Saturday 31 August 2013

Salam Merdeka (Kemerdekaan)

Langit merdeka
gelombang nafasmu
bagai menyentuh sukma
malam.

Kau, galaksi yang
sedang ditemukan.

Tadi, aku tak melihat matamu
degup jantungmu mengirim
pesan hari esok.

Di tanah gembur ini
aku lahir.

Aku tumbuh menjadi pohon
di bawah langit dan matari.

Ceritamu adalah nadi
Karuhai
bintang malam berkilau.

Salam merdeka
adalah rembulan penuh
pada bumi
gravitimu mulai terasa.

Kaki
yang melangkah
bau tanah matari pagi
menyentuh naluri

Puisi-puisi ini adalah
huruf-huruf vokal
yang terkepung
oleh huruf-huruf konsonan.
 
Ketika dibaca
kau adalah awan
yang bergerak.

Burungmu terbang
melintasi benua-benua
malam dan menyongsong
mata angin di sukma
lautan.

Atau hujan ais batu
yang turun
mendadak
ketika kau dirundung
mimpi.

Salam merdeka
buatmu.

Kota Kinabalu
31 Ogos 2013

*AP  Bintang Sukma di Langit Merdeka.













Monday 26 August 2013

Kaulah Bintang Sukma di Langit Merdeka*(Kemerdekaan)

Ingin aku menjadi
burung Cenderawasih
di hutan jati Khatulistiwa
sekalipun hanya dalam
mimpi Kejora
di waktu siang
aku melihat rimbunan
warna, kelembutan
pada mata dan sukma.

Aku melihat gerak
langit malam tak pernah
diam. Kaulah, bintang sukma
menjadi penglipur lara,
pada nahkoda
di tengah samudera
musafir yang merindukan 
tanah leluhur.

Dalam naluri
ada gerak
pada firasat
aku menafsirkan
isyarat
kehadiran kasyaf
selangkah mendekati-Mu.

Kota Kinabalu
27 Ogos 2013

*Dikirim kepada DE pada 12 August 2015

*Antologi Puisi Langit Sukma di Malam Kemerdekaan










Bagaimana Aku Dapat Berterus-Terang (Ketuhanan)

Bagaimana aku dapat berterus terang
pada saat badai ombak memukul aku
jauh ke pojok benua.

Aku rimas dan kelelahan amat
berterus terang memang senjata ampuh
tapi sangat menusuk bagai mata sembilu
ke dalam sukma.

Jelas, kata-kata berpulang sebagai panah-panah
dan aku bagai terikat kedua tangan pada dua
tiang dan seakan tak dapat berbuat 
dari sasaran.

Bagaimana aku dapat menjelaskan
cahaya lampu seakan pada saat-saat terakhir
berdiam tentu merelakan hukuman
dijatuhkan.

Yang tak diharapkan datang membusung
seperti ikan terdedah  di udara panas.
Penyesalan bagai lalat yang hinggap
pada makanan yang terdedah
lalu menjadi ngiuk dalam tempokan
jiwa yang lara.

Di jalan pulang, aku memilih jalan selamat
kembali kepada doa. Biar sel-sel dalam
darah ini membawa satu kekuatan doa
mengalir dalam udara-Mu sampai ke
dalam sukma dan serambi otak.

Kota Kinabalu
27 Ogos 2013



Thursday 22 August 2013

Batu Sapi, Esok Belum Pasti (Cemar)



Kau memandang laut  
matamu perlahan-lahan
singgah ke batu silam 
bagaikan seekor hewan
terperangkap dalam lumpur
sekian lama dalam urutan waktu. 

Air mulai surut, keindahanmu
mulai menghias laman 
sebuah foto.

Jalan ini tak terusik. 
Di pintu gerbang tak ada
lagi orang akan bertanya
sekalipun kau masih tetap 
mengundang ke mari.

Batu di laut ini seperti tugu
tiap mata lalu pasti melirik 
dan meresap. Kini ia terhimpit 
di celah-celah kilang dan 
langit siang dan terperosok 
ke dalam malam.

Kau, di situ sebelum merdeka
ketika menjelang malam kembang 
api, kau masih berendam sendiri
menunggu esok belum pasti.

