Friday 23 September 2011

Lelaki Tua Guadacanal (Pasifik)


Lembut Sutera Pagi
di atas bukit menghadang ke laut
Pulau Savo dan Gela jernih tanpa kabus perak
lelaki tua Guadacanal bertongkat datang menyapa.

Raut wajahnya terhimpun
cerita-cerita yang tertimbus
ranum dalam sayat usia
sekalipun begitu ia masih bisa tersenyum
kulitnya  coklat hitam berkilat
ia bersuara ramah, tangannya bergetar sedikit.

Aku lahir dua tahun sebelum
perang dunia kedua usai.
Masa meriah kemerdekaan
aku telah berkeluarga
baru tahun tadi
isteriku pulang ke alam baka.

Lelaki tua Guadacanal
anak pribumi sarat mengilap masa depan
ketika perang etnik di hujung kurun
tidur malamnya gundah dan kacau
abu perang jadi debu beringat
yang menganggu jalur gemilang.

Pekat sisa pinang dan korokua pada celah gigi
ia masih mau mendengarkan ceritanya
sekalipun mendengarnya telinga asing
rokok, katanya. Tangannya mengambil lemah
memandang ke langit,  mentari masih ramah
rokok Pall Mall dibuang pontongnya.

Mentari senyum pudar
tembakau tadi dimasukkan ke dalam berkas plastik
perlahan dan hati-hati.
Ia mengambil secerik kertas buku
menggulung tembakau
setelah puas ia mendekatkan wajah
membedik macis pada rokok yang melekat
pada bibirnya
menghisap puas, suaranya bercerutu,
diam-diam beredar.

Ia adalah lelaki  tua Guadacanal
mentari lembut, laut Guadly berkaca
aku baru mengenalnya dalam setitis lebah madu.

Honiara
16 September 2011

*Perang Ethnik antara etnis Guadacanal dan Malaitan  dari tahun 1999-2003 meninggalkan peristiwa berdarah.

No comments:

Post a Comment