Monday 31 December 2012

Tragedi Kalabakan, 28 Disember, 1963 (Malaysia)

Tiga bulan ketika rembulan penuh
di langitmu, kami terpanggil menyambut
kemerdekaan bangsa. Kau menyanyikan
lagu dari sukmamu, berkumandang di
rimba jati, Negaraku, salam ketulusan,
semangat bangsa tumbuh, satu lambang
satu bendera berkibar, impian masa depan.
Banjaran Crocker, Maliau Basin dan Kalabakan,
adalah keindahan negerimu tercinta.
Sungai yang mengalir bagaikan urat
nadi ke seluruh tubuh. Sabah, kau
hidup dalam mimpi-mimpi. Tiap
malam kau adalah bintang di langit
gemerlapan untuk ribuan tahun mendatang.
Tiap gerak di bumi dan langitmu
adalah inspirasi yang tak pernah
tandus. Flora fauna dan haiwan, kekayaan
dari negeri gemilang. Kita menyedut
dari udara murni, kepulauanmu adalah
mutiara yang bertebaran di lautmu.
Dari Pulau Matanani, ke Sampang
Mengayau terus ke sungai Kinabatangan
dan Lembah Danum, anugerah Tuhan,
sentuhan-Mu, tiada di bumi Sabah yang
bukan sapaan kasih-sayang-Mu. Tak salah
kalau aku mengatakan Tuhan pernah
turun bersama kami dan masih mengebal
dalam sukma. Kelabakan dikenang
namamu kerana kau terlalu dekat.
Pengorbananmu akan menurun dari
kami kepadamu, ke jenerasi muda.
Dan Sabah tanah lelohormu dalam
sejarah bangsa Malaysia. 28 Disember,
1963, ketika anak bangsa bangkit
menjadi bangsa dan negara, kau teruji.
Tapi kau mampu menegakkan jalur-
jalur merah dan putih, bendera yang
satu, Malaysia, bumi anak watan.
Di sini kami berkumpul dan berdoa,
mengingatimu, pengorbanan, tanahmu
masih merah. Kau tak akan kami lupakan.

Kota Kinabalu
1 Januari 2013
*Dikirim ke akhbar mingguan Warta Perdana, 16 Januari, 2013


Nekad, Pagi 2013 (Malaysia)

Aku pernah membisikkan kepadamu
selalu ada bintang harapan yang berkilau
dan berdenyut. Tak pernah mengalah
kerana piala hidup dan air yang kau
minum itu adalah anugerah langit
sekalipun ribut tofan, tsunami dan
gempa bumi menyerangmu ketika
kau mengadun mimpi. Usah, samasekali
menyerah kalah dan berundur ke
belakang. Sekalipun yang tinggal
adalah bara api peninggalan semalam
kau harus meniupnya hati-hati,
dari bara menjadi api yang menyala
dan menanak nasi. Tidakkah kau
mengangkat tangan dan berdoa pada
Tuhan Rabiul Alamen, kau, rupanya
telah melangkah masuk ke tahun 2013.
Bertapa perih kesakitan itu kau
tanggung sendiri, tanpa mengomel
dan terucap laknat. Ketahanan dan
sabar ketika teruji tak akan mengendurkan
nekadmu terus memacu kudamu sampai
ke garis penamat. Perjuangan ini bukan
sepenggal-sepenggal. Hidup adalah suatu
perjuangan dan kita terus teruji. Lalu,
bagaimana kita menakluki nafsi amarah?
Apakah menetaknya sampai ke akar umbi.
Ketika ia tumbuh semula kita pun siap
mencabut akarnya. Kini aku telah dewasa
dan tak terkalahkan lagi kehausan di gurun
atau kelelahan badai samudera. Aku belajar
menguasai sukmaku. Ketika aku seperti igau
bayi kecil. Aku tak akan berganjak. Aku
akan bertahan seperti gunung, sekalipun
angin tofan membanting dan memerangkap
diri ini di penjuru. Aku akan melepaskan
diri dari keroyokan sekutumu. Keselamatan
itu ada di dalam sukma sendiri, mengapa
mencari jauh. Kita selalu berprasangka
pada suatu kebenaran. Kebenaran itu adalah
pintu gol dari kehidupan. Aku akan melepaskan
nafsi-lawwama, sekalipun aku harus jatuh
bangun di sepanjang perjalanan. Aku tak
akan pernah menyesal,  di langit itu tersimpan
khazanah rohani yang dibawa turun oleh
para malaikat. Aku akan melindungimu
seperti jiwa Badar di dalam sukma. O, jiwa
yang tenteram, di situ aku menemukan
diri. Setiap perjuangan selalu teruji pengorbanan.
Ketika kau telah mencapai ketenteraman
kau adalah malaikat yang berjalan di lorong-
lorong kehidupan. Ya Rabbi, singkapkan
pintu itu, selebihnya aku meraihnya. Kau,
jiwa yang tenang, nafsi mutmainah,
yang menghalau kegelapan, bawalah aku
ke sana. Ketika aku berjalan, aku tak tumbang
atau terjatuh kerana Kau memegang tangan ini.

Kota Kinabalu
1 Januari 2013

* Warta Perdana, 16 Januari, 2013
*AP BBSS

Pintu 2012 Mulai Tertutup (Malaysia)

Puisi ini adalah himpunan doaku yang sarat
terus mengalir dari sukma rembulan penuh
aku tak akan mengejarmu. Bawalah piala itu
ke tempat lain. Sekalipun kau bilang di dalam
ada permata nilam, zamrud, rubi, batu delima.
Kau memberikan aku takaran waktu yang cukup,
aku tak pernah mengeluh dan berputus asa. Kau
memanggilku dan aku menjawabmu. Aku telah
melakukan dalam nizam dan keupayaan seorang
insan. Kalau jalan ini dibukakan kepadaku untuk
kedua kali, aku akan berlari tak mempedulikan
senja telah mendekat malam akan turun. Aduhai,
kasut, kau masih taat, menunggu aku memasangmu
kembali. Aku rindu ke lapangan. Aku rindu suara-
suaramu selalu memberi salam dan memanggil.
Suara dari pedalaman, dari desa yang jauh, dari
daerah-daerah rawan. Aku melihat langit, biru.
Angin samudera pada malam musafir, jalan sepi
di lereng bukit di tanah asing. Dalam sukma ini,
kalian hidup, di dinding-dinding sukmaku kalian
memahat grafiti dan artefak. Aku telah pulangkan
piala itu kepadamu sekalipun tak sempurna,
aku telah menjangkau langit rimbanya, cahaya
telah turun dan menjejaki buminya. Semalam
hutan jatinya penuh raksasa, dan mitos-mitosnya
penuh dengan tahyul. Benih kalimah itu telah
ditanam dan tumbuh menjadi pohon gaharu yang
harum. Pintu 2012 mulai tertutup, impian hidup
dalam doa terus mengalir dari pergunungan
sampai ke lautan samudera. Aku mengingatimu,
Gaza dan Palestin, sekalipun hanya berupa doa
yang melucut di lidahku. Penderitaan kalian,
penderitaan sejagat, kelaparan di musim
kering yang menekan perut di sempadan yang
tak bersahabat, daerah-daerah  masih dalam
kejutan perang, kemiskinan yang menular
seperti wabak yang tak akan meredah. Mereka
menyeberangi lautan untuk memburu impian
bumi dan langit baru, yang terkandas di bumi
sendiri menyedut udara menuba dari perang
kimia. Yang masih diburu dan kejar seperti
binatang, anak-anak jalanan yang ditangkap
dan tembak. Jenayah mereka kerana makin
ramai pengacau dan pencopet di kotaraya. Ini
memalukan negara dan mengurangkan turis.
Sampah terus menimbun seluas kotaraya.
Di situ lahir dan membesar anak-anak bangsa
kehilangan hak-hak bersekolah dan tersingkir.
Malam gelap yang panjang, kita masih terus
menjadi penghukum yang angkuh, tanpa pula
menghiraukan suara minoritas dibawahkan.
Yang tinggal di keyangan tak peduli, kalau
boleh mereka akan mensasarkan mentari dan
rembulan dari langit dan menggantikan pula
langit bawah kolong dan najis-najis yang di
buang dari atas. Kau, anak segala bangsa, aku
menulis puisi ini buatmu, kerana semua asal
bumi lahirnya telanjang. Jadi, bagaimana
aku bisa lebih baik dari semua. Yang dituntut
di sini adalah keadilan. Dari zaman silam itu
sampai hari ini, yang selalu dibualkan adalah
keadilan politik, keadilan ekonomi, keadilan
sosial. Aduhai, bumiku yang tercinta, kau telah
memendam rasa sejak zaman silam. Sejak Adam
dan Hawa. Titis pembunuh darah pertama yang
tumpah, peristiwa Abel dan Kain. Sejak itu
bumi terus dibantai dan samudera bergelora
darah yang membuak tumpah dari kezaliman
dan penderaan. Hari ini, pembunuhan itu terus
dalam diam dan tipu muslihat. Di sini aku bukan
penghukum, apalagi  menghitamkan langit yang
telah hitam. Wahai saudaraku, aku bukan seorang
nabi apa lagi seorang penyair hebat, syair-syairnya
hanya degung-degung lalat di waktu makanmu,
atau degung-degung nyamuk di waktu nak tidur.
Yang sekali-sekali membuat kau tak selesa.
Malam ini aku tak turun ke dewan dansa atau
bernyanyi bersamamu dan melihat kembang api.
Puisi ini, perbualan panjang, sedang aku berbual
kau mendengarkannya. Kepadamu yang sakit
dan uzur, aku sampaikan salam buat kalian. Semoga
esok ketika kau bangun melihat mentari dan lembah
hijau dan menghirup udara segar, di pagi indah.
Kepada ummah, usah lepaskan tali Allah. Ya Rabbi,
bawa kami ke tahun baru ini 2013, tahun keamanan.

Kota Kinabalu
31 Disember 2013
*AP BBSS









Sunday 30 December 2012

Sukma Rawana* (Cinta)

Langit Rawana berdentam-dentum, gelap dan berpetir
jiwa Rawana meraung dari kepulauan sepinya sampai
ke rimba dan gunung yang jauh. Nafsu serakah Rawana
menggoda mimpinya. Rawana kini terkepung oleh
kegelapan raksasa yang terus menjulur lidahnya.
Istana Rawana di atas gelombang, bangunan purbanya
yang dipanggilnya cinta itu tak lain adalah
nanah busuk yang menjadi dahak dan dimuntahkan
dalam kalimat-kalimat yang tak berjiwa dan kosong
belaka. Dirinya ingin memiliki Sita, dan bermimpi
menatah istana dengan sekutunya, matanya berahi
akan kekuasaan. Di Pulau Lanka, Rawana memanggil
sekutu-sekutunya membuat rancangan jahat ingin
mencolek Sita dari Rama. Jiwa Rawana tak puas seperti
muntah belerang di gunung berapi, Rawana ingin
mendakap Sita dan menobatnya permaisuri istananya.
Kedua mata Rawana melotot ingin merebut kekuasaan
sekalipun dari jalan seribu tipu muslihat. Kalau
Rawana itu Pendita, Rawana penyamar yang tak ada
tandingnya. Rawana mabuk cinta, bau mulut Rawana
bau longkang sekalipun Rawana boleh mencipta syair-
syair sumbang yang membuat pendengar terbuai
dalam cahaya rembulan dan igau mimpi kerasukan
dalam pesta malam yang berahi. Rawana tak peduli
yang halal dan yang haram. Rawana punya seribu
topeng, Rawana boleh jadi bandut, penghibur, pendita,
kaisar, kekasih yang mulus, jurutera pelengkap kegelapan.
Tapi tak mungkin Rawana menjadi peminta sedekah
kerana Rawana adalah raja yang tak ada tandingnya.
Kalau Rawana punya rancangan jahat, Rawana
akan menjadi penghulu dari segala kejahatan. Rawana
boleh menjadi kuman, penyakit dan wabak
menular. Rawana o Rawana, niatmu selalu tak
kesampaian. Selalu kandas dan menelur perebutan
kuasa dalam istanamu dan mendera dan menzalimi
sekutumu kerana Rawana tak ada jati diri  dan
budayanya berdiri di tanah lunsur kebohongan dan
tipu muslihat.

Kota Kinabalu
31 Disember 2012

Saturday 29 December 2012

Catatan Kecil Buatmu Di Hospital (Ketuhanan)

Kalau kau tanyakan impianku sebenar
aku tak akan menjawabmu sepantas kilat.
Daun kering terakhir ini lepas dari gagang
pohon, terbang dibawa angin jatuh di jalanan
sejarah, dalam waktu sedikit reput menjadi
tanah. Ketika aku terpanggil berdoa, aku tau 
Ia membalasnya. Meskipun tanganku tak
dapat menjangkaumu kerana kau terlalu
jauh dan tak mungkin. Tapi sukmaku ada
merasakan kehadiranmu. Ya Rabbi, usah
ada kebimbangan sekalipun walau sebintik
di dalam relung sukmamu. Penantian itu
adalah suatu kesedaran dan kesabaran,
yang menguatkan tekad dan langkahmu.
Dakaplah rembulan, usah kau lepaskan
sampai siang mendatang. Aku hanya
menghantarmu ke depan pintu, manisku.
Ketika kau berjalan seorang diri, ingatlah,
kau ada pendamping yang lebih baik
dan sangat sayang padamu, peganglah
tangan-Nya dan usah merasa takut dan
gentar. Ia pasti membawamu ke langit
siang benderang.

