Tuesday 31 May 2011

Tenang Buatmu* (Cinta)(Suasana)*

Lincah anak ombak bermain di pesisir waktu
semakin kecil deburnya dan rembulan pun menjauh
kalau aku melintas di halamanmu tanpa menegur
bukan kerana aku berpura-pura telah melupakanmu.

Tidurmu aman bermimpi tentang negeri yang jauh
kau telah melepaskan tali meluncur ke tengah samudera
di desa, bebayangmu tertinggal, jauh dari keriuhan kota
jarang bertemu-janji, kalau tidak di kamar, pasti di wad.

Kausedut udara langit tengkujuh
kau tak merontah dan mengomel. Kesakitan
dan kebosanan, adalah daerah kau ingin tawan
dan kau ingin mengucap salam sebelum berlalu.

Canberra
1 Jun 2011

Taksir Angin, Dedaunan Kering* (Cinta)(Suasana)

Musim dingin. Aku menaksir larian angin
dedaunan kering bagai bala tentera siap dikerah.
Dari jendela aku menonton persiapan hinggar-bugar ini
trompet telah ditiup di lapangan sepi, mendung langit.
derap kaki bala tentera bergerak dalam satu semboyan
pada bumi berdentum memeka gegendang telinga
dentam langit gemuruh sebentar nanti perang akan mulai.

Tiada cinta di mata, kasih-sayang pada hanya di garis belakang.
Suara protes tak akan sampai sekalipun ia terbujuk rasa kasihan.

Kutarik nafas, menilik keindahan dari himpunan daunan kering
ke sana ke mari dan berhenti, menunggu arahan siap menyerbu
pepohonan seperti diam dan sepi. Kelmarin dedaunan kering itu
masih bergayutan pada ranting seperti arca musim dingin.

Hari ini tiada belas kasihan, namanya juga sebuah peperangan
raksasa, halilintar dan alam insani. Kata mereka peperangan ini
merelakan tipu muslihat, kemenangan, berkibarnya bendera.
Angin mati. Gerak di lapangan berhenti. Hanya degup jantung.
Gemuruh, debarnya semakin keras seperti dermaga akan pecah.
perintahkan, biar pergolakan maut bermula di titian zaman.

Di lapangan sepi dan lembab. Ia berkeluh kisah.
Bumi, kau temanku, terlalu romantis saat begini.
Segenggam bumi, pengorbanan tanah liat kering.
pengorbananmu dari permainan licik yang kotor.
Kupejam mata, terompah waktu bergerak selangkah. 
air di pergunungan masih murni menuruni lembah.
Satu kata tak cukup menyatakan syukur.

Canberra
1 Jun 2011

Sunday 29 May 2011

Ho Chi Minh (Lanskap)

Menerpa selangkah di kotamu, menjelang senja
perlahan-lahan Ho Chi Minh berhias dan berdandan
lampu-lampu neon, bangunan kolonial lama, gereja yang sepi
bau sup menipis ke udara sambil mata melirik langsir merah dan kuning
malam turun, lorong-lorong empunya ceritanya
perang ke sasar jauh yang ada perjuangan merentap hidup
di pinggir kota, turis US memakai T-shirt,  I Love Vietnam, tawar-menawar
ketika kutinggalkan pasar malam, ada wajah-wajah berkopiah
lalu bagai bebayang di pesta keramaian, terasa sekilas
langit malam itu tak berbintang, dijalan pulang derapku melemah
malam itu aku bermimpi, mendongak ke angkasa,
naga-naga mulia itu memang terpanggil mau bersahabat
aku tersenyum menunggu musik tarinya dimainkan lagi.

Ho Chi Minh
Awal Mei 2011

Catatan Malam* (Indah)

Tiap malam kubisikkan ke telingamu suatu doa
tak usah kisah seram dan khianat jadi hiburanmu
apa lagi keseronokan dari dendam dan kezaliman.
Di sini dinginnya sampai ke sendi tulang sum-sum
esok, rayaumu pasti menjernihkan langit dan lautan
rembulan dan mentari, adalah mahkota zamrud pilihan
cahaya dari langit benuamu dan pecah ombak laut biru.
Bukankah doa itu meredahkan tofan dan samudera lautan?
Cinta telah menawan tanah gersang dan daerah rawan
bukan dendam jerebu belerang membebaskan sukmamu.

