Thursday 31 December 2015

Menunggu Hujan Berhenti (Malaysia)*(HE)(Terbit)

Kau telah menghilang seperti deru angin
menjauh ke lautan teduh
kata-katamu  terheret seperti tin kosong
berbunyi keras lalu senyap.

Sebentar lagi pintu ini akan tertutup
aku tak mendengar kata-katamu terakhir
pecah hujan pertama di musim kemarau
tazkirah di pinggir malam.

Ketika sujud, aku mengumpul kata-kata
dalam bahasa ibunda
sederhana dan tulus
diadun  menjadi doa-doa kudus
di serambi malam tahajud.

Di bawah langit baru
dan bumi baru
berteduh di pohon sena
menunggu hujan berhenti.


*Tersiar Di Harian Express 17 Januari 2016





Wednesday 30 December 2015

Mengenangkanmu (Pasifik)

Aku akan melepaskan tanganmu
di pelabuhan sepi ini
memandang matamu gemerlapan
dan gemerencing  larian kakimu
aku menerima berita itu
hujan telah turun
di pulaumu.

Guadacanal, rindu pada
desir angin dan gerimis yang
menitis kening dan hujung rambutmu
gema suaramu merayau jauh
dalam kalbu seorang musafir
igau malam kau menyebut-nyebut
tentang negeri-negeri yang jauh
purnama tergantung pada samawi.
Kau semakin jauh.

Honiara
2012




Tuesday 29 December 2015

Bahasamu Tumbuh di Tanah Peribumi (TAMP)

Katamu, kedamaian kalbu telah
hilang
kau bingung melihat kekosongan ghairah
melangkah ke depan telah lama berhenti
kemampuanmu telah terpinggir
dan malam gerhana tergantung dalam diri.

Bahasamu bercelaru dan hanyut dibawa
pada keputusasaan diselubungi gerhana
kau telah berhenti mencari dan berfikir.

Lalu suara itu berbisik pada telingamu
berdoalah dalam bahasa leluhurmu
kata-kata Bahasa Melayu
yang tumbuh di tanah peribumi
kau tak akan pernah kecewa
kerana bahasamu hidup dan kaya.




Ghairah Bahasa Melayu (TAMP)

Aku baca alam leluhur
dan bumi jelapang raya
dalam bahasa ibunda.

Melangkah ke pelosok benua
dan gelora lautan
dalam doa-doa bahasa ibunda.

Aku menangis tersedu
di atas sajadah
merapatkan bumi dan langit-Mu
dalam kata-kalimat.

Aku menulis bait-bait puisi
dan menyatakan gema suara hati
dalam ghairah bahasa Melayu.

Bahasaku adalah bahasa ilmu
dan doa yang kulafazkan
siang malam
hingga kiamat.

Bahasa ini hidup selamanya
bahasa yang tak akan tenggelam
dalam arus zaman.

Tiap suku kata lahir dari
inspirasi bangsa yang beradab
ia bahasa doa yang berkembang
kebanggaan anak bangsa.

Bahasa Doa (TAMP)

Aku tenang dalam berdoa
bahasa Ibunda, lahir dari sukma
ketika aku sujud
kata-kata meluncur
seperti air terjun mengalir
tak dapat dibendung.

Engkau, Rabbiul Alamen
La ilaha Illallah Muhammad Rasulullah
kulafazkan dalam kerinduan
bahasa yang mengalir
dalam darah nadi
disempurnakan dalam
doa-doa malam Tahajud.

Kata-kata dari lidah yang fasih
dan terpilih
kubina kata demi kata
menjadi gunung yang gah
sampai pada pintu samawi.
Keindahan bahasa
yang puitis
firasat dan kasyaf
turun dalam bahasa bangsa.

Doa Bahasa Bunda (TAMP)

Kau telah mengajar
dalam tenang dan darurat
di malam fakir
dan siang kencana
panggil nama-Nya
dan himpunkan
duka-laramu dalam
doa-doa perantau.

Ucapkan suara hati
gemanya menjangkau
samawi
pilih kata-kata terindah
geloramu
terkabulnya doa
tiap kalimat tersusun
tiada riak dan kecaman
lahir dari kasih abadi.

Tak ada kebimbangan
dan nada putus asa
aku datang pada-Mu
dalam doa-doa
bahasa leluhur
bahasa Bunda.


Musafir Pulang (TAMP)

Kuhampar laut dan
membaca samawi
bercanda pada gelombang
menembusi malam renta
lepa-lepaku meluncur
melewati sempadan.

Doa-doa mengalir
pulau-pulau leluhur
jalan ke pedalaman
hujan turun di gunung
ghairah mendaki
syafaat, yang terucap.

Rahsia malam tersingkap
sebuah harapan terkabul
nazam kau lafazkan
membawa hujan semi
genapnya nubuwah
pengikatmu di malam
gerhana.

Musafir pulang
ke pelabuhan damai
tanyamu terjawab
penantian yang ditemukan
salam bersambut
langit baru dan
bumi baru.





Thursday 24 December 2015

Anak Mencari Ayah* (Syria) (Boat People)

Bagaimana aku akan menyampaikan berita ini
bom terus meletus di kota-kota Syria
jerebu perang masih belum berhenti
langitmu masih penuh dengan jet pengembom.

Ketika bom meletus di pinggir kota
kau baru saja meninggalkan rumah
suara ayah masih mengiyang supaya
kau lebih berhati-hati dan siap siaga.

Dalam kelam kabut bom itu meletup
tak jauh dari ayah dan gadis manis
runtuhan bangunan berhamburan
orang kota panik dan lari tak menentu.

Kau menjerit dan menangis semaumu
dalam jerebu tebal selepas bom
tiap orang bigung dan hilang akal
jelas ayah anak perempuan ini gugur.

Dalam  perjalanan menuju hospital
aku berusaha menenang dan membojokmu
dan ingin berkata ayahmu telah tiada
tapi, anak perempuan ini masih mencari ayah.

Perutusan Ala Netanhayu (Palestine)

Sedetik sebelum tengah malam
aku dengar ucapan selamatmu
wajahmu seperti bulan di persada
sambil menyembunyikan kukumu.

Gema suaramu ke seluruh pelosok dunia
menghibur telinga yang ingin mendengar
kejahatan yang menimpa satu kepercayaan
kezaliman di luar batas kemanusiaan sejagat.

Ketika kau selesai meluahkan
yang tersirat dalam sukmamu
aku melihatmu mencari sekutu
kedamaian kau mimpikan, memang tak ada.

Kata-kata terucap seperti serapang dua mata
jerebu perang dan penderaan akan terus
keadilan dan keamanan telah kau kubur
sebenarnya kau tak inginkan kedamaian abadi.



Tuesday 22 December 2015

Melangkah Sempadan (TAMP)

Kutinggalmu
perjalanan arah selatan
Kumeta siang
menuju kotaraya.

Hujan turun
menggurung niat musafir
berteduh menunggu
hujan berhenti.

Dalam bus bergerak
perlahan menuju
sempadan
aku lihat alammu
gelap dan rimas.

Malam yang resah
berakhir
ketika rindumu
dipertemukan.

Singapura
11 Disember 2015


Tamu Disember (Lanskap)

Musim hujan
aku singgah di halamanmu
kotaraya masih terjaga
membiarkan tamumu
datang dan pergi.

Di sini musim mangga
usia pohonnya
lebih dulu dari masjidmu
ia masih menghasilkan buah.

Tiap Disember
siang dan malam
buahnya jatuh ranum.
Hadiah buat
tamu-tamu Disember.

Singapura
12 Disember 2015

Wednesday 9 December 2015

Keretapi ke Stesyen Aotsuka*(Lanskap)(NST)(Terbit)

Nagoya, malam itu seperti mimpi
di bumimu aku tak pernah bimbang
tiap sudut dan pertanyaan membawa
ke halamanmu.

Selembar kertas dan catatan telah
memberi cahaya pada sebuah harapan
kau tak perlu gusar kerana aku tak akan
hilang dalam kegelapan malammu.

Keretapi meluncur membawa sukmamu
ke halaman kekasih. Kau papah rindu
melintasi lautan lalu menerobosi dingin
musim gugur.

Di perhentian terakhir sepi telah berendam
langit tanpa bintang seperti menjauh
tapi ketika aku memasuki halaman
kau menunggu sebagai tuan rumah yang tertib.

*Tersiar Di New Sabah Times 24 January 2016


Saturday 5 December 2015

Nagoya ke Tokyo(Lanskap)

Malam melangkah lembut dan menawan
langit Nagoya seperti menunggu kehadiranmu
alammu mesra dan lembahmu pasrah
akhir musim gugur gerimis di perjalanan
di sini penumpangmu sabar dalam berdoa
di dalam mimpi kau melihat purnama
turun di riba tanah peribumi.

Tiap detik tabir siang terselak
Tokyo, telah siap menyambut
nur samawi mengirimkan harapan
kegemilangan suatu zaman dan waktu
hari ini tidak ada yang dapat membendung
kau melihat sendiri burung-burung terbang
di langitmu dan kemenangan ini mutlak.

Gema suara ini telah sampai ke kepulauanmu
dan ia tak akan melukakanmu walaupun sedikit
panggilan ini tak akan berhenti di sini
Kau, bangsa yang beradab
ketika pintu sukmamu telah terbuka
kau akan meneruskan perjalanan ini.







Friday 4 December 2015

Tokyo* (UB)(Lanskap)(Terbit)

Aku meninggalkanmu di halaman
hujan turun dan musim dingin baru berkembang
kerinduanmu telah ditemukan
Tokyo, kau menerima tamu jauh
keyakinanmu seperti gunung
tak akan merubah pancang kebenaran
benih itu telah ditanam
di tanah leluhurmu.

Tidak ada keraguan
kau telah melihat sendiri ketenangan
dan kedamaian wajah seorang utusan
suara itu telah bergema
membawa khabar suka
pintu rumahmu telah kau buka
dan kau mulai menyukainya
kalau dulu kau melihatnya curiga
gerakmu seperti musuh
pertanyaanmu datang seperti ombak.

Kau telah melafazkan baiat
menjabat tangan ini dan kini
kita belayar memasuki wilayah jauh
sampai ke lubuk kalbu
di tamanmu bunga-bunga berkembang
hidup dan tahan dalam segala musim
di sini kita berpegang pada satu tali
berada dalam satu bahtera
belayar menuju pelabuhan damai.