Sandakan
23 Ogos 2013





Thursday 15 August 2013

Berenang Di Lubuk Sukma , Mesapol (Mama)

Kuseru namamu kali berkali
di kali ini kita pernah memancing ikan
tapi bumimu berubah cepat, terlalu
cepat.

Butakah mata ini atau
aku memang tak melihatmu.
Ke mana perginya?
Dulu hanya ada satu jalan
sekalipun kupejamkan mata
pasti aku akan sampai
menyentuh airmu yang dingin.

Aku dapat meraba ke dalam
dasarmu dengan kaki dan
menyentuh pagutanmu.
Waktu telah berhanyut jauh
Di sini, kau kehilangan lubuk
Keli, Haruan Putian, Karuk
dan Pangal

Manisku, berenanglah
ke lubuk sukma.
Kugenggammu
dan dilepaskan sebagai
kenangan.

Kota Kinabalu
15 Ogos 2013

Nyanyian Sukma* (Puisi)(Metamorposis)

Aku menulis puisi ini kepadamu
tiap kata menyampaikan isyarat
mata dan bibirmu yang membaca
sukmamu yang tersentuh lalu
fikirmu melayang berkepak dalam
udara langit biru. Ia menjadi burung
Cenderawasih.

Ketika aku memanggilmu dengan
satu panggilan bergema ke serata
lembah dan gunung. Panggilanlah
ia sebuah harapan yang tak akan
pudar dalam hakisan waktu.

Kepadamu, aku tak akan merasa
lelah mencipta puisi-puisi ini.
Sesaat aku menjauh kau kerinduan
mencari burung Cenderawasih
di rimba mana dan di langit mana
tiap bunyi yang bergetar kau
gelisah.

Kukumpul puisi-puisi ini buatmu
biarku bisikan ke telingamu
dan menjadi Nyanyian Sukma
kalau itu memang sebuah harapan
biarlah ia sebuah harapan.

Di dataran ini aku berdiri
memanggilmu dan gema suaraku
berulang mengirim pesan tapi
kau masih tak menjawab dan
Nyanyian Sukma masih ada
di tangan ini menunggu kau
datang mengambilnya.

Kota Kinabalu
15 Ogos 2013

Wednesday 14 August 2013

Dendammu Tak Akan Bertahan (Ketuhanan)

Jangan, jangan sekali-sekali kerana amarahmu
kau membakar puisi-puisi itu di berkas sukmamu
kejahatan itu telah melebihi batas, langit pun
tersinggung. Kedamaian sukmamu  tercalar.
Kali ini bukan di tangan kasih dan sayang
mereka telah membakar kelambu langit dan
melepaskan dendam kesumat sampai ke
liang kalbu.  Mereka sebenarnya bukan
pencinta kedamaian dan sayang nama-nama
manis panggilan orang tua.

Kelahiranmu bukan membawa nestapa pada
dunia. Bukankah kedatanganmu membawa
khabar gembira dan kedamaian. Lidah api
menjulang dan membakar hanggus lantai
para mutaki dan pendoa yang rajin. Apapun
yang tersirat di dalam sukmamu, kelihatannya
seperti kau yang terhukum. Kau tak mengira
langit masih berdandan, bulan hilal tersisip
indah di awal Syawal.

Tindakanmu adalah kegilaan dan kerasukan
memang kau dari golongan perosak kedamaian
dan bertopeng, dalam sukmamu ada air yang
bertakong busuk. Ayuh, saudaraku, alirkan
air busuk itu supaya mengalir. Keresahan bumi
sejak silam telah tak tertahan. Tindakanmu
maut berjatuhan dan membakar puisi-puisi
sukma dan keindahan firman-firman-Mu.

Kota Kinabalu
15 Ogos 2013

Bagai Mimpi* (Puisi)(Metamorposis)

Bagai mimpi melihatmu lalu
dan menghilang di depan mata
dalam danau memori bagaikan aku
mendengar suaramu, air yang
mengalir di celah-celah batu.

Ketika keretamu terbanting
dunia sirna dan degup jantung
bagaikan nafas lautan dan membawa
angin gemuruh menjelang malam
gerhana.

Kata-kata meluruh dan berkumpul
menjadi gelombang-gelombang doa
datang dari sukmamu yang jujur.
Berita itu bagai menghempit dadamu
dalam tidur gelisah.

