Wednesday 20 April 2011

Masih* (Indah)

Sampai bila pun ia masih sebutir permata kilau-gemilau hijau
di jalan pulang antara dua bukit memandang ke depan langit sirkah
talian nafas itu masih ia berdenyut, nama-Mu madu yang menitis.

Telah ia lepaskan beburung balam meluncur jauh ke dalam malam
air yang diminum di kolam oasis masih bening dan manis
ia sebut-Mu dalam selaksa zikir dalam hening dingin bintang kejora.

Canberra
20 April 2011

Sekilas Titik buat Awang Karim Kadir (Dedikasi)


Katamu kerinduan ini bagai langit terhempas pulas debur guntur panah kilatan
di bumi mana engkau berada, derap kuda perkasamu menerobos ke jantung lembah nanar
kita tak pernah bertanya sekiranya danau itu telah tertuba, sungai mengalir gelisah kering
siapakah di tengah taufan salji kehilangan arah ketika malam tiba ia terus menyebutmu
musim kemarau telah berakhir sekarang hujan semi di pergunungan dan sekelilingmu
ayuh, apa lagi yang kau tunggu, berpegang pada takdir, terpa ke depan, semboyanmu kasih sayang
masihkah engkau ingat sepuluh kalimat yang dilafazkan, suaramu didengar di bintang suriya
meskipun kakimu masih di bumi hatimu menawan tujuh lapis bumi tujuh lapis langit pasrah
pasang telingamu pada lantai bumi, dengarlah derap kaki itu semakin dekat, tubal dan firaun hanggus
adakah satu kata yang dapat menyingkap tabir matamu dan mematahkan palang di hatimu
datanglah dengan kasih, kalimat-kalimat tertib dan sejuta kembang doa meluncur dan terjawab
bukankah musuh-musuh longlai dan tak bernyawa kerana kau lafazkan keindahan dan yang esa
mereka bisa menawan seluas wilayah, langit angkasa tapi mereka tak akan bisa menundukan
sepasang hati yang pasrah tiada Tuhan melainkan Allah, aku hanya khadim sekilas titik.

20 April 2011

Sunday 17 April 2011

Pagi (Malaysia)

Masih pagi, dua ekor ayam 
jalan berganding lalu berpisah
lalang telah memanjang
di seberang jalan di lereng bukit
dalam kolam kura-kura memandang
burung ke sasar terbang sendiri
dari rimbunan dedaun pepohonan
lincah tupai dari dahan ke dahan
di kamar ibu muda membilang hari
datangnya berita bahagia itu
angin menggerakkan
ketenangan laut beriak ke pantai
tapi, aku berkemas lagi
menunggu kapal terbang tiba.

Kota Kinabalu
18 April 2011

Warna Buat Ariah Judah (dedikasi)


Mengapa pada warna kucari makna tersembunyi
pada gemercik tari siang aku terbujuk pada warna
kutundukkan mata melihatmu dengan hati warna pada wajah
dari kembang bunga di taman, pada rimbunan hijau, laut biru dan langit sirkah
adakah kau masih di situ merenda siang mewarnakan pelangi
kata-kata yang berwarna  pada sapuan lembut dari kilatan mata
melepaskan burung merak  dan nyanyi burung tiung di persada hati
pernah kubilang suatu musim bunga kucari warna unggu dan jingga
di  sini kutemui kristal biru siang dan kudakapmu pada malam kelam
Tuhan, aku hanya bermanja pada warna, Kaurelakan.

18 April 2011

Penjual Kuih (Malaysia)

Ada dua, gadis kecil dan wanita bertudung mengucapkan salam
secebis pagi di ambang pintu, udara mundar-mandir menyapa salam
mereka sopan, santun bahasanya, aku pun bertanya kerana rindu
mata kepingin salam terjawab anugerah murni yang terucap
maaf bang tangan kiri, menyerahkan kuih sekali dengan hati mereka
salam datang salam pergi, bawalah aku biar hadir pada tiap salammu.

Kota Kinabalu
18 April 2011

Ansarullah (Ketuhanan)

Suatu pagi dikatakan padamu
alangkah murni bulan berkepak hinggap di riba
dalam zikir sujud meluncurkan titik-titik hitam
syahdu mengalir dari doa musafir
tenggelam akur pada kokok ayam jantan
di celah pohon pisang dan nangka
dicari pada hening tahajjud bukan kerana sepi sunyinya
tanpa-Mu takhta mahkota, rumpaian yang berhanyut
pada kental nafas sari waktu dihirup
siapakah ansarullah mengejar senja sirkah
sekalipun ngeri rimba, gelombang pulau,
api gunung, gempa di lembah kemarau
kerana salam kasih dan restu pengorbanan
akanku didatangimu sampai jauh
ke pelosok langit bumi yang rawan.