Tiap kotamu menyimpan rahsianya sendiri
aku datang sebagai tamu
kau melayani dengan kasih-sayang
pada matamu keikhlasan seorang pelayan
jiwa yang insaf dan tenteram
Tokyo, aku akan mengenangkanmu
bukan dalam sehari
tapi, dalam kemampuan dan langkaran hayat.

*Tersiar di Utusan Borneo 27 Disember 2015









Thursday 3 December 2015

Nagoya*(UB)(Lanskap)(Terbit)

Aku tiba di pintu gerbangmu
langit musim gugur
kau tetap ramah, Nagoya
malam itu, aku tamu
yang merelakan tiap detik
membekas pada bumimu
suara kehadiranmu bergema
di setiap penjuru.

Kau adalah saksi melihat
sejarah telah tertulis
pesan terhadap bangsamu
kedamaian yang abadi
telah mengembangkan sayapnya
dan mata dan telingamu melihat
keagungan samawi telah
melihatkan kebenaran hakiki
Ini tak akan pernah dikalahkan .

Angin petang menerbangkan
daunan dari gagangnya jatuh di tepi jalan
kuning kemerahan berserakan
pohon-pohonnya merelakan
pasrah pada peralihan musim
gema suaramu mencari persahabatan
amanat ini harus disampaikan
Nagoya, mimpiku telah sempurna.

*Tersiar Di Utusan Borneo 27 Disember 2015

Wednesday 11 November 2015

Makna Sebuah Siang (Suasana)*

Di penjuru hari
kau melangkah pasti
suaramu makin mendesing
gemanya penyataan.

Kata serumu mengancam sebuah rimba
tangismu seperti hujan turun di hujung hari
kita terus mencari rahsia malam
gelombang laut telah berhenti.

Kau telah mengganggu
ketenangan sebuah danau
rimba yang hanggus di ribamu
siang yang tragis.







Friday 30 October 2015

Angin Pasifik * (Pasifik)

Angin Pasifik bertiup dan
datang melintas
tiap patah doa kau lafazkan
gerhana telah merudup
pada tabir malam
matari membuka kelopak hari.

Mimpimu malam itu turun
berlingkar-lingkar di laluanmu
ketika siang segalanya hanggus
dan ia tak mengerikan.

Kata-katamu tindih-menindih
mencari laluan keluar
longlai di riba malam
kau cuba menafsir arah ke mana
mata angin itu akan berhenti
dan menitipkan berita kemenangan.

Kau harus bergerak
ke arah pelabuhan
kapalmu telah menunggu
keberangkatanmu telah
pasti dan mengapa
harus bertanya.

*Dikirimkan pada akhbar Utusan Borneo 11 November 2015.






Tuesday 20 October 2015

Asap Jerebu Masih Di Langitmu (Cemar)

Kau mendongak seperti menunggu datangnya khabar
langit jerebu masih tak bertukar warna
siang menjadi gelap menyelimuti tanah leluhur
suaramu memberat cuba mencari jalan keluar.

Usah bermain api kalau tak tau memadamnya
usah berkelu-kisah kalau kau masih tak ada jawaban
asap jerebu seperti raksasa yang tak berhenti
dalam diam mencengkik lehermu di siang hari.

Samawi telah mengingatkanmu hujan akan turun
musim tengkujuh akan datang dan bumi basah
sang kodok terus memanggilmu siang-malam
sedikit air pelepas akan mengembalikan langitmu.

Seorang ibu mendokong anaknya hilang dalam jerebu
anak gajah dan orang utang terpisah dari ibunya
rimba jati sekali lagi dikalahkan tanpa bangkit melawan
pembakar hutan masih terus membidik api.

*Dikirim ke Majalah Solusi 31 Oktober 2015

Sunday 18 October 2015

Jerebu Tebal (Cemar)

Jerebu tebal telah turun
pada mata hitammu
rimba raya menangis
sepanjang malam
adakah yang peduli
sekalipun kau berterus terang
siang seperti neraka yang
terus mencengkam
belum ada isyarat
langit akan berubah
kota kemegahanmu
tenggelam tak bertali.

Kamu tak peduli
sekalipun suara protes
berkumandang
di langit dan bumi leluhur
hutan masih terbakar hanggus
berapa lama lagi kami
harus berdiam
kamu telah diingatkan
kamu datang
menceroboh ruang angkasa
ini adalah pencemaran
kamu telah mengotori udara
kami lemas di halaman sendiri
sekolah-sekolah ditutup dan
anak-anak kami diberi cuti.

Hentikan membakar hutan
Hentikan mengirim jerebu
langit kami mendung bukan
kerana hujan nak turun
Waktu terus berputar dan
kepala kami ikut pusing
dada kami penuh jerebu
tapi kamu masih tak peduli.

Kembalikan langit biru
kembalikan udara pergunungan
waktunya kamu mendengar kami
biarkan Nusantara bebas jerebu
kami melihat tindakanmu
kami tak akan lupa
tanah leluhurmu pun tak lupa
kamu telah membakar hanggus
rimba rayamu
bukankah ini satu kegilaan?


*Dkirimkan ke NST pada 20 Otober 2015






Thursday 15 October 2015

Haruskah Aku Bimbang*(Cemar)

Aku sebenarnya tak bimbang
saat kau berkata
perjalananmu tak seindah
seperti dalam mimpimu
pada lautan kau telah membuktikan
gelombang dan badai malam itu
mengundur ke lautan dalam.

Tamanmu teruji ketika jerebu tebal
menyelinap ke dalam halamanmu
hujan telah lama tak turun
kembang kenanga layu di tangkai.

Gerhana akan datang
kau mungkin tak melihat
rahsia samawi
letusan di permukaan gunungmu
malam gumpalan maut
pulau yang tenggelam
rahsia yang tersingkap.

*Dikirimkan pada Utusan Borneo 11 November 2015





Pelabuhan Sepi*(Suasana)

Apalah ertinya ikatan
kalau ada rahsia dan curiga
yang mengintip di belakang pintu.

Kasih-sayang seperti buih dalam kaca
kelihatan, tak membawa makna
manis bahasa dan lakonan.

Tipu helah di sebalik awan
dan perbualan menjadi
kaca yang terhempas.

Usah kau tanyakan foto kenangan
deru angin lautan telah mulai
biarkan pelabuhan ini sepi.




Dua Anak Di Pinggir Kota* (Syria) (Boat People) (HE)(Terbit)

Mereka tinggal sendirian di bawah runtuhan kota
ribut jerebu datang sesukanya siang berinsut senja
ketika kelaparan sampai ke puncaknya tak tertahan
di padang rumput seperti kambing mengunyah.

Di suatu siang mereka mengutip sisa beras di jalanan
sambil makan tanpa mempedulikan perang yang berlarut
mereka tak perlu kenyang dan tak perlu yang enak
asal hidup dan menunggu hari esok tiba.

Lama sudah mereka tak mendengar panggilan ibu
atau tengking ayah menyuruh mandi dan belajar
suara-suara itu telah lama menghilang di langit kelabu
tanpa kawan sepermainan dan orang tua.

Perang ini masih melingkari langit Syria
tak ada yang dapat mengira bila akan selesai
pengungsi malam tetap berpergian ke barat
yang masih tinggal dua anak di pinggir kota Syria.

Tersiar Di Daily Express 1 November 2015

Menafsirkan Perjalananmu (Boat People)

Di gurun ini matari luluh seperti gula merah yang tumpah
musim jerebu telah turun dan menenggelamkan kota purba
suaramu melantun ke empat penjuru alam supaya didengar
tapi, harapanmu seperti gelas krystal yang hancur berderai.

Kasih-sayang telah menjauh seperti samar-samar cahaya
di kalbumu kembang bunga telah layu dan tak berputik
mereka terus menabur benih kebencian itu siang malam
bulan purnama mengendur jauh ke dalam kanta matamu.

Ketika keselamatan dan kedamaian telah sirna di bumimu
datang berita kehancuran menyergapmu dalam paksa
kegelapan panjang bersarang dan menelurkan ketakutan
kemabukan dan kegilaan tanpa mempedulikan jatuh korban.

Kau mengharapkan perjalanan ini penyempurnaan mimpimu
maut menunggumu di setiap taufan pasir dan gelombang laut
kakimu terus melangkah tanpa mengira berapa lama lagi
soalan tak pernah terjawab kau pun tak mempedulikannya.


Friday 9 October 2015

Jerebu Udara Cemar (Cemar)

Apa yang nak kau bantahkan
memang kau membakar rimba raya
jalan pintas yang merugikan
siang seperti malam menggurungmu.

Peribumimu kehilangan rimba raya
jiran-jiranmu terkepong dalam udara cemar
dalam tidur dan berjalan mereka menelan jerubu
kerongkongannya kering dadanya sesak.

Kalau kau tanya apakah mereka ambil tahu
jawabannya berjela-jela sampai ke kaki langit
lalu ia pula duluan cuba memarahkanmu
di tanah leluhur api masih berleluasa.

Di depan mata kau melihat ekosistemmu
terbakar hanggus dan habitatnya melarikan diri
pemukim rimba raya melihat api neraka
mengepongnya dari empat penjuru.

Mereka Akan Ingat Pulau Lesbos. (Boat People)(HE)(Terbit)

Langit mendung Pulau Lesbos di permukaan laut
debar di dadamu melihat langit dan gelombang
kau tak mendengar tembakan dan lontaran gas
letupan bom di lapangan anak bermain.

Bot getah meluncur jauh  pada gelombang
tak ada jalan berpatah pulang keputusan telah dibuat
siang itu kau menyerahkan dirimu pada samawi
dingin laut menusuk ke dalam kulit dan semangatmu.

Kau melihat wajah ibu bimbang mendakap bayi
ibu tua mengheret usia pada perjalanan belum pasti
anak-anak kehilangan teman sepermainan
mereka mempertaruh segalanya meninggalkan tanah leluhur.

Pulau Lesbos menyambut kedatanganmu
kau akan ingat dari pulau ini ke tanah daratan Eropah
siang malam kau datang membawa cerita
supaya dunia tak melupakan tentang kehadiranmu.

*Tersiar Di Daily Express 8 November 2015



Jerebu Tebal Mengepong Nusantara (Cemar)(UB)(Terbit)

Dalam mimpinya malam itu
ribuan kerangga meninggalkan sarang
di langit burung-burung terbang ke tanah seberang
hewan mengosongkan tanah leluhurnya.