Tenang, tenanglah lautan di waktu
malam. Turunlah gerimis biar
datangmu membawa salam dan
khabar baik pada sebuah taman.

Kota Kinabalu
15 Ogos 2013

Tuesday 13 August 2013

Tak Ada Jalan Pintas (Suasana)

Waktu bergeser tanpa menoleh
aku tak dapat dari menahanmu
memang kau pun dipengaruhi
oleh gerhana dan purnama.

Aku memandangmu, dan cuba
menyingkap rahsia sekalipun tak
ada jalan pintas. Langkah ini
semakin perlahan dan kendur.

Ketika melihat kembang bunga
ros dan mencium bau harum aku
menyerapnya ke dalam sukma,
lalu menghirup udara pergunungan.

Aku melihat dan terpegun
Alam telah banyak memberikan isyarat
tapi pintu sukmamu masih tertutup
dan berdiri seperti algojo menurut perintah.

Kota Kinabalu
13 Ogos 2013

Monday 12 August 2013

Penjual Sayap Ayam Bakar (Suasana)

Sebuah pekan di luar kotaraya
hujan turun sejak siang sampai
malam, jalan-jalan sepi, cuma
penjual sayap ayam masih di situ
bara arang separuh padam.

Malam yang seperti patah sayap
ia sabar menunggu hadir 
seseorang dari kerudung malam
tapi langit malam menjauh.

Dalam duduk kantuk ia tersedar
seekor anjing lapar mencuri rasa
ia bangun lalu melempar lemah
seekor sayap ke arahnya.

Perlahan-lahan ia mengumpul
dan membungkus sisa malam
bersiap pulang. Dingin malam
bagai ais batu yang mencair.

Kota Kinabalu
13 Ogos 2013

Saturday 10 August 2013

Tiap Satu Ada Kelainannya* (Puisi)(Metamorposis)

Rupanya ada orang tak pernah melihat langit
apa lagi kembang api dan air di pancuran
mereka adalah mata yang tersorok-sorok
dalam kegelapan. Bukan kerana rohaninya
tipis. Hanya kerana mereka tersisih lama
dan lambat melangkau pembangunan.

Mereka ada di laut, terapong dan menyukai
debur ombak dan Nyanyi Malam. Langitnya
penuh bintang dan siangnya seluas lautan.
Lenggang ombak dan deru angin membuai
tidur mereka sampai ke pangkal mimpi. Suara-
suara mereka tinggal di laut, ketenangannya
pada langit terbuka dan lautan dalam.

Di lembah hutan jati ada desa nongkrong
dan di sana tinggal orang pendalaman
Mereka terbiasa mencium bau hutan,
tanah gembur, dan lumpur selepas hujan.
Mereka bilang tiap pokok ada sukmanya.
Lalu mantera pun tercipta. Mereka tinggal
dan lahir di situ, di tanah Pribumi, cuma
mereka lupa mendaftar setelah melahirkan anak.

Kota Kinabalu
10 Ogos 2013




Orang Politik Atau Wakil Rakyat

Sayangnya aku bukan orang politik
bual ini pun simpang-siur dan tak
mungkin bisa mengubah lautan masin
apalagi musim kering dan jerebu yang menebal
dalam udaramu.

Dari dulu aku tak pernah berfikir
menjadi Orang Politik atau Wakil Rakyat.
Yang menjadi, saudaraku, bukankah mereka
dari lahan Orang Politik, rezekinya di atas dan di bawah meja,
pencen pun terjamin kelas pertama.

Aku tak akan cemburu, kerana
aku orang kecil, keturunan dari
tanah lumpur dan tapak tangan
yang kasar. Bahasaku bukan bahasa
dendam dan maki-maki.

Yang bernafsu mau jadi
Wakil Rakyat pun ramai seperti ulat bulu.

Kalau politik memang destinasimu, silakan.
Dulu orang tuamu pendatang sekarang
anak Wakil Rakyat. Anihnya, aku selalu
hilang dalam keramaian dan kau makin
menjauh, dan berjarak .

Kota Kinabalu
10 Ogos 2013

*Dikirimkan kepada Qomaruddin Asa'dah untuk projek bertemakan Wakil rakyat.



