Hujan turun deras bagai pintu langit terbuka luas
di bawah jembatan ada gadis basah sekujur tubuh
air mengalir di sungai tolak-menolak tak menghiraukan
ia menyorok ke dalam gelap seperti tikus menjauhi cahaya
di situ, ia menyendiri, memohon kegelapan mendakapnya
langit hitam pekat, dalam kegelapan ada pemburu.
Ya Rabbi, aku hanyut dan terbawa ke dalam gelap.
Aba, kau menyuruhku terbang tanpa memberikanku kepak.
Air terus mencurah, dari atas jembatan mengalir ke bawah
perempuan ini duduk memeluk kedua kakinya
matanya memandang tajam goncangan deras air
menghentak tiang jembatan, tanpa ampun.
aku perempuan pribumi dipaksa meninggalkan desa.
Ya, Rabbi bukan mauku, aku tak terdaya melawan kejahatan
Aba, kau suruh aku pergi, untung sabut timbul.
Pohon rebah di atas jembatan, tanda ribut belum berhenti.
Aku jadi pembantu rumah seperti jambu muda di halaman
akulah gadis pribumi, ranum rembulan di langit mendung.
Ketika aku tak jaga, kau mencolek buah larangan
Aku tak berdaya. kau pakai tubuhku, kau menyatakan cinta
aku perempuan pribumi, jangan memanggilku nyai.
Ya Rabbi, Engkau Maha Adil dan Maha Mendengar
ampun Ya Rabbi, bagaimana aku meninggalkan-Mu.
Kera Si Hidung Merah menghisap nafasku.
Ya, Rabbi, Engkau Maha Pengampun, aku hamil
aku punya mata tak boleh melihat
aku punya telinga tak boleh mendengar.
Gelap, aku sendiri di sini, merintih nasib pada besok
ia mau tubuh ini dibawa pulang ke tanah leluhurnya
aku merontah, sabar cintanya luluh
di malam terasing ini ia datang dengan paksa
mencariku dalam hujan dan mengacu pistol!
Ya, Rabbi, dengar aku yang berdoa
kepada-Mu aku beriman
kepada-Mu kepercayaanku, mati hidupku di tangan-Mu
aku bersujud, tujuh pintu langit tersingkap, aku meraih-Mu.
Canberra
19 Mei 2012
*AP Volume 1, 2013
No comments:
Post a Comment