Kota Kinabalu
29 Disember 2012

*Mingguan Malaysia, 16 Januari, 2013
*AP BBSS

Membalas Lafaz (Ketuhanan)

Ada seorang wanita sepanjang hari
ia menceritakan kebaikan-kebaikan
suaminya. Cintanya rembulan tak
pernah padam. Sekalipun hujan
angin ia tetap merindukan Adam.
Ketika ia pulang menjelang maghrib
di situ suaminya akan menunggu
dan menyambutnya dengan kasih.
Kebajikan dan martabat dirinya
diangkat dan dijulang tinggi sampai
ke pucuk langit. Jadi, aku tak heran
ia terus memuji-muji insan seorang
ini. Kini ia telah berpulang, tak akan
kembali. Kamarnya sepi,tiap malam
ia memburu mimpi, kalau saja ia
boleh hidup dan berkepak turun
dari langit dan tidur memeluknya
sampai ke hujung malam. Waktu
beredar, hari demi hari tanggal,
pintu itu terbuka, bimbangnya
hinggap di sukmanya. Hari-hari
berkabung mulai tersingkap. Tapi
merah rindunya mulai berubah
warna. Ia teruji lagi membalas lafaz.

Kota Kinabalu
29 Disember 2012
* Mingguan Malaysia, 16 Januari 2013
*AP BBSS

Melihat Ke Dalam (Puisi)(Metamorposis)(ITBM)

Sebetulnya aku tak nampak peninggalan
apalagi candi dan bangunan purba itu.
Tak ada batu nisan tersurat atau epik-epik
seorang hero atau syair-syair percintaan.
Moyangku tak mewariskan ilmu turunan
apalagi sebidang tanah, pangkat dan derajat.
Aku lahir telanjang dan menangis seperti
anak manusia yang lain. Di bumi pribumi
ini, aku dibesarkan oleh ma dalam cerita
rakyat, cerita si Karuhai. Mereka berkata,
ini negeri kita, negeri kaya sastera budaya.
Ketika aku membaca puisi mereka menguap
dan meninggalkan dewan. Aku bertanya diri
sendiri. Barangkali memang puisi yang
kubacakan itu. Ketika aku berpuisi, kulihat hanya
aku berdiri di halaman di sekelilingi kucing-
kucing liar, lapar dan ayam-ayam kampung
menunggu taburan jagung dan sisa nasi sejuk.
Puisi yang dibacakan hanya sebuah puisi,
bukan apa-apa, tidak juga hidangan makan
malam. Puisi tak membuat orang jutawan.
Tapi boleh membuat orang marah, dan meng-
hukumnya. Ya, kerana sebuah puisi, mereka
menghantar satu pasukan keselamatan.
Kononnya, orang awam harus dilindungi.
Ingatlah, sebuah puisi, bukan sebutir bom.
Ia adalah karya seorang penyair. Barangkali
satu nama penyair pun kau tak ingat dan apalagi
menyebut namanya. Siapa yang akan mendengar
puisimu? Ini adalah sebuah cermin tak akan
membohongi dirimu, sari kata tumbuh dari
bumi dan turun dari langit. Tiada apa-apa,
hanya sukma dari sekujur tubuh.

Kota Kinabalu
29 Disember 2012
*ITBM



Friday 28 December 2012

Berpijak di Bumi Yang Tiada (Ketuhanan)



Kamu telah turun dari langit cakerawala.
Entah, berapa lama kamu telah terbang.
Kamu tak pernah bertanya kalau tak
perlu. Bukankah bertanya itu satu
pengisian dalam perbualan atau sendirian
mencari paksi. Sumbernya, memang alam
maya, dan lima indera yang memang
bergolak, kekadang pasif, kekadang
ingin tahu. Pertanyaan itu kerana
ingin tahu maka bermulanya puisi.
Pengucapan yang meletakkan pada
keindahan, impian dan harapan.
Bila pertanyaan menjadi rutin maka
jawabnya menjadi biasa. Bertanya
termasuk umpan kepada otak menjadi
peka terhadap sekelilingnya. Ketika
otak menjadi pasif, maka kita pun
melangkah mundur. Tiada perubahan.
Tiada kemajuan, apa lagi pembangunan.
Kita menjadi mengeluh banyak dan
mengomel terus-menerus dan menjadi
putus harapan. kita pun berprasangka
pada sekeliling kita. Kita akhirnya,
menyepi di dalam kamar gelap. Lama-
kelamaan otak menjadi malas,
dan menyerah kalah. Tiada yang baru
supaya otak dapat bekerja. Kemudian
tak ada perjuangan. Bila tak ada perjuangan
bagaimana memartabatkan suatu
bangsa. Bahasa kita tak dapat ber-
tahan. Bahasa kita menjadi keliru.
Bahasa yang biadap dan kurang
ajar, derhaka dan pak turut dan
tukang ampuh. Dan melahirkan
pengkhianat bangsa. Budaya kita
menjadi budaya kulit, hanya luaran.
Meninggalkan tradisi dan warisan.
Kata-kata hilang keindahannya.
Berselindung di celah-celah batu
dan gua gelap. Hilang jati diri.
Kita terperangkap dalam kata-
kata kita sendiri. Bongkak dan
sombong. Lalu kita mencipta
kaisar-kaisar dan firaun-firaun.
Kita mencipta perabadan yang
diciplak di sana sini. Begitu,
kita tak pernah malu. Malah kita
terus tidur sedang orang lain
telah berjalan sebelum mentari
naik, sebelum siang tersingkap.
Kita mengaku kalah sebelum
berjuang. Kita menjadi pembual
di kaki lima.Kekadang setiap hari
kita ke sana ke mari tanpa ada
urusan. Kita seperti jenerasi yang
hilang. Jenerasi ubur-ubur. Jenerasi
suka minta-minta. Jenerasi kasar.
Ketika sukmaku merontah-rontah
mencari jalan keluar, kekadang tak
terjangkau soalan, lalu keluar sebagai
protes. Di bumi ini, setiap langkah,
ke arah mana kita menoleh, timbul
pertanyaan. Seperti anak yang baru
belajar terhadap bahasanya. Pantas
mati awal dan meninggalkan janda-
janda tanpa perlindungan. Kerana
kita lupa diri,  Lupa pada agama.
agama hanya untuk tunjuk-tunjuk.
Lebih dunia dari rohaninya. Kita
membaca Al Qur'an dengan  suara
merdu tapi gagal menerjemahkan
isi pengajarannya. Tuhan-tuhanmu
baru diciptakan, tuhan-tuhan duniamu
yang bernafsu. Lidahnya agama
sukmanya kosong. Oh malam gulita,
kami mendengar-Mu. Kebenaran-Mu
telah hadir, turun dari langit. Indahnya
langit di waktu fajar, langit maghrib
dan hening tengah malam. Kembalikan
kekuatan itu ke dalam sukma. Tumbuhlah
akar tunjang  dan mencengkam nadi bumi.
Dari sekarang kita tak akan jalan mundur
ke belakang. Sejak kamu tinggalkan bumi.
Kamu bergayutan dari bintang ke bintang.
Ketika kamu telah berada di angkasaraya,
kamu melihat komet yang jatuh hanggus.
Jauh besar dari Benua Borneo. Ada pula
lebih besar dari Benua Australia. Cuba
bayang, dari jauh seperti seketul bara api
mengecil menjadi abu. Kamu terapung di
lautan samudera bintang-bintang tak bertepi.

Kota Kinabalu
29 Disember 2012 


*Dikirimkan kepada GAPENA untuk Antologi Kembara Puisi GAPENA, 2013

Thursday 27 December 2012

Mentarimu Kembali (Mama)

Di anak tangga seorang ibu
dengan anak-anaknya
memandang deras air sungai
yang melaju ke laut.
Air menurun sedikit
dari semalam, langit perlahan
terang. Ada suara hewan terjerat
semalaman telah terlepas.

Memang kau tak
berkata apa-apa
bagai gunung bertahan
kesabaranmu adalah
sungai yang mengalir
ketenangan wajahmu adalah
sumur yang bergenang.

Ketika kulihat
mentarimu kembali
di bumbung langitmu
resahku menjadi
kepul-kepul asap
menjauh terbawa angin.

Kuusap ubun-ubunmu
telapak tangan kanan
ke pipimu
dan menatap matamu
sambil tersenyum
Kau selamat.

Kota Kinabalu
28 Disember 2012

*Volume II







Catatan Banjir (Cemar)

Aku dan dirimu, vowel dan konsonan.
Memandangmu dari tanah aku berdiri
ke Lautan China Selatan. Sekalipun di
pisahkan samudera lautan kata-kata
adalah pulau-pulau kasih berderetan
panjang merentangi benua ke tanahmu.

Tahun 2012 hampir luruh dari rantingnya
semalam aku menumbang pohon kelapa
masak umbut bersama kerang bersantan
makan dengan kelupis. Katamu, di sini
musim buah cuma takaran hujan lebat
sepanjang hari. Kami mengungsi dan
makan tapau nasi kiriman.

Kota Kinabalu
27 Disember 2012
*Volume II















Wednesday 26 December 2012

Banjir Buat Saudaraku, Di Malaysia Pantai Timur (Malaysia)

Aku tak melupakanmu
sukmaku ikut berhanyut
di arus deras sungaimu
ketika air mencercah lantai desamu
tebingmu pecah, kotamu terendam
kedinginan mengedut kaki dan tangan.

Ini memang bukan pesta air, anak-anak
telah diam, guru-guru resah memandang
sekolahnya berendam air.
Hujan masih turun
rumah-rumah mulai kosong
penghuninya mengungsi ke dataran tinggi.

Kalau bait-bait puisi ini dapat
mengurangkan beban dan  membuatkan kau senyum
di saat begini, paling sedikit aku merasa puas.
Tapi puisiku tak seberapa  kerana jauh
ke dalam sukmamu, beban deritamu
hanya ingin tangan yang mengulur
dan sapa salam yang tulus.

Sungguh, aku ingin bersamamu
bermandi basah, turun naik membantumu
dan aku samasekali tak bermaksud
menjadi seorang hero.
Aku hanya ingin mengurangkan
sedikit beban deritamu.

Ketidakselesaanmu tidur
dalam kedinginan malam
membuatku gundah sepanjang malam.

Ketika sukmaku tak tertahan
kukumpulkan tiap huruf menjadi
kalimat, dari kalimat menjadi
himpunan doa-doa tengah malam
lalu menitis dari jiwa yang tulus
menyentuh langit samawi.

Ya Rabbi, aku memohon
dari sukmaku yang termampu
tapi Kau Maha Mengetahui
tiap kejadian dan ujian.

Kota Kinabalu
27 Disember 2012

*BH Sastera, Berita Harian, 15 Januari 2013
*AP BBSS

Orang Masih Berdatangan, Akhir 2012 (Malaysia)

Waktu, kalau aku tak dapat jalan disampingmu
biar ke belakang, tak terlalu jauh
ke depan mungkin selalu disebutkan
dalam impian.

Pintumu hampir tertutup
kau telah melangkah menghampiri
seperti yang lain.
kau menoleh ke kanan
sambil mengatur nafas
rupanya, jauh sampai ke belakang
masih ada orang,
ada yang berjalan berjengkek,
ada didokong dan ada yang
setengah berlari.

Mentari telah rebah dari paksinya
orang masih berdatangan
semuanya ingin,
masuk ke dalam pintu
dan keluar ke lembah
ada rumput hijau
tapi, di bumi yang sama.

Pintu ini masih terbuka
sampai jauh malam.
Tapi pintu hanya boleh
dimasuki oleh seorang.
Kalau dua sekaligus
sudah terlalu sempit.

Malam telah turun
orang masih berdatangan
dan berhimpit-himpitan
tapi jalan ke dunia baru
masih satu, masuk melalui
pintu. Orang-orang berdudukan
ada yang baring di tengah jalan
dan di mana-mana, terlalu
penat dan lapar.

Mereka semua dalam kegelapan
hanya di pintu masuk ada
cahaya. Kerana terlalu lemah
mereka hanya mengikut arus
tanpa perlawanan seperti
ikan-ikan dalam lumpur
di sungai yang mengering
di musim kemarau.

Sepanjang malam
ada suara-suara merintih
tapi orang tetap berdatangan tak berhenti.
ke arah pintu.

Siang merayap
orang-orang berdatangan
dari muka bumi.
Memang di sini, tak ada
pengawal. Tapi orang-orang
kenal di mana batas mereka
bersuara atau melangkah
Mereka adalah orang
yang paling miskin, yang sakit-sakit,
dan tak berpelajaran
dari seluruh pelosok
bumi ingin mencapai pintu 2013.