18 April 2011

Saturday 16 April 2011

Dua Saudara (Pasifik)

Bagaimana melupakanmu
sepatutnya kita bisa bicara
atau menyemai salam benua.
Salam pada tanah-tanah luka.
Aku terus menganyam doa.
Kau terus mendera
dan membakar rembulan
sedang ruhmu hanggus
masih kau tak peduli.
Bukankah kita masih
dianggap bersaudara,
membawa musim semi
di daerah-daerah rawan.

Honiara
17 April 2011
*Volume II

Kaca Kristal Buat Rohaty Majzub (dedikasi)


Ditanya di mana dirimu
bukankah yang
di dalam kaca kristal.
Di sini langitnya
tak ada rahsia
kerana kristal biru.
Lihatlan, dunia indah
dari kaca kristal
kerana hatinya
pun kaca kristal.
Dan diri mulai biasa
melihat dari kaca kristal.

17 April 2011

Pohon Zaitun di Tanah Palestine, buat Siti Zainon Ismail (dedikasi)


Kunci itu ada
tapi kau sengaja
melupakan jalan pulang.

Di sini pernah ada
pepohonan zaitun
berbuah banyak.
tanah di sini masih
mengenal tapak kakimu.

Rumah itu legap,
sabar menunggu
tuan yang tak pulang
rembulan dipaksa menyepi
dan nongkrong tak rela.

Biarkan mimpimu hidup
kau bawa ke mana-mana
jangan biarkan harapan menjadi pasir.

Canberra
17 April 2011


Thursday 14 April 2011

Serpihan* (Cinta)(Suasana)*

Pohon cemara kau masih di situ
senja masih bergumpal sarat
bisik puisi di tanjung masih
inai di kulit malam luntur sendiri.
Di sepanjang liuk ombak penyair
ada serpihan kata jadi huruf-huruf
terpisah dari kalimat burung balam.
Pecah santan kisah silam pasrah
wira kehilangan kata bersembah.

Honiara
15 April 2011

Nama (Pasifik)

Kalau ditanya setelah namamu tiada apa-apa
sebutkan Ahmad, lima huruf tercantum
bayangkan tanpa nama, tanpa tarikh,
tanpa bangsa dan tanpa negara.
Nama bisa silih berganti dan tunggang terbalik
sebelum pun mereka suka memanggilmu
titis embun di hujung daun,
melihat mentari dari kaca kristal
pancang gunung di langit, kicau burung kenari.
Bagaimana kalau namanya diceput
sampai tanah gembur luka hati bernanah
musuh pun punya nama
kalau tidak sebutkan satu nama.
Apalah ada pada nama
kau ditanya menggeleng kepala
kalau kau memang mau
warna, logam, asma husna.
terima kasih mama
di sungai itu aku dihanyutkan
di laut itu nama firaun tak ada apa-apa.

Honiara
15 April 2011


Tamsil*(ITBM)

Tidurlah lelapkan mata
rayaumu dibawa pulang
mari, berlabuh dalam mimpi.
Rapatkan pintu supaya
benci terkurung di luar
musuh mencari sekutu.
Pada tembuk sudah dibina
buatlah pintu kerana
ia pemisah, kami dan mereka.
Silakan masuk, pintu terbuka
ia tidak bosan mencarimu
sekalipun menjelang senja kautiba.
Di sini pula sudah lama
pintu itu terkunci
tiada pula tamu datang.
Air bening menjadi salji  cair
dari pintu masuk ke dalam
benar, kata musafir itu.
Penyelam itu sampai ke dasar
ada rahsia belum tersingkap
sabarlah kau mesti puas.
Perampuan itu mengingatkan
ada khazana belum terambil
semakin hari ia dilupakan.
Doa bintang-bintang
di pohon bergayutan
diketuk pintu marifat.