Tuesday 6 August 2013

Tamu Menjelang Malam Takbir Raya, 2013

Ada seorang tua selalu bermimpi benar
ketika siang di ufuk ia memanggil anaknya.

Malam tadi Aba bermimpi, di desa itu
ada orang sedang dalam kemalaratan
amat. Pergilah mencarinya dan ambillah
sedikit wang ini dan bungkusan makanan.

Perintah itu dituruti, bukan sekali malah
tak dapat dikira. Anak ini  akan menelusuri
desa yang disebut dalam mimpi itu. Setelah
bertemu orang yang dicari baru anak itu
pulang ketika mentari ranum mangga.

Suatu siang sebelum hari raya Aidilfitri
orang tua ini didatangi seorang tamu,
beliau melayani tamu dan bertanya
apakah yang ia dapat tolong. Tamu itu
datang dengan hajat, kalau ia dapat dibantu
kerana esok adalah hari raya.

Orang tua ini bangun dan mendatangi
isterinya dan meminta sedikit wang buat
menolong tamu. Isterinya berkata,
ini saja wang yang kita ada untuk keluarga
kita merayakan esok.

Berilah kepada yang sangat memerlukan
ini. Insya Allah, Tuhan Rahman mengenapkan
keperluan kita esok.

Isterinya berdua hati tapi memberikan wang itu
kepada orang tua ini. Dan ia memberikan
wang itu kepada tamu tadi dan beralih pergi.

Pagi itu orang tua ini duduk di sajadah
Siang berbarkat Allah mengirimkan malaikat
mengabulkan doa-doa tulus. Orang tua itu
gusar ke kanan merasakan seperti ada orang
menitipkan sesuatu. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan
tapi tak ada orang. Di sisinya ada gumpalan wang.

Setelah mencari jawaban tapi ia masih tak dapat
melihat kemungkinan ada orang yang datang.
Sepi dan tak ada orang. Orang tua itu bangkit
dan mengambil gumpalan wang itu  dan pergi
mencari isterinya.

Lalu berkata,

Ambillah wang ini, ini hadiah dari Allah Ta'ala.
Ia adalah Tuhan yang memenuhi kebutuhan
hamba-Nya. Jangan sekali-kali mengurangkan
keyakinanmu. Pergilah berbelanja untuk
keperluan Hari Raya.

"Apabila aku sakit, Ialah yang menyembuhkan."

Kota Kinabalu
7 Ogos 2013






Id Mubarak, Id Mubarak, 2013

Anak bulan di malam takbir 
lautan tenang setenang langit
kelip-kelap di lembah rimba jati
gemerlapan di langit malam
langit samawi mengirim salam
aku mengucapkan salawat dan
salam kepadamu, Ya Rasulullah,
Kekasih-Mu.

Aku mendakapmu, 
Ramadan Al Mubarak
kini tiba waktunya 
aku melepaskanmu
sekalipun sekuat tenaga 
tak ingin melepaskan.

Ya Rabbi, apabila aku
melampau, Kau selalu
memaafkan, dalam 
kekurangan aku datang pada-Mu.
Ketika terhuyung-hayang 
tanpa sandaran Kau 
mendorongku bukan sekali
tapi sepanjangan nafas perjalanan.

Hari ini aku persiapkan
sepasang sarung.
Buatmu sepasang kurung,
Amatul Qudoos
bulan Syawal dalam 
sukmamu. Kepadamu,
salam dan Id Mubarak
dan  Kasih-sayang-Mu merangkum
benua, lautan samudera
dan langit kejora.

Aku adalah Ansar.
Biar doaku seperti kesabaran
seorang musafir
kasihku pula air sarbat dari 
langit-Mu. Akulah dai'
di lapangan.
'Subhan Allahi-wa bihamdihi - Subhan Allahil-'Azim'
Id Mubarak, Id Mubarak.

Kota Kinabalu
7 Ogos 2013 






Monday 5 August 2013

Menjelang Aidil Fitri, Ogos 2013

Kau melihat di Langit Samawi bulan hilal
mengembang menjadi bulan Qamar dan
purnama penuh lalu mengecil kembali di-
seantero langitmu Ramadan Al Mubarak.