Kota Kinabalu
27 Disember 2012
*AP BBSS








Bual Air (Lanskap)

Dalam diam air mengalir
dari langit turun ke persada sukma
dari gunung ke laut, tenang dan pasti
di celah-celah batu, bual air
terus dalam segala musim.

Aku memilih bualmu,
kerana ketenangan
dalam ketenangan itu
ada ketulusan dan gerak
yang menawan.

Di gurun pasir
yang kering
kau masih ada
sebagai oasis,
dingin dan pelepas.
Mentari Safrun
mencercah horizon
menunggu impian malam.

Bual air
tak akan membidikmu
dinginnya menyerap
sampai ke beranda
rumah lalu masuk
ke dalam kamarmu
sebagai angin malam
di musim panas.

Air ini telah
mengalir dari masa silam
dari perigi yang tak pernah
kering. Air turun dari langit
sebagai sahabat dan
mendengar panggilanmu.

Mengalirlah air
usah berhenti
ke dalam sukma ini
biarkan ia selalu dingin
dan tetap dingin
dari kurun ke kurun
mendatang.

Kota Kinabalu
27 Disember 2013
*Dikirimkan ke BH Sastera, Berita Harian, 15 Januari 2013
*AP Volume 1, 2013








Tuesday 25 December 2012

Pada Bumi Aku Tetap Kembali* (Puisi)(Metamorposis)

Aku memulai sebagai catatan
ketika terpanggil aku pun menulis puisi
sukmaku gundah seperti samudera
dan angin di tengah malam.
Lalu huruf-huruf dan kata-kata
berjatuhan. Aku menyukai.

Siang tersingkap
aku tergoda memandang
arah seekor lebah menyibuk
suatu pagi di sebuah taman.
Aku diam tak menghalang
tiap gerak dalam peredaran waktu.

Ada mata yang tak bosan
mau melihat ke dalam sukmaku
di dinding langit
atau jauh ke dalam sukma di cakerawala
aku menempelkan harapan di situ.
Tapi pada bumi
aku tetap kembali.

Kekadang aku tak membaca
perubahan pada gerak dan sentuhanmu
barangkali aku gunung
yang terhakis dalam
pertukaran musim.

Sekalipun kau telah berjalan
di hadapan
aku masih bersamamu
meskipun sukmamu
dan diri ini jauh tertinggal
di atol kepulauan sepi.
Tapi, impian ini
masih mekar di pedalaman.

Kota Kinabalu
26 Disember 2012



Sunday 23 December 2012

Karya* (Indah)(Metamorposis)(ITBM)

Tak perlu kamu menyembunyikan mahkota
kerana ia wajib diletakkan di atas kepala benar.
Mengapa harus membohong dan mencelak
kebenaran. Di dalam kegelapan rumahmu
selalu ada penyerupa yang menggelapkan
kebenaran. Penyamar akan berlagak-lagak,
meniru kata-kata seorang tokoh, berucap dan
mengayakan, tapi ia tetap monyet dipakaikan.

Mereka tak akan berhenti menebang pohon
malam dan siang tanpa lelah kerana mereka
ingin meraihi kemenangan di tanah pasir.
Setiap rantaing, dahan dan pohon dipotong
lupa akarnya itu masih teguh dan terlalu kuat.
Di musim sekarang, banyak peniru dari yang
asli. Mereka tak segan menjolok madu di
dahan rembulan dan membawa pulang.

Sekalipun terdesak, ingin namamu disanjung
berganjak dari tanah gembur dan mulai berdusta.
Sebuah karya asli adalah warisan dan suara sukma
penyair. Tiap kata-kata yang menjadi puisi ada
sukma penyair yang tak akan pernah berpindah
kepada orang lain. Selamanya adalah kata-kata
penyair. Meraih  martabat dari penciplakan itu,
khazanah yang akan terhakis dan tak akan dapat
dibendung dan bertahan.

Kota Kinabalu
23 Disember 2012
*ITBM










Saturday 22 December 2012

Hujan Petang Mengalir* (Puisi)(Metamorposis)

Ada keasyikan, asalkan tidak membuat
aku lupa pada kandungan waktu  yang
berjalan kemas. Ketika aku berhenti
mengatur nafas, perahu telah berhanyut
jauh ke tengah laut.

Malam itu aku bertemumu di bawah
sayap burung kota. Sedang kami berbual,
hujan turun seperti hujan semalam.
Hanya hujan petang ini, adalah rahmat
hadir sekali dalam seperabad.

Aku naik pentas mendeklamasikan
puisi-puisi di telingamu, suara dari
sukma dalam tali perjalanan yang
panjang. Aku tau banyak kata-kata
yang tak perlu diucapkan namun
diucapkan kerana kata-kata ini
adalah dalam kandungan waktu.

Senyum dan ketulusanmu seperti
dulu, barangkali kalau ada kita
melangkah lambat dan berkata
pun lambat, ketika kita sedari
kita sebenarnya tak bebicara
apa-apa selain duduk diam dalam
jeda yang panjang.

Kujabat tanganmu sekali lagi
seperti esok punya rahsianya sendiri
dan kita sangat mengerti seperti
berdiri di tebing sungai melihat
air mengalir dalam kelajuan arus
menuju ke laut.

Dalam kegelapan malam kami berpisah
Sesekali dekur kotaraya terganggu
sedikit membuat riak kecil kemudian
pulang ke dalam igau dan mimpinya.

Kuala Lumpur
23 Disember 2012



Friday 21 December 2012

Dekurmu, Denyut Lautan* (Puisi)(Metamorposis)

Aku meninggalkanmu setenang gunung
selepas subuh. Dekurmu, denyut lautan

Kota Kinabalu
21 Disember 2012








Thursday 20 December 2012

Harimau Sukma (Ketuhanan)

Harimau yang ditinggalkan
pulang kembali di halaman
ngaumnya masih tegar dan
mengecut sukma mendengar.

Ia kelihatannya telah berjalan
jauh ke rimba jati dan dataran
terbuka. Wilayah tak bersempadan
Belang kuning masih berkilat.

Harimau, harimau yang pulang
dari rimba jati menunggumu
membuka pintu dan keluar
dua tiga kali kau berngauman.

Kami menyedut udara puas
lalu seperti memeriksa tubuhku
dan menjilat-jilat wajah dengan
kasih dan begitu berhati-hati.

Dapatkah aku mendamaikan
harimau di rimba sukma
ngauman dan suara hati
impian telah menjadi diri.

Harimau sukma telah kembali
ia telah mencium bau rimba
ngauman di tengah malam
memburu jauh ke sempadan.

Kota Kinabalu
21 Disember 2012
*BH Sastera, Berita Harian, 15 Januari 2013
*AP BBSS


Kupilih Bahasaku*(ALBDSM)

Aku pilih bahasaku
kerana kaulah yang
terdekat dalam sukmaku.

Kutafsirkan hidup
menurun dari kata
mengalir murni
tanpa terpaksa dan
dibuat-buat.

Di dalam kata-kata
yang terlafaz di hujung lidah
lahir dari ketulusan dan impian.

Kutulis puisi ini
dalam bahasa yang
kau mengerti
bahasa berjiwa
yang tumbuh dalam diriku
dewasa bersama
dalam budaya kaya.

Aku puas
tiap kata dan kalimat
kusampaikan
padamu
turun dari akar kata
yang berkembang.
Bahasa sukma
bahasa minda
bahasa puisi.

Aku yakin
bahasaku, bahasa
yang membawaku sampai
kepada-Mu.

Dalam doa-doa yang diutus
dalam rampaian kata-kata
terkumpul dan diajarkan
tiap kata yang kulafaz
hidup dan menyapa.

Kerana bahasaku
bahasa sukma
tiap kata adalah sel-sel hidup
merah dan mengalir
sampai ke dalam sukma
dan impian.

Impianku tumbuh dalam
bahasaku
kerana aku berfikir
dan merasa dalam
bahasa sukma,
bahasa Melayu.

Kota Kinabalu
20 Disember 2012


*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*AP Volume 1, 2013

Wednesday 19 December 2012

Berbual Silam (Ketuhanan)

Muncul rembulan, datang untuk menggoda
membawa pakaian basahan silam mandi
di malam bulan purnama dan nekad kekasih.

Di kolam ini dulu pernah turun bidadari jelita
mencercah air dingin mengalir dari hujung kakinya
ia  bukan  abdi perasaam menulis syair buatmu.

Mata o mata yang menghimpun saksi panah-panah hujan
di sebuah taman larangan, kemahuan tak dapat dibendung
ia kelelahan sendiri berendam dalam cahaya mentari siang.

Biar katamu lurus tanpa curiga dari permainan licik
Malam badai pohon-pohon impian telah tumbang
kegilaan dirinya terus diburu oleh tindakannya sendiri.

Ketika kedua kakinya terpacak di dalam jalan berlumpur
seekor beruang madu tak berapa jauh dari ia terkubur.
degup jantungnya cepat seperti ngongong anjing pertama.

Ia telah berkali-kali sukmanya terluka dan hanggus
terlalu mengharap bersandar pada kayu pohon rapuh
sekarang ia masih belum puas, masih terus berharap.

Kota Kinabalu
19 Disember 2012
*Mingguan Malaysia, 16 Januari 2013
*AP BBSS





Tuesday 18 December 2012

Waktunya Telah Sampai, Ini Kalilah.(Ketuhanan)

Waktunya telah sampai
derap kaki dan lafaz kata
aku tak akan menyepi dalam ruang sunyi.

Mari, merayau ke lembah kata
aku ingin menerebos ke langit biru
sampai ke cakerawala menyingkap rahsiamu.

Ya Rabbi, kau telah menyentuh sukma
dan di situ ada kekuatan dan siap-siaga.

Ayuh, Gazelku, kita bersama menerjang
dalam udara terbuka
Mari, Kuda semberaniku, pacu, sampai ke rembulan.
Aku tak akan dikalahkan
dan dibelakangkan
atau dipinggirkan.

Beri aku  satu kata perbuatan
maka akan kulengkapkan sebuah kalimat juang
yang menawanmu.

Beri aku ruang, ruang terbuka
yang kuingin telinga dan sukmamu

Beri aku pengertian walau sesaat
selepas itu pergilah dengan aman

Berikan aku jawaban tegas
bukan ucapan mengigau dan bercerotoh.

Salam buatmu
waktunya telah sampai, ini kalilah

Kota Kinabalu
19 Disember 2012
*Satu puisi untuk AP diselenggarakan oleh  sdr. Saleeh Rahamad, PENA.

Burung-Burung Hitam Di Tanah Australia (OZ)

Seratus tahun masih belum terlalu lama
mimpi gerun itu datang sebagai peringatan
ribut gelombang lautan pasifik masih bergelora
mencari putera dan puterinya hilang jejak.

Kapal-kapal berlabuh di lautmu
membujuk dengan doa-doa keselamatam
nama Kristus disebut sepanjang khutba
burung-burung hitam terperangkap dalam impian muluk.

Desa-desa di tebing laut Kepulauan Solomon
perempuan-perempuan Melanesia kering sudah air matanya
mengenangkan wira-wira, anak gadis dan kaumnya
didera dan dikurung dalam dek-dek kapal menuju benua Southern Cross.

Ini kejahatan-kejahatan yang dirancangkan
penzaliman mengaut untung  siang dan malam
mereka merempat di perladangan tebu di tanah asing
dipanggil ruh-ruh nenek moyang datang membebaskan mereka.

Pencolekkan dan maut tanpa jalan pulang
harapan adalah impian kehilangan rembulan
mimpi-mimpi tanah lelohor terperoyok dan menjadi igau ngeri
mereka adalah abdi, kepala menunduk, tanpa menuntut.

Ben Boyd dan kamar siksa, rantai belenggu besi di lehermu
kesakitan dan kelaparan yang menjadi artefak di dinding penjara
di tanah di mana sahutan kesakitan dan kesengsaraan pun tak berjawab
ketika maut datang, kau  tersenyum kerana  kau memang menunggu pasrah.

Dari tanah Queensland mereka dikerah ke selatan gunung salji
satu persatu artefak dan grafitimu di atas pasir tanah merah tertimbus
mereka, burung-burung hitam memagut sukmanya dan mengubur ke dalam salji
di sini berakhir semuanya, penderaan dan kezaliman, tertimbus dalam sejarah.

Gelombang-gelombang dan suara-suara dari lautan
burung-burung hitam dari Pasifik peringatan satu zaman
kelicikan dan tipu-muslihatmu, kekejaman dan kezalimanmu
akan menjadi halaman pertama untuk dibaca dan satu peringatan.