Canberra
15 April 2011

*ITBM Jun 2015

Wednesday 13 April 2011

Perdu Waktu*(ITBM)

Dunia tersingkap perlahan dan lembut
alammu di sini tenang
langit jernih azura.
Dalam mimpi matamu sebutir intan
ranum doa harum ragi bunga.
Katamu pada pulau, penantianmu itu:
nadi dari tulus kasih
sepimu bernafas mengalir
jauh ke dalam rimba malam.
Musim berganti 
genang danau hati terelus
panggilmu bagai air terjun meresap.
Di bibir malam degupmu tersentuh
rimba sanggulmu terhurai ke lautan
malammu adalah rahsiamu.
Kukirimkan harapan
pada rembulan adalah kembang mawar
sungai itu mengalir dari mata air-Mu.

Canberra
14 April 2011

*ITBM Jun 2015
*Volume II

Tuesday 12 April 2011

Mesapol, Cerita Nenek Tua (Mama)


April, 2011. Nenek tua, ke mana tak ada khabar, ia dicari dan dipanggil pulang
semak jalan ke sana masih itu juga, hutan bambu mengenalnya baik
Siti payung, nenek tua menggelarnya, berkirim pesan supaya pulang cepat.
Jalan melintas kampung lama masuk ke pepohonan cempedak, halamanmu
pohon getah di lereng bukit dendam rindu sentuhan pisaumu
di sini,  di jalan lereng ke bukit, lurah curam, keringat nenek tua menitis
di sepanjang jalan pulang kekadang nenek tua mengomel sendiri
pohon cempedak, rumpun bambu, limau kapas akur rencah nenek tua
pertukaran musim semankin menembus liang hati
sekarang kehilangan nenek tua mencatuk ria hutan pepohonan getah
suara dan cunggap nafasnya dan omelan di awal pagi kini telah tiada
apalagi salam nenek tua mengabur ikut, meliuk, lalu menjauh
kerinduan pada nenek tua kekosongan dan kehilangan hutan halaman rumah lama.
Di suatu pagi cerah, datang berita merayau-rayau mencari nenek tua
bertanya khabar dan berkirim pesan ke rumah lama di lereng bukit
kalau ketemu, kata pegawai kebajikan
katakan kepada nenek tua,  datang ke pejabat Daerah
kami ingin berbuat-bual dengan nenek tua.

13 April 2011

Bunga Melati* (Cinta)

Biarkan ia tumbuh dari tanganmu
bukan apa-apa hanya tanah empuk benih melati
kujirus air dan celik mentari
usah merasa bimbang hanya sejambang bunga
menyenangkan pada hati yang sayang
tumbuhnya memikat langit indah
bunga melati kusuntingmu
menjelang purnama
kuletak bunga melati di atas meja
kerap kupandangmu
ingatkanku hadiah dari Allah.

12 April 2011

Menukar Cara (Ketuhanan) (Suasana)*

Mengapa kita cepat menghukum
Demi enaknya  bicara tanpa diundang
Apa yang disangsikan kepulangannya
Di sini orang membuang perdu, memotong akar
Tapi bicara bagai guntur dan panah kilat
Membakar hanggus semai di ladang
Lembut bicaramu menawan hati yang liat
Doa-doa, memutar angin membawa layarmu
Ke palabuhan senja.

Kalau tak menghukum kita menilai
Alas kakinya ketika naik ke mimbar
Kerana upah begitu kau sanggup menjolok rembulan
Lagi lahanmu bukan dari kasih-sayang
Yang tumbuh adalah api membakar
Rimba hanggus tanah menjadi pasir
Langit sirkah salam benua.

Canberra
12 April 2011

Menamakan* (Cinta)

Aku bayangkan doamu di malam kemuning
engkau dinamakan kerana kasih
purnama tumbuh lahirlah suatu penantian
di situ, ada rahsia pada pohon cemara
semakin sepi rimba dirimu, menjauh ke lembah musim.

Sebenarnya kau tak pernah menjulang impian itu
kau mendodoi tentang rumpun hijau
kilatan matamu bagai langit merendah sayapnya,
lalu berdoa memaknakan tindakan
esok, janji itu genap, ia pun lahir.

Aku tamumu di sini
merenda siang dan mewarnakan
nanti mentarimu menata lahan baru
entah di bumi mana tenang sungaimu berhanyut
sekarang, aku pula menamakannya, mubarak.

Canberra
12 April 2011

Mesapol, Hidangan Kasih (Mama)

Lama kita tak ketemu lalu bersalam
Nasi dihidang kita makan bersama
Siang pun berkeringat, tanahmu masih ramah
Pada bekas-bekas jalanan di lereng bukit
Kau menerima tamu dan memberi
Di sini orang suka bermimpi
Kalau tidak hatinya disayat-sayat.

