Saturday 23 February 2013

Melupakan yang silam* (Cinta)

Waktu, rupanya telah terbang
jauh di antara bintang-bintang
suara silam pernah dulu
mengajarmu telah mulai dilupakan.

Tiap pertanyaan kau berpura-pura
tampak gelisah dan keliru
dalam darahmu, tak ada kerinduan
apa lagi penghormatan diri.

Impianmu telah tersorok
pada kecintaan
pada yang bukan hakmu
memang akalmu bistari.
Dalam diam kau mendirikan
pagar dan sempadan.

Aku tak pernah gusar
kau menuntut di
bawah tapak kaki ini.
Tapi suatu malam kau
menukar wajahmu,
menjadi malam gelap.

Di hutan sawit lalu
berkata "Akulah
Tuan Tanah sawit.
Kamu menepi."

Kota Kinabalu
24 Februari 2013





Thursday 21 February 2013

Kegelapan* (Puisi)(Metamorposis)

Di pinggir malam sukmaku gelisah
menunggu turunnya cahaya
dalam kegelapan dada bumi
terasa tertekan. Langit seperti
kehilangan permata'

Ke mana perginya kelip-kelap itu
dan rembulan seperti luluh dan
hanggus. Kegelapan ini masih
menabur keraguan dan mencuri
sisa-sisa cahaya di sekelilingmu.

Di dalam kamar ini aku bagaikan
terhukum. aku pun mencari
kedamaian  dan berpegang pada
dahan-dahan langit-Mu. Aku tak
perlukan apa-apa. Ketenangan ini
mekar sekalipun dalam malam
gelap pekat. Aku tak merasa takut.
Bau Kenanga dan Melati terserap
ke dalam udara nafasku.

Di dalam kegelapan aku merasakan
kau bukan lagi sebagai musuh. Kerana
aku menemukan degup dan jati diri.
Di situ tersimpan kekuatan baru.

Kota Kinabalu
21 Februari 2013




Tuesday 19 February 2013

Anugerah-Mu (Ketuhanan)

Aku memang merindukan taman tulip di kotamu
warna-warna itu telah menjadi grafiti dan artefak
di dalam sukma.

Ketika aku merapatkan selaput mata, naluri ini
menjadi akar-akar serambi yang halus dalam
senyap tumbuh dan mencengkam tanah gembur.

Dapatkan kubayangkan puncak nabaluku
dan menyentuhnya, kau adalah sehelai sutera
yang lembut.

Sabarlah manis, aku perlu waktu, bulu-buluku
baru tumbuh di kedua kepak ini. Sambil aku
memandang lautan samudera dan mata angin.

Aku telah kembali dan mencium udaramu
rongga dadaku turun naik menikmati anugerah-Mu
di jalan pulang.

Aduhai manisku, malam-malam tiba bukan
malam yang gerun. Aku menunggumu dengan
kasih. Indahnya aku mulai bermimpi.

Aku sedar memang banyak yang belum
dapat kutunaikan. Tapi Engkau, Tuhan Rahman,
selalu menerima kelemahan dan kekurangan ini.

Mengapa aku harus gusar?
Tiap malam tiba dengan rembulan dan siang
datang dengan mentari dara, kau berikan
aku langit dan bumi. Itu lebih dari cukup.

Kota Kinabalu
19 Februari 2010
*AP BBSS



Saturday 16 February 2013

Suaramu Dan Suaraku Berpadu (suasana)*

Kau makin diam dan duduk sendiri melihat
realiti berjalan di depan matamu. Kau tak
menegur, apa lagi memanggilmu. Lebih
baik diam dari berkata-kata. Sukma
adalah gua yang panjang dan ada jalan
kalau memang kau mau melihatnya. Di
dinding gua itu ada banyak grafiti dan
kalimat-kalimat pendek dan padat, tapi
hidup selamanya. Kau telah memahat
pelbagai rasa dan impian. Mulanya ia
hanya seperti sebuah dairi dan dibacakan
sendiri. Tapi sekarang katamu, gua di dalam
sukma ini telah menerima tamu, kau boleh
membaca tentang ketidakadilan yang
terbungkus dari penglihatan mata. Kau,
suaramu pun kecil. Tapi paduan suaramu
menggegarkan bumi di bawah telapak
kaki dan gemuruh guntur di langit. Kau
akan menitipkan suaramu pada langit,
biar semua orang dapat membacanya.
Suaramu dan suaraku berpadu. Lebih
dari riak air di kolam, lebih dari kocak
air di malam gelap di tengah laut, lebih
dari debur ombak di pantai. Suara kami
adalah suara dari hutan jati, dari lembah
gunung, dari kepulauan sepi di lautan.
Suara ini tak pernah derhaka. Suara ini
adalah angin dari lembah, penyejuk
keringat dan rasa nyaman. Ia bukan
suara mentera dan tak juga menjanjikan
apa-apa. Suaranya ringkas dan padat.
Cinta dan kasih sayang. Ia telah menakluki
sukmamu.

Kota Kinabalu
17 Februari 2013
*ITBM

Monday 11 February 2013

Harapan, Panggilan Kekasih* (Cinta)

Biarlah puisi ini menenangkan sukmamu
waktu telah terbang jauh ke nadi langit
kini ia pulang ke bumi, begitu cepat, tak
terasa kita masih berpaut pada bumi.

Wajahmu adalah wajah langit. Kekadang
sapuan warnanya lembut dan selalu
didambakan. Kepada perindu yang dilokap
dalam kamar gelap dan sepi, selalu
menantikan kesempatan melihat langit
biru.

