Monday 31 December 2012

Pintu 2012 Mulai Tertutup (Malaysia)

Puisi ini adalah himpunan doaku yang sarat
terus mengalir dari sukma rembulan penuh
aku tak akan mengejarmu. Bawalah piala itu
ke tempat lain. Sekalipun kau bilang di dalam
ada permata nilam, zamrud, rubi, batu delima.
Kau memberikan aku takaran waktu yang cukup,
aku tak pernah mengeluh dan berputus asa. Kau
memanggilku dan aku menjawabmu. Aku telah
melakukan dalam nizam dan keupayaan seorang
insan. Kalau jalan ini dibukakan kepadaku untuk
kedua kali, aku akan berlari tak mempedulikan
senja telah mendekat malam akan turun. Aduhai,
kasut, kau masih taat, menunggu aku memasangmu
kembali. Aku rindu ke lapangan. Aku rindu suara-
suaramu selalu memberi salam dan memanggil.
Suara dari pedalaman, dari desa yang jauh, dari
daerah-daerah rawan. Aku melihat langit, biru.
Angin samudera pada malam musafir, jalan sepi
di lereng bukit di tanah asing. Dalam sukma ini,
kalian hidup, di dinding-dinding sukmaku kalian
memahat grafiti dan artefak. Aku telah pulangkan
piala itu kepadamu sekalipun tak sempurna,
aku telah menjangkau langit rimbanya, cahaya
telah turun dan menjejaki buminya. Semalam
hutan jatinya penuh raksasa, dan mitos-mitosnya
penuh dengan tahyul. Benih kalimah itu telah
ditanam dan tumbuh menjadi pohon gaharu yang
harum. Pintu 2012 mulai tertutup, impian hidup
dalam doa terus mengalir dari pergunungan
sampai ke lautan samudera. Aku mengingatimu,
Gaza dan Palestin, sekalipun hanya berupa doa
yang melucut di lidahku. Penderitaan kalian,
penderitaan sejagat, kelaparan di musim
kering yang menekan perut di sempadan yang
tak bersahabat, daerah-daerah  masih dalam
kejutan perang, kemiskinan yang menular
seperti wabak yang tak akan meredah. Mereka
menyeberangi lautan untuk memburu impian
bumi dan langit baru, yang terkandas di bumi
sendiri menyedut udara menuba dari perang
kimia. Yang masih diburu dan kejar seperti
binatang, anak-anak jalanan yang ditangkap
dan tembak. Jenayah mereka kerana makin
ramai pengacau dan pencopet di kotaraya. Ini
memalukan negara dan mengurangkan turis.
Sampah terus menimbun seluas kotaraya.
Di situ lahir dan membesar anak-anak bangsa
kehilangan hak-hak bersekolah dan tersingkir.
Malam gelap yang panjang, kita masih terus
menjadi penghukum yang angkuh, tanpa pula
menghiraukan suara minoritas dibawahkan.
Yang tinggal di keyangan tak peduli, kalau
boleh mereka akan mensasarkan mentari dan
rembulan dari langit dan menggantikan pula
langit bawah kolong dan najis-najis yang di
buang dari atas. Kau, anak segala bangsa, aku
menulis puisi ini buatmu, kerana semua asal
bumi lahirnya telanjang. Jadi, bagaimana
aku bisa lebih baik dari semua. Yang dituntut
di sini adalah keadilan. Dari zaman silam itu
sampai hari ini, yang selalu dibualkan adalah
keadilan politik, keadilan ekonomi, keadilan
sosial. Aduhai, bumiku yang tercinta, kau telah
memendam rasa sejak zaman silam. Sejak Adam
dan Hawa. Titis pembunuh darah pertama yang
tumpah, peristiwa Abel dan Kain. Sejak itu
bumi terus dibantai dan samudera bergelora
darah yang membuak tumpah dari kezaliman
dan penderaan. Hari ini, pembunuhan itu terus
dalam diam dan tipu muslihat. Di sini aku bukan
penghukum, apalagi  menghitamkan langit yang
telah hitam. Wahai saudaraku, aku bukan seorang
nabi apa lagi seorang penyair hebat, syair-syairnya
hanya degung-degung lalat di waktu makanmu,
atau degung-degung nyamuk di waktu nak tidur.
Yang sekali-sekali membuat kau tak selesa.
Malam ini aku tak turun ke dewan dansa atau
bernyanyi bersamamu dan melihat kembang api.
Puisi ini, perbualan panjang, sedang aku berbual
kau mendengarkannya. Kepadamu yang sakit
dan uzur, aku sampaikan salam buat kalian. Semoga
esok ketika kau bangun melihat mentari dan lembah
hijau dan menghirup udara segar, di pagi indah.
Kepada ummah, usah lepaskan tali Allah. Ya Rabbi,
bawa kami ke tahun baru ini 2013, tahun keamanan.

Kota Kinabalu
31 Disember 2013
*AP BBSS









No comments:

Post a Comment