Aku terus bertanya kerana asyik
Tiada jawaban sekalipun laut biru
Senyum mekar bunga kemboja
Kami diulit rasa saudara
Waktu luntur di tapak tangan
Mengapa mengadai kasih
Lalu membuat pintu meminta upah.

Maaf, kata orang jauh
Malam ini aku pulang
Nanti aku datang lagi
Mendengar cerita dari lidahmu sendiri
Kita masih saudara
Datanglah ke rumah lama
Kerana ia mengingatkan riamu
Pada pohon bambangan dan nyanyi pohon bambu.

12 April 2011

Kasut (OZ)

Di sudut almari ada sepasang kasut
kesabaranmu seluas langit siang
kesetiaanmu air terjun mengalir deras.
Kita telah mengharungi gelombang
Jalan-jalan sunyi di perhentian terakhir
mendatangi daerah-daerah rawan.
Luka-duka disembunyi dalam derap.
Pada bintang-bintang di waktu subuh
bila senja tiba kau tak pernah bertanya
di lapangan sunyi kudirikan khemah.

Dingin hujan merembes pada debu-debu
di kulit wajah, tapak-tapak yang haus
masih kuseret langkah kaki yang lelah
menerpa ke jalan lereng-lereng bukitmu.
Malam sunyi langkah-langkah mengusik
tidur nyenyak desa-desa di pinggir pantai
atau ibu yang tua belum tidur di serambi.
Kedatangan ini gilapan kasih, aku telah
berjalan jauh mencarimu ke mana saja.

Sepasang kasut aku telah bersamamu
menjalani tanah lumpur batu kerikil
memasuki hutan liar, di sungai duka
mengharung tofan ke pulau-pulau jauh
berjengket di desa-desa tak bersahabat
di lembah pergunungan yang dilupakan.
Berpergian sendiri di tepi malam, kau
masih kekasihku, bersama menoreh
siang dan memeras rindu di celah hati.

Canberra
12 April 2011

Thursday 7 April 2011

Malam Uzla*(ITBM)


Kau telah tiba
di pelabuhan
malam mulakat
mimpi miris
mencuri lelap
di ranjang renjana
lirik  mata
tari terjang gazel
melipur lara
renjis air mawar
pada wajah malam uzla
lalu kau rincis
rindumu pada
malam merintik.

8 April 2011

*ITBM Jun 2015

Memaknakan (Iklim)(Suasana)*

Hujan telah berhenti, aku akan mengatur langkah
pesan kelelawar telah kusambut, panggilan si burung merak pula
aku mulai menafsir gerak angin, malam mubarak, tari dedaun
kusingkap siang, keindahan sempurna, cahaya berkaca
aku ingin jujur pada gerak dan nilai pada sebuah kata
aku masih bernafas maka kugauli waktu menemukan pati.
Maafkan, kelancangan sepotong lidah, kekadang aku asyik melayaninya
ambilkan bejana, biar kuminum, sebentar nanti aku berpergian.
Sebenarnya tak usah terlalu dalam bertindak, sederhana pada segala.
Akhirnya aku mengerti sepotong ayat, kalau ada pintu masuk tentu ada pintu keluar.

Honiara
7 April 2011

Hati Tamyiz*(ITBM)


Alangkah baiknya
benih-benih fikiran
tertimbus tumbuh
condong ke mentari
sekelip selaksa daya
mengangkat martabat
insan runtuh
menjadi debu belerang
yang anihnya
kita masih asyik
melepas serigala
ke dalam rimba
hati-hati luka
ketika akar ilmu
menjalar ke jantung langit
dosa-dosa pun mengepul udara
dalam pembuluh darah
mengalir harapan
dan sebuah takdir
salam malaikat
mengapa menimbus
kebenaran yang sahih
sedang hati telah tamyiz
pintu langit
telah terbuka luas
dari masa silam
tanyamu disambut
sekarang tak usah
berlakon algojo
dan pendera zaman
jawaban itu sudah tersurat
para malaikat
mundar-mandir mendoakan
para mutaki
hujan semi marifat-Mu
terus membawa
khabar samawi
ke bumi gersang.