Hukum alam, kau terpaksa melepaskannya
sekalipun terlalu berat dalam benak seorang
manusiawi. Gazel, kau menunggu datang
anak bulan seperti anak bermain kembang
api di Malam Takbir.

Pernah kau berceritakan tentang ibu tua
menyiapkan sepasang baju kurung dan
sepasang baju melayu buat anak jiranmu.
Dapatkah dibayangkan bagaimana degup
jantung ibu tua ingin menyempurnakan
harapannya di malam itu dan sebelum
datangnya mentari pagi.

Di Tanah Peribumi ini, kau kembali
menyedut udaramu bukan sebagai
pendatang malam atau musafir yang
kelelahan mencari oasis dan pohon
rendang di bawah langit selaksa bintang.

Kau mulai menghimpun kekuatan
memakan buah impian bukan dalam
mimpi atau dalam mitos dan legenda
kerana di sini kau datang kepadanya.
Kau pernah melangkahi sempadan dan
memanggilmu dengan kasih-sayang.
Aku telah mengiyakan sekali lagi
Kaulah penghibur dan membuka pintu masuk.

Dapatkah kau menyakin kepada
langit dan bumi sekalipun musim
bertukar dan tsunami kau tak akan
berganjak dan menyerah kalah.

Mereka telah melepaskan
binatang-binatang buas dan menjadi
sekutu di malam ngeri.
Tapi kekuatan buruj dunia
tak akan menderamu. Sekalipun
mimpi musuhmu sangat kejam.

Malam terakhir Ramadan Al Mubarak
Kau menunggu di hujung tanjung
memandang langit seperti menanti
kedatangan seorang Kekasih Sejati
dengan perhiasan yang sempurna.
Datanglah Idul-Fitri, biar semangatmu
terkandung di dalam sukma ini.
Kau merayakan Idul-Fitri dengan
kembang kasih-sayang dan harapan
pada esok.

Kota Kinabalu
6 Ogos 2013


Malam-Malam Terakhir, Meraih Gurub-Mu (Ketuhanan)(Ramadan)

Malam-malam terakhir 
harum udara meresap
sampai ke serambi halus 
bagai air menjurus 
ke dalam sukma
kudakap-Mu, 
dengan langkah kemampuan
keinginan ini adalah 
kesempurnaan langit-Mu
keupayaan ini adalah 
kasih sayang-Mu.

Aku memanggil-Mu
tak terlalu kuat, sederhana
panas siang dan kantuk malam
cair di dalam sukma.
aku menganyam kata-kata
dengan lidah tawakal
kepala tengkorak dan jiwa
ini menekan nafsi-i-Amarah
sampai jauh ke pusar bumi.

Setiap tindakan aku tak
membiarkan kebohongan 
bergayutan pada akar dan
sendi sekalipun itu hanya
kelakar atau janji kosong.

Aduhai, siang-siang merekah
dan malam-malam kembang 
rohani di bulan Ramadan
Al Mubarak.

Para mutaki inginkan
malam-malam Lailatul Qadar
sukma langit samawi bergetar 
aku bersujud dengan doa-doa
meraih qurub-Mu.

Kota Kinabalu
4 Ogos 2013


Saturday 3 August 2013

Wakil Rakyat itu Orang Yang Dikenal

Katamu waktu berjalan sepantas kilat
kelakar di kedai kopi seperti
baru semalam biuh air liur jatuh
di atas meja kedai Ah Chong,
singgahan drebar teksi, broker tanah
dan pembual kedai kopi.

Perbualan seperti gelanggang sabung ayam
dari percakapan kosong hingga cerita sensasi
dan gosif. Tapi dari sini kawan saya
menjadi angin yang menggoda.

Di gelanggang ini di tanah pribumi
orang seperti bermain dadu mengharap
nombornya naik. Sayangnya, orang kecil
dibawa gelombang laut  dan putaran
angin ke sana ke mari bisik-bisik debur
ombak dan janji ular ketika bertukar kulit.

Musim bertanding memang menggoda
seorang drebar teksi besok seorang
Wakil Rakyat (WR). Seorang broker tanah
5 tahun kemudian menjadi seorang Datuk.
Orang kecil tak pernah bertanya
siapa kamu? Kerana di tanah pribumi
ini, demokrasi dikunyah dan hadamkan
menurut kemampuan menciptakan
mimpi dan impian.

