Monday 11 February 2013

Harapan, Panggilan Kekasih* (Cinta)

Biarlah puisi ini menenangkan sukmamu
waktu telah terbang jauh ke nadi langit
kini ia pulang ke bumi, begitu cepat, tak
terasa kita masih berpaut pada bumi.

Wajahmu adalah wajah langit. Kekadang
sapuan warnanya lembut dan selalu
didambakan. Kepada perindu yang dilokap
dalam kamar gelap dan sepi, selalu
menantikan kesempatan melihat langit
biru.

Benar, katamu. Kita selalu lupa dan apa lagi
berterimakasih, kerana kita menjadi manja
dan darah ini mengalir lesu. Ketika kegelapan
turun, ada suara menjerit tapi tak sampai
terpukul gelombang, pantai dan daratan nampak
menjauh.

Sekarang, kau tak melihat halamanmu
kau tak memperdulikan musim yang silih berganti
kamarmu makin kecil dan menolakmu
ke penjuru, menyendiri.

Malam itu, bisik suara hatimu,
alangkah indah ketika terpenuhnya
permintaan. Kalau kau mau katakan itu
suatu harapan yang terakhir. Kubuka
mata, sangat perlahan, melihat jendela
lalu ke beranda. Masih bisik suara hati,
aku masih punya harapan sekalipun
seperti udara yang menipis. Aku masih
menyedutmu puas.

Rembulan penuh,
bergerak sangat perlahan dan sempurna
adalah panggilan seorang Kekasih
dan kau menyambutnya.

Kota Kinabalu
12 Februari 2013
*ITBM

No comments:

Post a Comment