Tuesday 24 April 2012

Esok* (Cinta)(Suasana)


Sebenarnya ada sedikit yang ingin kukatakan
kerana di saat begini ketika berdiri di persimpangan
menoleh ke depan atau mengambil jalan lain.
kudakap engkau ke dada tak ingin kulepaskan
melepaskan dari genggaman dan beralih pergi
bukankah itu suatu kekalahan tanpa perjuangan.
dari dulu diajarkan supaya memiliki sekalipun
hanya sepasang songket yang terindah
kalau tidak kain batik, cincin jari manis atau
gelang emas sebagai yang ditinggalkan.

Kata saudaraku, pengorbanan hanya bemakna
dititip dengan ilmu-
sekiranya engkau meletakkan telingamu
di atas tanah itu,
tentu engkau masih mendengar
degup jantung dan kepul-kepul nafasnya
di halaman engkau melihat
rama-rama menari-nari dan menerjang
udara pagi.

Ini adalah cerita orang tak bernama
sejarah mengerdip mata berlalu pergi
di laut pasang, di lembah pergunungan
di rimba jati ada perjuangan dan pergelutan,
lagu-lagu dari suara hatimu dalam musik
bambu, gong atau ketukan kayu kering.

Minumlah, ada daun limau dengan air panas.
makanlah, ala-kadarnya.

Apakah peninggalanmu,
tanah sejengkali atau tanah pusaka:
barangkali di tanah danau, gerapan bukit
di tanah desa, di situ engkau menjumpai
dirimu dan moyangmu.

Sebuah rumah
sebuah mimpi
esok adalah galeri dari masa silam.
Kita menganyam songket
atau mencetak batik
dalam adunan warna tradisi
dan benang emas
di malam keniri.

Segenggam tanah
tak akan kulepaskan
kerana inilah nadi untuk hari bernama esok.

Canberra
24 April 2012

No comments:

Post a Comment