Api menawan dan membakar hanggus
dalam diam ia bersekutu dengan angin
menyapu habis rimba raya dan lembah gunung
seperti gunung berapi meletuskan belerang.

Langit gelap di siang hari
bahang nafasmu panasnya terlalu
mereka mengejar untung dan jalan pintas
memusnahkan eco sistem dan warisan.

Kau seperti berbicara pada orang tuli
ada mulut tak kesampaian bicara
kelopak mayang dan bunga dijilat api
jerebu tebal  turun mengepong Nusantara.


*Tersiar Di Utusan Borneo 1 November 2015

Thursday 8 October 2015

Orang Utan dan Langit Jerebu (Cemar)(UB)(Terbit)

Api menjulang ke langit siang
seperti membuka pintu neraka
rimba raya teruji sekali lagi
jerebu telah menyelebungi halamanmu.

Keindahanmu menjadi debu jerebu
lidah api tak berhenti siang malam
seperti perang telah diumumkan
pemukim rimba raya kehilangan akal.

Dalam keributan api telah menghalau
Orang Utan dan habitatnya lari bertempiaran
desa-desa dan kota terperangkap
jerebu tebal menghisap udara khatulistiwa.

Rimbamu kosong dan sunyi
langit jerebu telah melangkahi sempadan
pencemaran langit dan bumi
keputusan pintas yang merugikan.

*Tersiar Di Utusan Borneo 1 November 2015.

Wednesday 7 October 2015

Api Jerebu (Cemar)

Hawa rimba seperti air mendidih
langit bertukar warna kelabu
mereka masih belum berhenti
hujan masih pada angan-angan.

Penghuni rimba dalam dharurat dan cemas
mencari suaka menyeberangi sempadan
hanggus dan terbakar di halaman sendiri
menyangka musim kebakaran pertukaran cuaca.

Jerebu menyekat nafasmu
lautan seperti hilang dalam pandangan
orang telah kurang melihat dengan mata
menerka, mengira dan ikut suara hati.

Kau merindukan bulan dan bintang
dan matari khatulistiwa d luar jendelamu
bebas dari tawanan asap jerebu
yang kini memanjangkan masa tinggalnya.



Pengungsi Syria* (Syria) (Boat People)

Dalam kegelapan suara itu mengapung
kau mendengar lalu menutup pintu
angin telah berhenti degup jantungmu
tak pernah diam sekalipun dalam sepi.

Ribut padang pasir telah menjauh
tanah leluhur mengusirmu perg
kau menatap pada mata memanggilmu
yang lain telah berhenti menyanyi.

Mimpi gerun itu telah menyerap tidurnya
ketika bulan sirna dalam jerebu malam
pulau itu ikut tenggelam dalam samudera
kau bagai tawanan perang yang dicurigai.

Langit di pergunungan sajli berkirim khabar
langkah kakimu tak mudah menyerah
hadiahmu ketika kau mendengar suara
memandang esok halaman baru tanpa menoleh.



Monday 5 October 2015

Pintu Perbatasan Ditutup Hungary /Serbia* (Boat People) (HE)(Terbit)

Jalan keluar pintu Perbatasan Hungary dan Serbia telah ditutup
mereka terkandas dan mengintip dari lubang rahsia pada esok.

Malam menjadi siang. Pintu siang tertutup menunggu malam tiba.
Suaramu tertahan di tengkuk, lagumu kautitipkan pada bintang
langkahmu makin kecil dan akhirnya terheret di bawah jembatan
salji di pergunungan turun tanpa menoleh kepadamu yang tersesat.

Suatu siang kau seperti menguasai lanskap menyedut udara sepuas
di malam yang lain kau terhimpit seperti ikan-ikan dalam lumpur
ruangmu kecil, bulan dan bintang-bintang telah kau simpan
dan kau bawa mimpimu yang belum tau menetas ke mana-mana.

Kau telah mencipta kepak yang bisa bertahan dalam segala musim
destinasimu ingin sampai ke garis terakhir sekalipun mengambil masa
yang tinggal adalah hatimu yang membawamu  melangkah ke depan
esok entah di bumi dan stesen keretapi mana kau akan berhenti.

Makin jauh tanah leluhurmu, kau mulai bermimpi panas gerun
salji tebal telah telah menyerap sampai ke dinding jantungmu
gelombang laut memabukkan itu tersimpan dalam peti kenangan
perjalanan ini hanya sekali dan kau tak ingin dikalahkan.


*Tersiar Di Harian Express 18 October 2015, Harian Express.



Saturday 3 October 2015

Jerebu Langit Perak (Cemar)

Kau memaksa aku melihat dalam jerebu
malah lidahmu melepaskan panah-panah liar
bicaramu bukan simpatis seperti menjolok tabuan
orang bersalah lebih banyak olahnya.

Matari oren diseliputi kabus jerebu perak
dadamu seperti orang berpenyakit asthma
hujan tak turun penantian yang resah
langit peribumi seperti dicat perak.

Matamu kehilangan arah di siang hari
mata angin terus ditiup ke arahmu
kau merontah ingin keluar dari kepungan
tapi kelihatan semuanya pun terkurung.

Puisi ini datanglah kau sebagai hujan
atau angin lautan yang membawa jerebu
ke tengah gelombang semudera
lalu tenggelam ke dasar lautan.

*Dikirimkan pada KST 8 October 2015

Wednesday 16 September 2015

Anak Kecil Syria* (Syria) (Boat People)

Aku melihat bumimu seperti terkupas kulit
bom jatuh berguguran tanpa memilih tempat
jerebu perang masih tak dapat dibendung
rongga dada ini penuh dengan debu bertebaran.

Malam tiba aku kedinginan dan kelaparan
mata tak bisa terpejam perut seperti gempa
langit kelihatan damai dan bintang bercerita
tentang esok belum tau ke mana arahnya.

Anak Kecil Syria ini terkepung di halaman sendiri
kotanya seperti tulang rangka dan lorong-lorong tikus
air sungai bau hanyir dan berhenti mengalir
asab tebal seperti berlabuh dan tak pergi ke mana.

Ingatlah kami dalam mimpimu
langit merah masih tak berubah
sekolah telah lama kosong dan setengah runtuh
tiap kota sepi dan labah-labah mulai bersarang.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                              


Jaya Malaysia (Kemerdekaan)*

Kau datang kami sambut dengan doa kudus
terucap dari kalbu anak peribumimu yang sedar
Jayalah Malaysia, bumi rahmat turun-temurun
warnamu mendamaikan mata yang memandang
ketenangan alammu wajah bangsamu yang matang
langit khatulistiwa menurunkan hujan pergunungan
kehijauan rimba rayamu anugerah Tuhan Rahman
di dada lautmu terbentang pulau-pulau mutiara
pernah pengembara berteduh menikmati alamnya.

Kau datang kami sambut dengan solat sunnat
di tanah leluhur ini penyair lahir mengucapkan syairnya
Jayalah Malaysia, kau adalah taman samawi di dunia
yang senantiasa memikat dan menawan sukma
Ketika kau berdoa mohon dijauhkan angkara durjana
bibit-bibit  kejahatan yang bersarang dan tak peduli
kau melihat tipu-daya musuh belangnya telah ternampak
mereka ingin melihat kesatuan bangsa jatuh berantakkan
dan terus mengulangi kesalahan demi kesalahan.

Kau datang Hari Malaysia dengan semangat perpaduan
seperti melihat langit malam penuh dengan bintang gemerlapan
Jayalah Malaysia, bulan purnama kemilau cahayanya menyinari
tujuh petala langit dan tujuh petala bumi sampai akhir zaman
kekuatan bangsamu ini lahir dari saling menghormati
kebanggaan bangsamu, Malaysia, bahasamu tali dipegang
sumber inspirasi dan bahasa ilmu yang hidup ribuan tahun
kau melafazkan ikrar dan berkorban demi Kesatuan Ummah.

Jayalah Malaysia, Jayalah Malaysia, hidup Malaysia.


*Dikirimkan kepada Wadah 12 Jan 2016

Tuesday 15 September 2015

Jerebu Di Tanah Leluhur (Malaysia)(HE)(Terbit)

Apakah ini permainan Rawana telah menconteng
langit biru jernih telah menjadi mendung panjang
di tanah leluhur ini seperti mereka kehilangan mata
jerebu telah turun berlapis-lapis mengusir pandangan.

Mengharapkan hujan akan turun menghalau jerebu
bahang udara panas memulas gelisah penduduk negeri
suaramu tak selantang guntur di langit siang
jerebu di Tanah Leluhur menyilaukan matamu.

Inikah yang dikatakan inferno pelakuan manusiawi
kamu telah menyorok matari di pojok kamar siangmu
lalu malam datang menggugurkan gemerlapan bintang
segalanya kabut yang menggurungkan harapan.

Kegelisahanmu telah sampai di puncak kesabaran
kamu menunggu pertukaran angin membawanya
ke tengah samudera lautan Hindi hilang dalam misteri
lalu rombongan hewan liar meninggalkan rimbanya.

*Tersiar Di Daily Express 20 September 2015


Monday 14 September 2015

Musim Jerebu Datang Lagi (Malaysia)

Taman kanak-kanak telah sunyi
sekolah sepi dan pintunya dikunci
tiada lagi kedengaran sorak-sorai
burung-burung berhijrah di tanah asing.

Ketika ditanya pada orang lalu selepas kerja
mereka mengangkat bahu mengeryik mata
lalu menuding kepala arah ke tanah seberang
tanpa komen atau menambah sepatah kata.

Musim Jerebu datang lagi seperti tercatat
dalam kalender kerja tahunan peribadimu
ketika jerebu menguasai ruang udaramu
kau tinggal termangu membayangkan esok.

Semua bilang musim jerebu kepala kami berat
seperti tergantung di leher dan memberat di dada
nyata jerebu ini bukan hukuman dari samawi
tapi kerja-kerja tangan orang-orang tak peduli.

Makhluk Jerebu Di Nusantara (Malaysia)

Makhluk Jerebu telah menawan ibukotamu
ia perkasa  jejarinya melebar sampai mencekik
kerongkonganmu siang malam tanpa berhenti
suaramu tersekat denyut dadamu memberat.

Seperti bunyi siren telah dibunyikan
anak-anak telah dilarang keluar rumah
sekolah telah ditutup sementara waktu
makhluk jerebu makin mengganas di ruang angkasa.