7 April 2011

*ITBM Jun 2015

Unggu* (Cinta)

Tidurlah sayang, kutitip purnama dalam mimpimu
pancang kata-kataku memagari kerinduan yang kental
malaikat turun tamu yang membawa khabar
salam kurnia lembah hijau musim bunga.
Aku terus menenun doa kain sutera sulaman
dipilih warna unggu kerana aku mencintaimu
laut kami dipertemukan rembulan tergoda
pada sapuan langit biru dua hati bersujud.
Di lapangan ini kubuat tenda dari malam tafakur
dalam sunyi lapisan itu tersingkap satu demi satu
aku pun tak sendirian derap langkahku pasti
pesisir pohon kelapa, tenang laut biru, pantai pasir putih.

6 April 2011

Mesapol, Sapa Dan Salam, Puisi Buat Juriati Bakri


Dari pagi nenek tua menatap rumpun bambu, pohon cempedak, limau kapas
salam pada langit biru kerana mengusir awan mendung menjauh ke pedalaman
menarik nafas panjang mengendur perlahan dan terasa segar
kilat matanya pada pepohonan hijau, jalan ke bukit, semak-semak pohon getah
alam merelakan nenek tua sibuk-sibuk mendandan, menghias halaman.
'burung punai bertenggeklah di ranting itu biar nanti tamu nenek bisa melihat.
monyet bergayutlah dari pohon ke pohon, di sini selamat tak ada pemburu bersenapang.
bau hutan di waktu pagi, minyak wangi dan odor yang menyenangkan
usah bersedih pohon bambangan kalau kau tak berbuah, nenek maafkan.
wah, rumpun bambu, engkau masih sihat, sayur rebung gulai santan.'
matahari tersenyum mengenyit mata pada nenek
di anak tangga nenek berdiri puas, katanya perlahan,
alhamdulillah sambil mendongak ke langit.
ketika angin diam-diam melintas, mengusik tin-tin kosong
mencipta keramaian, kesunyian pada nenek tua terhibur
sepi lebur dalam danau sekilas.
kini masa berangkat ke bukit, biar awal menunggu dari ditunggu
di bawah pohon cempedak nenek tua menanti
matanya memandang ke bawah bukit menunggu tamu tiba.
rasa sabarnya telah kebal, alampun mengenal
sekejap-sekejap ia melihat ke arah rumah lama di kaki bukit,
semuanya siap berdandan dan berhias, tinggal menunggu tamu tiba.
nenek tua duduk, berdiri, berjalan, matahari pun kasihan,
sambil menulis-nulis di tanah pasir dengan ranting kayu kering
huruf-huruf abjad, cuba-cuba menulis namanya.
tamu masih belum datang, sabar kata angin melintas nanti kubawa khabar
embun telah lama kering matahari duduk di pundak nenek mengulang kata
ia tak mungkir janji, ia tak mungkir janji, nenek menuruni jalan pulang.
sunyi terusik sesekali tin-tin kosong bergegar ketika angin mencela
sabar kalian, tamu nenek pasti datang, dari jauh kereta datang mendekat
perlahan, mencari-cari pohon cempadak, janji penungguan itu.
sebentar nanti alam menjadi saksi, sepi hinggap pada nenek tua.
'nenek, nenek, nenek...' suara itu mendekat, nenek tua bangkit membalas
nenek fikir kau tak datang ti.... alam pun meramaikan. mereka berpelukan.
tadi ketika cucunya ke rumah lama, coret-coret nenek dengan ranting kayu
masih di situ dekat pohon cempedak.

6 April 2011

Tuesday 5 April 2011

Guru (Malaysia)

kalau kau tanya ia seorang guru
ingatan itu menerpa pantai tak beralas
berdebur, bukan siksaan bagai buah yang tertebuk di pohon
antara langit dan bumi hanya garis lintang memisah
kalau aku katakan memang aku pemalu apa lagi bertanya
bukan bulan kesiangan tapi siang kucup bunga matahari
kilat-kilat cahaya di permukaan kolam
semakin jauh ke dasar pun ada tersimpan rahsia
wah, rupanya aku sudah lupa lagu bintang kecil
kudera lembut kenangan ini
sebelum loceng berbunyi aku meriah mendengarmu
kisah kancil, arnab, kura-kura, harimau, buaya
memang, akupun sepintar, sejaguh, setangkas hero.
Lawanku berkata, mengenal huruf dan nombor menyingkap peti pandora
kerana unggun api Promotheus tersiksa.
kau mengajarku berkata benar, celakanya berbohong
sudah biasa, orang pun tak mau berkata apa-apa
kebenaran mahkota yang hilang, diminta pengorbanan.
di lembah perjuangan, kisah purba ditangiskan, kehandalan wira
kau mengusikku dengan kisah-kisah seribu satu petualangan
bila siang tiba ia meninggalkan kota tradisi pergi berburu
bila malam tiba ia bebayang raksasa tersiksa dari belenggu.
sekarang aku tak malu bertanya, masih pendengar yang baik, terima kasih.