Benar, katamu. Kita selalu lupa dan apa lagi
berterimakasih, kerana kita menjadi manja
dan darah ini mengalir lesu. Ketika kegelapan
turun, ada suara menjerit tapi tak sampai
terpukul gelombang, pantai dan daratan nampak
menjauh.

Sekarang, kau tak melihat halamanmu
kau tak memperdulikan musim yang silih berganti
kamarmu makin kecil dan menolakmu
ke penjuru, menyendiri.

Malam itu, bisik suara hatimu,
alangkah indah ketika terpenuhnya
permintaan. Kalau kau mau katakan itu
suatu harapan yang terakhir. Kubuka
mata, sangat perlahan, melihat jendela
lalu ke beranda. Masih bisik suara hati,
aku masih punya harapan sekalipun
seperti udara yang menipis. Aku masih
menyedutmu puas.

Rembulan penuh,
bergerak sangat perlahan dan sempurna
adalah panggilan seorang Kekasih
dan kau menyambutnya.

Kota Kinabalu
12 Februari 2013
*ITBM

Singgah* (Cinta)

Aku singgah. Di kota pinggir laut
aku mencium bau lautan
kau datang dalam desir angin.

Kau telah melupai bahasamu, bahasa lautan
Ya, aku memberi salam dan menyapamu.
Kami di sini seperti rumpaian dan batu karang
Ya,  aku mulai biasa hawa dan bahasamu.

Aku terlelap, hujan turun sejak semalam
kabus turun membawaku ke wilayah jauh
ke alam impian.

Kota Kinabalu
12 Februari 2013














Malam Gong Xi Fa Cai

Di tepi jendela aku merenung langit tetap jelita
ada naga bermain-main sembunyi disebalik awan
kegembiraanmu menyerap ke dalam sukma.

Dari kejauhan aku mendengar bunyi gendang dan gong
dan membayangkan kelincahan dan koordinasi
dua pemain, gerak tari dan lompatannya mencercah
bumbung langit.

Bunyi mercun meletus membuat kembang api
yang indah, merah, hijau lalu langit berdandan
sekilas. Ketika aku sedar, rupanya aku sendiri
di malam gong xi fa cai.

Aku mulai menyemak masa silam, terdapat
satu nama, tapi kau telah lama menghilang
dalam keramaian dan hiruk-piruk kotaraya.
Dalam diam aku bercanda sendiri, aku sepatutnya
bertamu ke rumahmu. Pintu rumah depan
diketuk orang, "Selamat Tahun Baru Ular Air.
Dan sekotak buah oren."

Kota Kinabalu
11 Februari 2012
*AP Volume I, 2013

Thursday 7 February 2013

Kemenangankah ini? (Puisi)(Metamorposis)(ITBM)

Bagaimana harus aku menerangkan kepadamu
bukan semuanya dilihat, dirasakan dan fikirkan
dinilai RM. Bagaimana aku nak membetulkan
percakapan ini supaya nanti tidak menjadi per-
tengkaran sezaman. Setiap kali aku membetulkanmu,
suaramu meninggi langit, dan kemarahanmu bagai
samudera yang tak akan redah. Ketika aku bicara
langit rohani, kau mendulang dunia seakan
percakapan itu tak ada titik pertemuan. Kalau aku
diam bukan kerana aku mengiakan kalimat-kalimatmu.
Kau mempunyai hak dan aku patut menghormatimu.
Aku samasekali tidak takut apalagi membenarkan
yang bukan hak dan amanat. Pengorbanan memang
berat kepada yang tak pernah berkorban dalam
kehidupan. Terasa pintu kebaikan menjadi kecil
dan payah. Ketika aku memberi pengertian kemanisan
hidup bukan dinilai pada penglihatan kebendaan. Aku
ingin ia berhenti. Berkata kasar dan keras. Inikah
yang dikatakan perbualan. Bila tak ada kesefahaman,
pergilah ia  tanpa ada jalan pulang. Kedamaian telah
tercabut dari tanah gembur. Bahasa cinta dan kasih-
sayang telah berubah. Menjadi sulit untuk difahami
dan berputar-belit. Akhirnya, kebenaran, menjadi
malam tanpa rembulan dan bintang-bintang gemerlapan.
Nafasnya bahang api dari gunung yang akan meledak
bara belerang dan kabus jerebu ke dataran hijau. Ia
pun berselindung disebalik kata-kata dan kalimat
tersusun rapi. Salam yang terucap dibalas dengan maki
hamun dan fitnah. Mereka mendambakan kedamaian
tapi tiap langkah dan ucapnya persiapan kepada peperangan.
Perlambangannya bukan keberanian tapi adalah hasutan
dan tipu-muslihat. Aku bukan tak ada tenaga mengawasi
permainanmu. Tapi makin kufikir, sebenarnya makin
jauh dari  keakraban dan persaudaaraan. Kau makin
tak peduli tentang apa yang akan terjadi. Sekalipun
perut bumi ini terburai, kau peduli apa! Asalkan mimpi
malam ngigau itu datang sekalipun sekilas. Kau merasa itu
kemenangan yang patut dipertarungkan. Pengorbanan
ini hanya sebuah pertunjukkan dan luaran. Memang
langit telah meletakkan harapan. Harapan itu adalah
kebenaran untuk warga manusia, kemenangan kedua
kalinya. Sekalipun mereka ingin mendiamkan dan
menimbusnya, sekali dalam ribuan abad.

Kota Kinabalu
8 Februari 2013
*ITBM