Puisi Mengenangkan Abdillah Suut Majalis. Penyair Tanah Kenyalang* (Dedikasi)


Aku melihat
Jam dinding itu
Telah berhenti berdetak
Diam
Seperti lautan di waktu malam.

Mendengar deklamasi puisi
Dendang lagu dan gema suaramu
Seperti petik sape
Di bumi kenyalang
Ketenteraman dalam keindahan.

Persahabatan
Walaupun dalam waktu sedikit
Seperti hutan bakau
Tumbuh di pinggir sungai.

Ya samawi,
telah memanggilmu pulang
yang tinggal mengenangmu
dalam doa musafir.

Dikirimkan Majalah Wadah 2 March 2015







Tuesday 7 October 2014

Nenek dan Kampung Warisan*(AMNS)

Kampung ini telah lama ditinggalkan
Hutan belukar menutupi padi huma
Air sungai telah mengalir jauh
Pohon-pohon getah tua tumbang sendiri.

Kau pun tak pernah bertanya, dulu
Pernah ada sebuah kampung yang riuh
Penghuninya akan turun menoreh getah
Berpadi huma di lereng-lereng bukit.

Pada keratan tanah dan lereng bukit
Hutanmu penuh cerita warisan
Di halaman kampung rumpun bambu
Bernyanyi lagu rindu anak perantau.

Malam hari nenek duduk bercerita
Sambil mengunyah sireh pinang
Tentang anak sayangkan ibu
Legenda Karuhai turun-temurun.

Tiap jalan ke bukit ke hutan jati
Ketuk Kulingtangan wanita bertakiding
Ada grafiti peninggalan leluhur
Rimba di sini tak pernah sunyi.

Tapi, tanah payah itu telah lama liat
Anak pelanduk berhijrah ke hutan jiran
Rimbamu kini sepi dari kicau burung
telah menjauh beberapa musim lalu.

Di penjuru nenek mengunyah kelupis
Berbual sendiri sampai jauh malam
Memanggil-manggil nama Karuhai
Pandangannya larut bersama malam.

Tanah Warisan Kampung Lama tinggal nama
Gema suara nenek telah lama hilang
Kapok sepohon di hujung kampung
Tumbang dibawa banjir ke muara.


*Karuhai- Cerita rakyat suku Kedayan Berunai. Anak kasih pada Ibu.
*Bakul Takiding- bakul belakang membawa sayur atau pelbagai
*Kelupis-kuih pulut beras seperti lemang, cuma direbus.
*Kulingtangan- seperti gamelan, dimainkan suku Kedaya Berunai, Dusun, Murut di Sabah.

Thursday 2 October 2014

Cahaya Siang* (ITBM)

Aku tak akan merayu
gerimis tak melintasi
halaman.

Malam itu
kau telah meminggirkan
lampu jalan jauh
ke arah barat.

Di langit malam
ada rembulan penuh
laut dan gunung
pulaumu tenang.

Kau tak perlu
menantang arus
kalau ada jalan panjang
pasti aku akan ke sana.

*ITBM Jun 2015
*Dikirimkan ke Dewan Sastera pada 28 April 2015



Wednesday 1 October 2014

Puisi Buat Sahabat Asmira Suhadis di Wad 5c (katil12), AH.* (Dedikasi)

Malam ini langit tak berinai
Bulan turut gelisah di serambi sukma
ketika angin pergunungan mengutuk pintu
ketenangan lautan terusik dan rangkaian
pulau mutiara seperti bertafakur
mengenangkanmu.

Gema suara dan dekurmu
seperti ombak di tepian pantai
di hujung musim gelora.

Bertahanlah hanya tinggal sedikit
kau telah menyeberangi sempadan
memang tanahnya tidak rata,
berbukit curam dan tak bersahabat.

Kau dijanjikan pelangi selepas hujan
puluhan sukma mengirimkan doa
pasti ujian ini akan berlalu
Inayat-Nya tak akan melepaskanmu pergi.

Legenda Penyair Simpang Mengayau*(AMNS)

Kau pernah menceduk air perigi
menghirup udara laut Sulu
gelombang laut pernah menitipkan
legendamu yang gemilang.

Di tanah pribumi ini pernah
hentakkan kuda-kudamu
siap-siaga mengusir angin kencana
pulang ke asal-usulnya.

Pohonmu berdaun lebar
mencerca samawi
akarmu menjunam ke pusar bumi
kau datang seperti firasat
dan aku menafsirkan.

Tiap bumi
menyimpan rahsia silam.

Ketika kau putuskan
sampai di sini
aku pun tak menoleh
penyair simpang mengayau
melangkah ke laut dalam
dan menjadi pulau.






Inayat-Mu*(ITBM)


Aku pun tak berkata
membiarkanmu pergi
menggulung malam
mengumpul
butir-butir bintang
ke dalam sukma.

Ketika kau menitih
siang
baru teringat
kau pergi tanpa
mengucap salam.

Jerebu telah turun
matari sirkah
gema suaramu
tertahan di kerongkong.

Rimbamu kehilangan
burung-burung telah berpindah
ke negeri jauh.

Kerinduan
adalah ingatan
yang perlahan-lahan
menjadi silam.

Kenangan
adalah air yang
mengalir
dan menghakis
ke muara.

Yang tinggal hanya
inayat-Mu
langkah kaki
mengheretmu ke depan.


*ITBM Jun 2015
*Dikirim ke Majalah Wadah 2 March 2015