Melihatmu dari dekat
terasa melihat diri ini telanjang
kekadang terlupa, rupanya
aku telah berada di halaman
sendiri.
Malam itu
aku rendahkan telinga
ke pusar bumimu
dan melihat kunang-kunang
mencari beritamu.
Aku asing di tanah ini
tak mungkin, halaman ini
aku pernah bermain.
luka lara dan
tawa masih tersimpan
antara Pulau Berhala dan
Buli-buli Sim-sim.
Di hujung jembatan
ada seorang anak melihat
purnama penuh
terangkat
perlahan naik ke atas.
Matanya tak bergerak
memandang tetap
seakan dirinya
melebarkan kepaknya
terbang bersayap ke langit
lalu hinggap di dahan rembulan.
Ketika ditemui diri redah
ia terbang
menuruni benua dan lautan.
Melayang-layang dalam udara.
Jiwanya masih ingin
merondah galaksi.
Seorang anak di hujung jembatan
tersenyum sendiri.
Laut tenang.
Kalau aku ada selaksa kata
akan disemat padamu, tiap
bintang, supaya kau dapat
menghidupkan impian.
Memang di situ, ada artifact
dan seorang anak di hujung
jembatan pernah ke sana.
Sandakan,
akan selalu menjadi pepohonan rendang
mendambakan cahaya dari tangan
yang kasih. Lalu dalam keindahan
bahasa, selalu ada harapan dan impian
dari bumimu.
Kota Kinabalu
6 November 2012
*Dikirimkan kepada Badan Bahasa Sabah Cawangan Sandakan untuk diterbitkan antologi puisi pada 6 Februari 2013
*ITBM
This collection of poetry is the work of Sabahuddin Senin. All the poems are copyright of the poet. Any publication must get permission from the poet. Most of the poems are written in the Malay language. Sabahuddin Senin is a writer from East Malaysia, Sabah.He studied at the Universiti Sains Malaysia, Penang, NIDA, University New South Wales and the Australian National University, Canberra. He spends most of his time in Malaysia, Australia and Solomon Islands. 13th April, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment