Wednesday 28 May 2014

Menaksirkan Laut Sukma di Malam-Malam Ramadan Al Mubarak


di Tanah Sejarah aku memandang lautmu
dan pulau-pulaumu dan suara masa silam
berdiri di sini dan setengah menutup mata
melihat kasyaf sebuah bangsa terkurung
dalam mimpi bagaikan malam yang turun
dan berlabuh di situ ratusan tahun .

Penderhaka bangsa masih mengharapkan
malam akan terus supaya rencana jahat itu
menetas dan badai gelombang sekali lagi
menerjang laut datang sebagai ribut di malam
penentuan dan kekalahan yang diramalkan.

Aku masih dapat membaca dan ikut ketawa
kelakar seorang ayah di akhir-akhir mimpinya
Ketika aku meninggalkanmu di tepi bangunan
dan memanandangmu sekilas, kau memang
seorang wira berjuang sampai otot-ototmu haus.

Kau tak pernah menyebutkan sejarah bangsamu
kita bertemu berpisah seperti pintu dibuka
dan ditutup dan kita seperti memahami sejarah
akan mengambil dan mencari warisnya yang
hilang di malam gerhana.

Waktu telah meninggalkan bekas dan karat
pada piung-piung sukma. Ketika kau menjabat
tangan dan berlalu pergi, tak pernah kau
mengakali masa depan itu adalah satu perjuangan
dan tradisi ini tak akan pernah dikalahkan
Dua zaman kita berbeda telah disatukan
Bukankah kemenangan rohani ini dijanjikan
di akhir zaman?

Ketenteraman sukmamu di malam purnama penuh
telah meninggalkan jauh gerhana-gerhana silam
yang pernah menjadi langit hitam kelammu
Kini berita syafaat ini telah menyatukan dua musuh
menjadi teman yang akrab.

Ya Rabbi, aku menunggu-Mu  di malam-malam
Ramadan Al Mubarak, menatap wajah langit
kerinduan melahirkan doa tulus seorang mutaki.











No comments:

Post a Comment