Kota Kinabalu
18 Disember 2012







Monday 17 December 2012

Selagi Ada Rindu* (Cinta)

Selagi nahkoda masih bernafas
rindunya terbang bersayap sampai
ke bulan dan hinggap mengetuk
pintu sukma kekasih, begitu
perlahan dan halus. Benih rindu
yang kau tanam di musim rembulan
purnama kini telah berkembang
dalam harum wangi bunga kenanga
dan melati. Demi waktu, kerinduan
itu tak pernah ketinggalan zaman.
Ia akan lahir dan hidup kembali
dalam lafaz terkini dalam mimpi-
mimpi indah. Nahkoda yang pulang
setelah hilang puluhan musim di
samudera lepas tanpa khabar dan
berita kini melabuhkan sauhnya
dan merapati pelabuhan cinta damai.
Ketika nahkoda terlontar di pulau
harapan, menatap langit lalu mengutus
salam pada bintang-bintang untuk
menyampaikan kasih rindunya pada
kekasih yang masih menunggu harap
kepulangan nahkoda suatu hari yang
bernama esok. Dengan berlayarkan
kerinduan, nahkoda belayar mengikut
kepala angin dari timur ke barat, utara
selatan, dari pulau yang bersahabat ke
negeri rawan yang jauh. Dari khutub
ke khutub, tak kira ribut salji, sukma
nahkoda tetap nekad membawa rindunya
ke pelabuhan cinta damai. Kini nahkoda
turun dan melangkah pertama kali di atas
jembatan rindu bumi kekasih.Nahkoda
mencium udara bumi kekasih penuh aroma
bau kekasihnya. Ke mana saja nahkoda
memandang, nahkoda melihat rindunya
menempel dan tergantung di sepanjang
jalan seperti lampu neon yang sedia
terpasang di malam kedatangan nahkoda
dari pelabuhan ke jalan besar, dari jalan
besar ke lorong-lorong, desa di pinggir
laut, mendaki bukit dan menuruni masuk
perladangan kopi, menyeberangi jembatan
rindu dendam, masuk ke halaman luas
dan di situ cinta nahkoda telah menunggu.
Lalu kekasihnya berkata kepada nahkoda,
 "Mengapa, kau terlalu lama?" "Selagi ada
rindu, kita tak akan dibelenggu oleh
waktu.," jawab nahkoda.

Kota Kinabalu
18 Disember 2012




Sajak Karuhai, Anak Segala Bangsa (Mama)

Aku mengenal namamu bukan dari membaca sejarah
tidak juga dari batu bersurat kerana kuburmu memang
tak ada. Namamu disebut, lalu cerita pun bermula
Karuhai, demikianlah namamu, begitu indah di hujung
lidah seorang ma. Karuhai diam di dalam sukma.
Kalau aku merindukan seorang Karuhai kerana Karuhai
adalah si legenda yang tak akan dilupakan. Karuhai
hidup dalam mimpi dan impian. Karuhai, namamu tak
akan dilupakan. Namamu hidup dalam imajinasi se-
orang ma, seorang anak, dalam cerita, dalam puisi.
Namamu tak hilang dibawa harus ke muara dan hilang
dan tenggelam selamanya. Aku tak akan membiarkan
itu akan terjadi. kau adalah lambang ketaatan. Kau
bisikan kepada telinga alam sejagat, semuanya akan
menjawab, "ya, benar." Karuhai adalah lambang ketaatan.
Tak ada duanya dalam lagenda. Ketaatan tak dipertikaikan.
Ketaatan Karuhai adalah ketaatan seorang anak kepada
ma. Cinta tulus seorang anak kepada ibu. Cinta yang
membuat tradisi dimartabatkan. Diletakkan pada tempatnya.
Aku adalah anak-anak yang dibesarkan dalam cerita ma.
Karuhai, gagah perkasa tiada tandingnya di mata ma.
Ini rahmat Allah kekuatan yang istimewa anugerah
dan kemampuannya berkhidmat.Cinta Karuhai pada ma.
Cinta aku pada ma seperti cinta Karuhai pada ma.
Aku ingin seperti Karuhai. Karuhai mengkhidmati ma.
Aku juga mau, mengkhidmati ma.Tujuh lautan akan
aku berperahu kalau di sana ada yang membahagiakan ma.
Tujuh lipatan langit kudaki bersama ma kalau di langit
terakhir di situ ada kemahuan ma. Kerana ma, Karuhai
tak pernah membantah, maka aku pun mau begitu.
Karuhai tak pernah bersikeras dan menjawab walaupun
sepatah kata maka aku mau begitu juga. Karuhai hidup
mau membahagiakan ma, maka aku juga mau begitu.
Bagi karuhai ma adalah segala-galanya, maka aku pun
juga mau ma adalah segala-galanya. Karuhai tak ada
bandingannya, Karuhai satu-satunya di atas bumi ini,
insan yang tak pernah ingkar dan derhaka pada orang
tua, pada ma. Ketika ma bercerita tentang seorang
Karuhai, akulah anak ma yang pertama, si Karuhai itu
adalah aku. Bayangkan kalau ma bilang pada Karuhai
tolong ambil rembulan dari langit dibawa turun ke sini
supaya rembulan boleh menerangi pondok ma. Tentu
Karuhai, tidak mustahil akan mendaki langit membawa
pulang rembulan buat ma. Karuhai sukmamu dan sukmaku
telah menjadi satu. Aku bawa Karuhai dalam sukma ke
mana-mana. Namamu tak akan mati.Karuhai akan
hidup dan abadi, Karuhai melekat di tiap bintang di
langit. Karuhai, pengorbananmu mencipta syuga
di bumi ini. Bukan syurga ilusi, adalah syurga tercipta
buat seorang ma. Tiada boleh menyangkal pengorbanan
Karuhai buat seorang ma. Ketika ma menyuruhnya
dedaun kering buat atap rumah, Karuhai, anak yang
gagah perkasa telah siap mengumpul dedaunan kering
setinggi bukit dan mengikatnya dengan tali akar.
Karuhai, namamu tercipta kerana pengorbananmu.
Karuhai, namamu hidup abadi pada bangsa yang
kenal pada pengorbanan seorang anak kepada ma.
Walaupun pengorbanan itu mengundang maut bagi
Karuhai demi kebahagian seorang ma, ia akan kerjakan.
Ketika tali akar yang melilit dedaunan merimbun
sebesar bukit dilucutkan, Karuhai, gagah perkasa itu,,
Suara ma merendah dan perlahan. Ada emosi bagai
elektrik memulas sukma, air mataku menitis mulai
dari gerimis kemudian hujan turun lebat. Karuhai
tertimbus dedaunan sebesar bukit. Aku diam.Sekalipun
aku telah mendengar cerita  Karuhai mungkin lebih
dari ratusan kali, tiap akhir cerita Karuhai, air mata
pasti menitis. Karuhai, kuingat namamu, Karuhai, lambang
pengorbanan, cinta dan memartabatkan seorang ma.

Kota Kinabalu
18 Disember 2012


Legenda Pengait (Malaysia)

Hampir masuk musim pengait
diberitakan kepada gunung dan
pedalaman, mereka selalu tercegang.
Ketakutan berlinggar di kepala langit
kiamat akan turun.

Inilah ibu segala bala
mata melotot telinga mengiakan
Mengapa tidak buatkan
sajian
Ini legenda 'Pembangunan'
sejak penjajah.

Di sini dibuat jembatan.
Kamu, lihat sendiri, sudah berapa kali roboh
Semua senyap. Melihat sesama sendiri.
Cemas.

Malam turun.
musim pengait
hebah di seluruh kampung
perempuan bunting,
dan kepala, pengeras!

Ya, sekarang menjelang
musim pengait.
Apa itu?
musim mengait
sukma. Mau pengerasnya juga?
sambil ketawa.

Kota Kinabalu
17 Disember 2012
*AP Volume I, 2013



Sunday 16 December 2012

Aku Melihat Diri (Ketuhanan)

Ya Rabbi, maafkan aku, memang padamu aku datang
telinga yang mendengar tak akan ingin mendengar
suaraku tak sampai menjangkaumu kerana kau jauh
mataku dan lambaian tanganku cuba memanggilnya
tapi ia telah berada di hujung jalan, ke kanan menjauh.
Sukmaku, aku tak pernah berdusta dan tak akan ingin,
langkah ini mulai terasa berat di bumi sendiri walaupun
aku masih tersenyum, dan menyembunyikan hempasan
badai musim tengkujuh. Kau, yang melontar api arang
atau diam-diam mengutuk dengan lidahmu kalau tidak
catatanmu. Ayuh, lontarkan, mau meludah ke mukaku,
silakan, langit tak akan berpura-pura, hujan akan turun.

Ya Rabbi, bukan aku tak datang padamu. Bagaimana?
Aku ingin berteriak sekuatnya, melepaskannya isi perut,
ingin melepaskannya. Tak mungkin aku berkata keras-
keras ketika bersujud.  Aku malu. Aku tak membiarkan
keadaan yang aku tak dapat kuasai. Kini telah redah
aku kembali kepada-Mu. Ya Rabbi, aku belum tewas,
aku masih di sini. Nafasku masih berdeyut. Langkahku
tetap walau melemah sedikit. Wahai sukma, tenanglah.

Ya Rabbi, aku tak dapat menyatakan semuanya
Gazel, Kuda Semberaniku, kamu pendamping.
Aku di sini dan di bumi kelahiran. Aku melihat
pintu itu. Sepi. Siapakah yang datang? Seorang
teman atau seorang musuh. Oh gunungku dan
banjaran Crocker, aku masih bertahan. Suaraku
adalah suara seorang penyair yang pulang. Aku
tak ingin langitku tercemar. Aku pulang padamu.
Ya Rabbi, sekarang sukmaku tenang, kepada-Mu,
aku datang seperti anak kecil baru belajar berlari.

Kota Kinabalu
17 Disember 2012
*AP Volume 1, 2013

Kubawa Sukmamu Bersama*(ALBDSM)

Aku telah membawa sukmamu
jauh melintasi lautan dan benua
kini kita berada di bumi kelahiran
di sini, gunung dan banjaran Crocker
tempatku bersandar ketika aku
terpukul dan kehabisan nafas. Tak
pernah aku menciptakan ilusi
atau bayang kerana ilusi tetap
ilusi, bayangan tetap bayangan.
Aku mulai terasa terik panasnya
menyentuh kulit dan wajah kita.
Tak mungkin kita berhenti di sini
dan berpatah balik sebagai orang
yang kalah dalam juang. Kita
akan melangkah sekalipun langkah
kita tak seberapa. Ini bumi kelahiran,
bukankah pernah kubilang, langit
tak selamanya biru dan tenang.
Kita akan selalu sendiri, suara ini
adalah suara kita bersama. Gelombang
lautan akan membawa kita ke pulau
harapan. Kubawa sukmamu bersama
ketika kaki-kaki kita luka-luka dan
cedera kerana jalan terlalu lama di
atas batu-batu tajam, kita tak akan
duduk dan mengharap. Aku akan
terus menulis puisi-puisi ini kerana
kata-kata itu adalah pendampingmu,
pelipur lara. Ketika berburu mereka
menjadi tombak dan panah-panah
yang tajam mengenai binatang buruan.
Mereka juga adalah Gazel dan Kuda
Semberani. Ayuh pacu, esok masih ada.

Kota Kinabalu
16 Disember 2012

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*AP Volume 1, 2013


Kemarahan Menghukum Penyair (Puisi)(Metamorposis)(ITBM)

Mengapa ketika di puncak kemarahan itu
kita tak memperdulikan nilai sebuah
kata, perundingan. Sekalipun ia akan
menjadi penyesalan sepanjang hidup.
Sukmamu melepaskan guntur dan kilat.
Amokmu sampai ke hujung tebing benua,
kau tak peduli, akhirnya kau dikalahkan.
Kalau saja saat kemuncak kemarahan
itu dapat dibendung maka tak perlu
sesalan berkepanjangan. Amarah tanpa
kawalan menguji kesabaran dan jati diri.
Hanya sebuah karya puisi tak akan
membuat orang menjadi berang lalu
menghukum penyairnya.Terlalu mudah
menghukum, Sedangkan ketidakadilan
dan penderaan tak akan memberhentikanmu.

Kota Kinabalu
16 Disember 2012
*ITBM

Usah Bimbang Tentang Kami* (Indah)

Dulu, ia seekor arnab berbulu putih
lembut dan jinak di tapak tangan
kini kau telah menjadi seekor helang
berkuku tajam dan raja di angkasa.
Haruskah aku bersarung tangan
ketika membiarkanmu terbang dan hinggap
di lenganku. Aku tau kau telah terbang
dan melayari kepala angin serata langit
biru dan pulang, membawa catatan negeri
jauh. Duka-lara dan madu yang menitis di
hujung jarimu dan melihat komet yang
hanggus di depan matamu. Belum pun
lama, kita harus berpisah, menggulung
semua kisah perjuangan ini, mitos dan
impian. Kita berjabat tangan dan kau
berkata,"Usah bimbangkan kami."
Malam telah berundur, sedang aku
bersiap datangnya siang.

