Aku tulis surat cinta kepadamu, wahai manisku
tak terlalu telat kerana aku masih menghirup nafas
yang menjarakkan kita, daratan benua dan lautan.
Misi cinta kita melayang dari khutub ke khutub
sampai jauh ke cakerawala dan galaksi baru.
Cinta yang ini bukan bintang yang telah mati
atau komet yang membakar dirinya.
Kalau ada kekurangan itu hanya satu
saat cinta kita bercambah menjadi rembulan
akulah khadim yang terdampar di benuamu.
Ketika musim bunga kau telah menemukan
aku adalah kekasih yang berkelana di bawah
langit malam ke lautan teduh dan pulau sepi.
Aku ingin melafazkan biar sekali padamu
Langit cinta itu hidup ribuan tahun
pada dinding grafiti di sukmamu.
Cinta kita bukan semusim, akarnya bertunjang
dari bumi sampai langit tak pernah dijuluki.
Suatu waktu jasad ini pun hancur luluh.
Tiap langkah adalah artifak fikir dan rasa
melangkar pada dinding langit cinta abadi.
Katamu, grafiti itu akan hidup dalam memori
kemudian sirna dalam hakisan waktu.
Sentuhan ini telah disaksikan samawi
cinta ini, kebenaran cahaya hidup.
Tak akan ada kuasa dapat memadamkannya.
Sekalipun musuhmu tak akan dapat membunuh
dengan fitnah di Tanah Wasangka.
Ya Rabbi, yang mengenal cinta
Adam dan melindungi cinta Ibrahim
Musa dan Muhammad Rasulullah
Api cintamu bertahan sampai akhir zaman.
Manisku, cinta ini tulus
ribuan lapisan langit membuka pintunya.
Di taman Kenanga dan Melati, harummu
melembut sukma-sukma dalam kegelapan.
Kau telah menyambut baiat cinta ini
pasrah pada ketentuan Allah,
kemenangan kepada kekasih.
*Dikirimkan kepada Dewan Sastera 19 Mei 2014
No comments:
Post a Comment