Tak kira siang dan malam keadaan sukar dikawal
mahkluk jerebu diam-diam telah masuk menyelinap
di bawah pintu tiap rumah menakutkan penduduk
dan menelan udara di sekelilingnya tanpa peduli.

Sekalipun belum ada jatuh korban
tapi kebimbangan ini telah mencengkam kuat
kalau Makhluk Jerebu ini tak dikawal
ruang angkasamu dan kota-kotamu ditelan Mahkluk Jerebu.

Kalau ini terus terjadi dan tak dicari jalan keluar
akan mengganggu urat nadi dan paru-parumu
lebih cemas langitmu seperti jelapang Makhluk Jerebu
malam pun jadi panjang  kegelapan menguasai bumimu.






Jerebu Di Rongga Dadamu (Malaysia)*

Kotamu hilang dalam jerebu siang
nafasmu seperti ikan tercunggap-cunggap
gelombang udara menipis di langitmu
sampai bila ia tersorok dalam rongga dadamu.

Ia bukan jerebu perang dari letupan bom
dilontarkan siang malam dari langit bumi musuh
bukan gas beracun membunuh anak-anak dan wanita
tak juga letupan belerang dari gunung berapi.

Mengapa hujan jerebu ini ada dari tahun sebelumnya
berapa kali kita mendengar permohonan minta maaf
tapi kamu masih menjahanamkan hutan membakar
ribuan hektar terus-menerus atas nama pembangunan.

Apakah kami berdiam sedang kamu tak berhenti
tindakan dan percakapan dua perkara tak serupa
rimbamu dibakar tanpa peduli hari esok yang tragik
perubahan musim panas membakar dada tersendat.

Kami tak akan membiarkanmu menyentuh kulit
pohon rimba raya dan kamu makin ghairah
membakarnya sampai ke akar tunjang tanpa peduli
malam hanggus menggelepar dalam jerebu tak terkawal.
                                                                                                                                                                    Dikirimkan ke Berita Harian 31 November 2015
Dikirimkan ke Wadah, DBP CS 12 Jan 2016                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    




Friday 11 September 2015

Ketakutan Anak Pengungsi Malam (Boat People)


Ayah, ketika kita meninggalkan halaman rumah
aku tak menoleh sampai kali terakhir di simpang
biarkan ia tinggal dalam mimpi kepunyaan malam
bau tanah leluhurmu telah meresap dalam kalbu.

Ketika mengharung badai pasir berdepan dengan maut
aku tak pernah mengaduh dan merintih di bawah matari
angin dingin pergunungan salji atau kelaparan menusuk
di hutan tanah asing tak bersahabat dan kota-kota lumpur.

Ketika kau tanyakan apakah kita meneruskan kembara ini
di pelabuhan kecil kapal lama penuh penumpang pengungsi
aku mengangguk dan menjawabmu kita telah jauh melangkah
hatimu tiada ketakutan dan kalbu ini telah nekad pergi.

Lautan terbentang luas di depanmu dan belakangmu daratan
lalu tanganmu aku genggam dan melangkah masuk dek kapal
seperti mimpi aku tak mengira berapa lama kami terapung
tak melihat daratan, pantai dan pelabuhan Southern Cross.

Di Pulau Manus dan Pulau Nauru kami telah ditempatkan
tiada khabar bila kami akan keluar dari pulau kurungan ini
ketakutan menghantui anak-anak pengungsi sepanjang hari
menghadkan pergerakan di tanah terasing dan berpagar.


Thursday 10 September 2015

Rindu Kedamaian (Boat People)* (UB)(Terbit)

Kembali pada kedamaian bukan meletakmu pihak yang kalah
berdamai kadangkala memang tak ada keuntungan ekonomi
tapi daya bertahan, berani bersemuka memberhentikan perang
berkompromi dan berpegang pada janji, syarat persetujuan.

Permainan dan siasah perang menguji seorang Jenderal di medan
bertahan atau menyerang diperhitungkan demi kemenangan
jatuh korban tak diambil kira kalau strategi ini merugikan musuh
atau menghambur rakyat kecil menjadi pengungsi ke tanah asing.

Peta negerimu kini bertukar selamanya ketika perang meletus
berwaspada pada orang pembuat api datang dan pergi tak terkawal
sesudah api perang menjalar dan membakar hanggus tanah leluhur
jalan kembali makin terlalu kecil dan mulai tertutup.

Kau mengharapkan gerhana ini berlalu sebentar
tapi ia telah merebak jauh ke dalam kebencian dan curiga
pembalasan dendam terus-menerus sampai ratusan tahun
derita mencengkam dalam sukmamu sebagai pengungsi malam.


*Tersiar Di Utusan Borneo 31 January 2016

Wednesday 9 September 2015

Zaman Silam Pengungsi Telah Ada* (Syria)(Boat People)

Sejak zaman silam kau telah datang
cuma kau tak seperti penyu memilih pantai pasir putih
menitiskan air matamu dan menguburkan sebahagian dirimu
lalu pulang ke laut, yakin kau tinggalkan meneruskan hidup.

Memang kau bukan seekor penyu, hewan lindungan
akan pupus kalau tak ada usaha memberi perlindungan
tapi pengungsi selamanya kau hanya membawa isu
lebih kepada kebencian daripada kasih-sayang.

Walaupun kedatanganmu menuntut hak manusiawi
tapi kau tetap dicurigai di bawah langit terbuka
di sebalik kerudung dan jilbab manusia apakah kamu?
mereka menyelidik sampai kelengkang menyoal harga dirimu.

Sejarah keluargamu seperti keratan-keratan kertas
yang dilekatkan di dinding dibacakan semua orang
desa Selatan Somalia, banjaran Arakian, badai jerebu Syria
dan wajah-wajah pengungsi yang kehilangan lubuk.

Panggilan mereka dengan kasih-sayang
gelombang lautan pun telah memberi isyarat
alam raya yang melihat penderitaan pengungsi sejagat
mengingatkan tanah daratan saksi abadi keperihanmu.


















Damai, Damai Di Langit Dan Bumimu (Boat People)* (UB)(Terbit)

Kalian tak terfikir untuk duduk bersama dan berdamai
bukankah jalan terbaik itu berdamai dan berkasih-sayang
menyatakan kepada dunia kami tak ingin peperangan
biarkan angin samawi turun menyejukkan kalbumu.

Cukup. cukup sudah penderitaan yang membunuh
anak-anak dan ibu berjatuhan di tanah peribumi ini
terporok di terowong-terowong gelap tanpa sekolah
malam penuh igau, mimpi ngeri dan menyeramkan.

Kau, benih terbaik ribuan tahun hidup dalam takaran waktu
kalau kau dibuangkan ke pulau tumbuh menjadi pohon sena
di padang pasir kau, oasis dan air zam-zam jernih dan manis
melepaskan dahaga musafir yang singgah dari kembara jauh.

Masih butakah kau, tak mengenal jalan pulang yang terbaik
cahaya yang kau lihat dari menara itu turun dari bulan purnama
apa kurangnya tradisi dan keindahan tanah gembur Rasulullah
kemanisannya cukup menghilangkan dahagamu sepanjang zaman.

*Tersiar Di Utusan Borneo 31 Januari 2016






































































































































































































































































































































































































































































































































Hentikan Perang (Boat People)* (HE)(Terbit)

Kau hanya menerka jawaban yang tak ada
dirimu sendiri tak berdaya menemukan jawaban
menerima segalanya dan pasrah pada ketentuan
pilihan masih ada pada tanganmu sendiri.

Malam makin gelisah dan ketenanganmu dirompak
perang dan maut merebak cepat pada hutan kering
lalu membakar hanggus semua kota peradaban
yang tinggal puing-puing tamadun masa silam.

Kamu adalah permata yang hilang di zaman gerhana
mengapa kalian diam seperti batu kerikil di jalanan
sedang saudaramu tenggelam dipukul gelombang
dikurung dalam Pusat Pemulihan tanpa tarikh keluar.

Badai pasir dan genderang perang masih dipalu
mereka tak pernah puas di meja perundingan
merayau ke sana sini sebagai algojo dari cerita purba
tanah leluhur digenangi sungai darah saudara sendiri.

*Tersiar Di Harian Ekspress 13 Disember 2015


Harga Diri Seorang Pengungsi (Boat People)

Ke mana saja tubuh ini terbawamu
sekalipun terpelanting ke lembah gunung
terlantar di tanah khatulistiwa atau negeri salji
kakimu tak akan berhenti melangkah.

Memang kami pengungsi kehilangan tanah air
itu bukan kemahuanmu merempat di tanah asing
pilihan terakhir meninggalkan yang kau cintai
terbuang di tanah asing tak pernah kaumimpikan.

Kalian seperti debu yang terbawa ribut perang
lalu berteburan membawa diri dan keluargamu
sekalipun begitu kalian masih tetap ada maruah
harga diri seorang pengungsi bukan abdimu.

Seorang ayah adalah pelindung keluarganya
ketika ia dihadapkan dalam satu kemalangan
sukmanya bagaikan pecah impiannya hanggus
anak dan isteri yang dicintai ditelan gelombang.


Pemilihan Bukan Atas Nama Ugama Dan Bangsa (Boat People)

Pada matamu ada cerita yang tersembunyi
tiap wajah membayangkan maksud
membacamu seperti melihat perubahan langit
mengharapkan datangnya hujan di bumi kering.

Kau yang menonton sukmamu tersentuh
air mata kemanusiaan mengalir tanpa dipaksa
dari lidah pemimpin negara menjanjikan
pintu masuk dan pantai untuk mendarat.

Mereka berjanji menerima dan tambah bilangan
tiket pengungsi jalan sehala ke tanah asing
yang terjerat dan ditahan di Pusat Pemulihan
masih mengharapkan purnama turun di tapak tangan.

Pengungsi malam berdatangan seperti kelkatu
di bawah pintu tanpa wajah mengharapkan
kau usah memilih atas nama ugama dan bangsa
lalu menutup pintu pada yang lain dengan keras.                              

Tuesday 8 September 2015

Di Pojok Bumimu (Boat People)

Seperti melihatmu serangga yang menimbun
di atas dek kapal Vlora pelabuhan di tepi kota
kau tak melihat ada orang yang melambai
atau penghantar yang membawamu ke sana.

Mereka semua ingin berangkat  ke mana saja
asalkan meninggalkan jauh dari jerebu perang
wajah-wajah lesu dan terbuang dari tanah leluhur
mengejar sinar langit di pojok bumi terasing.