Kota Kinabalu
16 Disember 2012



Salut! Mulanya saudara ini menulis puisi (Puisi)(Metamorposis)(ITBM)

Mulanya saudara ini menulis puisi
ketika itu anak mangga musim bunga
puisi, siang dan malam.Tidur kesiangan.
Suatu hari orang datang membisikkan
ke anak telinga. Manis madu degungnya
Bukankah, impian penyair hanya menjadi
kenyataan di tangan seorang tokoh.
Bangsa perlu tokoh rakyat bukan penyair,
tukang menyulap mimpi. Tiap tindakan
dan tiap pertemuan adalah meluaskan
wilayah. Saudara ini telah banyak berubah
tiap kata-kata dan tindakan diperkirakan.
Penyair bermimpi dan mabuk kepayang.
Menulis bermusim dan ambisi setinggi
mentari tegak berdiri di ubun kepala.
Menu hari ini, lebih ucapan dan lebihkan
foto dan membaca tentang diri di cermin
rakyat. Saudara ini seorang tokoh, bestari
Tapi sekarang musim surut idea, jarang
menulis, senang berpantun dan berkaroke.
Tiap hari saudara ini mau menjadi mentari
dan rembulan. Ia tak peduli, kalau gunung
menghalang ia ratakan. Sekarang saudara
ini suka menghukum dan menerbang kayu.
Bukankah, sekarang saudara ini adalah
tokoh di dimuliakan dan dimahkotakan.

Kota Kinabalu
16 Disember 2012
*ITBM

Saturday 15 December 2012

Aku Mengajar Diri Sendiri*(ALBDSM)

Tiap hari aku mengajar diri supaya
jangan lekas marah tanpa sebab.
Tiap permasalahan dibuat berunding
duduk beradat sopan. Kekayaan
budaya kalau tidak ditunjukkan
tangan yang baik melantun pulang
menjadi kekerasan dan biadap. Aku
akan berbahasa lembut dan sopan.
Ketika kau mempersenda diriku
kerana sebut kata, dan kerana bahasa
daerahku kental dalam perbualan.
Aku pun tak akan memberi reaksi.
Kau boleh mentertawakan, terbahak
kekurangan diri, kerana kemiskinan,
kerana wajah yang hodoh, atau cara
aku berjalan dan berpakaian, Aku tak
membalasmu. Yang mentertawakan
jelas tak melihat dirinya sendiri. Ia
memakai bahasa angkuh dan sombong
tapi lupa, yang ia berdiri dan tidur
di bumi pribumi. Baru tiba di sini ia
mulai mencipta impian dan berani
memotong cakap ketika berbual.
Memang ia, orang bukan berbangsa.
Sedang aku selalu mengajar diri sendiri.

Kota KInabalu
16 Disember 2012

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*AP Volume I, 2013

Penyair Dan Impian (Puisi)(Metamorposis)(ITBM)


Kau berkata, penyair mendengarmu tenang
kerana yang ditanyakan harus pula diterangkan
Suara penyair merangkum bumi dan langit.
Terus terang penyair, orang lain bersembunyi
pada bayang-bayang kata. Suara penyair
adalah kasih dan ditunggu. Bila penyair berkata,
"Awas, ada ular berbisa di dalam rumah ini,
aku tak bisa membunuh, kerana aku tak
punya senjata untuk membunuhnya."
Katamu, 'Mengapa penyair selalu dikaitkan
dengan dunia kemiskinan dan impian esok.'
Ketika kemiskinan seperti kanker yang
menjalar sampai ke jantung bangsa
penyair duduk bersama mereka, dalam
satu korus menyair ketidakadilan. Di malam
kerudung panjang, penyairmu bersyair
tentang rembulan impian dan langit biru.
Tanpa impian, penyair kehilangan. Dalam
kemiskinan, suara penyair makin bergaung.

Kota Kinabalu
16 Disember 2012

*ITBM


Bait Puisi (Puisi)(Metamorposis)(ITBM)

Aku mendengarmu ketika menulis puisi
lahir bait-bait puisi kau masih bercerita
tentang bulan tercuka, rumahnya yang di
tinggalkan. Aku menjawab,"Lalu, jadi,
teruskan." Aku memang pendengar baik,
biarkan dia membebat lukanya sendiri.
Ia pun mau aku menjadi pendengar baik
tanpa memberikan masukan. Kekadang
di perhentian bus, aku duduk sendiri lalu
seorang penumpang hadir menunggu bus.
Dalam menunggu aku mendengarkannya.
Ia boleh bertukar emosi adakalanya marah
dan menengking, meluahkan perasaan.
Tiada hal terselindung tentang hidupnya,
peribadi, terbuka, sex, gosif, dan terlintas
dalam kepala. Aduh, tolong sebentar.
Tolong mengerti, aku sedang berfikir. Cuba
menulis bait-bait indah dan terbaik.
Aku sedang mencari-cari kata-kata yang tepat.
Mengapa ia tak berhenti. Sekarang bukan
masanya. Maaf, aku sibuk. Tolong, aku
mengerti, segala penderitaanmu. Dalam diam,
aku telah berdoa kepada Tuhan Rahmatul
Alamen. Semoga kau diberi sayap baru,
terbanglah ke dataran hijau di pergunungan.
Hawa di sana, bersih. Kau mendambakan
kasih dan cinta tulus. Telah kupesan pada
rembulan mengirimkan cahayanya dan pada
kembang bunga melati, biar harumnya
melenakan tidurmu malam itu.

Kota Kinabalu
16 Disember 2012
*ITBM

Melayarkan Sebuah Impian* (Puisi)(Metamorposis)

Kau telah membiarkan mereka pulang
seorang ibu dan seorang anak lelaki.
Suatu siang, mereka perlahan-lahan
hilang di horizon. Dalam memori hidup
akarnya kuat menjunam ke bumi ini.
Meskipun ranting, dahan dan batang
telah tumbang. Ia masih pohon memori
yang subur. Melayarkan sebuah memori
atau warisan peninggalan adalah rempah-
rempah kehidupan. Di sana, musim panas
udara kering, di lereng-lereng, bukit bau
asap, api menyala, merayap dalam diam.
Ketika angin berpatah haluan, langit inferno
api menjulang dan segalanya pun berubah.
Aku terlantar dalam udara khatulistiwa
Ini bukan impian tapi kenyataan di bumi
sendiri. Di sini tiada gong, gendang, serunai,
atau hentakan kaki Pak Dalang berisyarat
Kita tak boleh berhenti menoleh. Pacu
kudaku, senja berligar di atas kepala.

Kota Kinabalu
16 Disember 2012










Rumah Impian (Malaysia)

Sebuah rumah adalah sebuah impian
sederhana, di atas bukit menghadang
ke laut. Taman bunga dan kebun sayur.
Tak jauh di pinggir bukit ada pohon
bambu, memetik cendawan di batang
rapuh. Udara laut dan hutan jauh dari
keriuhan kota. Alam bernyanyi, burung
terbang berkelompok hinggap di dahan,
depan rumah. Aku mengundang tamu.
Mereka boleh bermalam. Membaca
puisi dan daras maghrib dan subuh.
Ruang tamu luas dan beratap tinggi
Angin masuk dan keluar. Dan ada
tangki air hujan. Rumah buat orang tua,
lengkap bilik air dan kemudahan. Bilik
tidurnya selesa, penjaga tetap datang
membantu. Di ruang tamu ada rak-rak
buku, sastera budaya, ilmu dan tafsir.
Aku dibesarkan dengan buku. Ke mana-
pergi, ditemani buku. Ada perpustakaan,
beralmari tinggi banyak para-paranya.
Ada bilik solat dan tahajjud.Tiap hari
aku menulis puisi. Makan, sederhana,
berulam dan turun ke laut memancing ikan.
Ternak ayam kampung, itik dan angsa.
Ketika rembulan penuh bentuk bundar
kekuningan naik perlahan ke langit malam,
kami di ruang tamu, duduk melihat kejuitan
bulan, minum kopi atau duduk di pantai
melihat hamparan bintang dan menerka
orbit baru. Ya Rabbi, aku tak pernah Kau
tinggalkan, cuma aku seperti anak nakal
mendarahi diri. Tapi aku masih tau jalan
pulang. Kita mencipta impian demi esok.

Kota Kinabalu
16 Disember 2012
*AP Volume 1, 2013

Ada Ingin Menulis Puisi*(ALBDSM)

Kau ingin menulis puisi, silakan.
Lihat, lautan tergulung (seperti
secerik kertas surat khabar),
sebelum itu, tenang tak terbayang
ia boleh bertukar menjadi raksasa
buas menelan air, lidah anginnya
membongkar pulau setitik di
tengah samudera.

Di kota terkurung itu dibelasah
habis-habisan, menurut perintah
siang dan malam ia dicerobohi
dari langit supaya melutut dan
hancur menjadi pasir  Tulislah
biar sepatah.

Seperti di lautan, mayat terapong
membusuk, menjadi rumpaian laut
impian, buah yang jatuh masih muda.
Ia yang mabuk laut, perutnya berhenti
muntah. Kapalnya adalah bukit batu
yang berat menunggu masa, tenggelam.

Mentari membahang, menyedut mayat
sampai ke tulang sumsum. Orang pun
telah lama berhenti menangis. Padang
pasir itu telah rata dan bau mayat.

Kutulis dan deklamasi sebuah puisi 
sedang orang lalu-lalang di luar
dewan, menyibuk sendiri.

Penontonnya kamu, mentari 12:30 PM
mayat-mayat yang terapong buntuh
dan mayat mencair dalam udara sahara.
mereka hanya suka slogan sendiri.
aku menuruni pentas dan mendekati
kotak kertas dan menabung.

Kota Kinabalu
15 Disember 2012

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*ITBM















Turun Ke Kotaraya (Malaysia)

Aku di sini menyemak langkah, sedang yang lain
bergegas pergi. Aku menurun tangga, perlahan dan
hati-hati. Semalam, jendela halaman terbuka mimpi
pun terbang ke pusar langit.

Hari ini aku turun ke kotaraya, dulu di sini aku mengenal
tubuhmu, tak ada  debu yang tersembunyi tanpa aku
melihatnya.

Sekarang, aku seperti pendatang asing menyedut
Semua terlihat indah. Aku semakin kecil dalam dunia
sendiri, seperti seekor ikan mas terkurung dalam kaca.

Aku mengingat namamu, Kampung Air, dan
Kampung Sembulan, terperangkap di bawah
sayap pembangunan. Apa kau masih di situ,
wahai manisku?

Mendongak ke atas bukan melihat Tuhan, tapi melihat
Hotel 5 bintang atau Condominium mewah, menembok
dan menutup jalan pinggir laut atau angin dari Pulau Gaya.

Mataku hanya menatap, terduduk di Anjung Selera
di sini rimba pembangunan tumbuh subur, kita tersembunyi
dalam lumpur yang gelap di antara akar-akarnya.

Ya benar, sekarang kita saling tak kenal. Kotarayamu
pun tumbuh tanpa menyapa dan mengucap salam.

Kota Kinabalu
15 Disember 2012
*AP Volume I, 2013

Friday 14 December 2012

Pengaruh kata *(Indah)(Metamorposis)(ITBM)

Lihatlah bertapa hebat pengaruh kata-kata
di sana, ia terduduk tanpa ada pelindung
terbuka dan bagai daging pejal menyerah
lalu panahku terlepas dari busar dan tepat
ke jantungnya. Aku sebenarnya tak sejahat itu
dan aku bukan penghukum yang menderamu
sampai kau menangis dengan air mata dan
air hinggusmu meleleh,  ya, jatuh meleleh
dan memohon ampun. Aku bukan orangnya,
begitu kau tersiksa, aku melompat kegirangan.
Aku tak punya sejarah dalam moyangku
pembunuh dalam diam atau serang panik.
Peradaban kami tak terbelakang dan tak jauh
ke depan. Sederhana. Tak terlalu kejam.
Pemberontakan, rusuhan dan pembunuhan
massa tak tercium sekalipun jauh di pedalaman.
Barangkali, ada sekali-sekala dalam seratus tahun.
Kami berdiri di Tanah Penyair dan di Tanah Kata.
Mata yang melihat terkasima, mulut yang
mengunyah terus berkata,"Aduh, sedapnya".
Langit kami adalah langit biru yang ramah.
Laut kami tenang setenang kapal yang belayar.
sekalipun aku pernah melangkah ke kota-kota
mentari tenggelam, tapi sukma ini masih berpaut
di nabahu. Bolehkah diri ini menjadi pembunuh
di bumi sendiri? Tak akan. Kerana di sini
terlalu indah. Sebenarnya kata-kata kami
bukan untuk membunuh tapi mempertahankan
kehidupan itu sendiri. Kami ummah yang
pengasih. Marah kami hanya sebentar,
telinga rimba pun tak akan mendengar jika
ada pergaduhan di malam itu. Terlalu manis
untuk disebutkan.Terlalu indah untuk di
pertikaikan. Aku tak akan menderah kamu,
kerana darimu aku akan belajar kekuatanmu.
Tegakkan songkokmu, mari, kita memelihara
kebaikan yang masih sedikit tinggal ini.
Hidup kebaikan, Hidup kata-kata. 

