Aku menunggu dengan degup
tiap arah memandang seperti
memandang dada lautan turun
naik dalam tenang.
Tiap pintu yang dilangkahi
tiap peti kupangkah.
Malaria? Pertanyaanmu selamba
Dah lama, dulu. Sepuluh tahun?
Diam.
Harapan masih rembulan penuh
sukma ini seperti danau di waktu
pagi beriak kecil. Perahu meluncur
pulang.
Tasmania, namamu disebut
kerana di pulau ini pernah
aku mendakapmu dan kerana
kasih di bumimu aku menitiskan
darah.
Sekarang di bumi pribumi ini
aku kembali menggembur tanah
di sini aku memeras kata-kalimat
untuk mendapatkan sari santan.
Kutatap mata doktor
menunggu jawaban.
Tiap puisi mengalir dari sukma
dan aku tak akan pernah lelah
membacakan kepadamu
tiap kata-kalimat ditulis
dengan merah pekat
nadi sebuah perjuangan
dalam perjuangan ada pengorbanan.
Masih kutatap mata doktor
langit kabus perak
Bukan sekarang. Kamu masih
kurang sihat, penyair.
Tasmania oh Tasmania
aku mengenangmu
kerana aku begitu rindu
padamu, gunung Wellington.
Kota Kinabalu
20 Jun 2013
*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013
No comments:
Post a Comment