Canberra
30 Mei 2012

Sentuh* (Indah)

Kita telah menyentuh langit
dengan telunjuk menyingkap
rahsia sebuah malam
menghampar siang
di permukaan lalu
mengumpul bait-bait
puisi dalam sukmamu.

Di sini kita berpisah,
bintangmu pun bergerak
dalam jalur-jalur sejarah
katamu, tiada pilihan,
selain menembak tepat
pada sasaran lalu beralih!

Canberra
29 Mei 2011

Catatan Musim Gugur 1* (Indah)

Daunan kering menggenggam ranting
pepohonan musim gugur bagai tak
ingin melepaskan selamat tinggal
keramaian burung kakatua putih
terbang rendah, mendarat di halaman
langit jernih matahari condong ke barat
cahaya lembut menyentuh kamar tidur
di rumah ini perhiasaannya tetap sama
sofa berbaring dua ekor kucing burmese
tetap manja dan mencium-cium bagasi,
kasut dari perjalanan pulang yang jauh
lukisan abrogine masih pada dinding
secangkir kopi di meja tak tersentuh
di ranjang tidur aku bercanda sendiri
biarkan aku tidur nanti kuceritakan
kepadamu.

Canberra
27 May 2011

Saturday 28 May 2011

Musafir (Ketuhanan)

Tamu lewat di suatu malam musim panas
kedatanganmu tak disangka kembang kenanga
sinar matamu rudup bicaramu musafir lelah
lalu minum segelas susu berbual kota yang ranap
bumi merekah mimpi gerun bulan terhiris
ditanya sudah ditemukan peta yang hilang
bualnya semakin lemah, kisah terhenti
ditunggu esok, musafir masih di ufuk mimpi.

Kota Kinabalu
24 Mei 2011

Panah-Panah Hujan* (Cinta)(Suasana)

Panah-panah hujan telah
dilepaskan dari langit
menjunam ke dada.

Mengenangmu dalam
debur-debur ombak
panah-panah hujan.

Salam pada mata angin
desirmu dirindu-rindukan.

Bukankah sungaimu
telah mengalir jauh
ke serambi hati?

Bayanganmu
di tepi selokan
cukup tiga kata
harum kembang
bunga lilly.

Kota Kinabalu
24 Mei 2011

Burung Tiung*(Antologi Kuntum Kasih, Diselenggarakan Kathirina Susanna Tati, Metro Media Publications & Services, 2013)



Burung Tiung
telah diajarkan padamu bahasa kasih
lembut bagai air mengalir di celah batu.

Burung Tiung
telah pandai mengucap salam
kau pelajari qasidah rindu.

Burung Tiung
selalu ada orang bersenapang angin
kembalilah ke rimbamu.

Kota Kinabalu
24 Mei 2011

*telah terbit dalam antologi Kuntum Kasih diselenggarakan oleh Kathirina Susanna Tati, Metro Media Publications & Services, 2013.

Hanoi (Lanskap)

Tiap mata yang baru pertama melihat menceduk segala
jalan memanjang ke jantung kota gencar, tak ingin tertinggal
mendung perak berlinggar di kepala, sawah jelapang hijau
keramaian bagai berlumba mengejar makna dari satu perjuangan.
gadis penjual bunga mawar merah jambu lalu berbasikal
sambil menghirup pho ga, lidah mengecap hiris lada dan daun ketumbar.
langkah kaki  dari lorong ke lorong Hanoi di musim panas
kulihat jendela, bangunan lama, bertingkat, beranda cat yang tertanggal
pagi itu, terjun ke dalam air ikut dalam tari naga thang long water puppet
dalam hinggar nilai dollar masih ditemukan kelembutan
sungai mekong dan sungai merah mengalir damai, hamparan sutera
wajah-wajah bunga lotus saksi juang tanpa kendur, dan getaranmu bersentuhan.

Hanoi
12 Mei 2011

Tanyakan Pada Hati, Gunung Kinabalu (Lanskap)*

Tanyakan pada hati,
keindahan Gunung Kinabalu
banjaran crocker
tulang belakang ke langit
udaranya
bagai harum bunga mawar
kau tetap perkasa.

Keramaian rimbamu,
dari timur ke barat, utara selatan
bumi tak pernah sunyi
kembang bunga tak bermusim.

Kehebatan berabad
doa terkabul
berkat turun-temurun!

Gunung Kinabalu
melindungimu adalah
mengagungkan-Mu.