Kota Kinabalu
15 Disember 2012
*ITBM

Usah Kau Takut Pada Kegelapan.*(ALBDSM)

Mengapa ketika sendiri aku selalu merenung
kata ma,'Jangan kamu takut pada kegelapan.'
Aku tumbuh dalam nasihat itu. Pernah aku
tanyakan ma, 'Apa hanya buat anak lelaki?'
'Oh tidak.' 'Untuk anak semua orang. Ngerti?'
Aku melihat ke halaman rumah, dik Aini
main sendiri. 'Dik Aini juga?' Ya, kerana
anak perempuan harus tidak dikalahkan oleh
kegelapan. Lihat pada malam, di situ ada
ketenangan kepada mereka yang bersujud.
Keindahan buatmu menerpa jauh ke jantung
langit. Dalam benak anak adam, mata hati
harus menerobos sampai jauh ke bintang suria.
Mereka tak gentar dan jemu menyingkap
rahsia malam. Bukankah, di situ sumber inspirasi?
Pintu malam terbuka pada para mutaki. Tiap
bisik bersambut. Malaikat pendampingmu
Tak ada sekelumit ketakutan di dalam sukma.
Dalam kegelapan, ada saja ingin menabur benih
sengketa dalam sukmamu. Kegelapan yang ini
tak akan dikunjungi malaikat. Di situ telah
berkumpulnya syaitan dan iblis, menghantui
keturunan Adam. Dalam kegelapan yang ini
semuanya benda mati dan ruh yang terpulas.
Semua ini adalah pengecut dan tak bernyawa.
Mereka cuba menghalau cahaya sekalipun
hanya sekilas. Keberanian mereka hanya pura-
pura tumbuh dari sukma lemah dan dipagari
oleh kebohongan. Anak ma, usah, kau takut
kerana dibohongi oleh ketololan, tahyul dan
syirik. Wajah-wajah buruk, busuk, tengkorak,
dan sukma mereka diperbuat dari api menyala.
Kegelapan tak akan bertahan sedikit pun dari
cahaya murni dari langit. Mereka itu telah lama
tersedut ke dalam kegelapan nista dan tahyul.
Sederhana dalam serba-serbi aduhai, anak-anakku,
kegelapan akan sirna, kebenaran akan muncul
di permukaan langit. Ke mana kalian berada,
datanglah pembawa cahaya, bukan pembawa
sengketa dan jahanam. Cahaya yang kaubawa
datang akan menghalau sarang-sarang kejahatan.
Kalau perlu kita bertarung menghalau kegelapan,
menyingkap jendelanya dengan kasih-sayang.

Kota Kinabalu
14 Disember 2012


*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*AP Volume I, 2013




Bahasaku adalah cinta dan kasih sayang*(ALBDSM)

Kau pendengar yang baik sekalipun
dalam situasi begini, kau boleh melayani
dan sabar. Kau dapat melihat dan menurut.
Kau boleh duduk semalam tanpa gusar
hanya kalau diperintahkan. Perbualan
kami langsung, tanpa kelakar dan emosi.
Kau, insan tak berbuat derhaka. Kerana
memang kau telah diciptakan untuk patuh.
Bukankah, ketaatan diri mesti diajarkan sejak
kecil hingga dewasa. Ini, tak melanggar
tradisi dan budaya. Taat dan menurut di
ulang ingat dengan kejujuran. Percakapan
ini penting kerana bumi merana terlalu
banyak tipu muslihat dan kebohongan.
Kita tak menduga satu hari ia adalah
sekutumu, esok ia bertukar lalu menjadi
musuh-musuh yang tak kenal ampun.
Persahabatan terlalu terbuka tanpa dinding
selalunya cepat bertukar menjadi singa-
singa yang lapar. Persaudaraan sesama,
tak akan merugikanmu, satu sama lain.
Permusuhan itu kerana ingin memiliki
sesuatu yang bukan haq. Ketika perubahaan
berlaku, kita tak dapat mengawal hal
yang tiba-tiba lalu kita terasa tercabar.
Aku tak gentar pada tipu helahmu
tapi keberanianmu dalam menyatakan
kebenaran itu adalah satu kekuasaan
tiap orang harus berhati-hati. Tapi, aku
tak akan gundah apa lagi takut padamu.
Kau mengugat dengan ketakutan sedangkan
bahasaku adalah bahasa cinta dan kasih
sayang. Hidup itu, wahai Gazelku, bukan
penderitaan yang mengekori sebagai bayang.
Bukan, sekalipun begitu, aku tak akan
melepaskan kesediaan dan kasih-sayang ini
untuk mempertahankan hidup. Kesengsaraan
ini menghidupkan semangat menerpa
ke depan. Pengorbanan ini memerdekakan
sukma dari abdi kepada nafsi-amarah.

Kota Kinabalu
14 Disember 2012

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*ITBM

Juara Pilihan Ramai (Kemerdekaan)

Kita telah menghafal impian kemerdekaan
jalan-jalan telah dibina ke pergunungan,
lembah dan daerah pedalaman. Harapan
berkilat pada tiap mata yang tak berdosa.
Kita telah membayangkan impian dalam
sukma anak-anak yang tumbuh membesar
telah jelas dalam anak matanya. Kita tak
perlu keliru, yang utama adalah keyakinan
impian kemerdekaan itu nadi berdegup.
Kita selalu berkata resepi ini adalah yang
terbaik, tapi resepi seorang ibu akan selalu
menjadi memori di serambi rasa. Kita selalu
berkata, 'Mari bersama. Kau tak pernah aku
tinggalkan.'  Alangkah manisnya, dalam
perih dan memetik harapan, selalu bersama.
Bersama, sekalipun kau ternyata berjalan
lambat dan kepayahan tapi aku selalu di
sampingmu. Dalam kata-kata terikat janji,
dalam pakatan terikat kedamaian. Kita
selalu bertanya dan bertanya, bagaimana
nanti masa depanmu. Masa depan itu harus
dihidupkan impian sekarang. Tidakkah
dulu perjuang-perjuang juga melahirkan
mimpi dan impian sebuah kemerdekaan.
Sekalipun itu akan mengambil sekurun
atau sepuluh kurun baru terjadi. Apa yang
akan terjadi dan terzahir dari mimpi dan
harapan itu, ditatah dengan perjuangan.
Suatu pagi kau menyebutkan buah limau,
lumrahnya air liur pun kembang dan terasa
masam. Lalu kau menyebut ma,'Apa
khabarnya?' Aku menggenggam harapan
dan impian. Kemudian, kau menyebut
Allah dan Rasul-Nya. Aku menunduk
kepala dan terasa sukma digenangi air
dan melimpah di tebing mata. Sekali
diingatkan lagu 'Negaraku.' Aku berdiri.
Meskipun lama aku terpisah dari hujan
hutan tropika di bumi ini, ketika irama itu
dimainkan aku masih dapat menyanyikan
lagu itu tanpa merasa kebingungan. Aku
menyanyi dari sukma. Ketika kau mainkan
lagu 'Sabah, Tanah Airku,' benar, aku
terasa kepunyaanmu. Kerana landskap, cahaya
langit dan baumu ada dalam darahku mengalir.
Melupakan ma, seperti melupakan tanah air.
Dan itu tak mungkin. Gazelku, aku pulang
kepadamu. Jadi, juara pilihan ramai.

Kota Kinabalu
14 Disember 2012
*AP Volume I, 2013



Thursday 13 December 2012

Penyair Dua Alam (Puisi)(Metamorposis)(ITBM)

Senja turun rapat-rapat di horizon
penumpang pulang berkejar merapati
bus yang datang. Berkerumun di depan
pintu, berlumba, mencuba naik dulu. Di sini
tak ada protokol, berebut meloncat naik
masuk ke dalam perut bus. Duduk seperti keluang,
ke jalan pulang. Jalan pulang. Di dewan
aku duduk antara tokoh. Tertib dan makan
beradat. Banyak nasihat terjun dalam
piring, tentang martabat dan impian
anak bangsa. Aku pun cuba memejam
separuh mata sambil melirik ke setiap
meja, bergelar tokoh dan datuk. Namanya
disebutkan dalam pengumuman kedatangan.
Dan keberangkatan. Hebat, bukan! Punya tokoh,
dan pegawai negeri, menulis puisi dan
dapat Hadiah Anugerah Sasterawan Negeri.
Inilah kekayaan demokrasi, siapapun
boleh menjadi penulis, tokoh atau bergelar
datuk. Memang, mereka ada bakat, menang
sayembara dan pertandingan. Ada mandor sastera
dan budaya, boleh jadi penulis dan menang pula
sayembara. Jadi, menulislah kamu! Wahai penulis
berbakat. Mungkin kamu pun akan dinobatkan
Raja Penyair, kalau memang itu mahumu!
Atau S.E.A. Writer Award! Dari binatang jalang
jadi Raja Penyair. Bayangkan! Tak akan habis cerita.
Sambil duduk aku berfikir, ketokohan, anugerah,
dan gelaran. Bukankah semua ini penting dalam
protokol sebuah majlis? Lalu jarak diciptakan,
sempadan pula terbina.

Kota Kinabalu
13 Disember 2012
*ITBM

Hanya Sentuhan Di Sukmamu*(ALBDSM)

Aku menatapmu dalam diam tanpa kata
seperti menatap alam di waktu pagi
tiap hari aku memberi salam padamu
dan menulis puisi kerana kau masih
membacanya. Sebenarnya kata-kata
dan bait-bait puisi ini lahir dari serambi
urat darah dan dari sukma yang masih denyut.
Tiap siang mendatang adalah kesyukuran
tiap malam pula bermimpikan esok.
Suatu siang kau menjemput kami
duduk minum petang di jalan pulang.
Temanmu pembual kosong dan bangga
kerana akal liciknya. Katanya tiap
langkah dan gerak tangannya akan
meluruhkan hutan dan buah rimba
jatuh berguguran di atas bumi. Lalu
seorang teman berkata,"Nah, ini
karya-karya puisi, sumbangan tidak
terlalu mahal." Ia memotong cepat,
"Oh aku tak boleh, kamu seperti
perempuan Jawa yang menjual
obat." Aku segaja tak dengar
percakapan mereka. Lalu ia
bersuara seperti pecah guntur. Ia
sebenarnya melihat tanjung terdekat
dan pulau yang jauh hanya dari
jendela politik dan menuai untungnya.
Rupanya, ada orang seperti ini, ikan buntal
di tengah laut. Puisi-puisi yang
terkumpul dan dipersembahkan
kepadamu. Itu adalah suara-suara
naluri yang turun dari langit Cakerawala.
Ia bukan barang murahan atau sampah
di pinggir jalan. Ia adalah warisan yang
sekarang mungkin kau persendahkan.
Tapi ingat, esok kau akan mencarinya
ke mana-mana sampai ke gua gelap
hanya untuk melihat artefak dan grafiti
dan bait-bait puisi dari penyairmu
yang dulu kau bawahkan dan tertawakan.
Kata-kata dalam puisi ini masih bernafas.
Kau masih melihat aku mundar-mandir
membacakan puisi padamu. Ku persembahkan
pada Gazelku, dan generasi muda kalian lupakan.
Aku telah menyiapkan buku ini, dengan cinta.
Ke mana kau, menghilang. Ia adalah masih
pengucapan sukma, dan impian kita bersama.
Jangan, jangan biarkan antologimu
ini menjadi komet yang hanggus di langitmu.
Kalau kau memang sayangkan bait-bait
puisi ini, dengarkanlah kata yang tak
terucap. Hanya sentuhan di sukmamu.
Aku mendambakanmu, kau mendambakanku
atau ribuan kata-kata barangkali supaya
kau memahami tiap isyarat di kaki langit
atau di langit cakerawala di waktu malam.
Aku akan membawamu ke sana, ke tanah
penyair dan tanah kata di orbit baru.

Kota Kinabalu
13 Disember 2012

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*AP Volume I, 2013

Wednesday 12 December 2012

Musim Berterus Terang*(ALBDSM)

Sebenarnya dengan nada rendah
aku ingin berterus terang padamu
tapi aku merasa kecil dan tak mampu.
Aku hanya penulis puisi, dalam
segala musim.

Aku juga ingin seperti mereka hidup
sederhana dan pulang membuatmu
senyum di depan pintu. Kau menunggu
menghitung hari, aku kembali membawa
harapan.

Kau yang sabar dan setia membaca
puisi-puisiku. Setiap huruf, kata dan
kalimat, kau mencari makna yang
tersirat. Puisi yang kutulis bukan
membuatmu terlelap menunggu
makanan terhidang. Tidak juga
aku mencipta puisi sebagai isyarat
kepadamu lalu memanggilmu.

Suaraku boleh sampai ke puncak nabahu
dan lebih jauh ke orbit baru
mendeklamasikan puisi-puisi
karisma dan semangat masih ketal,
mencipta impian dan dunia baru, aku
memang boleh. Tapi puisi-puisi itu bukan
sihir. Ia lahir dari ketulusan dan sukma
yang pasrah.

Kepadamu yang ingin mendengar
dan tentang impian dunia baru
aku tak akan berhenti memberi
khabar dan pesan kedamaian di
dalam tiap puisi. Aku tak akan
pernah menconteng kebenaran, apa
lagi berdiri menentang langit samawi.

Kata-kataku tak pernah miskin
dan tak pernah  menjadi durhaka
atau diselaput dengan kebohongan.
Kata-kata di tanah penyair akan
menjadi taman dan sumber inspirasi
sezaman.

Kota Kinabalu
12 Disember 2012


*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
 *AP Volume 1, 2013



Keretapi Malam Musim Dingin (Oz)

Malam tengah musim dingin
sendiri, di stesyen Mittagong
menunggu keretapi tiba.