Dalam perjalanan maut entah terdampar di pantai
tersasar di pergunungan salji ke jalan buntuh
suaramu jauh mendayu-dayu supaya pintumu dibuka
tiap perbatasan dilangkahi kau diburu seperti hewan.

Ketika kau membuka pintu masuk ke halamanmu
langit bagaikan penuh dengan bintang gemerlapan
jauh dari gelora samudera lautan dan buruan anjing
pengungsi malam telah tiba tanpa permaidani merah.


Sunday 6 September 2015

Pengungsi Syria di Pelabuhan* (Syria) (Boat People)

Tiada yang bilang hari ini kiamat akan tiba
kapal terakhir di pelabuhan belum berlepas
penumpangnya adalah pengungsi yang nekad
yang lain seperti barang buangan menunggu.

Hanya satu dalam kalbu suaka di bumi baru
di belakang api perang masih terus menyala
membakar dan segalanya menjadi jerebu tebal
badai angin mengheret dan menerbangkan segala.

Di pelabuhan ini Bathera Nuh masih menunggu
kapasiti penumpangnya telah lebih dari muatan
tak ada telinga yang mau mendengar perintah baru
ini jalan sehala dan tak ada kapal lain di pelabuhan.

Pengungsi berdatangan ke pelabuhan siang malam
Kapal masih belum berangkat kini telah terlalu sarat
walaupun mereka masih kelihatan rindu pada halaman
tanah leluhur dan desa pergunungan turun-temurun.





Southern Cross Terselindung Awan Mendung (Boat People)

Kota-kota Tamadun telah runtuh jerebu meluap ke atas
lalu merata ke tanah leluhur ledakan tak juga berhenti
seperti sarang kerangga terganggu pengungsi menyerbu
tanah perbatasan dari segala penjuru siang dan malam.

Kalian berpandangan matari meletus dalam sukma
wanitamu berjilbab mendokong anak meluru ke depan
otot-otot dan sendimu ingin mengalah berhenti melangkah
malam musim kering pelipur-laramu hanya membabat jiwa.

Dalam mimpimu kau melihat raksasa pada langit
pintu di pojok seperti gua panjang tak ada akhirnya
bintang Southern Cross terselindung awan mendung
bendul waktu tak berhenti menguji pengorbanan diri.

Usah umumkan surat perintah supaya mereka berpatah-balik
ke manapun anak-anak dan wanitanya umpan pengorbanan
padamu diingatkan bukalah laluan dan pintu masuk terdekat
singkapkan langit kemanusiaan dan pohon-pohon harapan.




Saturday 5 September 2015

Pengungsi Di Kepulauan Canary, Laut Mediteranean, Selat Melaka, Pulau Manus Dan Nauru (Boat People)

Katamu pada suami, 'Bang, aku takut pada laut.'
pada malam itu ada rahsia belum sempat dibisikan
bot telah berlepas nafas gelombang membuka rahangnya
kau telah meninggalkan pelabuhan sukmamu terseret.

Tiap detik adalah pertarungan dengan maut tanpa sembunyi
Kepulaua Canary di waktu malam hanya setitik tenggelam timbul
Laut Mediteranean dari masa silam mitos Homer masih bergolak
pengungsi malam  yang terbuang di Pulau Manus dan Nauru.

Di Laut Selat Melaka kalian berhanyut kehilangan arah
Sempadan telah dilangkahi keberanian ini tak ada jalan pulang
pengorbanan masih didambakan ketika datang perubahan iklim
sukmamu merdeka meskipun pertarungan telah dipersiapkan buatmu.

Ketika jeraji didirikan dan pintu masuk telah ditutup
kalian tetap bertekad mendaki gunung dan mengharung laut
membenarkan ceritamu dan kezaliman di tanah leluhur
di tanah bersahabat menyambutmu dan membaca mata sukmamu.







Kini Di Tanah Hungary Mengetuk Pintu Austria (Boat People)

Dingin gunung  ke lembah menusuk sampai ke tulang
berapa sempadan telah kau masuki memburu mimpi
kau tak peduli lapar dan haus, cuaca dan layanan buruk 
yang lain membawa mimpinya terdedah di siang hari.

Sekarang kau tak sendiri kerana ramai berdatangan
tiada pohon berlindung dirimu bagaikan telanjang
wanitamu mendakap bayi derita ini dikandung bersama
kejayaan di pintu akhir bermakna langit bumi baru.

Sekali peluang itu datang bergolek ke arahmu 
kau harus bingkas berdiri dan merebutnya sendiri
malam dan siang seperti tak pernah letih dan sakit
di sini mereka berkumpul memadu kekuatan terakhir.

Mereka cemas ke arah mana perjalanan ini selanjutnya
dipulangkan kembali jauh dari impian mereka sekarang
sepasang keluarga berjalan kaki meninggalkan Budapest
masing-masing ingin di baris paling depan di pintu Austria.




Tanah Germany Masih Jauh (Boat People)

Akhirnya diam tinggal kau sendiri dalam kepekatan malam
ketakutan mulai menyerap ke dalam urat nadi dan sukma
malam telah menjadi benang kusut yang melilit tubuh ini
kau merontah sekuat tenaga terasa ia telah menjadi tali jerat.

Ini adalah pertarungan hidup mati di hujung mimpi
kau berdepan dengan maut datang dengan sayap gelombang
di saat perhitungan dan cemas hanya kau dan Tuhanmu
gelombang nafasmu cuba melafazkan doa terakhir.

Kau masih tak ingin dikalahkan sebagai pengungsi yang hilang
esoknya hanya ditemukan tubuhnya hanyut di tengah laut
tiada apa-apa yang kau inginkan selain ingin hidup
di bumi leluhur kau diusir seperti anjing jalanan dan tak berharga.

Mimpimu tak akan dapat mengapung dan mendorongmu
Tanah Germany masih jauh untuk mengapainya
airmatamu tak akan menyelamatmu di saat-saat cemas
lalu malam raksasa gelombang samudera menelan mangsanya.



Terapung Di Laut Mediteranean (Boat People)

Terapung di Laut Mediteranean memburu sekelip cahaya
harapannya menjadi komet yang hanggus di kaki langit
sayap gelombang telah mematahkan keberanianmu
dan mendamparmu di pantai pasir putih Tanah Asing.

Kau telah meninggalkan Tanah Leluhur menuju matari tenggelam
kedamaian sukmamu telah lama sirna dan penyesalanmu
kau tak akan kembali dan desa yang kau lihat dalam ingatanmu
kini hanya puing-puing, sunyi, kosong dan ditinggalkan.

Langkahmu tak berhenti dan kalau ada mimpi hanya satu
ada pintu masuk dan keluar tanpa dirimu hilang kehormatan
suara-suaramu tenggelam-timbul dalam jerebu siang
ramai terkandas di khemah-khemah Pelarian selamanya.

Mereka yang punah digulung gelombang samudera
lautan adalah tempat bersemayam abadi tanpa nisan
tiap kembara hidup ini terkandung kemanusiaan sejagat
duka-lara dan tawamu hadir dalam mimpi gerun European Union.









Thursday 3 September 2015

Hari Kebangsaan (Kemerdekaan)

Usiamu dan usia kemerdekaan hampir sebaya
jatuh bangun hidup dirimu sendiri menjadi saksi
musim silih-berganti kita menanggung bersama
kita tak pernah putus asa atau mengeluh.

Kita telah keluar dari gua melihat matari penuh
meninggalkan rimba tolol dan tahyul ke siang hari
kemenangan ini hadiah samawi yang dilindungi
dan tidurmu dihinggap burung mimpi

Matari gemilang memberikan padamu kekuatan
ketika kau dilanda gempa gunungmu tetap anggun
gelombang lautmu yang menerjang tebing dataran
masih bertahan dari erosi keruntuhan dan

Kalau mereka datang dengan fikiran lingkaran syaitan
menebang pohon-pohon kebanggaan dan harga diri
melenyapkan kerukunan sebuah rimba raya
mencipta malam panjang merampok kesatuan bangsa.

Langit jerebu telah memasuki halaman rumahmu
langit malam telah memberikan inspirasi padamu
gempa di kalbumu turun berulang-kali mengingatkan
Hari Kebangsaan dalam minda dan sukmamu abadi.






Di Perbatasan Macedonia (Boat People)

Anakku dan isteriku, aku senantiasa berada disampingmu
Kita telah bersama berjalan jauh sekali dari tanah leluhur
penderitaan kita hanya akan berakhir ketika melangkahi
sempadannya yang telah dipasang kawat-kawat berduri.

Kami melihat dan dapat membaca suara hatimu
kesengsaraan kita tak seberapa kerana bersama
perjuangan ini harus sampai ke garis terakhir
kemenangan ini hanya kita raihkan sekeluarga.

Siang yang penuh rahmat matari harapan saksi
para pengungsi telah bersatu padu menjadi kekuatan
polis Macedonia berusaha menolak pengungsi balik
pengungsi menemukan lubang benteng yang pecah.

Mereka makin mengasak jauh ke dalam
sedikit  lagi mereka akan melangkahi sempadan
Inilah hari beruntung buat kami kalau tak sekarang bila
seperti pintu yang ternganga mereka merempuh keluar.

Di tanah lapangan hari bersejarah ini
seperti semut yang menguasai tanah lapangan
ayah mengendung anaknya berlari di depan
isteri memegang lengan suami melangkahi sempadan.

Matari siang puas melihat dari singgahsananya
kemenangan tanpa bendera berkibar di udara
mereka pun tak menanyikan lagu kebangsaan masing-masing
dan tak ada keramaian dan pesta makan-makan.

Malam itu seorang ayah, anak kecil dan isteri
menyedut udara malam sepuasnya di bawah pohon Zaitun
melihat gemerlapan bintang di langit malam
memandang tanah Eropah dalam mimpi.



Anak Syria di Pasir Pantai Putih Eropah* (Syria)(Boat People)

Ma, aku tak tau kau sedang berada di mana
di tengah badai kau melepaskan dakapanmu
gelap dan dingin air lautan menyedutku jauh
nafasku tersekat air memenuhi rongga dada.

Aku tak melihatmu ke mana kau dibawa pergi
jelas kekalahan ini tak tertebus dan menyerah
suaramu berhenti bergema dan kesabaranmu 
bintang di langit malam telah mengabur jauh.

Ma bilang aku akan tumbuh jadi dewasa
dan akan membela ma sampai ke hari tua
di tanah impian ini akan bermula kehidupan
kemerdekaan dan perjuangan hidup santun.