Ranau
10 Mei 2011


Sungai Kinabatangan*(Antologi Kuntum Kasih diselenggarakan oleh Kathirina Susanna Tati, Metro Media Publications & Services, 2013)

Sungai Kinabatangan
lenggangmu buaian rindu
beriak ke tebing
mengalir dari masa silam.

Pertemuan di musim buah
perpisahan di musim tengkujuh.

Dukalaramu
jalan berlumpur
titian batang rapuh.

Pohon kayu ratusan tahun rebah
tenggelam di urat-urat nadimu.

Sungai Kinabatangan
masih bernafas dalam kanca waktu
tangismu peringatan abadi
tak akan meredah.

Sandakan
10 Mei 2011

**telah diterbitkan dalam antologi Kuntum Kasih diselenggarakan oleh Kathirina Susanna Tati, Metro Media Publications & Services, 2013

Menunggu Hari Puisi Buat Juriati (Dedikasi)


Kucing jiran diam-diam beranak di penjuru beranda
ayam jantan berkokok, telur telah menetas di semak dekat pohon nangka
kekadang ketenteram siang terusik hujan turun dalam hawa panas
tiap gerak pada urutan waktu menyingkap rahsia pada penungguan
kulihat kau gundah mengulang-ulang menghitung bintang
laut pasang, sesekali percikan air jadi kocak berwarna, di langit bulan penuh
terasa alam pun resah, gempa di perut bumi, sebentar lagi susur air jadi sungai mengalir
sebentar nanti engkau dinobatkan, mahkota itu meraihmu seorang ibu anak pertama
dalam gusar kami menunggu, namanya telah diberi, Muhammad, di lantai bumi dan langit telah kami hias
hening kelam dan manik-manik cahaya doa terus mengalir ke muara laut teduhMu.

Kota Kinabalu
9 Mei 2011

Ranau*(Antologi Kuntum Kasih diselenggarakan oleh Kathirina Susanna Tati, Metro Media Publications & Services, 2013)

Aku memang mengenalmu sebelum ini dalam senyap malam ketayap
dekur lembah gunung setenang laut selepas hujan, dingin mengusik
bulu roma kekasih yang bertandang, zikir illahi meluncur dari lidah para mutaki.
Gunung Kinabalu di waktu pagi, bagai goresan garis dan sapuan warna menggoda
air terjunmu melegakan dahaga seorang musafir di laut senja.

Siapakah perindu pulang mencari kekasihnya lalu menghamparkan
kata-kata indah bagai gadis bersanggul, terhurai, lalu air menitis dari
perdu kasihnya. Kata bersambut dari malam syahdu kini bermukim di situ
jalan kecil di lereng bukit, degup nafasmu hinggap di daun lembiding
aku masih berkirim salam kerana kau masih di situ.

Ranau
9 Mei 2011

*telah diterbitkan dalam antologi Kuntum Kasih diselenggarakan oleh Kathirina Susanna Tati, Metro Media Publications & Services, 2013

Sandakan (Lanskap)

Kudatangimu,
di situ ada sumur
yang tak pernah kering.

Buli-buli Sim-Sim pernah
Mat Salleh duduk berunding.
Pulau Berhala gadis malu
saksi kota yang tetap gelisah.

Dulu, injin kapal balak
merakit menyongsong malam
di lautmu, Sandakan.

Ke mana si burung layang-layang menghilang?
Adakah ketenteraman guanya telah sirna.

Bukankah kau selalu memberi seluas langit
dan tak pernah membantah.

Sandakan, di situ, sarangmu berpulang.

Sandakan
9 Mei 2011

*ITBM (Bahagian II)

Kota Kinabalu (Lanskap)




Di Kota ini aku duduk
mengenang Mat Salleh,
seluruh kekuatan teruji.
Perairan dan membina
kubu, tipu muslihat dan
siasat. Pengkhianatan dan
pengepongan sejarah terhukum
pemberontakan tumpas
pergorbanan tanpa pembelaan.
Kota Kinabalu, Pulau Gaya,
adat muafakat dan berunding.
Pembualan santun manis kata.
Dari saksi sejarah tersulam firasat
mencipta langkah dan peringatan
Catatan masa akan datang.

Kota Kinabalu
9 Mei 2011

*Antologi Hijrah 2013

Desa Terapung Halung (Lanskap)

Desa terapung ini di laut tenang
di celah-celah jajaran pulau
ada kapal-kapal penumpang
bermalam
mengumpan mimpi.