Dari kaca jendela
aku menghitung pekan
dari stesyen tadi
keretapi menuju selatan
Canberra.

Irama keretapi bergerak
turun naik.
Bila keretapi
memperlahankan kelajuan
atau tiba di lereng curam
dan memasuki terowong.

Di dalam gerobak
lenggang-lenggok keretapi
melelapkan
penumpang memburu
mimpinya sendiri.

Tak jauh di depan
aku melihat seorang pemuda
rambutnya sampai ke bahu
dengan beberapa kertas
telah bertaip
menghulur kepada penumpang
ada melirik
ada tak membuat reaksi.

Sekarang, ia benar-benar di depan
"Puisi, sumbangan berapa saja."
 tergetar sedikit suaranya.
Aku menatap bola matanya
Ia tersenyum.
"Nah." Secara sopan.
Aku menghulur sepuluh dollar.
Ia berkata,
"Thank you, my good friend."

Ia bergerak ke gerobak paling belakang
bunyi mendatar keretapi malam
menuju Canberra.


12 Disember 2012








Tuesday 11 December 2012

Puisi Dari Sukma Dan Impian (Puisi)(Metamorposis)(ITBM)

Aku bukan ingin bermain dadu denganmu
apa lagi memulai perjudian di atas meja ini
yang ada puisi-puisi dari sukma dan impian
kesedaran itu adalah peringatan membela diri
mengumpul kekuatan dan menggunakan
dengan bijaksana. Tapi, biar puisi-puisimu
selalu datang seperti air yang dituang ke dalam
api sengketa. Aku hanya seorang penyair
menulis puisi-puisi membawa pesan kedamaian,
adakalanya aku melepaskan kata-kata terbang
bersayap dan hinggap ke dalam sukmamu.
Sekiranya kau merasa senang, penyairmu
pun senang. Melihat abad 21, kesabaran bumi
teruji. Bukankah malam panjang itu telah
berakhir, penjajah-penjajah bangsa telah pulang?
Bangsaku telah merdeka. 52 tahun kita berjuang
memartabatkan bangsa dan bahasa, kita makmor!
Dan kita masih  punya impian. Jangan sekali,
kamu memperolok Mat Jenin kerana ia suka
bermimpi dan mencipta impian. Ia lebih baik
dari mereka menjadi pak turut dan tak bermimpi
ddan hanya menjadi tukang kacau dan kaki bodek
sibuk merayau-rayau ke sana sini seperti
peminta sedekah. Hanya bedanya mereka memakai
baju dan seluar bertrade mark dan senyumnya
hambar dan bau mulutnya masam.

Aku hanya seorang penyair. Inilah kemampuan
dan anugerah Tuhan. Huruf dan kata adalah
Gazelku. Halamanmu bukan di sini saja,
angkasaraya dan orbit baru, di situ kau menerja
udara dan melompat dengan dataran hijau di
orbit baru. Kemerdekaan ini tanpa sempadan.
Jangan berhenti di sini, Lihat pada langit malam,
kau tak akan pernah bosan dan puas, di situ
ada rahsia, jauh dari sengketa dan penderaan.
Barangkali ada bumi lain dimana tak ada
kekejaman dan pembunuhan sesama. Biar
aku mencari tanah kasih sayang di bumi lain
dalam puisi-puisiku. Wahai manisku, setelah
ia kutemui akan dikhabarkan kepadamu.
Aku ingin berkata kepada mereka yang
berkeliaran dengan anjing-anjingnya
mencipta mimpi gerun dan merampas impianmu.
Kalau saja aku dapat menulis puisi-puisi
Seribu Satu Malam, epik puisi yang baru
yang dapat  menukar hatimu dari seorang
penzalim atau seorang Genghis Khan.
Ya Rabbi, Kaulah perlindugnan dan penjaga
sukma kami.

Kota Kinabalu
12 Disember 2012
*ITBM





Kata Itu Mahkota* (Indah)(Metamorposis)(ITBM)

Kata digenggam menjadi pasir
lidah ini menolak kata di puncak nabahu
kata kehilangan sauhu ketika dipaksa
Kata adalah mahkota tapi ketika
di mulut Yudas, ia menjadi durhaka.

Dalam tiap kata-Mu, aku mencium
wangian yang tak hilang di malam
gelap pekat atau pada terik mentari siang.
Aku tak akan pernah merasa lelah
memanggil namamu, sederhana,
tapi terus-menerus. Esok, aku bangun
melihat-Mu pada lapisan langit,
dalam sukma.

Huruf, sebuah kata dan kalimat
tersusun indah menyebutkannya
ia tak akan pernah melukakan malah
pendamai dan penglipur lara di
malam gurun musim panas. Ia adalah
oasis di tengah sahara.

Meletakkan kata-Mu memahkotakan
kebenaran itu sendiri.

Kota Kinabalu
11 Disember 2012
*ITBM



Sepasang Kasut di Penjuru Pintu, Gaza. (Palestine)

Sepasang kasut masih di penjuru pintu
"Ma, aku ingin bermain di luar
aku telah lama tinggal di dalam rumah
Mengapa mereka mengambil langit
biru daripadaku. Dan tanah yang
kupijak."

"Hari ini, hari sekolah, isnin
aku ingin ke kelas bertemu
Aisya dan Muhammad.
Lama kami tak bertemu
makan bekalan di bawah
pohon Zaitun."

"Malam bulan rembulan penuh
aku sepi di dalam gelap
aku ingin keluar menyisip
seperti kalkatu terbang
ke rembulan sekalipun
aku hanggus dalam kejuitaanmu."

"Aku ingin berjumpa atuk
sekalipun ada geraji tajam
memisah antara aku dan mereka.
Aku rindu, biar kerinduan ini
menjadi kepak yang akan
membawa aku dan ma pada atuk."

"Wahai kawan-kawanku
di benua mana, dapatkan
kau mendengar kata-kata
yang kuucapkan setiap malam
kepadamu. Ma bilang kata-kata
itu menjadi suara menerobos
ke langit cakerawala dan memantul
balik ke bumi. Ma bilang semua
impian yang teucap dalam doa
pasti dijawab. Lalu aku menjadi
anak Gaza yang berdoa setiap
malam buat kawan-kawan di
pelosok benua mana pun.
Hanya mereka menjawab lambat.
"Tapi kau, anak ma, usah berhenti
berdoa tulus. Usah merasa terasing
di tanahmu sendiri. Bina impian
sekurun, dan sekurun, dan sekurun
dalam sukmamu sekalipun kau
diorbit baru." "Ya, ma." Senyap
dan dekurnya tenang.

Kota Kinabalu
11 Disember 2012

Monday 10 December 2012

Melangkah ke Tahun 2013 (Malaysia)

Sekarang, pelabuhan yang ini telah kelihatan
tak lama lagi kapal ini akan berlabuh sebentar.
Aku penumpang bersama wajah-wajah lain
namanya lautan selalu ada pertarungan
mengharung samudera, tofan, hujan badai.
Selalu datang ketenangan melihat pada
bintang di langit, menerka orbit baru.
Ketika laut tenang, sendiri, menabur impian.
Impian tak semestinya satu, sekalipun
impian Mat Jenin, masih impian menerobos
cakerawala. Sukmaku masih menyala
seperti mentari pagi, di situ tumbuh
impian dan mimpi tanpa sempadan.
Kemerdekaan mutlak itu telah tergenggam
aku menyelam dasar lautan sampai
ke dasarnya, sampai kepul udara terakhir.
Kalau aku terpaksa menempuh kegelapan
pekat demi sebutir cahaya dan langit biru.
Aku akan melangkah dan bertarung
demi meraihnya. Kepadamu, wahai saudaraku,
aku tak akan cemburu kerana kelahiranmu
bersimbah cahaya sampai perhentian terakhir.
Tahun 2012, akan menempel sebagai grafiti
di dinding sejarah. Membacamu, seperti
menoleh ke belakang. Yang terucap, terlaksanakan,
atau yang tertunda akan menjadi artefak
di gua-guamu buat mereka yang datang
kemudian. Kalau aku berangan-angan
dan mengolok aku Mat Jenin, aku tak akan
marah padamu. Menabur impian dan bermimpi
itu adalah membuahkan harapan. Sekalipun
aku tak mengapainya tapi angan-anganku
telah merantau jauh ke orbit baru. Mimpi-
mimpi kelelahan biarlah menjadi komet
yang hanggus melintas di suatu malam.
Aku telah siap. Bunga rampai kata-kata,
teman langkah pun siap  memulai Kembara
Sukma. Aku siap membuka pintumu,
tahun 2013. Melihat jauh ke horizon,
mentari dara, sepasang kasut, memandang
nabalu, lembah hijau, tanah gurun dan
lautan samudera, akan kuambil langkah
pertama. Seteguk air halia dan madu
kusambut salammu. Gazelku, rupanya,
kau telah siap sebelum aku. Kata-kata
pun terhimpun menjadi doa-doa musafir.
Allah Hafiz.

Kota Kinabalu
11 Disember 2012
*AP Volume I, 2013

Sunday 9 December 2012

Pentas (Malaysia)

Pentas, kosong dan gelap
penonton belum tiba
di ruang tengah aku duduk
melihat dirimu inginkan
ruang untuk bicara.
'Wahai saudaraku, pentas itu
kosong naiklah, sebagai pemain.'
Dewan masih gelap.
Hening dan sepi.
'Pasangkan lampu.
Kau telah di bawah sorotan
lampu. Aku sabar
menunggu, mulailah satu
patah. Tak perlu menghafal
skrip.'

Sekarang pentas ini
milikmu. Kaulah pemainnya.
Drama apa yang ingin kau
mainkan wahai saudaraku.
Komedi atau Tragedi.
Aku penontonmu.
Di dewan ini, aku dan
kau. Aku mendengarmu.
Ucapkan satu kata.
Aku tak akan menilai
atau menghukummu.
Kau tau, ini drama hidupmu.
Aduh! Mengapa terpekik-pekik
dan memulai dengan bahasa
kotor. Memaki-maki. Kau marah?

Kau harus bermain
usah mengada-ngadah.
Dari kata-bicaramu
bisa aku melihat siapa
kamu sebenarnya?
Apa yang kamu mau?
Musik latar? Aduh, jangan
musik yang itu, terlalu sedih.

Sekarang kamu mau main
watak apa? Macbeth?
Cholan, Tun Perak, Uda,
Ana. Waiting for Godot,
watak yang mana, Vladimir atau Estragon.
Rama? Bukan, jadi?
Dari drama Sidang Burung
Farīd al-Dīn ʻAṭṭār.

Kau terlalu memilih
dari tadi kau mau berteriak-teriak
mengancang-ancang tangan
di udara bergerak seperti robot.
Dailog-dailogmu
slogan kosong.
Di mana sukmamu?
Kau memang pemain
yang buruk.

Lampu mati
pentas gelap
kau terkurung dalam kegelapan
aku meninggalkan dewan.

Kota Kinabalu
10 Disember 2012
*AP Volume I, 2013



Kalimat-kalimat indah jelas dari jiwa yang jujur* (Indah)(Metamorposis)(ITBM)

Ketika ia berbicara gegabah
lawan bicaranya merasa pelik
atau orang mendengarnya
menganggapnya bahan tertawa.

Dalam berbicara selalu ada budaya
tiap kata yang melucut dari lidah
ditafsirkan dan mendapatkan pati
makna dan isyarat, kalau tidak
terus menggemburkan maknanya.

Keindahan kata-kata akan selalu
berwibawa membuka pintu-pintu
terbuka luas dan rahsia-rahsia
yang tersembunyi menjadi jelas
kebenaran pun sampai kepada
telinga dan hati yang siap.

Tatkala terputusnya tali
yang mengikat persaudaraan
bumi bagaikan bergerak
dan jurang pemisah itu
melebar dan jurangnya
makin mendalam dan sukar
dijangkau. Lalu permainan
keji pun dihalalkan dan
menjadi lumrah. Jati diri
dan martabat teruji lagi.

Kalimat-kalimat indah yang
terucapkan, jelas dari jiwa
yang jujur akan mempengaruhi
mata hati pendengar, mengalir
ke dalam sukma dan urat-
urat serambi. Ia selalu segar
seperti udara pagi pergunungan.
Suara yang menjelma dari
kata-kata yang terucap  oleh
para mutaki tak akan membawamu
ke jalan yang sesat.

Persengketaan berpangkal dari
hati yang durjana. Kedamaian
itu datangnya dari jiwa yang
tenang. Aku ingin sampai
kepada jiwa-Mu yang tenteram.

Kota Kinabalu
9 Disember 2012

*ITBM


Makna Di Sebalik Gerak* (Puisi)(Metamorposis)

Ya Tuhan, banyak yang belum dimengerti
yang tersentuh sukma adalah rahmatmu
rupanya prasangka itu adalah kekeliruan
turun dalam mimpi gerun di malam salji.

Adakalanya berdiri di tengah traffik kota
raya, patah niatmu melangkah membuat
keputusan arah mana patut diambil ketika
lampu merah menyala lalu bertukar hijau.