Ketika lautan telah tenang kembali
siang pun datang membawa khabar
nasib pendatang malam terdampar
dan lain terapung  dibawa ombak.

Aku tak tau kau di mana sekarang ma
di pantai pasir putih ini pengawal pantai 
telah menemukan mereka tak berjaya 
mengenapkan mimpi dan harapannya .

Aku anak Syria yang tak bernama itu
meniarap dan kepala miring sedikit 
di atas pasir putih di pantai Tanah Eropah
tubuh ini, adalah bangkai mulai membusuk.





Sunday 30 August 2015

Mengenang Kalian (Kemerdekaan)

Saudaraku, aku masih dalam kamar ini
cuba menulis bait-stanza puisi terakhir
panas malam menitiskan keringat
gema suara terpendam dalam sukma.

Aku manja pada kata-kata
membiarkan mereka terbang bebas
samasekali tak membatasi gerak
di ruang langit yang terbatas ini.

Ia seperti kucing yang lincah
adakalanya cakar  dan gigitan manja
melukai sedikit pada kulit tangan ini
walaupun ia tak ingin berlaku zalim.

Sudah lama aku tak mendengarmu,
malam merangkak di atas tubuh ini
dan membaling butir-butir bintang
aku merasa seperti ditelan purnama.

Lepa-lepa Di Laut Merdeka (Kemerdekaan)*(Jendela, DBP CWG Sabah)

Lepa-lepaku telah berhias dan berwarna-warni
sukma jurangan membaca laut langit senyum
seperti hamparan sutera air ombak di tepian
anak kapal menurunkan sauh melambai daratan.

Di pelabuhan malam bunga api di pusar langit
pidatomu di titian zaman saat komet meletus
perjuanganmu tak akan berhenti di persimpangan
setelah ini kabus terangkat kebenaran tersingkap.

Sudah bertahun Juragan mengharung  laut
permainan gelombang tak pernah redah
badai angin bergelut dengan sukmamu
tapi, kau tak akan pernah dikalahkan.

Di laut Merdeka lepa-lepaku berlenggang
dan belayar terus menuju purnama penuh
malam berdaulat ini kita akan melafazkan
sebuah kata besar pada sebuah bangsa Merdeka.

*Dikirimkan ke akhbar Harian Express 11  November 2014
*Dikirimkan ke DBPCS 12 Jan 2016
*Disiarkan oleh Jendela, Bil. 44, Jun, 2016, DBP CS


Saturday 29 August 2015

Deklamator Puisi Merdeka* (Kemerdekaan)

Namamu telah dipanggil datang naik ke atas pentas
melangkah dengan dastar segak penampilan tradisi
malam panas khatulstiwa berkumpul para deklamator
bintang-bintang berserakan bulan membawa pesan.

Kaulafazkan bait-bait puisimu gaya seorang pendekar
kata-kata berhamburan seperti lembing dan bujak
penonton telah terangsang dan menunggu asyik
mulut ternganga mata terpaku pada sang deklamator.

Tangan deklamator terangkat ke atas dan mengayakan
suaranya turun naik penekanannya segaja dibesarkan
darahnya bergemuruh dan sukmanya tercabar
lebihkan ayat-ayat retorika demi menghilangkan bosan.

Kegilaan penonton makin hebat dan jiwanya merontah
malam berkeringat mulut penonton bercelaru tak puas
puisi merdeka telah menambat jiwa penonton
ketika meninggalkan pentas penonton masih bertepuk.

*Dikirim kepada Daily Express 26 March 2016

Sumpah Dan Perjuangan (Kemerdekaan)* (NST)(Terbit)

Kita berjuang demi kelanjutan hidup terus
tiap bangsa telah merdeka dari malam panjang
tak ingin ketinggalan dari masa silam yang pahit
sebagai ingatan dan ujian satu bangsa merdeka.

Lihatlah pada langit yang memperingatkan
tiap gerak di rimba raya memberi isyarat
dan bumi kau berpijak ini resah dan gundah
semangat perjuangan harus kembali pada tujuan.

Harapan dan mimpi tak akan pernah tercabut
perjuangan ini rahsia bumi dan tiap gerak
peringatan pada sumpah yang terucap dan
dinding sukmamu tak akan tersentuh musuh.

Malam ini mengucapkan ikrar dan setia
langit dan tanah leluhur ini menjadi saksi
sumpah merdeka dan perjuangan akal budi
ketaatan satu rumpun bangsa Malaysia jaya.

*Tersiar Di New Sabah Times 13 Disember 2015




Berkumpul Anjing Jalanan* (Kemerdekaan)

Malam itu malam yang ribut di sini
ketenangan malam telah terganggu
anjing-anjing berkeliaran berdatangan
di hutan bukit dan jalan-jalan sepi
keluar masuk ke ibu kota dan luar kota
gema ngonggong sahut-menyahut
keriuhan luar biasa di bumi leluhur.

Ketenanganmu kini telah pun tercabul
seperti telah mengundur ke dalam gua
gendang telingamu seakan tertusuk lidi
ini jelas bukan keramaian dan perayaan
tak ada siapa pun sekarang ini berpesta
suasana di sekeliling tegang dan panas
alam hanya memerhatikannya dari jauh.

Perkumpulan anjing-anjing jalanan
telah banyak sejak beberapa hari ini
isyarat melenting ke sana ke mari
tak ada awan mendung di langit pun
tandanya belum ada hujan akan turun.

Laut tenang debu jalanan diterbangi angin
pintu-pintu rumah telah lama ditutup
jalan kosong dan halamanmu santai
apakah ini hanya siren tanda ujian
supaya kau berjaga sepanjang malam.




Wednesday 26 August 2015

Menyambut Kemerdekaan Bangsa (Kemerdekaan) (UB)(Terbit)

Kaukumpulkan selangit kata-kata menjadi doa kemerdekaan
bukan hanya rimbunan kata-kata yang kosong dan berupa-rupa
ia lahir dari kalbu yang sedar dan damai mengalir jernih
kumandangkan rasa syukurmu di menara putih yang tinggi.

Gema suara kemerdekaan biarkan sampai ke samawi
lalu mengetuk pintu-Mu memohon rahmat dan kurnia
jayalah Malaysia, sepanjang zaman negara makmur
tanah peribumi melahirkan pemimpin bangsa yang amanah.

Makmurlah. Malaysia, lembah gunungmu yang permai
rimba raya dan lautmu inspirasi sezaman kedaulatan bangsa
kasih-sayangmu pada gunung dan sungai mengalir
pemuliharaan alam sekitar, kehidupan habitat dan hidupan liar.

Kemerdekaan membawa udara segar dan kedamaian nusa
minda dan sukmamu diperkayakan dengan firasat berfikir
di bawah matari siang kita bekerja dengan tangan sendiri
malam tenang doa-doamu kau lafazkan bersih dari angkuh.

Makmurlah Malaysia, cinta dan jiwa kemerdekaan telah sebati
kau tak akan berhenti dan merasa puas malah melangkah terus
kemerdekaan ini adalah hak bangsa dan lambang kebebasan
semangat kebersamaan, berjiwa besar sebagai bangsa merdeka.

*Tersiar Di Utusan Borneo 6 September 2015

Monday 24 August 2015

Merdeka Jiwa Merdeka (Kemerdekaan) (UB)(Terbit)

Dalam Jiwa Merdeka ada ingatan kau pada rimba raya
gemuruh lautmu dari cemar dan petualang samudera
kerana terlalai hilang dalam tanganmu di depan matamu
ketika tersentak sedar ia telah pupus di tanah peribumi.

Kemerdekaan ini adalah rahmat turun-temurun
langit saksi, di tanganmu amanat telah diserahkan
kau tak akan sendiri ketika kau diterjah dan didorong
lalu mereka pula menumpahkan dawat ke langitmu.

Ketika kau telah melihat rimba rayamu musnah hanggus
kau tak akan melihat saja tanpa datang sebagai pelindung
ketika kau melihat hidupan liarmu didera dan dizalimi
lakukanlah kebijaksanaan menyedarkan warga peribumi.

Jiwa Merdeka padamu pelindungan tiap sukma
kemenangan ke atas kebohongan yang merugikan
perjuangan membuka pintu-pintu kebenaran yang nyata
memberikan harapan pada tanah peribumi dan warganya.


*Tersiar Di Utusan Borneo 6 September 2015


Kesatuan Bangsa Merdeka (Kemerdekaan) (UB)(Terbit)

Kau tak ingin melihat gelombang melanda tanah peribumi
meratakan tanah dan air lumpur sampai ke dalam mimpimu
suara rimba raya bergema jauh ke dalam lembah gunung
di langitmu burung-burung mengembangkan kepaknya.

Kesatuan bangsa bukan suatu khayalan atau pidato retorika
benih yang tumbuh dari tanah gembur di bumi peribumi
akar tunjangnya menjalar dalam dan mencengkam kuat
tak akan mudah terbongkar dan tercabut untuk ribuan tahun.

Kemerdekaan ini hadiah dari samawi pada anak bangsa
airnya akan terus memenuhi perigi kemerdekaanmu
pada tamu yang meminumnya senantiasa jernih dan manis
sekali teguk terus meminumnya sampai dahagamu hilang.

Jangan sedikit pun titik  keraguan di dalam kalbumu
kesatuan bangsa adalah nadi yang menggerakkanmu ke depan
kita tak boleh berhenti hanya melihat purnama dari jauh
malam ini kau meraihi kemerdekaan dan mengecap nikmatnya.

*Tersiar Di Utusan Borneo 6 September 2015






Melangkah Dengan Sukma Merdeka (Kemerdekaan) (HE)(Terbit)

Kalau ada yang ingin menyembur jerebu di langit merdeka
kau tak akan duduk diam dan melihat tanpa memperingatkannya
ada yang ingin membina tembuk-tembuk besar dan tinggi
supaya kita senantiasa terpisah dan curiga antara satu sama lain.

Mari kita melangkah dan bahu-membahu dalam kembara merdeka
sesiapapun tak diketepikan menjelang hari kemerdekaan ini
Mengapa ada ingin menggelapkan matamu supaya tak dapat melihat
jauh di sudut hati ada tersembunyi bara api ingin menyala.

Di bumi merdeka kita bergelut cahaya ini tak akan dapat ditampan
kita melangkah dengan sukma merdeka penuh ghairah
amanat pengorbanan ini akan terus menjadi lambang perjuangan
Rimba Raya di tanah Peribumi dan lautan kepulauanmu selamat.

