Sunday 15 September 2019

Wartikah Kemerdekaan

Malam ini kita berkumpul setelah
kita jatuh bangun meraih erti
kemerdekaan.
Tia hati merasakan dan membuat
reaksi pada tiap perjuangan bangsa.

Tia momen dalam hidup ada
menjadi kenangan dan khazanah
warisan.
Yang hidup sepanjang zaman,
sekalipun ada yang ingin menembak
rembulan
mengharapkan ia gugur menjadi
komet yang hanggus di tanah tandus
sejarah.
Ketika namamu disebut, Paduka
Mat Salleh, engkau telah mewakili
zamanmu
Keberanianmu di medan, siasat dan
kebijaksanaanmu telah merubah bangsa selamanya.
Kelicikan penjajah terkandas dalam
lumpurnya sendiri.


Di tanah utara ini,  mari pejamkan
matamu sebentar,
Ingat kembali suara-suara pahlawan
silam, masih meraunng di langitmu,
dengarkan,

Sherif Osman, mari renungkan
sebentar , deru ombak merdeka yang
bergulung dari
pantai pulau Banggi sampai ke
daratan bumi ribuan pohon hutan jati.
Anak bangsa ini
bangun menyatakan jati diri, di tanah
leluhur ini, kerana bangsa yang tidak
pernah
dikalahkan adalah bangsa yang
punya mimpi dan mimpi
dan impian itu
hidup dalam jiwanya ribuan tahun.

Merdeka adalah 7  huruf menjadi
satu. Ketika engkau dengan
kesedaran maka
ia menjadi amanat yang hidup
sampai kiamat. Tiap generasi
memaknakan kemerdekaan
bangsa dengan tafsiran, tekad, janji
dan sumpah. Kemerdekaan itu
amanat dan perjuangan tanpa akhir.
Hidup mati bangsa merdeka di
tangan generasi penerus, justru itu
aduhai bangsa merdeka, dapatkah
engkau melupakan pejuang bangsa
sekalipun ia mungkin kata-kata ber-
bunga retorik, namun kemerdekaan
bangsa ini, bangsa merdeka telah
menjadi nyata, penjajah-penjajah
bangsa telah pulang, melepaskanmu
tanpa pilihan.

Di puncak  Nabalu, di dada langit
merdeka, namamu, telah terpahat,
hadiah generasi ke generasi.
Mengingatimu, Tun Mustapa, engkau
adalah jubah sejarah negeri ini, bapa
kemerdekaan.

Siapakah di sini yang boleh
menidakkan kebenaran dan
mengenepikan pejuang bangsa
Siapakah yang ingin menghapuskan
sejarah atau melumatnya di bawah
tumit kakimu dan menjadi seperti
Raja Nimrod, dengan bahasanya yang
kacau, ingin mengaburkan sejarah
atau membuat-buat sejarah?

Pernah seorang ibu bercerita,"Kita
sebenarnya bukan apa-apa, hanya
sepohon kelapa merdeka yang
tumbuh di tanah gambut di bumi
utara Ia pohon kelapa yang berbuah
banyak, isinya tebal dan airnya manis,
pelepas dahaga  tiap musafir lalu.
Kerana benihnya yang baik itu, maka
permintaan untuk buah kelapa ini,
dari desa ke desa, dari jiran ke jiran,
dari tanjung ke tanjung, dari lembah
ke lembah dan dari pulau ke pulau.
Begitu terkenalnya kelapa merdeka
ini, ia tumbuh di mana-mana, ia
menjadi sebutan orang. Mereka akan
mencari kelapa merdeka ini, sanggup
berjalan ribuan batu atau belayar
bermalam-malam demi pohon kelapa
merdeka yang spesial ini."

Apakah engkau ini jadi kelapa
merdeka, yang kehadiranmu tidak
melukai sejarah, tapi menambat hati
dalam zamanmu.
Kau akan diingat sepanjang masa.
di fajar menyinsing, di senja hari
sampai jauh di pantai
kepulauan.

Malam ini, gema gong telah lama
bergema, angin teluk Marudu telah
menyampaikan deru kemerdekaan
sampai ke laut Bangi, pohon kelapa
merdeka dari silam masih berdiri gah
seperti soldadu-soldadu generasi
alaf ini.

Wahai saudaraku, Cerita dapur awam
Si Karuhai, legenda selatan, bumi
Kedayan. dengarlah, Serigala dan
Musang selama ini kebiasaan makan
enak tersentak  dan mengalamun
kerana ada perintah supaya
kebiasaan mengambil santapan
dari pintu gudang yang tak berkunci,
sekarang ia pun telah dikunci.

Wahai saudaraku, turunlah kamu
dari dunia angan-angan, dan mimpi
ngerimu, mengapa berluka-lara,
sedangkan malam ini, khabar ini
aku sampaikan, genapnya sebuah
nubuat. Kemenangan negara
bangsa, adalah cinta damai dan
kalbu yang pasrah pada Tuhan,
Rabbiul alamen. Ayuh!Melangkahlah,
pacu kuda semberanimu. Wartikah ini
kubacakan,supaya engkau menjadi
insan yang terhebat di zamanmu.
Mengapa kamu harus tinggal di
stesyen sama, sedangkan yang lain
akan mengambil tempatmu dan berbuat
tanpa kamu sedari. Dan ketika
kamu memandang langit malam,
baru terasa  dan sedar bertapa kamu
masih mempunyai ilmu sedikit.

Wahai anak negara  bangsa, inilah
waktumu memaknakan  erti merdeka
Inilah waktumu memedam rasa dan
usah menjadi bangsa yang kalah
Inilah waktu melepaskan kuda
semberanimu di lapangan hijau di
bawah langit terbuka.
Engkau bukan generasi yang di duduk
di atas pagar
Engkau generasi terbaik di zamanmu.
Ayuh! Biarkan purnama merdeka
itu adalah inspirasimu sepanjang
Zaman.

Kudat
11 September 2019.

Puisi ini dibacakan di Kudat Malam Puisi Tokoh silam anjuran Penulis Penulis Utara.

No comments:

Post a Comment