Saturday 2 March 2013

Nafas Ombak (Suasana)*

Aku telah menurunkan bait-bait puisi itu
telah lama ia terbawa gelombang jauh ke
dalam lautan sukma. Debur ombak menjadi
datar dan kemudian menghilang menanti
air pasang lagi. Tidak pula kutemui pada
desir samudera, esok laut akan tenang dan
langit akan redah. Seakan hutan jati terdiam
sendiri.

Menunggu malam supaya dapat bertahan
sehari dan mengharapkan siang datang
dengan harapan kembang teratai di kolam.
Malam makin jauh dan seakan tak tergoda.
Siang pun merimbun perubahaan yang tak
dijangka.

Kedamaian langit dan hutan jati terusik
dan menetas mimpi-mimpi gerun di hari-
hari mendatang. Kinabaluku adalah saksi
melihat tebingmu bertahan dari musim
tengkujuh.

Panas laut di pesisir pantai tak selamanya.
Angin gunung akan turun dan membawa
udara dingin. Ketika panas malam menitiskan
keringat, kita pun mengharapkan hujan turun
walau hanya sebentar.

Sekali lagi kita menconteng rembulan
dan mencipta daerah-daerah rawan di bumi
pribumi.Tidakkah kau melihat apa yang ada
ditanganmu itu baik dipertahankan sampai
hari-hari mendatang. Dari melihat keindahan
di sebuah taman lalu bermimpikannya.

Waktu telah bergerak terlalu jauh untuk
kembali ke pangkal atau pelabuhan damai.
Tiap perbualan akan menjadi luapan api
belerang gunung berapi dan bumimu
terangsang bergetar.

Terlalu mudah kita mencipta sengketa
menabur api permusuhan. Sekalipun
kau berkata 'kami pencinta kedamaian.'
Siapakah yang berlari di atas pucuk
gelombang, sukmanya tak akan pernah puas
meniup bara dan membuat api. Akhirnya,
tiap kali api menyala, kau terpaksa menyiramnya
dengan air menggeledak panas.

Kota Kinabalu
2 March 2013






No comments:

Post a Comment