Kemerdekaan ini memperingatkan setengah abad telah berlalu
perjuanganmu masa lalu tak akan dilupakan dalam doa-doa
ketokohan dan jiwa bangsamu dikenang di malam kemerdekaan ini
kita tak akan berhenti di sini dan hanya melihatmu kehilangan arah.


*Tersiar Di Daily Express 30 Ogos 2015






Kemerdekaan Ini Persaudaraan Kukuh (Kemerdekaan) (HE)(Terbit)

Kita tak sedar waktu telah mengalir turun ke lembah
yang kita tinggalkan di belakang menjadi halaman sejarah
dan mereka  menafsirkan sendiri peristiwa-peristiwa itu
lahirlah rembulan dan bintang-bintang bertahta.

Kau tak akan pernah menyerahkan kemerdekaan ini
di tangan-tangan petualang malam derhaka dan durjana
kemerdekaan ini adalah amanat dan warisan turun-temurun
bukan kepunyaan satu suku dan kaum tapi rakyat Malaysia.

Mengapa menaruh curiga pada kata dan tindakan
kesepakatan telah tumbuh dan berakar tunjang di bumimu
kita tak akan membiarkan laut dan pulaumu diceroboh
langit dan bumimu adalah lambang ketahanan bangsa.

Kemerdekaan ini rangkulan kasih dan persaudaraan kukuh
hak kita akan terpelihara dan tiada yang merasa dibawahkan
kita bergerak dalam satu kembara sama cita dan rasa
Kemerdekaan ini tak akan menjauhkan dan memisahkan kita.

*Tersiar Di Daily Express 6 September 2015

Merdeka Di Bumimu (Kemerdekaan) (NST)(Terbit)

Kau dewasa di bumi leluhurmu
kemerdekaan bangsamu tak jauh dari tahun kelahiranmu
sayapmu telah tumbuh dan otot-ototnya telah kuat
mengharungi langit dan bumi merdeka.

Ketika kau menjerit merdeka dirimu telah melangkah jauh
meninggalkan rimba tahyul dan ketololan
kau bisa belayar dan menghadang lautan samudera
melawan ribut dan mengemudi kapalmu sampai ke pelabuhan.

Bila malam tiba kau tidur dan bisa bermimpi
tentang galaksi dan orbit baru dan kemahuanmu tanpa sempadan
mata sukmamu membaca isi bumimu dan angkasa raya
kalammu tak berhenti menulis dan menafsir kebesaran-Mu.

Kemerdekaan mendorongmu ke depan meninggalkan kegelapan
kau tak berhenti merapatkan kesatuan dan kemakmuran bangsa
memacu kudamu sampai ke garis penghabisan
merdeka bermakna membebaskan dirimu dari kemiskinan.

*Tersiar Di New Sabah Times 6 September 2015

Sunday 23 August 2015

Kemerdekaan , Kemenangan Abadi (Kemerdekaan)

Kau lahir sebelum merdeka dan mereka yang lahir selepas merdeka
mengenangkan kemerdekaan ini adalah lambang kesatuan bangsa
melepaskan diri dari belenggu penjajah dan petualang bangsa
kemerdekaan ini, kemenangan abadi perjuangan sampai kiamat.

Kau melafazkan ikrar dan menyanyikan lagu kemerdekaan
benderamu berkibar di langit damai dan di bumi merdeka
bangsa ini tak akan dikalahkan dan menyerah pada gelora ombak
taufan badai pada malam sengketa yang turun memusnahkan.

Kemerdekaan ini telah tumbuh berakar tunjang di dalam sukma
tiada siapa yang bisa mencabut atau menumbangkan inspirasi ini
ia mengalir dalam darah jantungmu sampai ke serambi halus
lalu terbang ke langit malam menjadi bintang-bintang gemilang.

Kemerdekaan ini bukan diciptakan atas cerita khayalan belaka
tapi perjuangan dan pengorbanan tokoh-tokoh sedar bangsanya
dan ia tak akan berhenti di sini kerana keagungan bangsa ini
akan terus dipelihara dan dilindungi dari generasi ke generasi.






Maruah Bangsa Merdeka (Kemerdekaan)

Kau tak akan melemah sekali pun yang datang
angkara manusia mencipta ribut taufan khayalan
selangkahpun kau tak akan berganjak menyerah
maruah bangsa merdeka tetap terpelihara selamanya.

Sungguh kau tak akan bisa memalukan aku di khalayak
dalam majlis atau di dewan debat tujuan menjatuhkan
malam derhaka tak bisa bertahan lama di tanah merdeka
apa lagi ingin menghapuskan impian dan mimpi bangsa.

Usah pernah berkata kau akan melupakan ikrar kemerdekaan
kau tak membiarkan siasah  pada malam durjana itu
menghapuskan gema suaramu berkumandang di langit merdeka
kemenangan bangsamu akan terus berkibar di bumimu.

Kita mencipta bumimu yang selamat dan damai
langitmu  melahirkan inspirasi sepanjang kurun
malammu tak akan gundah dengan mimpi-mimpi buruk
yang mereka ciptakan di siang hari di bawah langitmu.





Doa-doa Kemerdekaan (Kemerdekaan)

Kau memperingatinya dengan doa-doa dan Zikirul-Allah
kemerdekaan ini terlalu besar makna pada tanah peribumi
di sini kami dilahirkan menjadi gunung-gunung bertahan
dan kalbu kami tak akan pernah derhaka pada rimba raya.

Langitmu yang terus menurunkan hujan Khaltulistiwa
sungai-sungaimu nadi kehidupan yang mengalir tak berhenti
dalam doa kami tak akan merelakan makna kemerdekaan ini
tercemar ketika kami sedar binatang liarmu telah pupus.

Kami generasi bukan dari golongan pendera dan kejam
kemerdekaan ini meniup kasih-sayang dan kesatuan ummah
jangan terjebak pada kemarahan yang menukar arah
membawamu pada malam panjang mencipta raksasanya sendiri.

Kepada-Mu kami kembali dengan kepala bersujud dan air mata
Engkau Maha Mengetahui yang tersirat dalam jiwa-raga kami
ketika kami meraih kemerdekaan ini kami menadah tangan berdoa
keselamatan dan keamanan bangsa dan negara ini adalah amanah.


Saturday 22 August 2015

Kemerdekaan Masih Dalam Doa-doamu (Kemerdekaan)

Kau sebenarnya tak terlintas menampal protes di dinding batinmu
apalagi turun ke jalanan seperti orang mengamuk di tengah keramaian
sudah lama kau memilih berdiam diri atau mengundur dari acara resmi
langit yang kita lihat tak secerah dulu kini diliputi jerebu tebal tiap penjuru.

Jangan cepat menuduh dan menjatuhkan hukuman hanya mendengar
deru angin datang seperti ribut lalu kehilangan kepala di persimpangan
kita cepat percaya cerita dongeng dari membaca sejarah yang keliru
akhirnya menjerumus mangsanya pada kanca perang berdekad.

Jalan untukmu kembali terlalu membingungkan dan bisa tersesat
terlalu banyak bertanya tak akan menjawab persoalan sebenar
hanya akan membuatmu berdalih dan tak ada keputusan di saat runcing
kedamaian kalbumu teruji untuk ke berapa kali tak mengubah tindakanmu.

Akan datang suatu saat seribu penyesalan sudah pun terlambat
tindakanmu tak membawa erti apa-apa menyulitkan situasi di lapangan
kau telah melihat sendiri segalanya akan berubah cepat dan berakhir
meskipun demikian biarlah ia masih dalam kandungan doa-doamu.







Gusar Tanah (Kemerdekaan)*

Pertembungan air sungai yang mengalir ke kuala
air laut telah memasuki sempadan jauh ke dalam
hanya waktu penentuan esok masih belum difikirkan
gusar tanah di tebing belum pulih dari semalam.

Kita belum melaksanakan apa telah diputuskan
di lubuk sukma kau lihat langit mendung terseret
di sini keramaian orang-orang beradab dan sopan
malam itu letusan bunga api menghias langit.

Memandangmu seperti alam bergerak perlahan
tanpa sentuhan kau tatap rimba tanah leluhur
langkahmu ke depan dan aku hanya melihat
sepatah katapun tak terucap dan merelakanmu.

Bagaimana kau ucapkan tahniah perutusan
dari seluruh pelosok bumi dengan bungkusan
bersama nota dan tulisan berbalut tinta emas
pidato-pidato merangsang semangat di podium.

Semua itu kau bicara pada dunia tentang langit
tetap indah sekalipun terlalu jauh untuk disentuh
siang itu perayaan dimulai pentas pun berdandan
stanza dan bait-bait kata melunsur tanpa noktah!

*Dkirimkan pada NST 11 November 2015

Sunday 16 August 2015

Cecil(Singa), Puisi Mengenangmu (Cemar)*

Cecil, kutulis puisi ini kalbu redup
kerana aku masih mengenangkanmu
dan kau telah tiada untuk membaca
apa yang tertulis dan aku rasakan.

Kematian seperti mengejutkan bumi
kepedihan dan kesakitanmu berkurun
kejahatan manusiawi terkubur dalam
jerebu kecerdikan dan kebodohan.

Di suatu siang yang longlai dan rawan
kau datang dalam satu gerombolan
mencium bau mangsa pada mata angin
atau menjejaki tapak kaki Cecil.

Walter, pemburu dengan anak panah
memang pembohong yang dicurigai
nama dan dirinya telah dicari sampai
lubang cacing tempat ia bersembunyi.

Kebelakangan ini tidur Walter gundah
seperti berada dalam inferno membakar
mimpi ngeri terus memburu diri Walter
kematian Cecil, langit sirkah penuh amarah.

Anak panah Walter menembusi tubuhmu
ia puas seperti telah memenangi tropi
lalu Walter melepaskan das tembakan
menghabiskan hidup singa kesayangan.

Walter menjadi pengungsi malam
pembunuh Cecil yang dikejar-kejar
ia cuba bersembunyi di malam hitam
gunung rimba telah henti bersekutu.