Di tengah gelanggang, penonton masih
ingin yang lebih kejam dan pergelutan
lebih parah. Ketika perlawanan mula,
loceng dibunyikan, pengadil memberi
isyarat mulai, penonton pun menjadi
gila dan meloncat-loncat di atas kerusi.
"Kami mau darah, kami mau darah."

Sekiranya kekerasan boleh dibumikan
alangkah baiknya api permusuhan dapat
direndamkan ke dalam samudera lautan
bila kata tak berfungsi sebagai pendamai
jerebu tipu muslihat terkandung dalam udara.

Ketika gol tersumbat masuk ke pintu
sorak-sorai kembang api dinyalakan
tapi ketika leher manusia sejagat siap
untuk dipenggal kita masih duduk
berunding membuang-buang masa
banyak perkara diterbangkan angin.

Kota Kinabalu
9 Disember 2012


Saturday 8 December 2012

Di Pinggir Desa Yang Didera* (Puisi)(Metamorposis)

Disebalik tabir malam kau mengintip
siapa yang tidur di atas ranjang
matahari telah beredar jauh
tapi dekurnya masih sarat
otot-otot kakinya masih kejang.
Ketika dirimu memohon
di sini ada halaman dan pohon
rendang, maafkan aku tertidur
tanpa membuka kasut
dan terlentang di berandamu.
Esok, aku akan bercerita
padamu tentang nabalu.
Kalau namamu tak disebut
bukan kerana aku melupakanmu
di lorong-lorong kota ini
aku membaca grafiti di dindingnya
di pinggir desa yang didera
menjadi kota, tinggal seorang
tua yang pernah kukenal
dalam usia yang tersayat
duduk tiap hari melihat
artefak sukmanya yang
dibongkar dan ia bagaikan
penghuni yang kalah
sekalipun ada percikan
kemarahannya. Tapi itu
semua tersekat di dalam
rongga dadanya. Yang tinggal
hanya nafas yang tercunggap-
cunggap. Perlahan-lahan
kotaraya memamah dan
mengoyak tubuhnya. Orang
pun tak bertanya lagi ke mana
perginya orang tua itu,
penghuni terakhir desa
di pinggir kota. Adakah ini
mimpi gerun?  Sekalipun
di dalam mimpi, ia datang
membuat tatoo di sukma
tanpa aku redah.

Kota Kinabalu
8 Disember 2012




Mengenang Keberangkatanmu* (Cinta)

Seharian ini hujan turun
kalian telah berangkat
aku bagai pohon sepi kehujanan
sepanjang hari.

Turun malam ke dalam sukma
kolam mataku bergenang
menatap harian pergi
tanpa aku dapat menatap
senja sirkah.

Pulau mengundur ke dalam
gelap.
pantai kematian ombak
aku mengenangkanmu
Kita berbagi tanggungjawab.

Di tanah gembur ini
aku menanam ubi manis
untuk yang manis
lalu kubacakan puisi ini
sebagai bebat tanah luka
di musim gersang.

Maafkan aku
kalau perbualan kita
belum selesai, kau harus
beredar.
Berangkatlah,
di lain pertemuan
sukmaku siap
buat aku berterus terang.

Kota Kinabalu
8 Disember 2012


Friday 7 December 2012

Lagu tentangnya (Malaysia)

Seperti membongkar sebuah peti lama
dan menemukan sebuah album
adalah ia anak yang dihanyutkan
berdiri di tebing sungai
tak berdaya seperti anak burung
dari tangan seorang ibu rajin
tangannya lincah mengulit tepung
menina bobo sesekali mengurut
perutnya,
Ia menuju selatan.

ii

Pagi itu  ia berbaju putih
seluar pendek warna biru
stokin dan kasut putih
hari pertama
matanya selalu awas
melihat ma berdiri  dekat
jendela. Yang tinggi
lampai selalu ramah
itu adalah gurunya.
Loceng pulang belum
berbunyi. Kelas gundah.
Tapi, di depan kelas, guru
mulai bercerita Sang Kancil.
Di jalan pulang
mendaki bukit ia
memegang tangan ma.
Menuju selatan.

iii

Selamat tinggal
ia melangkahi halaman
dan sempadan.
makin jauh, langit
lanskap dan bau buminya.
ia pendatang
sepasang kasut
sebatang pen
dan buku tulis
menulis syair-syairnya.
pelipur lara
gurindam jiwa
dan pantun.
Ia belajar
tentang rembulan
komet melintas hanggus
rimbunan hijau
mata angin
gelombang samudera
dan sejarah bangsa.
Laksamana Cheng Ho
dan Ibn Batuta.
Ia menunju Selatan.

 iv

Musafirnya pulang
di depan pintu
membaca waktu
senja sirkah
mentari saffron
Ia duduk sendiri
membaca qasidah-Mu
memang di situ,
ada kekuatan
dan ada keindahan
kekadang angin rimba
menyapa lalu pergi.

Kota Kinabalu
8 Disember 2012
*AP Volume I, 2013



Kita Akan Terbang Bersama*(ALBDSM)

Dalam ketenangan sebenarnya ada riak resah
menyelinap ke dalam sukma.
Ketika berhadapan aku merasa kecil
seperti pesalah yang terhukum.
Malam-malam silammu telah
tergunting, terlipat, dan tersimpan
dalam fail catatan.

Di anak tangga, kita berpisah
sebagai seorang wira lalu kau
memberi peringatan bagaimana aku
harus bijak dan berfikir. Saat aku
dihadapkan pada situasi di udara
terbuka, lalu membaca langit dengan
hikmah. Dan merasai getaran bumi
dan gerak anak mata alam sejagat
sampai jauh di cakerawala.

Ya Rabbi, jangan aku
membalas kata-kata biadap dan
kejahatan dengan neraca sama.
Titiskan air kemuliaan di lidah ini,
pagari sukmaku dengan cahaya-Mu.
Jangan sampai aku tergoda melucutkan
pedang di medan terbuka.

Rahsia itu bukan rahsia lagi.
Kau telah menyaksikannya
sendiri. Antara kita masih ada
ikatan kasih-sayang. Tiada
yang akan dapat  menetakmu
atau menjauhkan dirimu dari
malam rembulan atau siang yang
tersingkap.

Aku melepaskanmu kembali
ke langitmu. Mata angin akan
membawamu ke destini. Dan
jalan pilihan di malam itu tak akan
menjauhkanmu dari pelabuhan
yang dituju. Kita akan terbang
bersama tanpa menoleh ke belakang.

Kota Kinabalu
7 Disember 2012


*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
*AP Volume 1,  201






Suara Barisan Kata-Kata* (Indah)(Metamorposis)(ITBM)

Kata-kata itu bukan
tetamu dan orang asing
datang suatu malam
tapi, ia adalah salam
bersambut dan doa-doa
terkabul dan sebuah harapan.

Aku mendengar
kata-kata itu dari
bait ke bait dalam
satu karavan. Mereka
bukan pula barisan tentera
yang dikerah jalan
dalam satu pasukan.

Dalam tiap huruf itu
sentuhan kasih sayang
menjadi anak kalimat
dalam gerak tersendiri.

Ketika aku terkepung
dalam kerinduan atau
penyesalan menimbun
kau memperingatkan
jalan pulang.

Kata-kata itu air mengalir
dan suara itu terus memanggil
aku tak berhenti di sini dan
beralih sebagai petualang.

Kota Kinabalu
7 Disember 2012
*ITBM








Thursday 6 December 2012

Pelukis, Hitam Putih (dedikasi)

Suatu malam, di bulan Ogos
sebelum bernikah, lima tahun
setelah kekalahan Amerika di
Vietnam. Kau bangun, di bawah
lampu kerosen mulai kau melukis
dalam hitam putih. Sejak itu kau
telah melupakan dunia warna
selamanya. Kau memilih gajah,
melukisnya sampai hari ini. Mereka
memanggil namamu dan gajah kekal
di belakang nama pertama. Kau dikenal
sebagai pelukis dan melihat alam
dalam hitam putih. Sekarang, dalam
mimpi pun kau tak melihat warna,
hanya hitam dalam putih.

Kota Kinabalu
7 Disember 2012
*AP Volume I, 2013

Bulan Kuning Cempaka* (Indah)(Metamorposis)

Di dinding sukma telah
kubiarkan kau melukis
grafiti.

Warnakan, ini bukan lagi
dinding larangan.
kau adalah bulan kuning cempaka.

Di sini,
kau bertenun impian
sesekali tertusuk jarimu.

Aku melihat jariku
tak berbekas dan darah
telah lama berhenti.

Kota Kinabalu
6 Disember 2012








Monday 3 December 2012

Serangga (Hewan)

Taman di halaman rumah ada sarang serangga merah
mereka bergerak ramai-ramai keluar dari sarangnya
bukan satu, ratusan adakalanya balatenteranya sampai
ribuan. Langit merasa tak terusik kerana jelas ia suatu
kejadian di muka bumi. Hutan belukar telah ada banyak
spesis lain yang tinggal di sana selain serangga. Sebenarnya
hutan belukar adalah kotaraya dengan plaza-plaza dan
kedai jual beli. Di sana ada Dewan Bandaraya yang
memastikan segalanya berjalan dengan terator dan
mengikut undang-undang. Serangga adalah golongan
komuniti besar dan mencintai seni. Mereka berbudaya
dan mempunyai tamadun yang tinggi. Dalam karya puisi
Komuniti Serangga menganggap seni puisi itu adalah
seni yang mengalir dalam darah. Kerana serangga
mencintai puisi, selalu diadakan acara deklamasi puisi
dan debat puisi setiap minggu. Serangga punya Hadiah
Sastera yang diberikan kepada tokoh-tokoh yang terbaik
dalam karyanya. Puisi-puisinya dicetak dan diterbitkan.
Tiada yang menandingi Komuniti Serangga kalau bersyair,
gurindam, pantun dan berpuisi. Seperti orang Welsh di
Inggeris, Komuniti Serangga mereka menghargai semua
lapangan seni. Boleh dikatakan negeri Komuniti Semut
seperti negeri Troy yang memartabatkan seni budaya
dan bahasa. Serangga mempunyai kelebihan dari hewan
yang lain kerana mereka mempunyai lidah orang Irish.
Justru itu, berapa kali penyair, penulis dan sasterawan
dicalon untuk memenangi Hadiah Sastera Perdana,
dan SEA Wrtier Award di Bangkok. Tapi penyair-penyair
dan tokoh-tokoh sasterawan Serangga gagal meraih
kemenangan itu kerana mereka adalah Serangga.
Tapi mereka tak kisah dan tak peduli. Mereka terus
menulis dan berkarya. Serangga ikut menyumbangkan
kecintaannya dalam memartabatkan bahasa berganding
dengan sahabat mereka dalam kembara bahasa. Serangga
berasa kontribusinya  untuk memasyarakatkan seni-budaya
dan mengangkat martabat manusia dan hewan sejagat
adalah kewajiban mereka. Suatu hari, ada dua ekor
manusia masuk ke hutan belukar. Niat jelas tak baik.
Mereka sangat penyemburu dan membenci Serangga
Merah. Dua sosok tubuh itu sejak dua bulan kebelakangan
ini selalu datang ke hutan belukar. Selagi mereka tak melanggar
batas, Komuniti Serangga pun tak ambil peduli. Komuniti
Serangga menganggap dua sosok  tubuh itu hitam legam.
Mulutnya bau dan keduanya pendahak. Dan mereka suka
mengentot sesama sendiri dan ketawa terbahak-bahak.
Kedatangannya kali ini seperti anak nakal dan jahat.
Mereka mendatangi sarang serangga, salah seorang
menunjuk dengan tangan ke arah serangga lalu keduanya
tertawa dan melucutkan seluarnya dan mengencing
sarang serangga merah sambil ketawa. Serangga merah
keluar dari sarangnya. Trompet ditiupkan tanda bahaya.
Sebenarnya dua ekor manusia ini budak degil dan pecah
rumah. Salah seorang mulai mengeluarkan macis dan
mencari daun kering dan menimbunnya di atas sarang
serangga merah. Keduanya dalam komplot jahat ingin
membakat hutan. Api mulai membesar. Dalam waktu
sedikit, nyala api bagaikan raksasa api yang membakar
alam sekitarnya. Balatentera serangga merah puluhan
mulai menggeroyok dan menyenggat dua ekor manusia
ini. Kedengaran mereka berlari kesakitan. Raksasa
menjulang tinggi dan menjilat kiri kanan depan dan
belakang. Komuniti Serangga Merah bertahan melawan
penceroboh yang masuk ke dalam hutan belukar. Raksasa
yang ditinggalkan oleh doa ekor manusia ini mengganas
dan bandar Troy mulai mengalami kerosakan di sana-sini.
Tapi Tuhan Rabiul Alamen tak akan membiarkan kejahatan
kejahatan itu memuncak lalu turunlah hujan di hutan
belukar. Hujan lebat pemulaannya kemudian berhenti.
Raksasa api padam. Sarang Serangga Merah kini
terselamat. Dua ekor manusia itu masih tak kelihatan
sudah lebih sebulan.

Kota Kinabalu
4 Disember 2012
*ITBM ( Bahagian II)