Monday 2 June 2014

Gemerincing Kaki Angin dan Purnamamu*(Harian Express)

Aku semakin rindu pada kanvas kosong
dalam sukmaku ada warna telah kupilih
sedikit sentuhan kanvas ini berganti wajah.

Aku dengar gemerincing kaki angin di hutan jati
lembut menawan seperti gumalai penari Keraton
ketika kupejam mata yang hampir tertutup
bagai degung bunyi gamelan dari samawi.

Kau yang menuangkan kasyaf ke dalam mata
dan aku menafsirkan pesan khabar gembira
aku telah mencium musim bunga di udaramu
diam alam bernafas dari perdu sampai ke akar.

Kata-kata gerhanamu telah hapus tenggelam
kegelisahanmu telah berakhir dan duka laramu
komet yang hanggus dan kuasa manteramu
telah patah sayap dan sirna selamanya.

Dalam diam bertafakur kata-kata lahir semula
gerak sukmamu, bagai kau telah melewati silam
sentuhan di kulitmu bagai perdu yang menetas
gemerincing kaki angin datang membawa alamat.

Doamu akhirnya terkabul dalam denyut waktu
seperti kuda semberani yang tangkas itu telah
membawamu ke garis kemenangan terakhir
sejak itu purnama tak pernah lepas dari sukmamu.

*Disiarkan Harian Ekspress 5 Jun 2016




No comments:

Post a Comment