*Dikirimkan pada Harian Express 11 Novmber 2015


Saturday 15 August 2015

Memaknakan Kemerdekaan*(Merdeka) (HE)

1. Memaknakan Kemerdekaan*

Aku cinta padamu Tanah Kelahiran, Tanah Leluhur
kau pun cinta pada tanah kelahiran ini
ketika kau jauh di pojok penjuru bumi
lahirlah kerinduan dan cinta mendesak dalam kalbu
ini adalah semangat bangsa dan mengenangkanmu
dalam semangat Kemerdekaan!
Memaknakan kegemilanganmu menyanyikan lagu
sambil membosongkan dada dengan mata berkilat
memandang benderamu berkibar di langit merdeka
melihat masa depan dan  ketahanan bangsamu
kehijauan rimba-raya tunjangmu sampai ke pusar bumi.
Aku menyedut udara khatulistiwa di Tanah Merdeka
sejak silam kemakmuranmu mengundang tamu jauh
Ibn Batuta datang dengan catatan  menyelusuri selat Melaka
Laksamana Cheng Ho menguatkan bukti tamadun bangsamu.

Aku cinta padamu Tanah Kelahiran, Tanah Ibunda,
Kemerdekaan ini atas kesedaran dan pengorbanan ratusan tahun
penjajah bangsa pulang membawa khazanah cerita sendiri
Kemerdekaan bangsa tak akan bisa dikalahkan dalam takaran waktu.
Malaysia!
namamu kupanggil dalam doa-doa kudus malam tawajuh
perlindungan samawi kekal dan abadi di bumi merdeka
rahmat langit turun telah mengikat kesatuan bangsa ini.
Selangkah demi selangkah aku menerpa ke garis depan
bahasa Melayu hidup abadi menjadi bahasa ilmu dan kreatif
inspirasi dan firasatnya datang dari jiwa bangsa yang besar.
Jiwa kemerdekaan ini mengalir dalam darah anak-anak bangsa
Tamanmu  tumbuh harum, indah dan berwarna-warni
lautmu selalu tenang mengirimkan angin baik dari samawi.
Kepulauan dan tanah leluhurmu, anugerah  dan menawan pencinta
Malaysia, Tanah Airku.
Tanah leluhur, Tanah Kelahiran, aku memaknakan kemerdekaan ini
pasangan burung dari rimba jati melingkari langitmu, memeriahkan
tiap sungai yang mengalir di bumimu seperti doa-doa yang tak putus.
Kita mengucapkan cinta pada semua, tiada dendam yang tersirat.
Di bumi leluhur ini kau berbaring dan membuahkan mimpi
kemerdekaan ini, doa-doa terkabul dan perjuangan yang insaf.
Ini adalah amanat bangsa, kemerdekaan dan kedaulatan bangsa
dan doa-doa anak merdeka mengalir sampai kiamat.
Aku memaknakan kemerdekaan ini
Dengan kuntum-kuntum doa yang terpacak di dada pertiwi
perjuangan dan pengorbanan ini tak akan berhenti

tapi, terus mengalir dalam jiwa dari zaman ke zaman.

*Tersiar di Harian Ekspress 18 September 2016





















Monday 10 August 2015

Aman Dan Harmoni* (Merdeka)

Permainan apakah ini ketika aku datang padamu
melangkahi sempadanmu dan beramah-tamah
lalu di ruang sederhana ini kami berzikirullah
tanpa mengganggumu apalagi melanggar adat tradisimu.

Mengapa kau menjadi amarah dan berpaling
di bawah langit damai di tanah peribumimu
kita meletakkan harapan persaudaraan sejagat
kekerasan itu bukan pilihan kita bersama.

Kita akur menolak kekejaman dan kebiadapan
kelangsungan hidup yang aman dan harmoni
kau dan aku bisa berunding tanpa kegilaan
ruang ini ada hak Tuhan dan ada hak manusia.

Ketika kau melangkah sempadan dan masuk
aku tak akan memaksamu apa lagi melarangmu
kerana pintu masuk dan keluar senantiasa terbuka
tiada sesiapa merasa dipinggirkan atau dikhianat.

*Dikirim ke DS 16 August 2015

Kamar Ini. (Ketuhanan)

Kamar ini sederhana dan luasnya ketenangan
dekorasinya pada dinding dan lantai biasa saja
keheningan di sini mencipta suasana menyerah
kau pun terpanggil mengisi kekosongan ini.

Di sini kau bangun seperempat malam terakhir
sukmamu terbiasa membaca gerak dan denyut
kata-kata yang tercantum dalam nafas waktu
dalam rimbun firasat perjalanan seorang khadim.

Ada pintu masuk dan keluar dari kamar ini
tak pernah terkunci dan terbuka setiap waktu
berilah salam dan melangkah masuk ke dalam
bintang-bintang terkumpul menjadi cahayamu.














Pemukim Di Hujung Malam* (Ketuhanan)

Kau pernah berjanji membawa hujan ke pesisir
rimba raya, banjaran gunung dan sungaimu
rahsia malam turun bersama hujan mengalir jauh
bualmu yang melekat pada batu-batu dan tebing.

Sebenarnya suara itu dari masa silam menitis
dalam gua sukma membina kolam kenangan
kedamaian seperti genang air bergetar ramah
lalu tenang sampai suatu detik yang lain pula.

Tiap pohon berperanan sendiri dalam terompah waktu
kekuatan akar menentukan perjalanan pohon kehidupan
kerana ketika ia sihat maka kau akan melihat pohon
rendang berdaun lebar, berbunga dan berbuah manis.

Kehadiran matari tak pernah mungkir pada janji
kecuali awan mendung membawa isyarat hari itu
hujan akan turun dan menjadi banjir merempuh
bumimu ketika pemukim masih lena di hujung malam.

*Dkirimkan ke DS 16 August 2015

Sunday 9 August 2015

Kau Belum Tiba (Cemar)

Air bergulung datang melimpah jauh
turun menerja tanah di kedua tebing
matamu hanya bisa memandang saja
dengan berat menerima kekalahan ini.

Hujan masih turun di pergunungan
kekuatan air masih belum menurun
bumimu basah-kuyup semalaman
ada suara merintih di tebing sungai.

Amarahmu seperti belum berhenti
menyapu habis yang menghandang
kau mencari suaka dalam negerimu
jeritanmu terkandas di kerongkongan.

Di sebalik tanah halamanmu runtuh
jembatan terpotong dua digolong air
jalan ke desa telah terputus semalam
kau diselimuti udara dingin menusuk.

Aku masih menunggu di simpang dua
di pinggir desa menunggu kau datang
dewan serbaguna ini pun mulai ramai
tapi, kau belum tiba sejak semalam.








Saturday 8 August 2015

Mereka Mulai Berfikir. (Cemar)

Ketika diumumkan pada dunia malam itu
kau bilang kau adalah pilihan yang terbaik
namamu mulai disebut-sebut dan disanjung
sebagai pemimpin di Sungai Mengalir Jauh.

Kau mulai menyukai dirimu dengan panggilan
gema suaramu makin besar di gegendang telinga
ketika kau marah bahasamu mulai kasar
orang mendengar pun tercengang dan heran.

Pidatomu bahasanya retorika membosankan
bila peribadimu tersentuh kau seperti ikan mabuk
mulutmu tercunggap-cunggap mengertak lawan
menyumpah serana gunung dan rimba raya.

Mereka yang ikut ke awan dan gelombang laut
tak berkata apa-apa menurut tanpa menyoalmu
tapi kini orang mulai suka menyoal hasil kerjamu
kerana mereka tak boleh lagi dibodohkan atau tertipu.






Suatu Siang (Cemar)

Bagaimana aku bisa tenang melihatmu
terbaring puluhan atau ratusan bergelimpangan
di padang rumput terbuka di bawah kolong langit
kaku dan membusuk dalam waktu bergolek.

Kedamaian langit terusik dan pintu-Mu diketuk
maut mengintai dan mengherdap jatuh korban
dan tak ada orang yang menuntut atau datang
kau kembali merata ke bumi menjadi tanah.

Tiap tubuh yang terbaring mempunyai ceritanya
di lapangan ini seperti mereka tak ada pilihan lain
mereka dikumpulkan dan menerima hukuman
tanpa sempat mengucapkan pesan atau salam terakhir.

Mereka melepaskan das-das tembakan menembusi
kulitmu menusuk ke dalam otot dan daging pejal
kau melepaskan pandangan ke samawi mengucap
patah-patah doa dan darahmu mengalir sampai kering.




Friday 7 August 2015

Dalam Takaran Waktu (Ketuhanan)

Mengenangmu seperti lepa-lepa yang terlepas talinya bergerak
dalam diam arus lautmu membawamu jauh ke tengah samudera
tabir malam pun tersingkap kau melihat sendiri keramaian langit
kau terlentang di antara pulau-pulau sukmamu dan cakerawala.

Matamu redup dan terkandung rahsia hidup yang ditelan waktu
kau membaca kitab kesayangan ini di sepanjang jalan hayatmu
Ia menghiburkanmu ketika kegelapan malam ini menggurungmu
menutup semua jalan-jalan dan membiarkanmu bingung sendiri.

Kau sebenarnya seorang itaat dan pemberani di lapangan terbuka
gema suaramu telah menembusi lantai langit dan tanah peribumi
tapi kata-kata tak berakar seperti angin tanpa arah dan kulit saja
bergulung-gulung seakan mencipta halilintar dan tofan badai.

Dalam takaran waktu siang ini telah menitis menyirami rimba raya
satu kekuatan telah turun dan sungai menyempurnakan mimpimu
pada gunung kau memandang samawi dan bulan purnama penuh
matarimu naik di ufuk Barat mengirim gelombang sampai ke sini.

Tuesday 4 August 2015

Membaca Lenggang Ombak (Ketuhanan)

Kau telah lama berlepa-lepa di daerah rawan
membaca lenggang ombak laut gerak awan
pada bintang dan purnama di langit malam
tiap perjalanan meninggalkan titisan rindu.

Sepasang kasut kau pakai telah haus tapaknya
garis wajahmu bertambah dalam waktu bergeser
kau melipat-lipat sejarah awalmu dalam lugasi
lalu pergi sebagai kekasih ke negeri rumpaian laut.

Malam itu kunang-kunang menjadi cahaya bulan
kau tak menyoal sampai kapan kegelapan malam
langkahmu anggun seperti tawakal seorang khadim
datang membawa berita yang tak melukai sukmamu.

Deru angin lautan telah menggerakkan gelombang
langit telah memberikan isyarat bermula pertarungan
lepa-lepamu setiap gerak ke depan menguasai laut
rahsiamu pun terungkap dan pertanyaanmu terjawab.