Canberra
6 April 2011

Mesapol, Aku Mengusikmu (Mama)


Mesapol, kau tetap ramah sekalipun ia tak ingin bicara
aku mengenangmu sepanjang musim jauh sampai ke hati tamyiz
mengapa sebak terluka  kerana kasihmu ikut bermusim
biarkan tekiding silam tersangkut yang dilupa-lupakan.

Mesapol, aku masih rindu padamu, air mengalir keruh
pelanduk sudah menjauh di kaki bukit ke dalam hutan
mundar-mandir pemburu telah lama tak melenting
jerat dipasang tak dikunjung, ditinggal-tinggalkan.

Mesapol, kita tak ketemu tapi masih bersaudara
sekalipun aku datang tanpa khabar jalan sudah bertukar arah
jambatan lenggangmu dulu pernah mempertemukan sepasang hati
sungai di bawahmu mengalir membawa cerita ke laut.

Mesapol, tak mungkin kau dilupakan
aku pun ak akan berpura asing di tanah leluhur
pakis dan batang nibung masih tumbuh meliar
rumah lama ada di situ, pohon cempedak masih berbuah.

Mesapol, pohon getah tua di tanah pusaka kering satu demi satu
tapak-tapak kaki dingin pagi, bau peluh dan gemerisik rumput
atau patah ranting terpijak, jalan kecil di lereng bukit
segalanya bagaikan bercerita dalam angan dan mimpi yang menjauh.

Mesapol, bau hutanmu merangsang rindu si burung punai
pelanduk yang mengucil pulang ke rimbanya
sayang, kalau ada belum mendengar cerita si Keruhai
mari, aku akan bercerita supaya kau suka mendengar.

6 April 2011

Kenanga Dan Melati* (Cinta)


Kenanga dan Melati
kusebut namamu
dalam doa-doa perantau.

Nalurimu peka memintal rembulan
dalam qasidah rindu
nafasmu seorang qari
beralun indah berhenti tepat.
Kuletakkan 
harapan pada benua
rinduku di lautan
hati pada kejora.
Sukmanya kaca kristal
membawamu ke pintu samawi.

Kutinta bulan penuh
menggenapkan harapan.
Di kanvas ini tercipta gerak
ketenangan itu,
kedamaian sebuah tasik.

Canberra
5 April 2011

Monday 4 April 2011

Jangan Berhenti Di sini (Pasifik)(Suasana)*

Jangan berhenti, maju sedikit ke garis terakhir.
Kita selalu berkata berdoa ketika masih bisa
tiada yang dapat menundah saat-saat terakhir
nafasnya dari puncak gunung menuruni lembah
di selokan ia tenang sebentar mencari dirinya
kenanga di sisimu tetap senyum dan sabar
urat-urat matanya tenang wajah di hujung senja
ia hisap malam sampai tak bersisa dan mohon lagi.

Honiara
5 April 2011

Maafkan* (Cinta)(Suasana)*

Banyak ingin diperkatakan, aduhai, siang mengundang kasih
kau semakin lebur pada kata-kata yang luntur pada warna biru
kesurutan di pantaimu memburu angin buritan ke pulau jauh
setiap yang berdetak membawa  lamunan jauh ke pusar mimpi
katamu, kau mendambakan kejutan pada riak gelombang rasa
pejamkan mata, seribu kenangan berkerdip di sepanjang perjalanan
sumur kering beberapa dekad kini digenangi air melimpah-ruah
inikah hamparan resah dari pertemuan seribu janji di taman indah
ketika musim tengkujuh akulah tamu berteduh di bawah kepakmu
bagaimana hari-hari luka, panah-panah yang terlepas dari busur rindu
di riba purnama engkau merelakan sekalipun malammu tersayat lalu
membuka kamus memilih kata-kata yang terlonjak terbang ke langit
ini satu kurnia merentangi penjuru ke penjuru merimbun keindahan
kerana terpohon suatu pergorbanan akhirnya membunuh seorang hero
maafkan aku berlaku kejam melepaskan kenari pulang senja sirkah

Canberra
4 April 2011