Orang desa terapung telah
meninggalkan masa silam
menjolok buah impian.                                                                                                              
Di sekolah terapung ini
anak-anakmu belajar ramah
pada turis.

Halong
laut dan langitnya
nadi yang berdegup
indah.

Halong
April/ Mei 2011
*AP Volume 1, 2013



Sunday 8 May 2011

Perempuan Tua (Lanskap)

Kami berbahasa isyarat dan gerak kerut pada wajah
pada pohon tiga sangkar burung tergantung
jalan legang di waktu pagi
perempuan tua kutemui di selekoh
tersenyum dan jejarinya meminta perhatian
katanya usianya menjelang seabad
Hanoi tetap ramah
perampuan tua ini, dandanan kota.

Hanoi
8 Mei 2011


Lalu Lintas (Lanskap)(Suasana)

Ini pertama kuhirup damai musim panas
lorong-lorong bercanda aku tamumu
hirup-piruk lalu lintas bau sup dan daun herba
dalam gemuruh bunyi horn aku nekad
mencuba melintas sebuah jalan kota Hanoi.

Hanoi
8 Mei 2011

Gadis Kecil (Lanskap)

Malam, dinding kota berpeluh
di pasar malam aku melunakkan degup jantung
di antara keramaian, dagang, dan hawa malam
apa yang dicari di malam terakhir, sebuah hadiah
dari jauh. Datang ramah si gadis kecil
jual kipas tawar-menawar. Bau hujan di udara, kuseret
'dari mana? Malaysia? satu...dua puluh ribu dong, pak cik.'
Tergoda antara kipas dan ramah bahasa
di jalan pulang, bau mangga dan durian berulit.
Malam ini  Ho Chi Minh terasa dingin.

Ho Chi Minh
Mei 2011

Mama* (Indah)

bendul waktu telah jauh surut ke tengah laut
mentari mencair di horizon senja aku termangu
telah lama lenggang-lenggok air mengalir
pohon cemara di danau rembulan masih di situ
ingin kuhimpun sejuta bintang gemerlapan di langitmu
biarkan malam berlalu bukan mimpi gerun dan hiba
masih terucap cinta dari hening air matamu
kuhimpun kata teranyam dari taman doa samawi
kalau ada mengusik ketenangan lautan fikir
bebayang semakin panjang di sini belum tersingkap
langit biru dan membasuh debu di kedua kakimu.

Kota Kinabalu
8 Mei 2011

Imbas (Lanskap)

Kucarimu di pepohonan rendang
padang rumput, desa di pinggir senja
jalan-jalan kecil ke kampus, telah
lama tiada. Pernah di lapangan itu
suara kita bersikeras, pidato meletus
pencerobohan tercabul di Afghanistan.
Suara-suaramu lekat pada imbas kenangan.
Memandang langit, permatang sawah,
bukit genting, dalam samar cahaya menuruni
perahu ke pantai impian ini, di malam pelarian.
Keratan bukit, rimbun runtuh, jalan mati
dan putus. Pohon getah dan durian rebah,
desa yang hilang, tanah rekah dan tercalar
aku masih sabar mencarimu sahabat silam.
Kampung Seronok, Batu Maung, Balik Pulau
jadi sentuhan rindu bagai hujan gerimis.
Pulau Jerejak dan Harimau memintal mimpi.
Perahu nelayan ke sasar jauh dan lenyap,
jalan-jalan baru dan rumah-rumah tinggi
diberi nama. Kau telah lama berubah,
wajahmu yang pucat, mata yang lesu
kita sempat bersapa dan berjanji pada
satu pertemuan lain yang tak mungkin.

Kampus USM
5 Mei 2011

Singgah Sebentar (Lanskap)

Kutiba di halamanmu
baumu memang harum aku memang biasa
kuhirup udaramu dan aku luntur
dalam warnamu dalam sekerdip mata
di rumah warisan aku berteduh
meresapi getaran dan genta rasa.

Klia/Kuala Lumpur
3 Mei 2011
*AP Volume 1, 2013

Langkah (Lanskap)

Aku meluncur ke dalam siang
dari langit aku melihat kotamu
ketika aku melangkah masuk
ke dalam rongga nafasmu
kau buka tiap pintu 
aku pun tak merasa takut.

Menuju Ho Chi Minh
26 April 2011