Aku besar bersamamu
di kota ini dan desa-desa di pinggiran
halaman permainan kita.
Kau memilih jalan cepat
turun ke kuala, lalu menyeberangi
tanjung sampai ke kota idaman.
Lalu kaupun dinobatkan WR,
dari seorang drebar Teksi, impianmu
menetas. Kami bergerak kaki
dan bertopak tangan.

'Lihatlah, sukma kami terubat.'

Waktu gemuruh dan lenggang-lengguknya.
diam-diam kau membakar hutan lalu
kabus jerebu mengubur indera dan
sukmamu. Rongga dadamu berhempas
pulas ingin menghisap kepul-kepul udara.
Ada yang tak kecapaian. Untung,
air sungaimu masih mengalir tenang.

Kami masih berteman, cuma ia
jarang-jarang minum di kedai itu.
Kalau dulu ia drebar teksi, sekarang
ia pemiliknya. Sudah berapa musim
pemilihan, ia masih duduk di pohon
tinggi. Merenung langit dan gerak-gerak
lantai bumi di bawah. Kini ia punya
kepak yang lebar, mata tajam dan
kuku siap siaga terhadap mangsanya.

Ketika aku berjalan di lorong-lorong kota
dan desa-desa di hujung tanjung, aku cari-cari
legasimu. Tapi yang kutemui adalah grafiti
panjang di dinding kota, di batu-batu di atas
bukit, gema suara di lembah dan igau malam.

Kota Kinabalu
3 Ogos 2013

*Dikirimkan kepada Qomaruddin Asa'ada untuk projek antologi bertema Wakil Rakyat.






Friday 2 August 2013

Salam Orang Kecil Buat Wakil Rakyat

Aku memanggilmu kerana
kita sepatutnya dekat tanpa
ruang memisahkan.

Bahasaku adalah bahasa santun
bukan bahasa dewata
dan bukan bahasa halilintar
aku memanggilmu
bukan sekali tapi
gema suara ini menghilang
di hujung lembah tanpa
balasan.

Sekalipun begitu aku masih
tetap memanggilmu kerana
teringin ketemu.

Kau bertanya bagaimana
ditemukan nombor ini
sedang aku cuba menjelaskan
mengapa aku memanggilmu?

Aku jadi pemalu
kerana aku dilahirkan sebagai
anak Melayu yang beradat
dan bersopan santun.

Kota Kinabalu
2 Ogos 2013

*dikirimkan kepada Qomaruddin Sa'ada untuk projek bertemakan Wakil Rakyat.


Thursday 1 August 2013

Wakil Rakyat

Telah lama kau melupakan
bila kau tiba di sini dan
sudah berapa lama?

Orang kecil tetap orang kecil
cepat dikumpul dan cepat
dibubarkan.

Yang baru datang
tetap datang
yang belum datang
pasti datang.

Kau pun tak ingin aku bertanya
kerana tiap pertanyaan
akan menambah pertanyaan
dan ini tak akan berhenti
hari ini atau besok. Cuma
tanyaku tak mungkin masuk
dalam Soal Jawabmu.

Diam dan melihatmu
tapi sekalipun aku bukan orang
bergaji, hanya aku melihat
dan melihatmu di jalan-jalan
kotaraya pada siang Ra Ra
atau pada malam cengkerik.

Kau mungkin tak mengenalku
tapi, aku tetap mengenal
dirimu, skandal dan seleramu.

Sebenarnya kau dan aku
saling terkait. Kerana kau
adalah Wakil Rakyat di siang Ra
Ra. Sedang aku orang kecil
Suaraku adalah suara
kebanyakan, tak sanggup kalau
hati nuraninya tercuka.

Jangan kau tanya alamat
atau buku bank memang
aku tak punya.
Selama ini aku dan kau
saling terkait. Tak perlu kita
bimbang satu sama lain. Padamu
kebimbangan dan prasangka
akan menyuka hubungan kita.

Kota Kinabalu
2 Ogos 2013

*Dikirimkan kepada Qomaruddin Asa'ada untuk projek bertemakan Wakil Rakyat.