Friday 1 June 2012

Qasidah Rindu*(ITBM)

Aku telah melihat tanjung di kaki langit
lembah hijau itu makin dekat
Kau, menjelma di permukaan
sukmaku meluncur tenang di laut-Mu
wajah perindu yang tersapa
jiwa terbujuk berharapan
aku mulai menyanyi lagu itu, keselamatan
kata-katanya sederhana dari nafas yang insaf.
Aku ingin menjangkau-Mu
aku dambakan bisik-bisik-Mu
biarkan rembulan berendam di kalbuku.
Di sajadah itu kucium tanpa puas
seperti aku mencium bau tanah
adalah diriku sendiri.
Oh, tanah d telapak kaki
dari debu bertebaran
diterbangkan angin tanpa berpaut
dari segenggam tanah kering
ditiupkan cinta dan hidup
ditiupkan ruh qudus
jadi menyala dan bercahaya
penerang menghalau kegelapan
lalu Dia mengangkatmu
dari tapak ke pelantar
dari pelantar ke dataran
dari dataran ke bukit
dari bukit ke gunung
dari gunung ke langit
dari langit ke cakrawala
samudera luas tanpa berpulang.
Ia pun tumbuh di lembah hati
dari sebesar biji sawi lalu
jadi pohon yang berakar 
menjalar dari jantung ke urat nadi
dari urat nadi ke urat serambi
ke seluruh tubuh asal tanah.
Itulah adalah kesedaran
dari kesedaran itu melahirkan
keyakinan yang teguh dan nekad
keyakinan yang tak berganjak
terus tumbuh berbuah manis.
Pancainderamu  berkilap
hadir dari keinsafan
nalurimu peka terhadap sekeliling
memaknakan malam yang tiba
memaknakan siang yang tiba
kehadiran itu bukan tanpa tujuan
atau diperangkap dalam kegelapan
terkurung dalam nafsi amarah
itu, rohani yang melarat tanpa ilmu
kehidupan yang mendatar
lalu jiwa merontah ingin terlepas
belenggu yang merantai leher
kaki dan hati yang berpaling.
Tiap pertanyaan ada jawaban
tiap kejadian bersebab-musabab
bumi yang terkandung sejarah silam
melihat kekuasaan dan keagungan
tak akan terlucut lepas dari dakapan maut
Maharaja seteru alam sejagat
Fir'aun angkuh di bawah langit terbuka
hanya tulang belulang
hanya tulang belulang
dan tengkorak yang separuh
tenggelam di dalam pasir.
O keramaian dunia itu
keramaian angin adalah
keramaian yang tak berakar.
Mengenal-Mu itu adalah harapan
tiap pencari kerajaan langit
tak pernah berhenti dan mengeluh
dalam qasidah rindunya
dalam zikirullah
sampai degup itu terlucut.
Segala puji bagi Allah
Segala kebesaran bagi Allah
aku bersujud pada Rabbul Alamin
biar setiap gerak itu dan denyut
ingin kuresapkan keinsafan itu
mendapatkan isi bukan kulitnya
dari takwa yang berakar tunjang
dan tenggelam dalam semudera
kerinduan dan kecintaan  terhadap-Mu.
Maha suci Engkau
Maha suci Engkau
dari tanah yang tandus dan mati
jadi lembah hijau dan harum samawi.

Canberra
2 Jun 2012

*ITBM Jun 2015

**Antologi Puisi "Zikir Cenderawasih" oleh Haji Bung Johar, Sabahuddin Senin dan Haji Domeng, Borneo Top Publishing House, 2014.


















No comments:

Post a Comment