Sunday 18 May 2014

Sidang Laut Dan Langit**(Ketuhanan)

Setelah ini kau tak akan memanggil aku ke sini
sidang laut telah bermula dalam serba kesederhanaan
perwakilan burung-burung duduk di panel
peserta-peserta duduk diam dan berusaha 
dari mula langit mereka telah tercabar dengan
letusan-letusan  mengingatkan.

Mereka semua adalah warga bumi
yang menyintai tanah dan kemakmoran
lembah gunung hijau dan laut teduh, dan 
pulau mutiara. Korus mengiyakan tepukkan
serentak.bimba

Ketakutan dan kebimbangan telah mencuat
dari sukma dan mereka tak dapat menutupinya
sekarang mereka berada di persimpangan jalan.
Satu demi satu burung-burung berhujah
akan datangnya satu musim membimbangkan itu
mereka bersahut-sahutan, melenting, memikik
dan sinis.

Minyak dan air tak akan dapat disatukan
membaca gerak-gerak dan penghuni-penghuni
di Tanah Rawan. Ternyata cuma ada kesedihan
dan ketidakadilan dan mereka terus menyatakan
dada mereka makin tersendat dan sesak.

Pisahkan keduanya kerana itu adalah terbaik
keadilan bukan jalan sepihak dan ia bukan
tempalan di layar  kehidupan yang koyak.
Kalau ada yang ingin memaksakan dan
mewarnakan unggu warnamu dan conteng arang
pada merah sukmamu, inilah bukan masa
duduk bersenandung lara.

Langit mereka penuh dengan kebimbangan
mereka melihat Rawana dan ruh-ruh
kegelapan mengabutkan langit biru.

Berdiri dengan tertib dan nyatakan suara hatimu
bukan pada angin lalu atau tidak juga menitipnya
pada badai gelombang laut. Suaramu adalah
suara yang menambat sukma.

Usah berhenti dari berkata, 'berhentilah
menggerakkan tangan dan menghukummu.'
Aku tak berhenti dan tak akan berhenti
berdoa di Tanah Persimpangan ini.

*Dikirimkan kepada Majalah Dewan Sastera 19 Mei 2014






No comments:

Post a Comment